Anda di halaman 1dari 16

Rhinosinusitis Kronik sebagai komplikasi dari Rhinitis Alergi

Rezki Ramadhan
Abstrak
Rhinosinusitis merupakan penyakit yang banyak diacuhkan oleh masyarakat, Rinosinusitis
menurut EPOS dapat di definisikan sebagai inflamasi hidung dan sinus paranasal yang ditandai
dengan adanya dua atau lebih gejala, salah satu awal muala dari rhinosinusitis adalah rhinitis
alergi. rinitis alergi adalah kelainan pada gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat

setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantai oleh Ig E. Dan dapat di tatalaksanakan
dengan menggunakan medikamentosa ataupunya non medika mentosa.

Kata kunci : rinitis alergi, rinosinusitis, Tatalaksana dalam layanan primer.

Abstract
Rhinosinusitis is a commonly known but are less treated as such by everone, rhinosinusitis
according to EPOS can be defined as inflammation of the nose and paranasal sinuses with one or
two symptoms, and some of the factors that can cause rhinosinusitis is allergyc rhinitis, allergyc
rhinitis is an allergyc reaction such as sneezing, rhinorrhea, itchy nose and blockage of the nose,
after the nose came in contact with something they are allergyc. And can be treated using drugs
and non drugs treatment.

Keyword : Allergyc Rhintis, rhinosinusitis, treatment in family medicine


Pendahuluan dari usia 20 tahun. Insidensi rinitis alergi
Rinitis akut adalah peradangan pada mukosa
pada anak-anak 40% dan menurun sejalan
hidung yang berlangsung akut < 12 minggu
dengan usia sehingga pada usia tuarinitis
hal ini bisa disebabkan oleh infeksi virus,
alergi jarang ditemukan 1.
bakteri maupun iritan. Radang sering
ditemukan karena manifestasi dari rinitis
Rinosinusitis menurut EPOS dapat di
simpleks (common cold), influenza Rinitis definisikan sebagai inflamasi hidung dan
alergi adalah penyakit inflamasi yang sinus paranasal yang ditandai dengan adanya
disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien dua atau lebih gejala, salah satunya termasuk
atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi
hidung tersumbat/ obstruksi/ kongesti atau
oleh alergen yang sama serta dilepaskan
pilek (sekret hidung anterior/ posterior), dan
suatu mediator kimia ketika terjadi paparan
salah satu dari temuan nasoendoskopi: - polip
ulangan dengan alergen spesifik tersebut.
dan atau - sekret mukopurulen dari meatus

media 2.
Menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and

it’s Impact on Asthma), 2001, rinitis alergi


Kekerapan
adalah kelainan dengan gejala bersin-bersin,
Prevalensi rinitis alergika diberbagai negara
rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah
berkisar antara 3%-19%. Angka kejadian
mukosa hidung terpapar alergen yang
rinitis alergika di beberapa negara seperti
diperantai oleh Ig E. Rinitis ditemukan di
Amerika Utara sebesar 10-20%, di Eropa
semua ras manusia, pada anak-anak lebih
sekitar 10-15%, Thailand sekitar 20% dan di
sering terjadi terutama anak laki-laki.
Jepang sekitar 10%. Di Indonesia sendiri
Memasuki usia dewasa, prevalensi laki-laki
sebanyak 10-26% pengunjung poliklinik
dan perempuan sama Insidensi tertinggi
THT di beberapa rumah sakit besar datang
terdapat pada anak-anak dan dewasa muda
dengan keluhan rinitis alergika. Di unit rawat
dengan rerata pada usia 8-11 tahun, sekitar
jalan Alergi Imunologi THT RS dr Wahidin
80% kasus rinitis alergi berkembang mulai
Sudirohusodo Makassar selama 2 tahun
(2004-2006) didapatkan 64,4% pasien rinitis sangat bervariasi pada tiap individu dan
alergika dari 236 pasien yang menjalani tes semua sinus memiliki muara (ostium) ke

cukit kulit. Angka kejadian rinitis alergika dalam rongga hidung. Ada delapan sinus
paranasal, empat buah pada masing-masing
pada anak juga meningkat. Penelitian
sisi hidung. Anatominya dapat dijelaskan
menunjukkan bahwa kejadian rinitis alergika
sebagai berikut: sinus frontal kanan dan kiri,
pada anak mencapai 42% pada anak usia 6
sinus ethmoid kanan dan kiri (anterior dan
tahun. posterior), sinus maksila kanan dan kiri
Rinitis alergika yang muncul pada usia di (antrium highmore) dan sinus sphenoid
bawah 20 tahun ditemukan sebanyak 80% kanan dan kiri. Semua sinus ini dilapisi oleh

dari keseluruhan kasus. Gejala rinitis mukosa yang merupakan lanjutan mukosa
hidung, berisi udara dan semua bermuara di
alergika muncul 1 dari 5 anak pada usia 2
rongga hidung melalui ostium masing-
sampai 3 tahun dan sekitar 40% pada anak
masing3.
usia 6 tahun. Sebanyak 30% pasien akan

menderita rinitis pada usia remaja. Walaupun

semua kelompok usia dapat terkena rinitis

alergika, tetapi rinitis alergika ini biasanya

lebih sering muncul pada usia kanak-kanak


awal setelah terpapar atau tersensitisasi

alergen tertentu. Rinitis alergika sering

terjadi pertama kali pada kelompok anak-


anak antara usia 5-10 tahun dengan Gambar 1
puncaknya pada usia remaja antara 10 dan 20 Sinus paranasalis tampak depan

tahun dan cenderung menurun sesuai dengan Secara embriologis, sinus paranasal berasal

pertambahan usia. Rinitis alergika biasanya dari invaginasi mukosa rongga hidung dan
perkembangannya pada fetus saat usia 3-4
didapat pada penderita atopi 3.
bulan, kecuali sinus frontalis dan
Anatomi dan Fisiologi sphenoidalis. Sinus maksilaris dan ethmoid
Sinus paranasal merupakan ruang udara yang
sudah ada saat anak lahir sedangkan sinus
berada di tengkorak. Bentuk sinus paranasal
frontalis mulai berkembang pada anak lebih
kurang berumur 8 tahun sebagai perluasan · Ostia di meatus medius
dari sinus etmoidalis anterior sedangkan · Pus dalam meatus medius
sinus sphenoidalis berkembang mulai pada mengalir kedalam faring
usia 8-10 tahun dan berasal dari postero- b. Grup Posterior :
superior rongga hidung. Sinus-sinus ini · Ethmoidalis posterior dan sinus
umumnya mencapai besar maksimum pada sphenoidalis
usia 15-18 tahun. Sinus frontalis kanan dan · Ostia di meatus superior
kiri biasanya tidak simetris dan dipisahkan Pus dalam meatus superior mengalir kedalam
oleh sekat di garis tengah4. faring
Sinus paranasal divaskularisasi oleh Sinus Maksilaris
arteri carotis interna dan eksterna serta vena a. Berhubungan dengan 3:
yang menyertainya seperti a. ethmoidalis 1) Cavum orbita, dibatasi oleh
anterior, a. ethmoidalis posterior dan a. dinding tipis (berisi n. infra
sfenopalatina. Pada meatus superior yang orbitalis) sehingga jika
merupakan ruang diantara konka superior dindingnya rusak maka dapat
dan konka media terdapat muara sinus menjalar ke mata.
ethmoid posterior dan sinus sphenoid 2) Gigi, dibatasi dinding tipis
atau mukosa pada daerah P2 Mo1ar.
3) Ductus nasolakrimalis,
terdapat di dinding cavum nasi.
b. Suplai darah terbanyak melalui
cabang dari arteri maksilaris. Inervasi
mukosa sinus melalui cabang dari
nervus maksilaris.
Sinus Frontalis
Gambar 2 a. Volume pada orang dewasa ± 7cc.
Secara klinis sinus paranasal dibagi menjadi b. Bermuara ke infundibulum (meatus
6
: nasi media).
a. Grup Anterior : c. Berhubungan dengan3:
· Frontal, maksilaris dan 1) Fossa cranii anterior, dibatasi
ethmoidalis anterior oleh tulang compacta.
2) Orbita, dibatasi oleh tulang b. Suplai darah berasal dari cabang nasal
compacta. dari a. sphenopalatina. Inervasi
3) Dibatasi oleh Periosteum, kulit, mukosa berasal dari divisi oftalmika
tulang diploic. dan maksilari nervus trigeminus
d. Suplai darah diperoleh dari arteri Sinus Sphenoidal
supraorbital dan arteri supratrochlear a. Terbentuk pada fetus usia bulan III
yang berasal dari arteri oftalmika b. Terletak pada corpus, alas dan
yang merupakan salah satu cabang Processus os sphenoidalis.
dari arteri carotis inernal. Inervasi c. Volume pada orang dewasa ± 7 cc.
mukosa disuplai oleh cabang d. Berhubungan dengan3:
supraorbital dan supratrochlear 1) Sinus cavernosus pada dasar
cabang dari nervus frontalis yang cavum cranii.
berasal dari nervus trigeminus 2) Glandula pituitari, chiasma
Sinus Ethmoid n.opticum.
a. Berhubungan dengan3: 3) Tranctus olfactorius.
1) Fossa cranii anterior yang dibatasi 4) Arteri basillaris brain stem
oleh dinding tipis yaitu lamina (batang otak)
cribrosa. Jika terjadi infeksi pada e. Suplai darah berasal dari arteri
daerah sinus mudah menjalar ke carotis internal dan eksternal.
daerah cranial (meningitis, Inervasi mukosa berasal dari nervus
encefalitis dsb). trigeminus.
2) Orbita, dilapisi dinding tipis yakni Pada meatus medius yang merupakan ruang
lamina papiracea. Jika melakukan diantara konka superior dan konka inferior
operasi pada sinus ini kemudian rongga hidung terdapat suatu celah sempit
dindingnya pecah maka darah yaitu hiatus semilunaris yakni muara dari
masuk ke daerah orbita sehingga sinus maksila, sinus frontalis dan ethmoid
terjadi Brill Hematoma. anterior.
3) Nervus Optikus. Kompleks Ostio-Meatal
4) Nervus, arteri dan vena Di meatus medius, ada muara-muara saluran
ethmoidalis anterior dan dari sinus maksila, sinus frontal dan sinus
pasterior. etmoid anterior. Daerah ini rumit dan sempit
dan dinamakan kompleks ostio-meatal semuanya disokong oleh prosesus nasalis
(KOM), terdiri dari infundibulum etmoid tulang frontalis dan suatu bagian lamina
yang terdapat di belakang prosesus unsinatus, perpendikularis tulang etmoidalis. Spina
resesus frontalis, bula etmoid dan sel-sel nasalis anterior merupakan bagian dari
etmoid anterior dengan ostiumnya dan prosesus maksilaris medial embrio yang
ostium sinus maksila rneliputi premaksila anterior, dapat pula
dianggap sebagai bagian dari hidung luar.
Bagian berikutnya, yaitu kubah kartilago
yang sedikit dapat digerakkan, dibentuk oleh
kartilago lateralis superior yang saling
berfusi di garis tengah serta berfusi pula
dengan tepi atas kartilago septum
kuadrangularis. Sepertiga bawah hidung luar
atau lobulus hidung, dipertahankan
bentuknya oleh kartilago lateralis inferior.
Lobulus menufup vestibulum nasi dan
dibatasi di sebelah medial oleh kolurnela, di

Gambar 3 lateral oleh ala nasi, dan anterosuperior oleh


Menonjol pada garis tengah di antara pipi ujung hidung. Mobilitas lobulus hidung
dengan bibir atas, struktur hidung luar dapat penting untuk ekspresi wajah, gerakan
dibedakan atas tiga bagian: yang paling atas, rnengendus, dan bersin. Otot ekspresi wajah
kubah tulang, yang tak dapat digerakkan; di yang terletak subkutan di atas tulang hidung,
bawahnya terdapat kubah kartilago yang pipi anterior, dan bibir atas menjamin
sedikit dapat digerakkan; dan yairg paling mobilitas lobulus. Jaringan ikat subkutan dan
bawah adalah lobulus hidung yang mudah kulit juga ikut menyokong hidung luar.
digerakkan. Belahan bawah aperfura Jaringan lunak di antara hidung luar dan
piriforrnis hanya kerangka tulangnya saja, dalam dibatasi di sebclah inferior oleh krista
memisahkan hidung luar dengan hidung piriformis dengan kulit penutupnya, di
dalam. Di sebelah superior, struktur tulang medial oleh septum nasi, dan tepi bawah
hidung luar berupa prosesus maksila yang kartilago lateralis superior sebagai batas
berjalan ke atas dan kedua tulang hidung, superior dan lateral. Struktur tersempit dari
seluruh saluran pernapasan atas adalah apa hidung dalam cenderung bervariasi tebalnya,
yang disebut sebagai limen nasi atau os juga mengubah iesistensi, dan akibatnya
internum oleh ahli anatorni, atau sebagai tekanan dan volume aliran udara inspirasi
katup hidung Mink oleh ahli faal. Istilah dan ekspirasi. Diameter yang berbeda-beda
"katup" dianggap tepat karena struktur ini disebabkan oleh kongesti dan dekongesti
bergerak bersanta, dan ikut mengatur mukosa, perubahan badan vaskular yang
pernapasan. dapat mengembang pada konka dan septum
atas, dan dari krusta dan deposit atau sekret
mukosa. Duktus nasolakrimalis berrnuara
pada meatus inferior di bagian anterior.
Hiatus semilunaris dari meatus lnedia
merupakan muara sinus frontalis, etmoidalis
anterior dan sinus maksilaris. Sel- sel sinus
etrnoidalis posterior bermuara pada meafus
superior, sedangkan sinus sfenoidalis
bermuara pada resesus sfenoetmoidalis.
Ujung-ujung saraf olfaktorius menempati
daerah kecil pada bagian medial dan lateral
Gambar 4

Hidung Dalam Struktur ini membentang dari dinding hidung dalam dan ke atas hingga

os internun di sebelah anterior hingga koana kubah hidung. Deformitas struktur demikian

di posterior, yang memisahkan rongga pula penebalan atau edema mukosa

hidung dari nasofaring. Septum nasi berlebihan dapat mencegah aliran udara

merupakan struktur tulang di garis tengah, untuk mencapai daerah olfaktorius, dan,

secara anatomi membagi organ menjadi dua dengan demikian dapat sangat mengganggu

hidung. Selanjutnya, pada dinding lateral penghiduan. Bagian tulang dari septum

hidung terdapat pula konka dengan rongga terdiri dari kartilago septum (kuadrangularis)

udara yang tak teratur di antaranya-meatus di sebelah anterior, lamina perpendikularis

superior, media dan inferior. Senientara tulang etrnoidalis di sebelah atas, vorner dan

kerangka tulang tan.rpaknya menentukan rostrum sfenoid di posterior dan suatu krista

diameter yang pasti dari rongga udara, di sebelah bawah, terdiri dari krista maksial

struktur jaringan lunak yang menutupi dan krista palatina. Krista dan tonjolan yang
terkadang perlu diangkat, tidak jarang Bagian dalam hidung memiliki tiga fungsi
ditemukan. Pembengkokan septum yang yaitu menghangatkan, melembabkan dan
dapat terjadi karena faktor-faktor memfiltrasi udara yang masuk ke saluran
pertumbuhan ataupun trauma dapat pernapasan, mendeteksi stimulus olfactorius
sedemikian hebatnya sehingga mengganggu Memodifikasi getaran suara.

Pada bagian dalam organ ini terdapat rongga


nasal dan vestibulum. Bagian rongga ini
berbatasan dengan hidung bagian luar,
sedangkan bagian belakang berbatasan
dengan faring, bagian belakang dalam hidung
ini sebelum menuju faring memiliki dua
Gambar 5 pembukaan yang disebut koana dan nares
internus

Etiologi
Infeksi bakteri atau virus, alergi dan berbagai
bahan iritan hirupan dapat menyebabkan
inflama: mukosa hidung. Infeksi akut saluran
napas atas yang disebabkan virus (acute viral
Gambar 6 uppe respiratory tract infection) merupakan
Hidung terbagi kedalam 2 bagian, yaitu
faktor penyebab terbanyak dari rinosinusitis
bagian luar dan bagian dalam. Hidung bagian
(vin rhinosinusitis). Human Rhinovirus
luar terdiri dari atas tulang, kartilago hialin,
dapat masuk ke dalam sel oleh karena
otot, dan kulit yang dilapisi oleh membrane
berikata dengan intercellular adhesion
mukosa. Tulang yang memberi bentuk
molecule-1 (ICAM-1) di permukan sel yang
hidung adalah os nasal, os maksila dan os
berfungsi sebagc reseptor virus. Udem
frontal. Sedangkan kartilago yang
mikosa hidung dan sinus maksila yang
membentuk hidung adalah kartilago septum
berakibat penyempitan ostium sinus maksila
nasi yang terdiri atas lateral dan alar.
diketemukan pada 80% pasien Common
cold. Adanya cairan (efusi) di sinus dapat di
ikuti pertumbuhan bakteri sekunder sehingga rekuren. Faktor penting lainnya adalah
timbul gejala keradangan aki (rinosinusitis interaksi imun-mikroba (gambar4)
akut bakterial). Berbagai variasi atau Rinosinusitis kronik sebagian besar (84%)
kelainan anatomi seperti sel Haller (sel disebabkan alergi terutama rinitis alergi.
etmoidalis intraorbital sel agger nasi yang Penyebab non alergi yang mempunyai peran
menonjol kearah insersi antero-superior dari penting dalam kronisitas rinosinusitis antara
konka media, kurvatur, paradoksikal dari lain rinitis vasomotor, drug induced
konka media, bula etmoidalis yang rhinosinusitis, nonallelic rhinitis with
mengadakan kontak di bagian medial eosinophilia syndrome (NARES) structural
deformitas prosesus uncinatus, deformitas rhinitis, neutrophilic rhinosinusitis, dan
konka bulosa (pneumatisasi konka media), poliposis hidung. Terminologi rinosinusitis
dai septum deviasi, dapat menyebabkan vasomotor digunakan bilamana disebabkan
penyempitan ostiomeatal secara mekanik. iritasi seperti polusi udara, asap rokok dan bai
Gangguan klirens mukosiliersering yang menyengat. Rinosinusitis dapat
ditemukan pada fibrosis kistik dan sindrom disebabkan oleh karena penggunaan obat-
diskinesi; silier (immotile cilia syndrome). obatan (drug induced rhinosinusitis) seperti
Pasien imunosupresi atau defisiensi imun obat antihipertensi dan semprot hidung.
misalnya defisiens produksi antibodi Sebagai contoh rinitis medikamentosa,
terhadap patogen bakteria cenderung merupakan refleksi penggunaan nasal
mengalami infeksi sinus, telinga, dat saluran dekongestan yang berlangsung lama
pemapasan, termasuk sinusitis, otitis media, (misalnya oxymetazoline, xylometazoline
bronkitis, dan pneumonia. Dari sindrom; ini dan sebagainya). Pada NARES, ditemukan
yang tersering adalah defisiensi IgA selektif eosinofil pada sekresi hidung tetapi tidak
dan kelainan pada produksi IgG, termasul disebabkan faktor alergi. Rinosinusitis kronik
hypogammaglobulinemia yang bervariasi juga dapat disebabkan oleh kelainan struktur
dan defisiensi subklas IgG selektif. Pasien hidung (structural rhinitis) terutama septum
yanf terinfeksi HIV juga mengalami deviasi atau deformitas pasca trauma.
peningkatan insiden sinusitis akut. Beberapa Beberapa faktor lainnya yang mempunyai
faktor yang same diatas terutama alergi dan kontribusi pada patogenesis dan kronisitas
berbagai bahan iritan lingkungan sering sinusitis adalah gangguan klirens mukosilier,
menyebabkan penyaki menjadi kronik atau ostium asesoris, patogenitas kuman /
mikroba, dan faktor inflamasi. Penderita
yang sensitif terhadap aspirin (aspirin
sensitive syndrome) atau NSAID lainnya
dapat terkena rinosinusitis berat, dan
seringkali disertai pertumbuhan polip hidung.

Patofisiologi
Kompleks ostiomeatal (KOM) merupakan
tempat drainase bagi kelompok sinus anterior
(frontalis, ethmoid anterior dan maksilaris)
Hubungan antara rinitis dan sinusitis adalah
dan berperan penting bagi transport mukus
sinusitis lebih sering didahului oleh rinitis
dan debris serta mempertahankan tekanan
dan jarang terjadi tanpa adanya rinitis. Gejala
oksigen yang cukup untuk mencegah
yang dirasakan adalah hidung tersumbat dan
pertumbuhan bakteri. Obstruksi ostium sinus
nasal discharge dan berkurangnya daya
pada KOM merupakan faktor predisposisi
penghidu, dan berdasarkan hubungan
yang sangat berperan bagi terjadinya
tersebut American academy of
rinosinusitis kronik. Namun demikian, kedua
otolaryngology head and neck surgery
faktor yang lainnya juga sangat berperan bagi
menyebut bahwa sinusitis adalah
terjadinya rinosinusitis kronik. Interupsi pada
rhinosinusitis.
satu atau lebih faktor diatas akan
mempengaruhi faktor lainnya dan kemudian
Sinus paranasal yang tersumbat dan di ikuti
memicu terjadinya kaskade yang
oleh kolonisasi bakteri yang mengarah
berkembang menjadi rinosinusitis kronik
menjadi akut dan rekuren atau kejadian
dengan perubahan patologis pada mukosa
sinusitis kronik, namun sebalikan inflamasi
sinus dan juga mukosa nasal, seperti yang
yang kronik akibat faktor alergi dapat
tergambar pada gambar 7 dibawah ini.14
mengarah ke penyumbatann dari sinusitis.

Gejala dan Tanda


hidung tersumbat/ obstruksi/ kongesti atau
pilek (sekret hidung anterior/ posterior): ±
nyeri wajah/ rasa tertekan di wajah ±
penurunan/ hilangnya penghidu. rinitis alergi meningkat 2. Pemeriksaan rongga mulut
adalah kelainan pada gejala bersin-bersin, Dapat ditemukan karies profunda pada gigi
rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah rahang atas. 3. Rinoskopi anterior Rinoskopi
mukosa hidung terpapar alergen yang anterior dapat dilakukan dengan atau tanpa
diperantai oleh Ig E. dekongestan topikal. Pada rinosinusitis akut
dapat ditemukan: a. Edema dan / atau
Diagnosa obstruksi mukosa di meatus medius b. Sekret
Rinosinusitis mukopurulen. Bila sekret tersebut nampak
Onset timbulnya gejala, dibagi menjadi: a. pada meatus medius, kemungkinan sinus
Akut : < 12 minggu b. Kronis : ≥ 12 minggu 3. yang terlibat adalah maksila, frontal, atau

Khusus untuk sinusitis dentogenik: a. Salah etmoid anterior. Pada sinusitis dentogenik,

satu rongga hidung berbau busuk b. Dari dapat pula tidak beringus. c. Kelainan
anatomis yang mempredisposisi, misalnya:
hidung dapat keluar ingus kental atau tidak
deviasi septum, polip nasal, atau hipertrofi
beringus c. Terdapat gigi di rahang atas yang
konka. 4. Rinoskopi posterior Bila
berlubang / rusak.
pemeriksaan ini dapat dilakukan, maka dapat
ditemukan sekret purulen pada nasofaring.
Kriteria diagnosis rinosinusitis menurut
Bila sekret terdapat di depan muara tuba
American Academy of Otolaryngology
Eustachius, maka berasal dari sinus-sinus
Faktor mayor Faktor minor bagian anterior (maksila, frontal, etmoid
-Hidung - Sakit kepala anterior), sedangkan bila sekret mengalir di
tersumbat - Demam belakang muara tuba Eustachius, maka
-Keluar sekret - Halitosis berasal dari sinus-sinus bagian posterior
dari hidung - Rasa lemah (sfenoid, etmoid posterior). 5. Otoskopi
- Nyeri diwajah - Sakit gigi Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi
- Hiposmia / - Sakit atau rasa adanya komplikasi pada telinga, misalnya
Anosmia penuh di telinga tuba oklusi, efusi ruang telinga tengah, atau
- Batuk kelainan pada membran timpani (inflamasi,
ruptur). 6. Foto polos sinus paranasal dengan
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang
Water’s view (AP / lateral), bila fasilitas
Sederhana (Objective) 1. Suhu dapat
tersedia. Pada posisi ini, sinus yang dapat
dinilai adalah maksila, frontal, dan etmoid. Pemeriksaan Fisik 1. Perhatikan adanya
Temuan yang menunjang diagnosis allergic salute, yaitu gerakan pasien
rinosinusitis antara lain: penebalan mukosa menggosok hidung dengan tangannya karena
(perselubungan), air-fluid level, dan gatal. 2. Wajah: a. Allergic shiners yaitu dark
opasifikasi sinus yang terlibat. Foto polos circles di sekitar mata dan berhubungan
sinus tidak direkomendasikan untuk anak dengan vasodilatasi atau obstruksi hidung. b.
berusia di bawah 6 tahun. Pada pasien Nasal crease yaitu lipatan horizontal
dewasa, pemeriksaan ini juga bukan suatu (horizontal crease) yang melalui setengah
keharusan, mengingat diagnosis biasanya bagian bawah hidung akibat kebiasaan
dapat ditegakkan secara klinis. 7. menggosok hidung keatas dengan tangan. c.
Laboratorium, yaitu darah perifer lengkap, Mulut sering terbuka dengan lengkung
bila diperlukan dan fasilitas tersedia. langit-langit yang tinggi, sehingga akan
menyebabkan gangguan pertumbuhan gigi-
Rinosinusitis Kronis (RSK) Dasar geligi (facies adenoid). 3. Faring: dinding
penegakkan diagnosis RSK dapat dilihat posterior faring tampak granuler dan edema
pada tabel 5.5 di lampiran (cobblestone appearance), serta dinding

lateral faring menebal. Lidah tampak seperti


gambaran peta (geographic tongue).
4. Rinoskopi anterior: a. Mukosa edema, hari/minggu dan/atau lebih dari 4 minggu.
basah, berwarna pucat atau kebiruan (livide), Sedangkan untuk tingkat berat ringannya
disertai adanya sekret encer, tipis dan penyakit, rinitis alergi dibagi menjadi: 1.
banyak. Jika kental dan purulen biasanya Ringan, yaitu bila tidak ditemukan gangguan
berhubungan dengan sinusitis. b. Pada rinitis tidur, gangguan aktivitas harian,bersantai,
alergi kronis atau penyakit granulomatous, berolahraga, belajar, bekerja dan hal-hal lain
dapat terlihat adanya deviasi atau perforasi yang mengganggu. 2. Sedang atau berat,
septum. c. Pada rongga hidung dapat yaitu bila terdapat satu atau lebih dari
ditemukan massa seperti polip dan tumor, gangguan tersebut di atas.
atau dapat juga ditemukan pembesaran konka
inferior yang dapat berupa edema atau Terapi
hipertropik. Dengan dekongestan topikal,
polip dan hipertrofi konkatidak akan
menyusut, sedangkan edema konka akan
menyusut. 5. Pada kulit kemungkinan
terdapat tanda dermatitis atopi.
Pemeriksaan Penunjang Bila diperlukan
dan dapat dilakukan di layanan primer. 1.
Hitung eosinofil dalam darah tepi dan
sekret hidung. 2. Pemeriksaan Ig E total
serum Penegakan Diagnostik (Assessment)
Diagnosis Klinis Diagnosis ditegakkan
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang bila
diperlukan. Rekomendasi dari WHO
Initiative ARIA (Allergic Rhinitis and it’s
Impact on Asthma), 2001, rinitis alergi dibagi
berdasarkan sifat berlangsungnya menjadi: 1.
Intermiten, yaitu bila gejala kurang dari 4
hari/minggu atau kurang dari 4 minggu. 2.
Persisten, yaitu bila gejala lebih dari 4
Case Report terlihat kedua konka pasien membesar,
Pada tanggal 8 januari 2018 pada pukul 13.00 terlihat warna ke unguan, licin. Tonsil tidak
seorang pasien bernama Ny. A datang ke rs membesar, dinding faring tidak terlihat
tk.ii Moh. Ridwan Meuraksa dikarenakan adanya post nasal drip namun saat ingin
merasa curiga bahwa dirinya terinfeksi dilakukan rhinoskopi posterior belum sempat
difteri, saat dilakukan anamnesis pasien dilakukan observasi pasien sudah mual dan
menceritakan keluhan berupa demam selama laringoskopi indirek pasien tidak ingin
1 minggu sebelum masuk rumah sakit, dan diperiksa dikarenakan saat dicoba pasien
merasakan sakit pada hidung sampai ke merasa mual kembali, saat dilakukan
penghujung mata dan merasakan bahwa pemeriksaan transluminasi sinus maksilaris
langit – langit dalam mulutnya bengkak, didapatkan lampu tidak terang yang
pasien juga menceritakan bahwa Ny. A sudah menandakan rhinosinusitis maksilaris positif
di diagnosa sinusistis saat duduk di bangku dan saat dilakukan nyeri tekan pada sinus
SMP, pasien juga menceritakan punya maksilaris dan frontalis terdapat rasa nyeri.
riwayat keluar sekret lebih dari 6 kali dalam
setahun selama pagi hari, dan pasien Pembahasan /Diskusi
menceritakan bahwa pasien juga punya Pada hasil pemeriksaan dan anamnesis pasien
riwayat alergi terhadap debu. dapat di diagnosis dengan rhinosinusitis,
sesuai dengan kriteria panduan praktik klinis
Keluarga pasien juga didapatkan riwayat bagi dokter edisi revisi tahun 2014 di fasilitas
asma, dan riwayat mengkonsumsi makanan pelayanan kesehatan primer bahwa pasien
yang dapat memicu LPR disangkal, pada memiliki dua kriteria mayor dan disertai
pemeriksaan fisik saat dilaksanakan follow nyeri wajah, dan pasien juga mempunyai
up didapatkan keaadan umum baik, riwayat alergi yang memperkuat alasan
kesadaran komposmentis tanda vital dalam pasien di diagnosa dengan rhinosinusitis
batas normal, status generalis didaptkan tidak kronik.
adanya kelainan, pada status lokalis telinga
terlihat tidak ada kelainan, membran timpani Kesimpulan
intak, cone of light positif dan pemeriksaan Rhinosinusitis harus diwaspadai,
tes pendengaran normal. Pada pemeriksaan dikarenakan penyebab terbentuknya
hidung didapatkan rhinoskopi anterior
rhinosunitis ada banyak dimulai dari sumber
infeksi sampai dengan rhinitis alergi.
Daftar Pustaka

Anda mungkin juga menyukai