Kelenjar prostat adalah salah satu organ kelamin laki-laki fibromuskular
dan organ kelenjar yang terletak pada posterior kandung kemih dan dilalui oleh uretra posterior. Prostat yang normal memiliki berat ±18 gr; panjang 3 cm, lebar 4 cm, dan tinggi 2 cm. Kelenjar prostat merupakan organ yang paling sering terjadi suatu neoplasma jinak ataupun ganas.1,2,3 Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) adalah tumor jinak yang paling umum pada laki-laki. BPH adalah pembesaran non malignant dari kelenjar prostat, yang ditandai dengan peningkatan jumlah atau hiperplasia sel epitel dan stroma di daerah periuretra prostat. Bermanifestasi klinis sebagai gejala saluran kemih bagian bawah (LUTS) terdiri dari gejala iritasi (urgensi, frekuensi, nokturia) dan gejala obstruktif (hesitansi, pancaran urine yang lemah, double voiding, dan mengedan), serta gejala pasca kemih berupa sensasi pengosongan kandung kemih yang tidak puas dan terminal dribbling.1,2 Insiden adalah terkait usia. Prevalensi BPH histologis dalam studi otopsi meningkat dari sekitar 20% pada laki-laki berusia 41-50, 50% pada laki-laki berusia 51-60, dan lebih dari 90% pada laki-laki lebih tua dari 80 tahun.1,2 Di Indonesia sendiri, BPH adalah yang kasus kedua terbanyak setelah batu saluran kemih dan terjadi sekitar 50% pada laki-laki berusia lebih dari 50 tahun.4 Manajemen BPH memiliki dua tujuan yaitu untuk mengurangi gejala yang menganggu, dan untuk mencegah atau menunda perkembangan gejala BPH yang terkait. Pilihan pengobatan harus dilihat dari derajat keparahan gejala BPH (skor IPSS atau skor AUA-SI) terhadap LUTS yang ada, berapa berat gejala yang timbul mengganggu pasien, dan pilihan pasien itu sendiri.3,5 Sebagai dokter umum, pemahaman yang baik mengenai BPH adalah penting sebagai kasus yang umum dengan tingkat kejadian yang tinggi.