Lapkas
Lapkas
HERPES ZOSTER
Oleh:
Nola Sapriyelna Anas
Lilis Fazriah
Pembimbing:
Cut Yunita
i
KATA PENGANTAR
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i
KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ iv
DAFTAR GANBAR ...............................................................................................v
PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
1
DAFTAR TABEL
Halaman
3
PENDAHULUAN
Herpes zoster (HZ) atau shingles merupakan salah satu penyakit kulit akibat
infeksi virus yaitu reaktivasi virus zoster yang ditandai dengan nyeri radikular
unilateral serta erupsi vesikel berkelompok dengan dasar eritematosa yang
tersebar sesuai dermatom yang diinervasi oleh salah satu ganglion saraf sensoris.1
Insiden herpes zoster meningkat seiring bertambahnya usia, di mana lebih
dari 2/3 kasus terjadi pada usia lebih dari 50 tahun dan kurang dari 10% di bawah
20 tahun.2 Meningkatnya insidensi pada usia lanjut ini berkaitan dengan
menurunnya respon imun dimediasi sel yang dapat pula terjadi pada pasien
imunokompromais seperti pasien HIV-AIDS, pasien dengan keganasan, dan
pasien yang mendapat obat imunosupresi.2
Herpes zoster sendiri meskipun bukan penyakit yang life-threatening,
namun dapat menggangu pasien sebab dapat timbul rasa nyeri. Lebih lanjut lagi
nyeri yang dialami saat timbul lesi kulit dapat bertahan lama, hingga berbulan-
bulan lamanya sehingga dapat menggangu kualitas hidup pasien – suatu keadaan
yang disebut dengan postherpetic neuralgia. Prevalensi herpes zoster di Indonesia
diprediksi kecil, yakni hanya mencakup 1%.3
Lesi herpes zoster dapat mengenai seluruh kulit tubuh maupun membran
mukosa. Herpes zoster biasanya diawali dengan gejala-gejala prodromal selama 2-
4 hari, yaitu sistemik (demam, pusing, malaise), dan lokal (nyeri otot-tulang,
gatal, pegal). Setelah itu akan timbul eritema yang berubah menjadi vesikel
berkelompok dengan dasar kulit yang edema dan eritematosa. Vesikel tersebut
berisi cairan jernih, kemudian menjadi keruh, dapat menjadi pustul dan krusta.
Jika mengandung darah disebut sebagai herpes zoster hemoragik. Jika disertai
dengan ulkus dengan sikatriks, menandakan infeksi sekunder.3
Tujuan penatalaksanaan pada herpes zoster adalah mempercepat proses
penyembuhan, mengurangi keparahan dan durasi nyeri akut dan kronik, serta
mengurangi risiko komplikasi.1,5 Untuk terapi simtomatik terhadap keluhan nyeri
dapat diberikan analgetika golongan NSAID seperti metampiron, asam mefenamat
atau indometasin.4 Kemudian untuk infeksi sekunder dapat diberikan antibiotic
seperti eritromisin atau dikloksasilin.2 Untuk antiviral dapat diberikan adalah
asiklovir atau modifikasinya, seperti valasiklovir, famsiklovir, pensiklovir. Obat
antiviral terbukti efektif bila diberikan pada tiga hari pertama sejak munculnya
lesi, efektivitas pemberian di atas 3 hari sejauh ini belum diketahui.2,4
5
LAPORAN KASUS
I. IdentitasPasien
Nama : Tn.N
Umur : 54 tahun
JenisKelamin : Perempuan
Suku : Aceh
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Lambaro skep
Tanggal Pemeriksaan : 13 September 2017
Nomor CM : 0-02-06-86
Tinggi badan : 155 cm
II. Anamnesis
Keluhan Utama
Terdapat bintik berair pada bahu kanan
KeluhanTambahan
Bintik terasa nyeri dan perih
7
Gambar 1. Herpes Zoster
IV Diagnosa Banding
1. Herpes Zoster
2. Impetigo Bulosa
3. Dermatitis Kontak Alergika
4. Dermatitis herpetiformis
5. Bolous pemfigoid
V Resume
Seorang perempuan berusia 54 tahun datang ke poliklinik kulit dan kelamin
RSUDZA dengan keluhan benjolan awalnya pada leher kemudian meluas
kebagian dada bagian depan dan belakang, benjolan tersebut terasa nyeri. Keluhan
ini dirasakan pasien sejak 6 hari yang lalu. Sebelumnya pasien pernah menderita
penyakit cacar saat kecil. Pada region cervical dan thorakalis anterior et posterior
tampak vesikel dan bula berisi cairan keruh dengan dasar eritematous ukuran
lentikuler hingga gutata dan tampak krusta dengan jumlah multiple susunan
zosteriform dengan distribusi unilateral.
VI Diagnosis Klinis
Herpes Zoster Cervikalis
VII Tatalaksana
- Acyclovir 800 mg 5x/hari (7-10 hari)
- Metampiron 500 mg 1x/hari
- Paracetamol 500 mg tab 1x/hari
- Amitriptilin 25 mg tab 2x/hari
- NaCl 0,9 % (kompres dengan kassa selama 15 menit dan diulang setiap 4
jam).
VIII Edukasi
9
- Memberitahukan pasien tetap dianjurkan mandi, mandi dapat meredakan
gatal, untuk mengurangi gatal dapat pula menggunakan lotion kalamin.
11
terjadi dimana pada masa reaktivasi virus yang bereplikasi kemudian merusak dan
akan terjadi peradangan pada ganglion sensoris. Virus menyebar ke sumsum
tulang belakang dan batang otak, dari saraf sensoris menuju kulit dan akan
menimbulkan erupsi kulit vesikuler yang khas. 5,6
13
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik dermatologi ditegakkan
diagnosis Herpes Zoster, konfirmasi diagnosis dilihat dari gejala klinis dan
deskripsi lesi pada kasus ini. Dimana tampak vesikel dan bula berisi cairan keruh
dengan dasar eritematous ukuran lentikuler hingga gutata dan tampak krusta
dengan jumlah multiple susunan zosteriform dengan distribusi unilateral.
Terapi yang diberikan pada pasien ini adalah pemberian Acyclovir 800 mg
5x/hari (7-10 hari), Paracetamol 500 mg, NaCl 0,9 % (kompres dengan kassa),
Mupirocin oint. Herpes zoster merupakan salah satu penyakit kulit akibat infeksi
virus yaitu reaktivasi virus zoster yang ditandai dengan nyeri radikular unilateral
serta erupsi vesikel berkelompok dengan dasar eritematosa yang tersebar sesuai
dermatom yang diinervasi oleh salah satu ganglion saraf sensoris. 8
Tujuan penatalaksanaan herpes zoster adalah mempercepat proses
penyembuhan, mengurangi keparahan dan durasi nyeri akut dan kronik, serta
mengurangi risiko komplikasi.1,5 Untuk terapi simtomatik terhadap keluhan nyeri
dapat diberikan analgetik golongan NSAID seperti asam mefenamat 3 x 500mg
per hari, indometasin 3 x 25 mg per hari, atau ibuprofen 3 x 400 mg per hari. 12
Kemudian untuk infeksi sekunder dapat diberikan antibiotik.4 Sedangkan
pemberian antiviral sistemik direkomendasikan untuk pasien berikut:
1. Infeksi menyerang bagian kepala dan leher, terutama mata (herpes zoster
oftalmikus). Bila tidak diterapi dengan baik, pasien dapat mengalami
keratitis yang akan menyebabkan penurunan tajam penglihatan dan
komplikasi ocular lainnya.
2. Pasien berusia lebih dari 50 tahun
3. Herpes zoster diseminata (dermatom yang terlibat multipel)
direkomendasikan pemberian antiviral intravena.
4. Pasien yag imunokompromais seperti koinfeksi HIV, pasien kemoterapi,
dan pasca transplantasi organ atau bone marrow. Pada pasien HIV, terapi
dilanjutkan hingga seluruh krusta hilang untuk mengurangi risiko relaps;
dan
5. Pasien dengan dermatitis atopik berat. 9,10
Valasyclovir merupakan antiviral yang digunakan pada infeksi Herpes
Simplex Virus (HSV) bekerja dengan menghambat polimerase DNA virus.
Acyclovir, ganciclovir, famciclovir, dan valacyclovir secara selektif di fosforilasi
menjadi bentuk monofosfat pada sel yang terinfeksi virus. Bentuk monofosfat
tersebut selanjutnya akan diubah oleh enzym seluler menjadi bentuk trifosfat,
yang akan menyatu dengan rantai DNA virus. Acyclovir, famciclovir, dan
valacyclovir terbukti efektif dalam memperpendek durasi dari gejala dan lesi.
Mupirocin merupakan salah satu antibiotik topikal yang mengandung zat
aktif mupirocin. Mupirocin berkerja dengan cara menghambat sintesis protein
bakteri, karena cara kerjanya yang spesifik dan mempunyai struktur kimiawi yang
unik, mupirocin tidak menunjukkan adanya resistensi silang dengan antibiotik
lainnya. Mupirocsin adalah antibiotic topical yang efektif terhadap staphylococcus
aureus ( termasuk strain yang resisten terhadap methicilin), S. epidermis dan beta-
haemolytic streptococcus.11
15
DAFTAR PUSTAKA
Abstrak
Kata kunci
Agen antiviral, virus herpes simpleks, virus herpes, reinfeksi
17
Pendahuluan
Virus varicella zoster (VZV) adalah virus herpes alfa manusia, yang
menyebabkan varicella (cacar air) dan herpes zoster (HZ). Sekitar satu dari tiga
orang di Amerika Serikat berusia 60 tahun atau lebih tua akan mengalami herpes
zoster.1
Herpes zoster berasal dari reaktivasi VZV laten dan penyebarannya dari
2,3.
ganglion ke dermatom kulit yang sesuai. Ruam vesikular karakteristik (herpes
zoster) HZ pustulates dan crusts dalam 7-10 hari tapi mungkin butuh waktu
hingga satu bulan untuk sembuh Namun, rasa sakit merupakan ciri penting
penyakit yang seringkali paling melemahkan bagi pasien.
Nyeri terkait zoster dialami oleh sekitar 90% pasien. Fase nyeri neuropati
kronis dari penyakit ini, yang dikenal sebagai neuralgia postherpetik (PHN),
didefinisikan sebagai nyeri yang bertahan lebih dari 90 hari atau lebih setelah
onset ruam.4,5
Neuralgia postherpetik menyebabkan beban penyakit HZ yang paling
tinggi.6-9 Faktor risiko untuk PHN termasuk tingkat keparahan nyeri yang lebih
tinggi, adanya prodrom, tingkat keparahan ruam yang lebih besar, dan usia pasien
yang lebih tua saat onset.10 Intervensi saat ini untuk PHN, seperti patch lidocaine,
opioid, antidepresan trisiklik, dan antiepilepsi, bersifat paliatif dan gagal
mengobati penyakit yang mendasarinya. Sebagian besar pasien gagal
mendapatkan penghilang rasa sakit yang memuaskan dengan menggunakan obat-
obatan yang tersedia.8 Beban rasa sakit ini dikaitkan dengan efek negatif pada
kualitas hidup mereka seperti gangguan fungsi fisik, tingkat stres emosional yang
lebih tinggi, dan penurunan fungsi sosial.11
Meskipun penggunaan vaksin herpes zoster secara meluas telah mengurangi
kejadian HZ dan PHN, 12 persentase besar (~ 90% di AS) populasi berisiko tidak
menerima vaksin.13 Sekitar setengah dari orang, 60 tahun usia atau lebih tua yang
telah memiliki vaksin herpes zoster, gagal merespons (misalnya, kegagalan primer
yang berarti mereka gagal melakukan serokonversi setelah vaksinasi) dan
12,14
mungkin terus mengembangkan HZ. Selain itu, efikasi vaksin telah terbukti
menurun seiring berjalannya waktu (misalnya, kegagalan vaksin sekunder).15,16
Beberapa obat, termasuk asiklovir, valasiklovir, dan famciclovir, telah
menunjukkan efikasi minimal dalam hal pengendalian nyeri pada pasien dengan
17
HZ. Selain itu, proporsi yang signifikan dari pasien ini (~20-40% dan kadang-
kadang lebih) terus mengembangkan PHN.3,18 Obat ini memerlukan beberapa
dosis obat setiap hari. 19,21 Selanjutnya, dosis agen antiviral ini harus dimodifikasi
untuk pasien dengan gangguan ginjal. Jelas bahwa obat dengan aktivitas antiviral
yang lebih besar, pereda nyeri yang lebih baik, dan rejimen pemberian yang lebih
sederhana merupakan kebutuhan medis yang tidak terpenuhi. Brivudine juga
tersedia di beberapa negara untuk merawat ruam.22
FV-100 adalah prodrug untuk analog nukleosida bicyclic CF-1743.23 CF-
1743 menunjukkan potensi tinggi terhadap isolat VZV klinis (EC50~440 pM).
Aktivitas penghambatan FV-100 dan CF-1743 sangat spesifik untuk VZV.
Pembersihan ginjal untuk FV-100 dan CF-1743 ditunjukkan rendah untuk semua
dosis yang diuji (100, 200, 400, dan 800mg QD), yang menunjukkan bahwa
eliminasi ginjal tidak mungkin menjadi jalur penting untuk senyawa kedua
senyawa. Mengingat hasil ini, percobaan klinis Tahap 2 dilakukan pada pasien
dengan HZ untuk mengevaluasi efikasi FV-100 sekali sehari (QD) pada kedua
200mg dan dosis 400mg, dibandingkan dengan valacyclovir 3000mg yang
diberikan tiga kali sehari (1000mg TID) untuk mengurangi penyakit herpes zoster
akut penyakit (BOI) dan mengurangi kejadian PHN.
2 Desain Studi
19
Titik akhir primer adalah pengurangan rata-rata skor rata-rata BOI-30AUC
yang mengukur keseluruhan tingkat keparahan rasa sakit yang dialami subjek
studi selama 30 hari setelah dosis pertama obat studi (lihat bagian 2.3). Ukuran
sampel minimal 333 pasien (111 per lengan) dihitung untuk mencapai kekuatan
80% untuk mendeteksi penurunan 25% pada rata-rata BOI-30AUC pada
kelompok perlakuan FV-100 dibandingkan dengan kelompok perlakuan dengan
valacyclovir. Estimasi BOI-30AUC dan SD (SD konstan di seluruh lengan
pengobatan) diekstrapolasikan dari Zostavax Shingles Prevention Study dan studi
validasi ZBPI. 21,24,25
Semua pasien yang memenuhi syarat dirawat selama 7 hari dan dilanjutkan
dengan Hari ke 30. Pasien yang terus mengalami nyeri terkait HZ atau ruam yang
tidak sembuh pada hari ke 30 diikuti sampai Hari ke 90 atau sampai ruam mereka
sembuh dan mereka memiliki dua Zoster Brief Pain yang terdokumentasi.
Inventarisasi (ZBPI) skor nyeri terburuk 0, mana saja yang terjadi terlebih dahulu.
Studi ini disetujui oleh dewan peninjau institusional pusat (central
institutional review board / IRB) atau IRB lokal dan dilakukan sesuai dengan
Pedoman Internasional untuk Pedoman Harmonisasi untuk Praktek Klinis yang
Baik dan 1964 Deplikasi Helsinki.26,27 Penelitian ini terdaftar di clinicaltrials.gov
(NCT00900783).
2.1 Pasien
Pasien berusia ≥50 tahun, memiliki diagnosis klinis HZ yang dibuktikan
dengan ruam dermatomal unilateral yang hadir pada ≤72 jam, dan memiliki rasa
sakit terkait zoster seperti yang didefinisikan oleh skor nyeri terburuk ZBPI> 0.
Pasien dikeluarkan untuk HZ multidermatomal, disebarluaskan, atau oftalmik;
gangguan fungsi ginjal, imunosupresi; Disfungsi gastrointestinal yang bisa
mengganggu penyerapan; nyeri kronis yang membutuhkan analgesik narkotika;
penggunaan antidepresan trisiklik, antivirus sistemik atau kutaneous dalam waktu
30 hari setelah pendaftaran, atau inhibitor protease CYP3A4, dan penghambat
CYP3A4 dan induser yang kuat.
2.2 Penilaian
21
gangguan terkait gangguan zoster pada kategori fungsional seperti yang dinilai
oleh ZBPI. CSP didefinisikan sebagai skor nyeri terburuk> 3 seperti yang
dilaporkan pada ZBPI. Keselamatan dinilai menggunakan efek samping (adverse
events / AEs), uji klinis laboratorium, tanda vital, elektrokardiogram, dan
pemeriksaan fisik. Sampel DNA diekstraksi dari penyeka lesi pada hari ke 1 dan 7
dan dianalisis untuk ketahanan fenotipik.
Analisis efesiensi utama dilakukan pada populasi intense to treat modifikasi
(MITT2), didefinisikan sebagai semua pasien acak yang menerima setidaknya
satu dosis obat studi. Beban penyakit (BOI-AUC) dihitung sebagai berikut,
dimana p = skor nyeri terburuk, t = titik waktu [hari aktual atau hari nominal n =
titik waktu maksimum untuk AUC [hari aktual ± kunjungan angin, n = 14 ± 20 ±
3, 90 ± 7; hari nominal, n = 14, 30, 90].
Beban penyakit HZ akut pada usia 14, 30, dan 90 hari (diukur dengan BOI-
14AUC, BOI-30AUC, and BOI-90AUC) dievaluasi dengan menggunakan analisis
model kovarians (ANCOVA), mengendalikan usia stratifikasi (50-69 dan ≥70
tahun), jenis kelamin, dan nyeri awal.
Analisis efesiensi utama dilakukan pada populasi intensi-to-treat modifikasi
(MITT2), didefinisikan sebagai semua pasien acak yang menerima paling sedikit
satu dosis obat studi, kecuali pada mereka yang penyeka lesi positif dengan
polymerase chain reaction (PCR) untuk herpes simplex virus (HSV) dan negatif
oleh PCR untuk VZV. Beban penyakit HZ akut selama 30 hari (diukur dengan
BOI-30AUC) dievaluasi dengan menggunakan uji F dari analisis model
kovariansi, pengendalian usia, jenis kelamin, dan tingkat nyeri dasar. BOI-14AUC
dan BOI-90AUC dievaluasi dengan cara yang sama. Ukuran sampel minimal 333
pasien (111 per lengan) dihitung untuk mencapai kekuatan 80% untuk mendeteksi
penurunan 25% pada mean BOI-30AUC pada kelompok perlakuan FV-100
dibandingkan dengan kelompok perlakuan valacyclovir, dengan 2- sisi 0,05 dan
valacyclovir berarti BOI-30AUC dari 91 (SD 60) dalam penelitian ini.
Kejadian PHN pada 90 hari setelah penampilan lesi dirangkum oleh
kelompok perlakuan dan dievaluasi dengan menggunakan uji chisquare dari
regresi logistik. Tingkat keparahan PHN dievaluasi dengan menggunakan model
Poisson yang mengendalikan kelompok perlakuan, usia, jenis kelamin, dan
pengobatan nyeri bersamaan. Rasa sakit klinis yang signifikan (CSP)
didefinisikan sebagai skor nyeri terburuk> 3 seperti yang dilaporkan pada ZBPI.
Perbandingan waktu rata-rata dengan pengerasan lesi penuh dan waktu rata-
rata untuk penyembuhan lesi untuk pasien yang diobati dengan FV-100 untuk
mereka yang diobati dengan valacyclovir diselesaikan melalui penghitungan
estimator Kalplan-Meier.
Populasi keselamatan terdiri dari semua pasien acak yang menerima
setidaknya satu dosis obat studi. Semua analisis keselamatan bersifat deskriptif.
3. Hasil
Dari 466 pasien yang diskrining, 350 diacak dan menerima setidaknya satu
dosis obat studi (Gambar 1). Beberapa pasien (34) dikeluarkan karena
pembersihan kreatinin rendah (<50mL / min / 1.73m2), meninggalkan 329 untuk
analisis efikasi ITT yang dimodifikasi. Usia rata-rata pasien adalah 64,6 tahun.
Sebagian besar pasien (65%) adalah wanita. Semua karakteristik demografi dasar
lainnya serupa di antara kelompok (Tabel 1). Sekitar 15% pasien secara
keseluruhan memiliki riwayat HZ. Jumlah rata-rata kejadian sebelumnya adalah
1,5 untuk penelitian (kisaran 1-5). Kurang dari 5% pasien telah menerima vaksin
HZ.
Sebagian besar pasien (78,4%) melaporkan nyeri prodromal awal. Pada
awal pengobatan, skor nyeri rata-rata (SD) terburuk adalah 6,3 (2,5). Namun, 30%
skor nyeri rata-rata awal dinilai pada tiga atau di bawah oleh pasien, membatasi
kemampuan penelitian ini untuk menganalisis dampak pengobatan terhadap rasa
sakit.
23
menyarankan respons dosis untuk FV-100. Khususnya, perbedaan antara rata-rata
BOI untuk FV-400mg dan valacyclovir 3000mg menjadi lebih terasa seiring
waktu.
Insiden PHN secara numerik lebih rendah diamati pada pasien yang
menerima dosis 200 dan 400mg FV-100 dibandingkan dengan mereka yang
menerima 3000 mg valacyclovir (17,8% dan 12,4% banding 20,2%, masing-
masing) (Tabel 3). Meskipun penelitian ini tidak didukung untuk menunjukkan
perbedaan, ada juga kecenderungan numerik untuk pasien yang diobati dengan
FV-100 pada 200mg atau 400mg untuk mendapatkan tingkat keparahan nyeri
lebih rendah daripada yang diterapi valacyclovir. Baik kejadian dan tingkat
keparahan hasil PHN menunjukkan adanya respons dosis dalam efesiensi FV-100.
25
3.3 Titik akhir nyeri
Tren resolusi nyeri yang lebih cepat pada kelompok FV-100 dibandingkan
dengan valacyclovir dicatat untuk endpoint apriori lain, dengan efek dosis
potensial dosis tersebut diamati antara kedua kelompok (Tabel 4). Durasi rata-rata
CSP adalah 31,3 dan 27,3 hari pada kelompok FV-100 200 dan 400mg masing-
masing, dan 32,3 hari pada kelompok valacyclovir. Hasil ini menunjukkan efek
respons dosis dengan eliminasi rasa sakit lebih cepat pada dosis FV-100 yang
lebih tinggi. Demikian juga, durasi rata-rata sampai resolusi pertama CSP adalah
26,7 dan 25,1 hari pada kelompok FV-100 200 dan 400mg, berturut-turut,
dibandingkan 28,8 hari pada kelompok valacyclovir. Proporsi pasien yang lebih
tinggi mencapai resolusi permanen CSP di FV-100 groups (77,6% untuk dosis
200 mg dan 80,5% untuk dosis 400mg) dibandingkan dengan pasien valasiklovir
(75,2%). Perbedaan skor nyeri terburuk rata-rata antara valacyclovir dan dua dosis
FV-100 dan efek dosis potensial antara kedua dosis FV-100 diamati dari Hari
Belajar 14 dan seterusnya, dengan pola konsisten yang sama terjadi dengan rasa
sakit, nyeri rata-rata, dan Rasa sakit saat ini memberi skor pada pengobatan
lengan pengobatan FV-100. BOI-30-90AUC keduanya menunjukkan bahwa
pasien pada FV-100 pada umumnya memiliki beban penyakit lebih rendah
daripada mereka yang memakai valasiklovir. Respon dosis disarankan untuk BOI-
14-90AUC dan kecenderungan penanganan nyeri lebih baik dari minggu ke 2
diamati untuk FV-100 400 mg. Hasil ini menguatkan pengamatan prospektif.
Hasil analisis post hoc ini ditunjukkan pada bahan tambahan.
27
3.4 Analisis Post-hoc
Sekitar 48% dari total populasi mengalami AE (FV-100 200mg = 47%, FV-
100 400mg = 54%, dan valacyclovir = 42%) (Tabel 5). Secara keseluruhan,
kebanyakan AE ringan, dan tidak ada kelas 4 AE pada salah satu dari lengan FV-
100. Satu-satunya kelas empat kejadian (fatal congestive heart failure) terjadi pada
satu pasien pada kelompok valasiklovir. Secara keseluruhan, sakit kepala adalah
AE yang paling sering ditemui untuk lengan FV-100 dan valacyclovir (7,4%
pasien secara keseluruhan, 5% untuk FV-100 200mg dan valacyclovir dan 13%
untuk FV-100 400mg). Mual adalah AE yang paling sering diamati (7,1%
keseluruhan, sekitar 6,0% untuk FV-100 200mg dan valacyclovir dan 9,5% untuk
FV-100 400mg).
Hanya dua pasien di setiap kelompok perlakuan yang memiliki AE yang
menyebabkan studi penghentian obat. Tidak ada SAE yang diamati di lengan FV-
100 200mg. The SAEs kira-kira sama pada lengan FV-100 400mg dan
valacyclovir dari penelitian ini (sekitar 4%) (Tabel 6).
Hasil laboratorium tidak biasa, tidak ada bukti toksisitas ginjal atau hati
yang dicatat, dan tanda vital dan elektrokardiogram tidak menunjukkan sinyal
keselamatan yang tidak diinginkan.
4. DISKUSI
29
memerlukan rejimen dosis (3-5 kali sehari) yang harus dimodifikasi untuk pasien
dengan gangguan ginjal.19-21 Pengobatan saat ini yang digunakan untuk mengobati
rasa sakit yang terkait dengan PHN gagal dalam hal bantuan bagi banyak pasien.8
Selain itu obat nyeri hanya bersifat paliatif dan tidak memberikan obat untuk HZ.
Oleh karena itu, obat dengan aktivitas antivirus yang lebih besar, kemampuan
untuk mencegah PHN, pereda nyeri lebih baik, dan diperlukan rejimen dosis yang
lebih sederhana.
Meskipun tidak ada perbedaan yang signifikan secara statistik di antara
kelompok perlakuan untuk titik akhir utama BOI-30AUC, perbedaan antara
kelompok FV-100 400mg dan valacyclovir muncul dalam data 90 hari
(pengurangan 14%), menunjukkan potensi efek dari FV-100 pada nyeri subakut
dan kronis. Perbedaan numerik pada kejadian dan tingkat keparahan PHN pada 90
hari mendukung kedua dosis FV-100 melebihi valasiklovir. Hasil ini mewakili
pengurangan rasa sakit yang bermakna secara klinis dengan FV 100. Resolusi
nyeri yang lebih cepat pada kelompok FV-100 dibandingkan dengan valacyclovir
dicatat secara konsisten, dengan efek dosis potensial yang diamati antara dua
kelompok FV-100. Durasi rata-rata CSP lebih pendek pada kelompok FV-100
dibandingkan dengan kelompok valacyclovir. Demikian juga, resolusi CSP lebih
cepat dan proporsi pasien yang lebih tinggi mencapai resolusi CSP permanen pada
kelompok FV-100 dibandingkan dengan pasien valasiklovir. Perbedaan ini secara
klinis bermakna karena rasa sakit setelah penyembuhan lesi kemungkinan ukuran
yang lebih baik dari rasa sakit kronis daripada rasa sakit setelah pendaftaran
belajar.
Dalam analisis post-hoc, dosis 400mg FV-100 memberikan pengurangan
20% pada beban penyakit untuk nyeri pada periode 14-90 hari dan 30-90 hari
dibandingkan dengan valasiklovir. Pasien yang menerima dosis 400mg FV-100
mengalami rata-rata penurunan 37% pada kejadian valutalovir PHNover.
Proporsi pasien pada valacyclovir 3000mg yang mengalami PHN sebanding
dengan laporan sebelumnya yang dipublikasikan, yang memberikan validitas pada
keseluruhan rancangan penelitian.17,28 Skor nyeri rata-rata menunjukkan
peningkatan yang konsisten selama 3 bulan penelitian untuk kelompok FV-100
400mg. Keuntungan yang konsisten dari FV-100 atas valacyclovir menunjukkan
bahwa FV-100 mendukung peran terapeutik untuk agen baru ini dalam
pengurangan rasa sakit terkait subacute dan kronis HZ.
Kami mengakui bahwa penilaian rasa sakit adalah ukuran yang relatif
subjektif. Namun, ZBPI, 18 dikembangkan dari Standard Brief Pain Inventory.29
Untuk digunakan dalam uji klinis untuk vaksin anti-HZ, adalah instrumen yang
divalidasi untuk mengukur nyeri terkait HZ dan efek rasa sakit tersebut pada
aktivitas fungsional kehidupan sehari-hari.25 mengindeksnya menunjukkan
dampak HZ dan PHN di keempat domain kesehatan. : fisik, psikologis, sosial, dan
fungsional dan merupakan sensitif dan reliabilitas dari dampak HZ dan PHN pada
kehidupan sehari-hari pasien.25 Sebagai tambahan, penggunaan skor nyeri
terburuk dari definisi PHN telah divalidasi sebagai bagian dari pengembangan
ZBPI 25 dan mencerminkan konsensus bahwa tingkat rasa sakit ini merupakan
nyeri kronis yang bermakna secara klinis.
31
kedua agen antivira, termasuk penggunaan BOI sebagai ukuran efesiensi utama,
skor nyeri> 0 pada saat masuk studi, dan kemungkinan bahwa 14 hari mungkin
tidak ada panjang waktu yang cukup untuk perbedaan rasa sakit yang akan dinilai.
Namun, studi Tahap 2 ini menunjukkan bukti konsep untuk FV-100 dalam hal
efisiensi dan keamanan dalam pengobatan HZ dan memberikan data berharga,
yang membimbing rancangan selanjutnya dari percobaan Fase 3 yang sangat
penting.
Terlepas dari ketersediaan obat antiviral yang disetujui untuk pengobatan
HZ, dan ketersediaan vaksin HZ, hingga 40% dari semua pasien dengan HZ akan
terus mengembangkan PHN.6,7,12,31-33 Nyeri yang terkait dengan PHN sering
refrakter terhadap pengobatan, dan kelegaan simtomatik diperoleh pada kurang
dari setengah penderita PHN meskipun sering menggunakan beberapa obat untuk
pengendalian nyeri.34-37 Sementara sebagian besar pasien mengalami penyelesaian
lengkap rasa sakit mereka satu tahun, penelitian jangka panjang menunjukkan
bahwa PHN dapat bertahan secara tidak langsung.36,38,39 Secara keseluruhan,
temuan ini mendukung kesimpulan bahwa PHN mewakili kebutuhan medis yang
tidak terpenuhi secara signifikan.
Berdasarkan analisis dalam studi Tahap 2 ini, sebuah studi multisenter,
acak, double blind, paralel kelompok Fase 3 telah dirancang, yang didukung untuk
menilai keamanan dan efesiensi dosis 400 mg FV-100 yang diberikan satu atau
dua kali sehari. Penelitian ini mengukur efek pada nyeri subakut dan kronis terkait
HZ, dibandingkan dengan TID valacyclovir 1000 mg (dosis harian 3000mg).
Studi Tahap 3 ini dirancang untuk memastikan bahwa FV-100 akan membahas
kebutuhan akan obat yang lebih efektif untuk mencegah dan mengobati HZ.
Kesimpulannya, hasil komprehensif dari beban penyakit, PHN, waktu untuk
mendapatkan resolusi nyeri yang signifikan secara klinis, dan analisis skor nyeri
menunjukkan peran potensial untuk FV-100 dalam mengurangi nyeri subakut dan
kronis serta pencegahan PHN. Profil keselamatan FV-100 tetap baik dalam isolasi
bila dibandingkan dengan valacyclovir. Obat antiviral saat ini memiliki efektivitas
yang terbatas dalam pengurangan nyeri subakut dan kronis, tidak secara
memuaskan mencegah atau mengobati PHN secara memadai, dan memerlukan
modifikasi dosis pada pasien dengan insufisiensi ginjal. Hasil efikasi dari
penelitian ini mendukung penyelidikan FV-100 lebih lanjut untuk mengatasi
kebutuhan medis yang tidak terpenuhi ini.
REFERENSI
2. Gnann JW, Jr, Whitley. Praktek klinis Herpes zoster. N Engl J Med.
2002; 347: 340-346.
3. Schmader KE, Dworkin RH. Sejarah alam dan pengobatan herpes zoster.
J Pain. 2008; 9: 3-9.
4. Arani RB, Soong SJ, Weiss HL, MJ Kayu, Fiddian PA, Gnann JW,
Whitley R. Fase analisis spesifik data nyeri herpes zoster: Pendekatan
statistik baru. Stat Med. 2001; 20: 2429-2439.
7. Jung BF, Johnson RW, Grif, DR, Dworkin RH. Faktor risiko neuralgia
postherpetik pada penderita herpes zoster. Neurologi. 2004; 62: 1545-
1551.
33
9. Massengill JS, Kittredge JL. Pertimbangan praktis dalam perawatan
farmakologis neuralgia postherpetik untuk penyedia layanan primer. J
Pain Res. 2014; 7: 125-132.
Judul:
FV-100 Versus Valacyclovir Untuk Pencegahan Neuralgia Pasca-
Herpes dan Pengobatan Nyeri Herpeszoster Akut: Uji Coba
Terkontrol Secara Acak
Stephen K. Tyring, Patricia Lee, Gordon T. HillJr, Joel C. Silverfield, Angela Yen Moore, Theresa
Matkovits, John Sullivan-Bolyai
No PETUNJUK KOMENTAR
1. Apakah alokasi subyek penelitian ke Pada penelitian ini digunakan kelompok
kelompok terapi atau kontrol betul- acak dengan jumlah sampel penelitian
betul secara acak (random) atau sebanyak 350 sampel dan dibagi menjadi
tidak? 3 kelompok yaitu yang menggunakan
FV-100 200 mg dan Vacyclovir dengan
Jawab: Ya
berbagai dosis.
2. Apakah semua keluaran (outcome) Dari segi deskriptif, penelitian ini
dilaporkan? disajikan lengkap seperti terlihat pada
tabel 2, 5 dan 6. Pada tabel tersebut
Jawab: Ya
dipaparkan tentang profil efek samping,
nilai laboratorium, tanda vital, hasil
elektrogram dan skala nyeri dari sampel
penelitian.
3. Apakah lokasi studi menyerupai Dalam jurnal hanya dijelakan bahwa
lokasi anda bekerja atau tidak? lokasi penelitian dilakukan di Amerika
Serikat.
Jawab: Tidak
Jawab: Ya
Kesimpulan
35