Anda di halaman 1dari 11

MASALAH, SOLUSI, DAN TANTANGAN

PERLINDUNGAN HUKUM PROFESI GURU DI ERA DIGITAL


Oleh : Hery Tri Setiyo, S.Pd, M.PFis

A.Pendahuluan
Ada pepatah mengatakan lain “padang lain belalang, lain lubuk lain ikannya, lain
dulu lain sekarang”. Pepatah ini serasa mengajarkan kepada kita bahwa tiip-tiap masa ada
adatnya sendiri, berbeda dulu dengan sekarang. Pada jaman dulu ketika teknologi belum
maju seperti sekarang, guru adalah sosok yang sangat dihormati, disegani dan dituruti
titahnya. Namun sejalan dengan perkembangan teknologi, di era digital sekarang ini,
derajat guru mulai mengalami degradasi. Hal ini terjadi karena banyak faktor, misalnya
karena guru kurang memperhatikan marwanya sendiri, kurang menjaga kewibaannya,
sehingga guru bukan lagi menjadi sosok yang patut diteladani, atau bisa juga karena
pengaruh kemajuan teknologi di era digital yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan para
siswa, dimana secara realistis dapat kita rasakan sendiri bahwa kemajuan teknologi di era
digital saat ini berdampak sangat besar terhadap perubahan peradaban dan kebudayaan
manusia khususnya di kalangan siswa, misalnya adanya transformasi nilai dan perilaku
yang baik.
Beberapa nilai dan perilaku baik yang mulai luntur di kalangan siswa seperti
kejujuran, disiplin, bertutur kata yang lembut berubah menjadi tutur kata yang kasar dan
nada tinggi, kesopanan dalam berpakaian berubah menjadi cara berpakaian cenderung
terbuka dan mengumbar aurat, nilai saling menghargai dan menjaga silaturahmi berubah
menjadi individualistis, nilai religius yang tinggi berubah menjadi materialistis, dll.
Keadaan ini sungguh sangat menyedihkan, pelajar SMA yang diharapkan menjadi calon
pemimpin dan pembangun bangsa pada periode 10 atau 20 tahun kedepan akan sirna
ditelan waktu.
Di era digital sekarang ini, peran guru sebagai tenaga profesional tetap sangat
diharapkan dalam membantu pemerintah dalam mengatasi perubahan nilai dan perilaku di
kalangan pelajar sebagaimana dijelaskan di atas. Yang menjadi masalah sekarang adalah
tugas guru menjadi semakin berat. Selain harus memenuhi tuntutan keprofesionalannya
dalam mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, dan menilai peserta didik, guru
sebagai manusia biasa juga harus mampu mengontrol/mengendalikan diri dalam bersikap
dan berperilaku terhadap siswanya, serta harus mampu melindungi diri dari bahaya turunan
yang berasal dari proses penanganan perilaku siswa yang bermasalah. Banyak kasus telah
terjadi, karena mendisiplinkan siswa, guru harus menerima penganiayaan, pukulan,
hukuman, cacian, dll baik dari siswa maupun keluarga siswa.
Baru-baru ini tepatnya tanggal 10 Februari 2018 di tempat kami, tepatnya di
SMPN 1 Bungku timur Kabupaten Morowali, seorang guru terpaksa harus masuk bui gara-
gara mendisiplinkan siswa yang bermasalah. Menurut informasi yang diperoleh, peristiwa
ini terjadi karena seorang siswa kedapatan merokok di sekolah, dan pernah merusak pintu
kamar mandi sekolah dengan sengaja, sehingga siswa tersebut dihukum oleh seorang guru.
Karena merasa hukuman yang diberikan terlalu berlebihan, akhirnya orang tua siswa
melaporkan kasus ini ke polisi, sehingga berdasarkan laporan tersebut guru yang
bersangkutan diamankan di kantor polisi. Namun akhirnya berkat usaha dan perjuangan
teman-teman PGRI, melalui musyawarah dan upaya kekeluargaan antara pengurus PGRI,
Kapolsek dan keluarga siswa, sehingga kasus ini tidak dilanjutkan dan guru yang
bersangkutan bisa dikeluarkan dari kantor polisi.
Jika ada guru yang mendapatkan perlakuan seperti di atas, mungkin timbul
pertanyaan “siapakah yang harus disalahkan, gurunya atau siswanya ?”. Sebagai manusia
biasa sebagian guru mungkin juga khilaf dalam memberikan hukuman, dalam hal ini
hukuman yang diberikan kepada siswa terlalu berlebihan, atau bisa juga cara menghukum
siswa kurang bersahabat dan persuasi, sehingga membuat siswa kesal dan menyimpan
dendam.
Disinilah pentingnya pengendalian diri dan perlindungan diri dimiliki oleh
seorang guru. Yang mana dalam melaksanakan tugasnya guru selain dituntut menjadi guru
yang profesional yaitu guru yang memiliki kemampuan intelegensi, keterampilan dan
prestasi dalam pekerjaannya, dia juga harus memiliki sikap dan nilai yang luhur, yang bisa
menjadi “rem” dalam menangani kasus siswa bermasalah. Selain itu guru juga tetap
memerlukan jaminan, perlindungan hukum dan aturan yang pasti, agar guru memperoleh
rasa aman dalam menjalankan tugasnya.
B.Pembahasan
Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional N0. 20 tahun 2003, guru
adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi, peserta didik pada pendidikan anak usia
dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Predikat guru
profesional dapat dicapai dengan memiliki empat karakteristik profesional, yaitu:
1. Kemampuan profesional yaitu kemampuan intelegensi, sikap, nilai, dan keterampilan
serta prestasi dalam pekerjaannya. Secara sederhana, guru harus menguasai materi yang
diajarkan.
2. Kompetensi upaya profesional yaitu kompetensi untuk membelajarkan siswanya.
3. Profesional dalam pengelolaan waktu
4. Imbalan profesional yang dapat menyejahterakan diri dan keluarganya.
Profesi guru menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru Dan
Dosen harus memiliki prinsip-prinsip profesional seperti tercantum pada pasal 5 ayat 1,
yaitu: ”Profesi guru dan dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang memerlukan
prinsip-prinsip profesional sebagai berikut :
1. Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa dan idealisme.
2. Memiliki kualifikasi pendidikan dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang
tugasnya.
3. Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugasnya.
4. Mematuhi kode etik profesi.
5. Memiliki hak dan kewajiban dalam melaksanakan tugas.
6. Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerjanya.
7. Memiliki kesempatan untuk mengembangkan profesinya secara berkelanjutan.
8. Memperoleh perlindungan hukum dalam rnelaksanakan tugas profesionalnya.
9. Memiliki organisasi profesi yang berbadan hukum”.
Merujuk dari 2 sumber hukum di atas, dalam pembahasan ini penulis ingin
menggaris bawahi tentang permasalahan yang sering dihadapi guru dalam melaksanakan
tugasnya yaitu pengendalian diri dan perlindungan diri.
Pengendalian diri dapat diartikan sebagai suatu aktivitas pengendalian tingkah
laku. Pengendalian tingkah laku mengandung makna, yaitu melakukan pertimbangan-
pertimbangan terlebih dahulu sebelum memutuskan sesuatu untuk bertindak. Dengan
menggunakan berbagai pertimbangan sebelum bertindak, individu tersebut mencoba untuk
mengarahkan diri mereka sesuai dengan yang mereka kehendaki. Dengan kata lain,
semakin tinggi pengendalian diri yang dimiliki seseorang semakin intens pengendalian
terhadap tingkahlakunya. Pengendalian diri dapat digunakan untuk mereduksi efek
psikologis yang negatif dan sebagai upaya pencegahan.
Dengan memiliki pengendalian diri, individu mampu membuat perkiraan terhadap
perilaku yang hendak dilakukan sehingga individu mampu mencegah sesuatu hal yang
tidak menyenangkan yang akan diterimanya kelak. Untuk menghasilkan kendali diri yang
baik seyogyannya bagi seorang yang beragama seharusnya guru harus sering melakukan
intropeksi diri untuk senantiasa memperbaiki diri, sering mengamalkan perintah agamanya,
misalnya bagi guru yang Muslim harus senantiasa menjaga Sholat tepat waktu,
memperbanyak Dzikir, banyak menebarkan salam dan senyum kepada siswanya, memiliki
kepekaan sosial, dll. Selain itu guru juga perlu memahami bahwa tugasnya bukan hanya
mengajar dan melatih, tetapi guru juga harus mampu mendidik serta membimbing
siswanya.
Pengertian mendidik dari segi isi sangat berkaitan dengan moral dan kepribadian.
Jika ditinjau dari segi proses, maka mendidik berkaitan dengan memberikan motivasi
untuk belajar dan mengikuti ketentuan atau tata tertib yang telah menjadi kesepakatan
bersama. Kemudian bila ditilik dari segi strategi dan metode yang digunakan, mendidik
lebih menggunakan keteladan dan pembiasaan. Sedangkan pengertian membimbing, jika
ditinjau dari segi isi, maka membimbing berkaitan dengan norma dan tata tertib. Dilihat
dari segi prosesnya, maka mendidik dapat dilakukan dengan menyampaikan atau
mentransfer bahan ajar yang berupa ilmu pengetahuan, teknologi dan seni dengan
menggunakan strategi dan metode mengajar yang sesuai dengan perbedaan individual
masing-masing siswa. Lalu kalau dilihat dari strategi dan metode yang digunakan, maka
membimbing lebih berupa pemberian motivasi dan pembinaan. Hal ini telah tertuang
dalam UU RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 4 ayat 1
disebutkan bahwa pendidikan diselenggarakan secara dan bereadilan serta tidak
diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultur,
dan kemajemukan bangsa. Sedangkan di pasal 4 disebutkan bahwa Pendidikan
diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, mengembangkan
kreativitas peserta didik dalam pembelajaran.
Dari pengertian mendidik dan membimbing di atas, dapat disimpulkan bahwa
untuk bisa menjadi guru yang mampu mendidik dan membimbing guru harus pemiliki
pengendalian diri yang baik. Sungguh tidak logis seorang guru yang pengendalian diri
kurang baik akan bisa melaksanakan aktivitas mendidik dan membimbing. Inillah awal
dari permasalahan yang akan dialami oleh guru. Di rumah sebagian siswa kurang
mendapatkan perhatian yang baik, karena banyak bercengrama dengan teman dan HP,
kemudian di sekolah siswa kurang mendapat didikan dan bimbingan yang baik, sehingga
imbasnya akan membali lagi kepada guru. Dikarenakan guru mendapatkan siswa sering
melanggar tata tertib sekolah sehingga karena guru kurang memiliki pengendalian diri
yang baik, maka terjadilah proses pemberian sangsi/hukuman yang tidak sewajarnya,
dimana guru menggunakan kekerasan, dalam menghukum siswa, seperti mencubit,
memukul, mencoret wajah siswa dengan spidol, dll. Ini merupakan teknik lama dalam
mendisiplinkan anak dan itu tak relevan lagi diterapkan, dimana teknik ini merupakan
campuran antar mendisiplinkan anak dengan menyalurkan emosi.
Selain pengendaian diri, guru juga perlu mendapatkan perlindungan diri. Seperti
yang di nyatakan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru Dan Dosen
harus memiliki prinsip-prinsip profesional seperti tercantum pada pasal 5 ayat 1 bagian 8
mengatakan bahwa guru berhak ”Memperoleh perlindungan hukum dalam rnelaksanakan
tugas profesionalnya”. Permasalahannya sekarang adalah bahwa Peraturan perundangan
yang melindungi guru sebagai pendidik profesional masih perlu dirinci prosedur
operasional pelaksanaannya, sebagai contoh :
1. Dalam UU RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 7 (2).
Menegaskan Orang tua dari anak wajib belajar, berkewajiban memberikan pendidikan
dasar kepada anaknya. Sehingga perbuatan penganiayaan terhadap guru jelas
bertentangan dengan pasal 7 ayat 2 itu, seharusnya orang tua memberi contoh teladan
kepada anaknya sejak masih sekolah di bangku SD, karena orang tua harus ikut
bertanggung jawab terhadap sikap dan perilaku anaknya. Demikian juga dalam pasal 6
(2) tertuang kalimat setiap warganegara bertanggung jawab terhadap keberlangsungan
penyelenggaraan pendidikan. Dari kalimat itu tersirat arti perbuatan-perbuatan itu akan
berpengaruh terhadap keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan.
2. Undang-Undang N0. 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen, dalam pasal 35
menyatakan dalam:
Ayat (1). Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan atau
satuan pendidikan wajib memberikan perlindungan terhadap guru dalam
pelaksanaan tugas
Ayat (2). Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputi perlindungan
hukum, profesi dan keselamatan dan kesehatan kerja
Ayat (3). Perlindungan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat 2 mencakup
perlindungan hukum terhadap tindak kekerasan, ancaman, perlakuan
diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik,
orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi atau pihak lain
Ayat (4). Perlindungan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat 2 mencakup
perlindungan terhadap pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan
peraturan perundangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pdalam
menyampaikan pandangan, pelecehan terhadap profesi, dan
pembatasan/pelarangan lain yang dapat menghambat guru dalam
melaksanakan tugas
Ayat (5). Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud dalam
ayat 2 mencakup perlindungan terhadap resiko gangguan keamanan kerja,
kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan
lingkungan kerja dan /resiko lain.
3. Peraturan pemerintah No.74 tahun 2008 tentang guru, telah mengatur perlindungan guru
dalam melaksanakan tugasnya. Dalam pasal 39 Ayat (1). Menegaskan bahwa guru
memiliki kebebasan memberikan sanksi kepada peserta didiknya yang melanggar norma
agama, norma kesusilaan, norma kesopanan, serta peraturan tertulis maupun yang tidak
tertulis yang ditetapkan guru, dewan guru dan masyarakat luas serta satuan pendidikan
dan peraturan perundangan dalam proses pembelajaran yang dibawah kewenangannya.
Dalam ayat (2) nya menjelaskan sanksi dapat berupa teguran dan atau/peringatan baik
lisan maupun tulisan, serta hukuman yang bersifat mendidik sesuai kaidah pendidikan,
kode etik, dan peraturan perundangan. Pasal 40 Ayat (10). Dalam pasal itu menegaskan
guru berhak mendapat perlindungan dalam melaksanakan tugas berbentuk rasa aman
dan jaminan keselamatan, dari pemerintah, pemerintah daerah, satuan pendidikan,
organisasi profesi guru, dan keselamatan kerja. Pasal 41 menjelaskan guru berhak
mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan kekerasan, ancaman, perlakuan
diskriminatif , intimidasi, atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, masyarakat,
birokrasi atau pihak lain.
4. Selain itu sudah ada nota kesepahaman tentang perlindungan hukum profesi guru antara
Kapolri dan Ketua Umum Pengurus Besar PGRI pada tahun 2012, yang menyatakan
pihak Kepolisian Negara memberikan perlindungan hukum kepada guru terhadap
tindakan kekerasan, ancaman, intimidasi dari pihak peserta didik, orang tua, dan pihak
lain. Yang tertuang dalam nota kesepahaman N0. B/3/1/2012dan N0.
100/UM/PB/XX/2012
5. Saat ini juga telah ada surat keputusan dari Mahkamah Agung, bahwa upaya
pendisiplinan yang dilakukan guru terhadap murid dalam konteks belajar mengajar
tidak bisa dipidanakan.
Dari penjelasan peraturan-peraturan hukum diatas dapat dikatakan bahwa
perlindungan bagi guru merupakan hal yang mutlak, tapi kenyataannnya guru bekerja
dalam ketidakpastian, baik berkaitan dengan status kepegawaian, kesejahteraan,
pengembangan profesi, atau pun advokasi hukum ketika terkena masalah hukum. Pengurus
organisasi profesi guru tampaknya perlu dilengkapi dengan personel yang tugasnya
melakukan advokasi hukum. Guru pun perlu didorong untuk menjadi anggota profesi guru,
supaya ketika menghadapi masalah, guru dapat meminta bantuan kepada induk
organisasinya untuk melakukan pendampingan atau bantuan hukum.
Secara terperinci penjelasan tentang perlindungan diri yang harus dimiliki oleh
guru sebagai implementasi perlindungan hukum profesi guru adalah sebagai berikut :
1. Perlindungan Hukum. Semua guru harus dilindungi secara hukum dari segala ancaman
yang berpotensi menimpa guru. Perlindungan hukum dimaksud meliputi perlindungan
yang muncul akibat tindakan dari peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat,
birokrasi atau pihak lain, berupa: (1) tindak kekerasan; (2) ancaman, baik fisik maupun
psikologis; (3) perlakuan diskriminatif; (4) intimidasi; dan (5) perlakuan tidak adil.
2. Perlindungan Profesi. Perlindungan profesi mencakup perlindungan terhadap PHK
(Pemutusan Hubungan Kerja) yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan,
pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam penyampaian pandangan,
pelecehan terhadap profesi, dan pembatasan/pelarangan lain yang dapat menghambat
guru dalam melaksanakan tugas. Secara rinci, sub bagian dari perlindungan profesi
meliputi : (1) Penugasan guru pada satuan pendidikan harus sesuai dengan bidang
keahlian, minat, dan bakatnya; (2) Penetapan salah atau benarnya tindakan guru dalam
menjalankan tugas-tugas profesional dilakukan dengan mempertimbangkan pendapat
Dewan Kehormatan Guru Indonesia; (3) Penempatan dan penugasan guru didasari atas
perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama; (4) Pemberian sanksi pemutusan
hubungan kerja bagi guru harus mengikuti prosedur sebagaimana diatur dalam
peraturan perundang-undangan atau perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama;
(5) Penyelenggara atau kepala satuan pendidikan formal wajib melindungi guru dari
praktik pembayaran imbalan yang tidak wajar; (6) Setiap guru memiliki kebebasan
akademik untuk menyampaikan pandangan; (7) Setiap guru memiliki kebebasan untuk:
mengungkapkan ekspresi, mengembangkan kreativitas, dan melakukan inovasi baru
yang memiliki nilai tambah tinggi dalam proses pendidikan dan pembelajaran; (8)
Setiap guru harus terbebas dari tindakan pelecehan atas profesinya dari peserta didik,
orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, atau pihak lain; (9) Setiap guru yang
bertugas di daerah konflik harus terbebas dari berbagai ancaman, tekanan, dan rasa tidak
aman; (10) Kebebasan dalam memberikan penilaian kepada peserta didik, meliputi:
substansi, prosedur, instrumen penilaian, dan keputusan akhir dalam penilaian; (11) Ikut
menentukan kelulusan peserta didik, meliputi: penetapan taraf penguasaan kompetensi,
standar kelulusan mata pelajaran atau mata pelatihan, dan menentukan kelulusan ujian
keterampilan atau kecakapan khusus; (12) Kebebasan untuk berserikat dalam organisasi
atau asosiasi profesi, meliputi: mengeluarkan pendapat secara lisan atau tulisan atas
dasar keyakinan akademik, memilih dan dipilih sebagai pengurus organisasi atau
asosiasi profesi guru, dan bersikap kritis dan objektif terhadap organisasi profesi; serta
(13) Kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan formal,
meliputi: akses terhadap sumber informasi kebijakan, partisipasi dalam pengambilan
kebijakan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan formal, dan memberikan masukan
dalam penentuan kebijakan pada tingkat yang lebih tinggi atas dasar pengalaman yang
terpetik dari lapangan
3. Perlindungan Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Perlindungan keselamatan dan
kesehatan kerja mencakup perlindungan terhadap resiko gangguan keamanan kerja,
kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan
4. Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual. Bagi guru, perlindungan HKI dapat mencakup:
(1) hak cipta atas penulisan buku; (2) hak cipta atas makalah; (3) hak cipta atas
karangan ilmiah; (4) hak cipta atas hasil penelitian; (5) hak cipta atas hasil penciptaan;
(6) hak cipta, baik atas hasil karya seni maupun penemuan dalam bidang ilmu
pengetahuan, teknologi dan seni, serta sejenisnya; serta (7) hak paten atas hasil karya
teknologi.
Dari uraian diatas sebenarnya sudah jelas tentang ketentuan yuridis formal
mengenai perlindungan hukum profesi guru, sehingga perlu ditaati dan dilaksanakan oleh
semua pihak yang terkait baik oleh peserta didik, orang tua dan masyarakat luas,
Kepolisian, Kejaksaan dan Kehakiman. Walaupun peraturan sudah ada namun
implementasi masih sangat kurang serta UU yang khusus mengatur perlindungan terhadap
guru belum ada. Maka semua pihak harus memahami, menyadari bahwa apa yang
dilakukan guru seperti diatas semata-mata melaksanakan tugas mulia menciptakan tujuan
negara kecerdasan bangsa seperti tuntutan Pembukaan UUD 1945.
Mari kita belajar dari pegalaman, bahwa secara realistis bisa disaksikan
perkembangan teknologi di era digital memiliki relevansi dengan tindak kekerasan dan
penganiayaan. Menurut sumber dari Kepolisian RI angka kriminalitas di Indonesia tahun
2017 menurun sekitar 23 %, namun menurut sebagian pakar bawah penurunan angka
kriminalitas ini dibarengi dengan meningkatnya variasi modus tindak kriminal yang
semakin sadis. Seperti yang baru-baru ini terjadi di sampang madura, seorang guru
akhirnya meninggal dunia setelah dipukul oleh siswanya. Kalau dulu siswa hanya berani
mengolok-olok, membentak, mengejek guru, tapi sekarang siswa sudah berani memukul
guru, bahkan bisa jadi berikutnya ada kasus siswa membacok guru dan sebagainya
(Naudzubillah). Inilah tantangan yang dihadapi oleh guru diera digital. Guru sedang
menghadapi siswa yang sebagian pikiran, karakter dan tingkah lakunya telah dipengaruhi
oleh perangkat pintar bernama Handphone. Kurangnya perhatian orang tua terhadap
anaknya, sehingga anak menghabiskan sebagian besar waktunya untuk bermain game,
chatting di medsos, maupun berselancar di dunia maya. Jika yang diakses oleh para siswa
adalah hal-hal yang positif, maka itu sangat besar manfaatnya. Namun jika sebaliknya,
maka itulah yang menjadi tantangan besar para orang tua, guru, masyarakat dan
pemerintah.
Maka seharusnya keadaan ini segera dipikirkan dan ditangani segera mungkin
agar masalah yang dihadapi oleh guru yaitu mendapatkan jaminan keamanan dan
keselamatan dapat terlealisasi yaitu dengan dibuatkan UU khusus tentang perlindungan
hukum profesi guru.
Selain itu kegiatan-kegiatan yang bernuansa religius harus digalakkan baik di
kalangan guru maupun siswa sebagai usaha perbaikan karakter. Karena ajaran agama yang
diamalkan dengan baik bisa mejadi benteng yang kokoh untuk menepis dampak buruk dari
kemajuan teknologi di era digital. Sehingga diharapkan sambil menunggu dibuatkanya UU
yang khusus mengatur perlindungan hukum profesi guru, maka angka kekerasan dan
penganiayaan terhadap guru bisa diminimalisir sekecil mungkin.
C. Kesimpulan
Berdasarkan permasalahan dan pembahasan yang telah diuraikan diatas maka
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Guru harus terus berupaya meningkatkan kompetensi dirinya sebagai tenaga
profesional, baik itu kompetensi profesional, pedagodik, sosial dan kepribadian.
Sehingga guru diharapkan mampu menyelesaikan maslah-masalah disekolah dengan
strategi dan cara yang baik dan manusiawi.
2. Pemerintah agar membuat Undang-Undang yang khusus mengatur perlindungan hukum
profesi guru, sebagaimana yang tertuang dalam UU Nomor 14 Tahun 2005 bagian ke
delapan. Sehingga penanganan kasus yang menyangkut perlindungan guru lebih jelas
dan terarah.
3. Organisasi profesi guru perlu dilengkapi dengan personel yang tugasnya melakukan
advokasi hukum. Guru pun perlu didorong untuk menjadi anggota profesi guru, supaya
ketika menghadapi masalah, guru dapat meminta bantuan kepada induk organisasinya
untuk melakukan pendampingan atau bantuan hukum.
4. Masyarakat dan keluarga seharusnya menghormati dan mendukung upaya guru untuk
mendisiplinkan peserta didik, serta membantu upaya mendidik anak-anaknya dirumah
dan dilingkungan masyarakat sehingga terjadi kesinergian dalam mendidik anak.
5. Kegiatan-kegiatan yang bernuansa religius harus digalakkan baik di kalangan guru
maupun siswa. Karena ajaran agama yang diamalkan dengan baik bisa mejadi benteng
yang kokoh untuk menepis dampak buruk dari kemajuan teknologi di era digital.
DAFTAR PUSTAKA

Kemendikbud RI [Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia]. (2012).


Kebijakan Pengembangan Profesi Guru. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan

Setneg RI [Sekretariat Negara Republik Indonesia]. (2005). Undang-Undang Republik


Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Jakarta: Sekretariat Negara
Republik Indonesia.

Setneg RI [Sekretariat Negara Republik Indonesia]. (2003). Undang-Undang Republik


Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Sekretariat
Negara Republik Indonesia.

Endang Komara, Perlindungan Profesi Guru Di Indonesia, Jurnal Indonesia Untuk


Kajian Pendidikan, 1(2) September 2016

Mustofa, Upaya Pengembangan Profesionalisme Guru Di Indonesia,Jurnal Ekonomi &


Pendidikan, Volume 4 Nomor 1, April 2007

Satriyo Agung Dewanto, Perlindungan Guru di Era Reformasi, artikel jurnal pendidikan
Universitas Negeri Yogyakarta, 2016

Rohaniya, Perlindungan Guru Dan Tenaga Kependidikan (Hukum, Profesi, K3 dan


HAKI), Artikel Simposium Guru Nasional, 2016

Anda mungkin juga menyukai