Anda di halaman 1dari 3

Banyak potensi dari sektor pertanian dan

turunannya. Untuk mete, misalnya, Jatim


berkontribusi 11% terhadap produksi mete
nasional, dan itu penopang utamanya adalah
empat kabupaten di Madura dengan lahan
seluas 30.167 hektare. Di pengolahan perikanan,
produksi terasi luar biasa beasr, mencapai
kisaran 500.000 kilogram per tahun. Belum lagi
jamu yang terbuat dari bahan-bahan berbasis
pertanian yang produksinya mencapai 100.000
kilogram per tahun.angan sampai industrialisasi
di Madura mengabaikan pembangunan sektor
pertanian. Itu berbahaya bagi perekonomian
Madura, terutama terkait masalah kemiskinan
dan penyerapan tenaga kerja,” ujar Andi, sapaan
akrab Ali Affandi.

Menurut Andi, seiring dengan pembangunan


Jembatan Suramadu, akan banyak investor
masuk ke Madura. Apalagi jika Pelabuhan Socah
di Bangkalan dan sejumlah kawasan industri
penunjangnya telah selesai dibangun. Tidak
hanya Bangkalan yang lebih dekat ke Surabaya,
kota-kota lain seperti Pamekasan dan Sampang
juga bakal banyak diminati investor.

Namun, dia mengingatkan agar industrialisasi di Madura tidak hanya untuk mencari tenaga kerja dengan
upah murah. “Industri yang masuk diharapkan bisa menunjang sektor pertanian. Artinya, harus ada
industrialisasi sektor pertanian,” jelas alumnus alumnus studi manajemen bisnis internasional di Fontys
University of Applied Sciences Belanda dalam program Erasmus Exchange tersebut.
“Industrialisasi di Madura haruslah bertumpu pada karakteristik lokal (economies of localization), dalam
hal ini adalah sektor pertanian dan subsektornya. Selain itu, industrialisasi harus berbasis pada kebijakan
pemberdayaan masyarakat lokal (endogenous development policies), dalam hal ini industrialisasi tidak
meminggirkan masyarakat setempat,” imbuh Andi.

Andi mencontohkan industrialisasi pertanian itu bisa dilakukan dengan pembangunan pabrik pengolahan
hasil pertanian dan subsektornya, termasuk perikanan dan perkebunan. Industri yang diperlukan, antara
lain, pengolahan ikan, pabrik pengolahan jagung, pabrik pengolahan tebu, pabrik pengolahan kedelai,
kacang mete, dan pembuatan produk turunan dari komoditas buah-buahan yang ada.

“Banyak potensi dari sektor pertanian dan turunannya. Untuk mete, misalnya, Jatim berkontribusi 11%
terhadap produksi mete nasional, dan itu penopang utamanya adalah empat kabupaten di Madura
dengan lahan seluas 30.167 hektare. Di pengolahan perikanan, produksi terasi luar biasa beasr,
mencapai kisaran 500.000 kilogram per tahun. Belum lagi jamu yang terbuat dari bahan-bahan berbasis
pertanian yang produksinya mencapai 100.000 kilogram per tahun. Ini harus dijaga,” ujarnya.

Andi menambahkan, integrasi antara sektor industri dan pertanian bukan tanpa sebab. Penunjang
ekonomi Madura selama ini adalah sektor pertanian. Di Pamekasan, misalnya, sektor pertanian
menyumbang 39% terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Di Bangkalan, sektor pertanian
menyumbang 35,61% terhadap PDRB setempat.

“Ke depan, empat kabupaten di Madura harus perlu memilih secara cermat mana saja produk pertanian
mereka yang potensial untuk dikembangkan. Bukan hanya di hulu, namun juga dapat dikembangkan
disektor hilir industri pengolahannya,” papar Andi.

Yang tidak kalah penting, ungkapnya, pemerintah harus membuat program stimulus untuk produk
pertanian yang terpilih. Dan ini ditujukan agar produk petanian tersebut bisa dikembangkan menjadi
produk industri olahan berbasis pertanian. “Dengan demikian, stimulus program di sekor pertanian ini
bisa dinikmati oleh petani, industri dan konsumen. Dan pada gilirannya bisa memicu peningkatan
pertumbuhan ekonomi di Madura,” ujarnya.
Andi berharap agar pengembangan sektor ini bisa dilakukan secara bersama-sama oleh empat
kabupaten di Madura. “Jangan parsial. Konsepnya harus terpadu. Empat kabupaten itu harus duduk
bersama membikin skema pengembangan yang terintegrasi. Harus ada kluster-kluster yang jelas. Dari
klusterisasi itulah, masing-masing kabupaten akan menemukan core competence yang akan jadi modal
utama pengembangan ekonomi,” ujarnya.

Dengan langkah tersebut, Andi yakin ekonomi Madura akan berlari lebih kencang. Saat ini, ekonomi
Madura relatif tertinggal dari daerah-daerah lain di Jawa Timur. Dari indikator perbankan juga bisa dilihat
pergerakan perekonomian di Pulau Garam tak secepat yang diharapkan. Penghimpunan dana pihak
ketiga (DPK) perbankan di empat kabupaten wilayah Madura mencapai Rp 3 triliun atau hanya kisaran
tak sampai 2% dari total DPK di Jatim. Adapun penyaluran kreditnya di kisaran Rp 3,826 triliun atau
hanya 1,9 persen dari total kredit perbankan di Jatim.

Pengukuran daya saing daerah oleh Bank Indonesia (BI) dan LP3E FE Universitas Padjadjaran (2008)
menunjukkan, empat kabupaten di Madura menempati posisi yang kurang memuaskan. Secara
keseluruhan, daya saing Bangkalan berada di peringkat 331 dari 434 kota/kabupaten yang diteliti,
Sampang berada di peringkat 407, Sumenep di peringkat 248, dan Pamekasan di peringkat 406.

Peringkat daya saing yang rendah ini tidak sepadan dengan potensi ekonomi yang ada di Madura,
terutama potensi ekonomi sumberdaya alam, yang sangat besar. Bahkan, daya saing kabupaten-
kabupaten di Madura kalah dengan wilayah yang jelas-jelas potensi ekonominya di bawah Madura,
seperti Jombang (peringkat 190), Magetan (283), atau Ponorogo (265). kabarbisnis.com

Anda mungkin juga menyukai