Anda di halaman 1dari 14

BAB 1

KONSEP DASAR MEDIK

A.DEFINISI

Tumor merupakan salah satu dari lima karakteristik inflamasi berasal dari bahasa
latin, yang berarti bengkak. Istilah Tumor ini digunakan untuk menggambarkan pertumbuhan
biologikal jaringan yang tidak normal. Menurut Brooker (2001), pertumbuhan tumor dapat
digolongkan sebagai ganas (malignant) atau jinak (benign).

Sel tumor pada tumor jinak bersifat tumbuh lambat, sehingga tumor jinak pada
umumnya tidak cepat membesar. Sel tumor mendesak jaringan sehat sekitarnya secara
serempak sehingga terbentuk simpai (serabut pembungkus yang memisahkan jaringan tumor
dari jaringan sehat). Oleh karena bersimpai maka pada umumnya tumor jinak mudah
dikeluarkan dengan cara operasi (Robin dan Kumar, 1995).

Sedangkan kanker adalah sebuah penyakit yang ditandai dengan pembagian sel yang
tidak teratur dan kemampuan sel-sel ini untuk menyerang jaringan biologis lainnya, baik
dengan pertumbuhan langsung di jaringan yang bersebelahan (invasi) atau dengan migrasi sel
ke tempat yang jauh (metastasis). Pertumbuhan yang tidak teratur ini menyebabkan
kerusakan DNA, menyebabkan mutasi di gen vital yang mengontrol pembagian sel, dan
fungsi lainnya (Tjakra, 1991).

Dalam kasus tumor pada tulang dapat dibedakan berdasarkan sifatnya menjadi tumor
tulang jinak dan tumor tulang ganas :

1. Tumor Jinak

a. Osteoma

Osteoma merupakan lesi tulang yang bersifat jinak dan ditandai oleh pertumbuhan tulang
yang abnormal. Osteoma klasik berwujud sebagai suatu benjolan yang tumbuh dengan
lambat, tidak nyeri. Pada pemeriksaan radiografi, osteoma perifer tampak sebagai lesi, lesi
menimbulkan adiopak yang meluas dari perrmukaan tulang, osteoma sentral tampak sebagai
suatu massa sklerotik terbatas jelas didalam tulang. Kalau lesi menimbukan gejala-gejala,
membesar, atau menyebakan ketidakmampuan maka perawatan yang dipilih adalah eksisi
osteoma dengan pembedahan . Operasi pembuangan bagian tulang yang membesar ini juga
dilakukan untuk tujuan diagnostic pada lesi-lesi yang besar. Eksisi meemberikan
penyembuhan pada tulang.

b. Kondroblastoma

Tumor jinak yang jarang di temukan, dan biasanya paling sering mengenai anak-anak
pada remaja. Tempat paling sering terserang adalah tulang humerus. Gejala seringkali berupa
nyeri sendi yang timbul dari jaringan tulang rawan. Perawatannya dengan eksisi pembedahan.
Jika kambuh, tumor ini akan di tangani dengan eksisi, bedah beku atau radioterapi.
c. Endrokoma

Endrokoma atau kondroma sentral adalah tumor jinak sel-sel rawan displatik yang timbul
pada metafisis tulang fibula, terutama pada tangan dan kaki. Pada pemerikasasn radiografi
didapati titik-titik perkapuran yang berbatas tegas , membesar dan menipis. Tanda ini
merupakan ciri khas dari tumor. Tumor berkembang semasa pertumbuhan pada anak-anak
atau remaja. Keadaan ini meningkatkan fraktur patologis untuk jenis gangguan ini biasanya
dilakukan pembedahan dengan kuretase dan pencangkokan tulang.

d. Tumor sel raksasa

Sifat khas sel raksasa adalah adanya stroma vascular yang terdiri dari sel-sel dan bentuk
oval yang mengandung sejumlah nucleus lonjong, kecil dan berwarna gelap. Sel raksasa ini
merupakan sel besar dengan sitoplasma yang berwarna merah muda. Sel ini mengandung
sejumlah nucleus yang vesicular dan menyerupai sel-sel stroma. Walaupun tumor ini
dianggap jinak tetapi tetap memiliki derajat keganasaaan bergantung pada sifat sarkopatosa
dari stromanya. Padajenis yang ganas, tumor ini menjadi anaplastik dengan daerah-daerah
nekrosis dan perdarahan .

Tumor-tumor sel raksasa terjadi pada orang dewasa muda dan lebih banyak terjadi pada
perempuan. Tempat-tempat biasa yangt di sarang pada tumor ini adalah ujung-ujung tulang
panjang radius. Gejala yang paling sering adalah nyeri, juga ada keterbatasan gerakan sendi
dan keleamahan. Setelah dibiopsi untuk memastikan adanyan tumor ini , biasanya
diperlukkan eksisi yang cukup luas, termasuk pengangkatan di tepi tumor. Tumor ini
cenderung kambuh secara local dan tumor yang kambuh setelah suatu eksisi yang tidak
bersih biasanya lebih ganas. Dengan melakukan biopsy maka diagnosis dapat ditegakkan dan
yang disertai tindakan rekontruksi segera dapat dilakukan . Pada kasus-kasus tumor sel
raksasa ini menyerang suatu daerah yang luas di bagian distal radius, maka bagian proksimal
fibula pasien dapat di cangkokkan untuk rekontruksi lengan bawah.

1. Tumor ganas

a. Sarkoma Osteogenik

Sarcoma osteogenik atau osteosarkoma merupakan neoplasma tulang primer yang sangat
ganas. Tumor ini tumbuh dibagian metafisis tulang. Tempat yang paling sering terkena tumor
ini adalah bagian tulang-tulang panjang, terutama lutut. Sarcoma osteogenik paling banyak
menyerang anak remaja dan mereka yang baru menginjak masa dewasa, tetapi dapat juga
menyerang pasien penyakit Paget yang berusia lebih dari 58 tahun. Nyeri yang disertai
destruksi tulang dan erosi adalah gejala umum dari penyakit ini.

Penampakan kasar dari sarcoma osteogenik bervariasi. Neoplasma tersebut dapat berupa
(1) osteolitik, dengan tulang yang telah mengalami kerusakan dan jaringan lunak diinvasi
oleh tumor, atau (2) osteoblastik sebagai akibat pembentukan tulang sklorotik yang baru.
Periosteum tulang yang baru dapat tertimbun dekat dengan lesi, dan pada hasil pemeriksaan
radiografi menunjukkan adanya suatu bangunan yang berbentuk segitiga. Walaupun deposit
tulang ini terlihat pada banyak keganasan tulang, tetapi bersifat khas untuk sarcoma
osteogenik, tumor itu sendiri dapat menghasilkan suatu pertumbuhan tulang yang bersifat
abortif. gangguan seperti ini pada radiogram akan terlihat sebagai suatu “sunburst” (pancaran
sinar matahari).
b. Kondrosarkoma

Kondrosarkoma merupakan tumor tulang ganas yang terdiri dari kondrosit anaplastik
yang dapat tumbuh sebagai tumor tulang perifer atau sentral. Tumor ini paling sering
menyerang laki-laki berusia diatas 35 tahun. Gejala yang paling sering adalah massa tanpa
nyeri yang berlangsung lama. Contoh lesi perifer sering kali tidak menimbulkan gejala-gejala
tertentu untuk jangka waktu yang lama dan hanya merupakan pembesaran yang dapat diraba
dan hampir tidak menimbulkan gangguan. tetapi mungkin akan disusul dengan suatu
pertumbuhan yang cepat dan agresif. tempat-tempat yang paling sering ditumbuhi tumor ini
adalah : pelvis, femur, tulang iga, gelang bahu dan tulang-tulang kraniofasial.

Pada radiogram kondroskoma akan tampak sebagai suatu daerah radiolusen dengan
bercak-bercak perkapuran yang tidak jelas. penatalaksanaan terbaik yang dilakukan pada saat
ini adalah dengan eksisi radikal, tetapi bisa dilakukan juga dengan bedah beku, radioterapi,
dan kemotrapi. untuk lesi-lesi besar yang agresif dan kambuh berulang-ulang,
penatalaksanaan yang paling tepat mungkin adalah dengan melakukan amputasi.

c. Sarkoma Ewing

Sarkoma Ewing paling sering terlihat pada anak-anak dalam usia belasan dan tempat yang
palings sering adalah korpus tulang-tulang panjang. Penampilan kasar adalah berupa tumor
abu-abu lunak yang tumbuh ke reticulum sumsum tulang dan merusak korteks tulang dari
sebelah dalam. Dibawah periosteum terbentuk lapisan-lapisan tulang yang baru diendapkan
paralel dengan batang tulang sehingga membentuk gambaran seperti tulang bawang.

Sifat-sifat neoplasma ganas.

1. Neoplasma ganas umumnnya tumbuh lebih cepat dan hampir selalu tumbuh secara
progresif
2. Sel neoplasma ganas tidak sekohesif sel jinak
3. Pola penyebaran neoplasma ganas sering kali sangat tidak teratur.
4. Neoplasma ganas cendrung tidak berkapsul dan biasanya mereka tidak mudah
dipisahkan dari sekitar seperti neoplasma jinak
5. Kenyataannya neoplasma ganas menyerbu masuk kesekitar mereka bukan mendesak
mereka kesamping. Sel-sel ganas apakah dalam kelompok, benang atau tunggal
kelihatannya mencari jalan kejaringan sekitarnya dengan cara destruktif.

Sel-sel neoplasma ganas berploriferasi mampu untuk melepaskan diri dari tumor induk
(tumor primer) dan memasuki sirkulasi untuk menyebar ke tempat lain.
B. KLASIFIKASI

Klasifikasi tumor tulang berdasarkan asal sel.


1. Primer
a. Tumor yang membentuk tulang (Osteogenik)
Jinak : – Osteoid Osteoma
Ganas: – Osteosarkoma
– Osteoblastoma
– Parosteal Osteosarkoma, Osteoma
b. Tumor yang membentuk tulang rawan (Kondrogenik)
Jinak : – Kondroblastoma
Ganas : – Kondrosarkoma
– Kondromiksoid Fibroma
– Enkondroma
– Osteokondroma
c. Tumor jaringan ikat (Fibrogenik)
Jinak : – Non Ossifying Fibroma
Ganas : – Fibrosarkoma
d. Tumor sumsum tulang (Myelogenik)
Ganas : – Multiple Myeloma
Sarkoma Ewing
Sarkoma Sel Retikulum
e. Tumor lain-lain
Jinak : – Giant cell tumor
Ganas : – Adamantinoma
– Kordoma

2. Sekunder/Metastatik

3. Neoplasma Simulating Lesions


– Simple bone cyst
– Fibrous dysplasia
– Eosinophilic granuloma
– Brown tumor/hyperparathyroidism

Klasifikasi menurut TNM.


1. T. Tumor induk
2. TX tumor tidak dapat dicapai
3. T0 tidak ditemukan tumor primer
4. T1 tumor terbatas dalam periost
5. T2 tumor menembus periost
6. T3 tumor masuk dalam organ atau struktur sekitar tulang
7. N Kelenjar limfe regional
8. N0 tidak ditemukan tumor di kelenjar limfe
9. N1 tumor di kelenjar limfe regional
10. M. Metastasis jauh
11. M1 tidak ditemukan metastasis jauh
12. M2 ditemukan metastasis jauh
C. ETIOLOGI

Penyebab pasti terjadinya tumor tulang tidak diketahui. Akhir-akhir ini, penelitian
menunjukkan bahwa peningkatan suatu zat dalam tubuh yaitu C-Fos dapat meningkatkan
kejadian tumor tulang. Radiasi sinar radio aktif dosis tinggi, keturunan, beberapa kondisi
tulang yang ada sebelumnya seperti penyakit paget (akibat pajanan radiasi ), (Smeltzer.
2001).

Meskipun tidak ada penyebab tumor tulang yang pasti, ada beberapa factor yang
berhubungan dan memungkinkan menjadi faktor penyebab terjadinya tumor tulang yang
meliputi:

Genetik

Beberapa kelainan genetik dikaitkan dengan terjadinya keganasan tulang, misalnya


sarcoma jaringan lunak atau soft tissue sarcoma (STS). Dari data penelitian diduga mutasi
genetic pada sel induk mesinkin dapat menimbulkan sarcoma. Ada beberapa gen yang sudah
diketahui ,mempunyai peranan dalam kejadian sarcoma, antara lain gen RB-1 dan p53.
Mutasi p53 mempunyai peranan yang jelas dalam terjadinya STS. Gen lain yang juga
diketahui mempunyai peranan adalah gen MDM-2 (Murine Double Minute 2). Gen ini dapat
menghasilkan suatu protein yang dapat mengikat pada gen p53 yang telah mutasi dan
menginaktivitas gen tersebut.

Radiasi.

Keganasan jaringan lunak dapat terjadi pada daerah tubuh yang terpapar radiasi
seperti pada klien karsinoma mamma dan limfoma maligna yang mendapat radioterapi.
Halperin dkk. Memperkirakan resiko terjadinya sarcoma pada klien penyakit Hodgkin yang
diradiasi adalah 0,9 %. Terjadinya keganasan jaringan lunak dan bone sarcoma akibat
pemaparan radiasi sudah diketahui sejak 1922. Walaupun jarang ditemukan, prognosisnya
buruk dan umumnya high grade.

Tumor yang sering ditemukan akibat radiasi adalah malignant fibrous histiocytoma
(MFH) dan angiosarkoma atau limfangiosarkoma. Jarak waktu antara radiasi dan terjadinya
sarcoma diperkirakan sekitar 11 tahun.

Bahan Kimia.

Bahan kimia seperti Dioxin dan Phenoxyherbicide diduga dapat menimbulkan


sarkoma, tetapi belum dapat dibuktikan. Pemaparan terhadap torium dioksida (Thorotrast),
suatu bahan kontras, dapat menimbulkan angiosarkoma, pada hepar, selain itu, abses juga
diduga dapat menimbulkan mosotelioma, sedangkan polivilin klorida dapat menyebabkan
angiosarkoma hepatik.
Trauma

Sekitar 30 % kasus keganasan pada jaringan lunak mempunyai riwayat trauma.


Walaupun sarkoma kadang-kadang timbul pada jaringan sikatriks lama, luka bakar, dan
riwayat trauma, semua ini tidak pernah dapat dibuktikan.

Limfedema kronis.

Limfedema akibat operasi atau radiasi dapat menimbulkan limfangiosarkoma dan


kasus limfangiosarkoma pada ekstremitas superior ditemukan pada klien karsinoma mammae
yang mendapat radioterapi pasca-mastektomi.

Infeksi.

Keganasan pada jaringan lunak dan tulang dapat juga disebabkan oleh infeksi parasit,
yaitu filariasis. Pada klien limfedema kronis akibat obstruksi, filariasis dapat menimbulkan
limfangiosrakoma.

D. PATOFISIOLOGI

Adanya tumor pada tulang menyebabkan jaringan lunak diinvasi oleh sel tumor.
Timbul reaksi dari tulang normal dengan respon osteolitik yaitu proses destruksi atau
penghancuran tulang dan respon osteoblastik atau proses pembentukan tulang. Terjadi
destruksi tulang lokal. Pada proses osteoblastik, karena adanya sel tumor maka terjadi
penimbunan periosteum tulang yang baru dekat tempat lesi terjadi, sehingga terjadi
pertumbuhan tulang yang abortif.

Kelainan congenital, genetic, gender / jenis kelamin, usia, rangsangan fisik berulang,
hormon, infeksi, gaya hidup, karsinogenik (bahan kimia, virus, radiasi) dapat menimbulkan
tumbuh atau berkembangnya sel tumor. Sel tumor dapat bersifat benign (jinak) atau bersifat
malignant (ganas).

Sel tumor pada tumor jinak bersifat tumbuh lambat, sehingga tumor jinak pada
umumnya tidak cepat membesar. Sel tumor mendesak jaringan sehat sekitarnya secara
serempak sehingga terbentuk simpai (serabut pembungkus yang memisahkan jaringan tumor
dari jaringan sehat). Oleh karena bersimpai maka pada umumnya tumor jinak mudah
dikeluarkan dengan cara operasi.

Sel tumor pada tumor ganas (kanker) tumbuh cepat, sehingga tumor ganas pada
umumnya cepat menjadi besar. Sel tumor ganas tumbuh menyusup ke jaringan sehat
sekitarnya, sehingga dapat digambarkan seperti kepiting dengan kaki-kakinya mencengkeram
alat tubuh yang terkena. Disamping itu sel kanker dapat membuat anak sebar (metastasis) ke
bagian alat tubuh lain yang jauh dari tempat asalnya melalui pembuluh darah dan pembuluh
getah bening dan tumbuh kanker baru di tempat lain. Penyusupan sel kanker ke jaringan sehat
pada alat tubuh lainnya dapat merusak alat tubuh tersebut sehingga fungsi alat tersebut
menjadi terganggu.
Kanker adalah sebuah penyakit yang ditandai dengan pembagian sel yang tidak
teratur dan kemampuan sel-sel ini untuk menyerang jaringan biologis lainnya, baik dengan
pertumbuhan langsung di jaringan yang bersebelahan (invasi) atau dengan migrasi sel ke
tempat yang jauh (metastasis). Pertumbuhan yang tidak teratur ini menyebabkan kerusakan
DNA, menyebabkan mutasi di gen vital yang mengontrol pembagian sel, dan fungsi lainnya
(Tjakra, Ahmad. 1991).

Adapun siklus tumbuh sel kanker adalah membelah diri, membentuk RNA,
berdiferensiasi / proliferasi, membentuk DNA baru, duplikasi kromosom sel, duplikasi DNA
dari sel normal, menjalani fase mitosis, fase istirahat (pada saat ini sel tidak melakukan
pembelahan).

E. TANDA DAN GEJALA

1. Rasa sakit (nyeri),

Nyeri dan atau pembengkakan ekstremitas yang terkena (biasanya menjadi semakin parah
pada malam hari dan meningkat sesuai dengan progresivitas penyakit).

2. Pembengkakan

Pembengkakan pada atau di atas tulang atau persendian serta pergerakan yang
terbatas (Gale. 1999: 245).

3. Keterbatasan gerak
4. Fraktur patologik.
5. Menurunnya berat badan
6. Teraba massa; lunak dan menetap dengan kenaikan suhu kulit di atas massa serta
distensi pembuluh darah maupun pelebaran vena.
7. Gejala-gejala penyakit metastatik meliputi nyeri dada, batuk, demam, berat badan
menurun dan malaise (Smeltzer. 2001: 2347).

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Pemeriksaan yang biasa dilakukan:

1. Pemeriksaan radiologis menyatakan adanya segitiga codman dan destruksi tulang.


2. CT scan dada untuk melihat adanya penyebaran ke paru-paru.
3. Biopsi terbuka menentukan jenis malignansi tumor tulang, meliputi tindakan insisi,
eksisi, biopsi jarum, dan lesi-lesi yang dicurigai.
4. Skrening tulang untuk melihat penyebaran tumor.
5. Pemeriksaan darah biasanya menunjukkan adanya peningkatan alkalin fosfatase.
6. MRI digunakan untuk menentukan distribusi tumor pada tulang dan penyebaran pada
jaringan lunak sekitarnya.
7. Scintigrafi untuk dapat dilakukan mendeteksi adanya “skip lesion”, ( Rasjad. 2003).
G. PENATALAKSANAAN MEDIK

Penatalaksanaan tergantung pada tipe dan fase dari tumor tersebut saat didiagnosis.
Tujuan penatalaksanaan secara umum meliputi pengangkatan tumor, pencegahan amputasi
jika memungkinkan dan pemeliharaan fungsi secara maksimal dari anggota tubuh atau
ekstremitas yang sakit. Penatalaksanaan meliputi pembedahan, kemoterapi, radioterapi, atau
terapi kombinasi. Osteosarkoma biasanya ditangani dengan pembedahan dan / atau radiasi
dan kemoterapi. Protokol kemoterapi yang digunakan biasanya meliputi adriamycin
(doksorubisin) cytoksan dosis tinggi (siklofosfamid) atau metrotexate dosis tinggi (MTX)
dengan leukovorin. Agen ini mungkin digunakan secara tersendiri atau dalam kombinasi.

Bila terdapat hiperkalsemia, penanganan meliputi hidrasi dengan pemberian cairan


normal intravena, diuretika, mobilisasi dan obat-obatan seperti fosfat, mitramisin, kalsitonin
atau kortikosteroid. ( Gale. 1999: 245 ).

Tujuan dari penatalaksanaan adalah untuk menghancurkan atau mengangkat jaringan


maligna dengan menggunakan metode yang seefektif mungkin.

Secara umum penatalaksanaan osteosarkoma ada dua, yaitu:

1. Pada pengangkatan tumor dengan pembedahan biasanya diperlukan tindakan


amputasi pada ekstrimitas yang terkena, dengan garis amputasi yang memanjang
melalui tulang atau sendi di atas tumor untuk control lokal terhadap lesi primer.
Beberapa pusat perawatan kini memperkenalkan reseksi lokal tulang tanpa amputasi
dengan menggunakan prosthetik metal atau allograft untuk mendukung kembali
penempatan tulang-tulang.
2. Kemoterapi

Obat yang digunakan termasuk dosis tinggi metotreksat yang dilawan dengan factor
citrovorum, adriamisin, siklifosfamid, dan vinkristin.

G. KOMPLIKASI

1. Akibat langsung : patah tulang


2. Akibat tidak langsung : penurunan berat badan, anemia, penurunan kekebalan tubuh
3. Akibat pengobatan : gangguan saraf tepi, penurunan kadar sel darah, kebotakan pada
kemoterapi.
BAB 11

KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A. PENGAJIAN

1. Identitas pasien

Nama, umur, jenis kelamin, pendidkan, pekerjaan, status perkawinan, alamat, dan lain-lain.

2. Riwayat kesehatan
1. Pasien mengeluh nyeri pada daerah tulang yang terkena.
2. Klien mengatakan susah untuk beraktifitas/keterbatasan gerak
3. Mengungkapkan akan kecemasan akan keadaannya
3. Pengkajian fisik
1. Pada palpasi teraba massa pada derah yang terkena
2. Pembengkakan jaringan lunak yang diakibatkan oleh tumor.
4. Pengkajian status neurovaskuler; nyeri tekan
1. Keterbatasan rentang gerak

5. Hasil laboratorium/radiologi
1. Terdapat gambaran adanya kerusakan tulang dan pembentukan tulang baru.
2. Adanya gambaran sun ray spicules atau benang-benang tulang dari kortek
tulang.
3. Terjadi peningkatan kadar alkali posfatase.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri akut berhubungan dengan proses patologik dan pembedahan (amputasi).

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam masalah nyeri akut
teratasi seluruhnya.

Kriteria Hasil :

a. Klien mengatakan nyeri hilang dan terkontrol,

b. Klien tampak rileks, tidak meringis, dan mampu istirahat/tidur dengan tepat,

c. Tampak memahami nyeri akut dan metode untuk menghilangkannya, dan

d. Skala nyeri 0-2.

Intervensi:
1. Catat dan kaji lokasi dan intensitas nyeri (skala 0-10). Selidiki perubahan karakteristik
nyeri.

R / : Untuk mengetahui respon dan sejauh mana tingkat nyeri pasien.

1. Berikan tindakan kenyamanan (contoh ubah posisi sering, pijatan lembut).

R / : Mencegah pergeseran tulang dan penekanan pada jaringan yang luka.

1. Berikan sokongan (support) pada ektremitas yang luka.

R / : Peningkatan vena return, menurunkan edema, dan mengurangi nyeri.

1. Berikan lingkungan yang tenang.

R / : Agar pasien dapat beristirahat dan mencegah timbulnya stress.

1. Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian analgetik, kaji efektifitas dari tindakan
penurunan rasa nyeri.

R / : Untuk mengurangi rasa sakit / nyeri.

2. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan muskuluskletal,


nyeri, dan amputasi.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam masalah kerusakan


mobillitas fisik teratasi seluruhnya.

Kriteria Hasil :

1. Pasien menyatakan pemahaman situasi individual, program pengobatan, dan tindakan


keamanan,
2. Pasien tampak ikut serta dalam program latihan / menunjukan keinginan berpartisipasi
dalam aktivitas,
3. Pasien menunjukan teknik / perilaku yang memampukan tindakan beraktivitas, dan
4. Pasien tampak mempertahankan koordinasi dan mobilitas sesuai tingkat optimal.

Intervensi :

1) Kaji tingkat immobilisasi yang disebabkan oleh edema dan persepsi pasien tentang
immobilisasi tersebut.

R /: Pasien akan membatasi gerak karena salah persepsi (persepsi tidak proporsional).

2) Dorong partisipasi dalam aktivitas rekreasi (menonton TV, membaca koran dll ).
R / : Memberikan kesempatan untuk mengeluarkan energi, memusatkan perhatian,
meningkatkan perasaan mengontrol diri pasien dan membantu dalam mengurangi isolasi
sosial.

3) Anjurkan pasien untuk melakukan latihan pasif dan aktif pada yang cedera maupun
yang tidak.

R / : Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk meningkatkan tonus otot,
mempertahankan mobilitas sendi, mencegah kontraktur / atropi dan reapsorbsi Ca yang tidak
digunakan.

4) Bantu pasien dalam perawatan diri.

R / : Meningkatkan kekuatan dan sirkulasi otot, meningkatkan pasien dalam mengontrol


situasi, meningkatkan kemauan pasien untuk sembuh.

5) Berikan diit Tinggi protein Tinggi kalori , vitamin , dan mineral.

R / : Mempercepat proses penyembuhan, mencegah penurunan BB, karena pada immobilisasi


biasanya terjadi penurunan BB.

6) Kolaborasi dengan bagian fisioterapi.

R / : Untuk menentukan program latihan.

3. Kerusakan integritas kulit atau jaringan berhubungan dengan penekanan pada daerah
tertentu dalam waktu yang lama.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam masalah kerusakan


integritas kulit / jaringan teratasi seluruhnya.

K Kriteria Hasil : Klien Menunjukkan prilaku / tehnik untuk mencegah


kerusakan kulit tidak berlanjut.

Intervensi :

1. Kaji adanya perubahan warna kulit.

R / : Memberikan informasi tentang sirkulasi kulit.

1. Pertahankan tempat tidur kering dan bebas kerutan.

R / : Untuk menurunkan tekanan pada area yang peka resiko kerusakan kulit lebih lanjut.

1. Ubah posisi dengan sesering mungkin.

R / : Untuk mengurangi tekanan konstan pada area yang sama dan meminimalkan resiko
kerusakan kulit.
1. Beri posisi yang nyaman kepada pasien.

R / : Posisi yang tidak tepat dapat menyebabkan cedera kulit / kerusakan kulit.

1. Kolaborasi dengan tim kesehatan dan pemberian zalf / antibiotic.

R / : Untuk mengurangi terjadinya kerusakan integritas kulit.

4. Resiko infeksi berhubungan dengan fraktur terbuka kerusakan jaringan lunak.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam masalah resiko infeksi
tidak terjadi.

Kriteria Hasil :

1. Tidak ada tanda-tanda Infeksi,


2. Leukosit dalam batas normal, dan
3. Tanda-tanda vital dalam batas normal.

Intervensi :

1) Kaji keadaan luka (kontinuitas dari kulit) terhadap adanya: edema, rubor, kalor,
dolor, fungsi laesa.

R/ : Untuk mengetahui tanda-tanda infeksi.

2) Anjurkan pasien untuk tidak memegang bagian yang luka.

R/ : Meminimalkan terjadinya kontaminasi.

3) Rawat luka dengan menggunakan tehnik aseptik

R/ : Mencegah kontaminasi dan kemungkinan infeksi silang.

4) Mewaspadai adanya keluhan nyeri mendadak, keterbatasan gerak, edema lokal,


eritema pada daerah luka.

R/ : Merupakan indikasi adanya osteomilitis.

5) Kolaborasi pemeriksaan darah : Leukosit

R/ : Leukosit yang meningkat artinya sudah terjadi proses infeksi.


DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddart. 2010. Keperawatan Medikal Bedah. Vol 3. Ed 8. EGC. Jakarta.

Doengoes, Marilynn E. Et al. 2012 Rencana


Asuhan Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC

Price, Sylvia Anderson. 2010. Patofisiologi


Konsep Klinis Proses- Proses Penyakit. Edisi
4. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Rahmadi, Agus. 2011. Perawatan


Gangguan Sistem Muskuloskletal.
Banjarbaru: Akper Depkes.

Reeves, J. Charlene. Et al. 2013. Keperawatan


Medikal Bedah. Ed. I. Salemba medika. Jakarta

LAPORAN PENDAHULUAN PADA KASUS


TUMOR PATELA
OLEH :

SARINA BUTON

PROGRAM STUDI SI
KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM
MAKASSAR
2018

Anda mungkin juga menyukai