CROHN’S DISEASE
Oleh
Pembimbing
LAB/SMF BEDAH
RSD DR. SOEBANDI JEMBER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2015
1
BAB 1
PENDAHULUAN
2
Kedua faktor genetik dan lingkungan muncul untuk mempengaruhi
risiko untuk mengembangkan penyakit Crohn. Risiko relatif antara kerabat
tingkat pertama pasien dengan penyakit Crohn adalah 14 sampai 15 kali
lebih tinggi daripada populasi umum. Sekitar satu dari lima pasien dengan
penyakit Crohn akan melaporkan memiliki setidaknya satu relatif terkena.
Tingkat kesesuaian antara kembar monozigot setinggi 67%; Namun,
penyakit Crohn tidak terkait dengan pola pewarisan Mendel sederhana.
Meskipun ada kecenderungan dalam keluarga baik untuk ulcerative colitis
atau penyakit Crohn untuk hadir secara eksklusif, kaum campuran juga
terjadi, menunjukkan adanya beberapa sifat genetik bersama sebagai dasar
untuk kedua penyakit.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
3
Crohn’s Disease merupakan salah satu Inflammatory Bowel
lebih sering mengenai bagian ileum terminalis sampai colon bagian awal.
bagian dari intestinum tenue (usus halus), setelah duodenum dan jejunum.
ileum melipat ke lumen dan membentuk struktur vili yang tinggi dan
4
Anatomi Histologi Ileum pada Crohn Disease (Patologi)
Fistula dapat terbentuk antara usus dengan usus, kandung kemih dan kulit.
5
C. Epidemiologi
usus halus, dengan insidens sekitar 100.000 kasus per tahun. Insidens
dan Eropa Barat insidens Crohn’s disease mencapai 2 kasus per 100.000
usia berikutnya adalah antara 60 – 80 tahun. Pada pasien yang berusia lebih
muda dari 20 tahun Crohn’s disease lebih banyak menyerang usus halus,
sedangkan pada yang berusia diatas 40 tahun Crohn’s disease lebih banyak
6
Meskipun Crohn’s disease dapat menyerang setiap bagian dari
saluran cerna, namun terdapat tiga lokasi primer baik secara klinis maupun
anatomis yang paling sering, yaitu hanya usus halus saja (30%), usus halus
bagian distal dan colon (45%), dan hanya colon saja (25%). 30% dari
dan 33 – 50% terjadi bersamaan dengan penyakit perianal seperti fisura ani,
D. Etiologi
Faktor Infeksi
7
diperkirakan menjadi penyebab Crohn’s disease adalah Chlamydia, Listeria
Faktor Imunologis
sitokin, seperti interleukin (IL)-1, IL-2, IL-8, dan TNF (tumor necroting
dan mungkin timbul sebagai akibat dari proses penyakit dan bukan
Faktor Genetik
gene (CARD15). Gen ini terlibat dalam system imunitas tubuh manusia.
memiliki gen alel CARD15 lebih berisiko terkena penyakit pada ileum dan
8
disease. Sekitar 1 dari 5 pasien dengan Crohn’s disease (20%) mempunyai
Faktor-faktor Lain
9
Gambar . Berbagai faktor penyebab penyakit crohn
mikroba, virus, rokok dan dari diet akan dianggap sebagai antigen dan
dibawa oleh Antigen Presenting Cell (APC) menuju ke sel T helper 1. Sel
10
& TNF α) yang akan merangsang pengeluaran asam arachidonat, protease
dan radikal bebas secara local di bagian ileum terminal (Ghazi et al, 2013)
CARD 15, bagian ileum dan colon lebih rentan terjadi ‘injury’, selanjutnya
11
Gambar . Patogenesis Penyakit Chron
F. Diagnosis
1. Anamnesis
abdomen, diare, dan penurunan berat badan. Diare dan nyeri abdomen
12
berkepanjangan yang kadang disertai darah, selain itu keluhan yang
a. Demam
b. Malaise
c. Mual muntah
2. Pemeriksaan Fisik
abdomen yang dapat disertai rasa penuh atau adanya massa. Pasien juga
terjadi. Pada stadium dini, obstruksi pada ileum yang terjadi akibat edema
usus.
13
a) Tanda vital : normal, kadang takikardi dan demam
perianal
3. Pemeriksaan Penunjang
kontras tunggal saluran cerna bagian atas dengan follow-though usus halus
atau enteroclysis dengan CT, dan pemeriksaan kontras ganda usus halus.
USG dan MRI dapat digunakan sebagai penunjang jika terdapat masalah
a) Laboratorium
14
b) Radiologi
X – Foto
terbatas. Dua keunggulan utama x-foto polos adalah (1) untuk memastikan
Melalui x-foto polos dapat pula diketahui adanya sacroiliitis atau batu ginjal
ditandai dengan adanya ulkus aptosa yang tersebar, yang terlihat sebagai
ulkus aptosa seringkali terpisah oleh jaringan usus yang normal dan terlihat
15
Gambar 1.Pemeriksaan barium enema kontras ganda pada Crohn’s disease
menunjukkan sejumlah ulkus aptosa
16
Sejalan dengan makin parahnya penyakit, ulkus-ulkus yang kecil
ulkus-ulkus tersebut terpisah satu sama lain oleh edema pada dinding usus
17
Kadang-kadang terjadi inflamasi transmural yang berakibat
pengecilan diameter lumen usus dan distensinya menjadi terbatas. Hal ini
18
Ulkus Aptoid dapat terdeteksi melalui pemeriksaan barium enema
hasil negatif palsu sebanyak 18 – 20% kasus. Akan tetepi, barium enema
CT-SCAN
pada Crohn’s disease tahap dini adalah penebalan dinding usus, yang
biasanya melibatkan usus halus bagian distal dan colon, meskipun setiap
segmen pada saluran cerna dapat terlibat. Biasanya, penebalan dinding usus
mencapai 5 – 15 mm .
Gambar 6. Gambaran CT Scan pada pasien dengan Crohn’s disease, tampak penebalan dinding
ileum dan inflamasi mesenterium.
19
Ulserasi pada mukosa dapat terdeteksi pada potongan tipis CT.
penebalan dinding usus halus, dan inflamasi dan adenopati pada mesenterium.
peningkatan hilangnya densitas lemak, yang disebut “hazy fat” pada CT.
mesenterium. Pada CT, sebuah massa yang berbatas kabur dengan densitas
atau oval dengan densitas rendah, berbatas jelas, dan seringkali multilokus.
20
hubungan fistula dengan usus atau, lebih jarang, timbul dari infeksi oleh
Gambar 8. CT scan pada Crohn’s disease menunjukkan penebalan dinding colon kanan dengan
inflamasi pada jaringan lemak mesenterium yang berhubungan.
Gambar 9. CT scan pada Crohn’s disease fase kronis menunjukkan penebalan dinding colon kanan
tanpa inflamasi pada jaringan lemak mesenterium yang berhubungan, dan sejumlah besar
proliferasi lemak disekeliling colon kanan yang memisahkan colon dari keseluruhan usus, sehingga
disebut “creeping fat”.
21
CT Scan merupakan prosedur radiologis pilihan pertama pada
MRI
volume zat kontras positif atau negatif yang diberikan baik secara oral atau
22
Akan tetapi, pasien dengan penyakit akut mungkin tidak dapat men-
toleransi pemberian sejumlah besar cairan per oral. Jika terjadi distensi usus
yang ter-inflamasi.
anorectal Crohn’s disease dengan baik. MRI dengan teknik regular fast
spin-echo dapat mendeteksi adanya fistula, saluran sinus, dan abses pada
regio anorectal.
proliferasi fibrosa dan lemak, dan enhancement dinding usus dengan zat
dan dapat dengan mudah dibedakan dari usus yang normal. Pola
23
Gambar 10. Pencitraan MRI pada pasien dengan Crohn’s disease menunjukkan penebalan dinding
colon kanan dengan peningkatan sinyal intramural pada pencitraan T1-weighted. Hal ini dipercaya
sebagai gambaran adanya deposisi lemak intramural.
sekitar 98 – 96%, dan akurasi sekitar 83 – 84%. Hasil positif palsu paling
penebalan usus. Hasil negatif palsu paling sering terjadi jika terdapat
USG
24
Hasil pemeriksaan USG mempunyai variabilitas yang tinggi, yang
ini dikenal sebagai “the gut signature”. Dinding saluran cerna yang normal
peristalsis menurun atau menghilang, dan segmen usus yang sakit tidak
25
Gambar 11. A dan B, hasil pencitraan USG pada pasien dengan Crohn’s disease, terlihat adanya
penebalan dinding usus yang hypoechoic, hilangnya “gut signature”, dan garis hyperechoic yang
menunjukkan penyempitan lumen usus.
26
Dengan adanya inflamasi transmural, terjadilah edema and fibrosis
massa yang hyperechoic, yang secara klasik terlihat pada batas cephalic
RADIONUKLIR
dapat lebih cepat dicitrakan segera setelah injeksinya. Akan tetapi, biasanya
ke usus, tidak seperti leukosit berlabel 111In, yang tidak mempunyai ekskresi
ke usus.
dan spesifisitas 91,0%, dan lebih baik dalam mendeteksi aktivitas inflamasi
27
Positif palsu dapat terlihat pada perdarahan saluran cerna,
untuk Crohn’s disease dan akan terlihat pada sebagian besar proses-proses
G. DIAGNOSIS BANDING
Cholangitis
Colitis iskemik
Colitis pseudomembranosa
Diverticulitis colon
Tuberculosis gastrointestinalis
Colitis ulserativa
Enteritis infeksiosa
Colitis infeksiosa
28
H. TERAPI
yang ketiga adalah agar anak-anak dapat tumbuh dan mendapatkan nutrisi
yang adekuat. Berikut beberapa terapi pilihan untuk Crohn’s Disease (Ghazi
et al, 2013).
1. Farmakoterapi
mesalamine, balsalazide)
29
Pengobatan dengan menggunakan 5-ASA adalah pilihan
2010).
2010).
30
Apabila penggunaan kortikosteroid tidak menimbulkan
2012).
2. Pengobatan biologis
a. Infliximab
b. Adalimumab
31
Dosis pemberian 160 mg/hari, ditrunkan menjadi 80mg/hari pada
c. Natalizumab
2005).
3. Tindakan pembedahan
(ASCRS, 2007) :
32
f. Perforasi
g. Neoplasia
33
Gambar 10. Reseksi Ileum, Ileocolon dan Colon
b. Ileostomi
34
Gambar 11. Ileostomy
35
c. Strikturplasti
dapat menyebabkan isi lumen masuk ke dalam ulkus dan fisura yang
2007).
36
Gambar 12. Strikturplasti
37
Gambar 13. Dilatasi Balon Endoskopi
e. Manajemen Fistula
38
metronidazole atau ciprofloxaxin. Kemudian memperbaiki
biasanya sekitar minggu keempat. Bila setelah itu fistula masih tetap
I. KOMPLIKASI
sebagai akibat dari penyakit colon; pancreatitis sebagai akibat dari terapi
o Abses
39
Abses terbentuk pada sekitar 15 – 20% pasien dengan Crohn’s
disease .
o Obstruksi
Pada awal perjalanan penyakit, terlihat adanya obstruksi yang reversibel dan
hilang timbul pada saat setelah makan, yang disebabkan oleh edema dan
spasme usus. Setelah beberapa tahun, inflamasi yang menetap ini akan
akibat fibrostenotik.
o Fistula
Crohn’s disease pada colon. Komplikasi fistula yang disertai abses atau
penyakit berat paling sulit ditangani. Hal ini terjadi pada pasien dengan
40
Crohn’s disease. Peranan terapi medikamentosa hanyalah untuk mengontrol
evakuasi abses dan, jika tidak ada kontraindikasi berupa sepsis, dilanjutkan
dengan reseksi usus yang sakit. Fistula dapat berakibat perforasi usus
o Keganasan
dengan penyakit kronis di daerah perianal, vulva atau rectal) dan limfoma
Hodgkin atau non-Hodgkin juga terbukti lebih sering terjadi pada pasien-
J. PROGNOSIS
41
pembentukkan abses-abses intraabdominal, dan kebocoran anastomosis.
kekambuhan penyakit, yaitu 70% dalam waktu 1 tahun setelah operasi dan
pertama.
(Munkohlm, 2003).
DAFTAR PUSTAKA
42
Ajlouni, Y. Iser, J.H and Gibson, P.R. Endoscopic balloon dilatation of intestinal
strictures in Crohn’s Disease : safe alternative to surgery. J Gastroenterol
Hepatol. Melbourne, Australia. 2007 Apr;22(4):486-90
ASCRS (The American Society of Colon and Rectal Surgeons) ; Strong SA, Koltun
WA, Hyman NH, Buie WD, for the Standards Practice Task Force Practice
parameters for the surgical management of Crohn’s disease. Dis Colon
Rectum. 2007;50(11):1735-46.
Ford AC, Bernstein CN, Khan KJ, Abreu MT, Marshall JK, Talley NJ, et al.
Glucocorticosteroid therapy in inflammatory bowel disease: systematic
review and meta-analysis. Am J Gastroenterol. Apr 2011;106(4):590-9.
Hampe J, Grebe J, Nikolaus S, Solberg C, Croucher PJ, Mascheretti S, et al.
Association of NOD2 (CARD 15) genotype with clinical course of Crohn's
disease: a cohort study. Lancet. May 11 2002;359(9318):1661-5.
Kidd R, Mezwa DG, Ralls PW, Balfe DM, Bree RL, DiSantis DJ, et al. Imaging
recommendations for patients with newly suspected Crohn's disease, and in
patients with known Crohn's disease and acute exacerbation or suspected
complications. American College of Radiology. ACR Appropriateness
Criteria. Radiology. Jun 2000;215 Suppl:181-92.
Leighton JA, Shen B, Baron TH, Adler DG, Davila R, Egan JV, et al. ASGE
guideline: endoscopy in the diagnosis and treatment of inflammatory bowel
disease. Gastrointest Endosc. Apr 2006;63(4):558-65.
43