Anda di halaman 1dari 23

Kajian Jurnal

Uji Terkontrol Acak Menilai Efek Suplementasi Nutrisi


Terhadap Fungsi Penglihatan Pada Subjek Normal dan Dengan
Penyakit Makula Terkait Usia: Desain Studi dan Metodologi

Disusun Oleh

Nabilla Risdiana P

1102012188

Pembimbing

Kol. (Purn) dr. Dasril Dahar, Sp.M

KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT MATA

PERIODE 6 AGUSTUS – 9 SEPTEMBER 2018

RUMAH SAKIT TK II MOHAMMAD RIDWAN MEURAKSA

JAKARTA TIMUR
Uji Terkontrol Acak Menilai Efek Suplementasi Nutrisi Terhadap Fungsi Penglihatan
Pada Subjek Normal dan Dengan Penyakit Makula Terkait Usia: Desain Studi dan
Metodologi

Kata kunci pencarian :


Penyakit makula terkait usia (AMD), suplementasi nutrisi, antioksidan, pencegahan

Dipilih jurnal dengan judul asli :


A randomised controlled trial investigating the effect of nutritional supplementation on visual
function in normal, and age-related macular disease affected eyes: design and methodology

Authors :
HANNAH BARTLETT, FRANK EPERJESI

Di muat di :
Neurosciences Research Institute, School of Life and Health Sciences, Aston University,
United Kingdom, October 13, 2003

Diunduh di :
https://www.nutrionjcom/content/2/1/12
Pada tanggal 13 Agustus 2018. Pukul 16.45 WIB

1
ABSTRAK

Latar belakang: Penyakit makula terkait usia adalah penyebab utama kebutaan di negara
maju. Satu hipotesis etiologi melibatkan oksidasi, dan kerentanan intrinsik retina terhadap
kerusakan melalui proses ini. Hal ini mendukung adanya pengaruh peran antioksidan,
terutama karotenoid lutein dan zeaxanthin, dalam pencegahan dan pengobatan penyakit mata
ini.

Metode: Tujuan dari studi terkontrol acak ini adalah untuk menentukan efek dari suplemen
gizi yang mengandung lutein, vitamin A, C, E, zinc, dan tembaga pada fungsi visual subjek
dengan atau tanpa penyakit makula terkait usia. Ukuran hasil adalah ketajaman visual,
sensitivitas kontras, penglihatan warna, lapang pandang makula, glare recovery, dan foto
fundus. Randomisasi dilakukan dengan program penghasil nomor acak, dan penyamaran
dilakukan dengan pengkodean pihak ketiga terhadap wadah obat aktif dan plasebo.
Pengumpulan data akan berlangsung pada bulan 9 dan bulan 18, dan analisis statistik
menggunakan uji T Student.

Pembahasan: Kurangnya modalitas terapi untuk penyakit makula terkait usia telah
mendorong penelitian untuk mengembangkan strategi pencegahan. Efek positif pada subjek
normal menunjukkan peran suplementasi nutrisi dalam mencegah atau menunda timbulnya
kondisi tersebut. Manfaat yang diamati pada kelompok penyakit makula terkait usia dapat
mengindikasikan peran potensial suplementasi dalam pencegahan progresivitas, atau bahkan
pengembalian dampak visual yang disebabkan oleh kondisi ini.

LATAR BELAKANG

1. Epidemiologi degenerasi makula terkait usia

Degenerasi makula terkait usia merupakan penyebab terbanyak kebutaan di negara maju, dan
prevalensinya diperkirakan terus meningkat seiring dengan pergerseran ke kanan dari
demografi. Untuk menyamakan terminologi, sistem klasifikasi untuk degenerasi makula
terkait usia telah dikembangkan. Awal dan tahap akhir dari kondisi ini disebut makulopati
terkait usia (ARM) dan degenerasi makula terkait usia (AMD). Istilah penyakit makula
terkait usia sudah mencakup ARM dan AMD.

2
AMD non neovaskular adalah bentuk yang paling umum, dan diperkirakan muncul 15% mata
pada usia 80 tahun. Progresivitas lambat dan kebutaan diperkirakan terjadi antara 5 dan 10
tahun. AMD neovaskular lebih jarang terjadi dan timbul pada 5,2% populasi usia diatas 75
tahun, namun mengakibatkan 90% kejadian kebutaan. Penderita mengalami kehilangan visus
sentral yang cepat dan signifikan. AMD neovaskular umumnya didahului oleh bentuk non-
neovaskular.

Gambar 1. Fundus manusia

2. Klinikopatogenesis penyakit makula terkait usia

Makula memiliki diameter sekitar 5 mm dan terletak di pusat retina. Ini memiliki area sentral,
sekitar 1,5 mm diameter, yang disebut fovea. Fovea terletak sekitar 4 mm temporal dari disk
optik. Dasar tengah fovea disebut foveola, yang memiliki diameter 0,35 mm dan merupakan
bagian paling tipis dari retina dan hanya mengandung fotoreseptor kerucut serta nuklei.

3. Etiologi AMD

Etiologi pasti AMD tidak diketahui, namun terdapat beberapa hipotesis:

Perubahan membran Bruch dan retinal pigment epithelium (RPE) terkait usia

RPE berada diantara membran Bruch dan bagian sensoris retina. RPE membentuk sawar
darah retina, terlibat dalam metabolime vitamin A, transportasi metabolit dari choroid ke
retina, menghasilkan mukopolisakarida, dan menghancurkan fotoreseptor segmen luar yang
rusak. Membran Bruch memisahkan RPE dari choriocapillaris yang memperdarahi retina
bagian luar.

3
Pertambahan usia mendukung peningkatan jumlah lipid pada membran Bruch, dan makula
dipengatuhi oleh proses ini. Perubahan terhadap difusi pada membran Bruch dapat
menyebabkan AMD.

Senesens sel RPE terjadi lebih awal dari pada tipe sel lain, seperti fibroblast. Sel RPE Foveal
menurunkan kepadatan dan secara selektif kehilangan bentuk heksagonal seiring usia.
Perubahan ini berkontribusi pada awal AMD.

Insufisiensi Vaskular

Perubahan pada choroid dan pembuluh darah di sklera menyebabkan peningkatan resistensi
hemodinamik dan hal ini diperkirakan merusak RPE. Aliran darah choricapillaris foveal
menurun seiring usia dan didapatkan lebih menurun pada pasien AMD. Hasil laser doppler
flowmetry menunjukkan penurunan volume darah choroid melalui penurunan densitas dan
diameter choriocapillaris.

Genetik

Peningkatan risiko AMD telah ditunjukkan dengan riwayat keluarga yang positif.. Sangat
mungkin bahwa mereka dengan predisposisi yang diturunkan untuk kondisi ini akan
menderita AMD setelah terpapar faktor risiko tertentu.

Hipotesis stres oksidatif radikal bebas

Oksigen reaktif intermediet (ROI) adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan
oksidan dan radikal bebas. Radikal bebas dapat digambarkan sebagai 'atom atau molekul
yang memiliki satu atau lebih elektron tak berpasangan' sebgaai contoh yaitu anion
superoksida (O2- •) dan radikal bebas hidroksil (OH •). Oksidan seperti single oksigen dan
hidrogen peroksida (H2O2) mengandung elektron berpasangan, tetapi dalam keadaan reaktif.
Diusulkan bahwa banyak penyakit degeneratif dihasilkan dari reaksi ROI yang tidak
terkontrol di dalam tubuh. Radikal bebas akan berusaha mencapai stabilitas dengan
mendapatkan elektron dari molekul lain. Molekul-molekul ini menjadi 'agen pereduksi'
dengan menyumbangkan elektron dan dirusak oleh proses ini. Di retina kerusakan ini dapat
menyebabkan penyakit makula terkait usia. Retina rentan tehadap stres oksidatif karena:

- Retina sering terpapat radiasi tinggi terutama sinar biru


- Konsumsi oksigen oleh retina lebih besar dibandingkan jaringan lain.

4
- Segmen luar fotoreseptor terdiri dari banyak asam lemak tidak jenuh, dimana ikatan
asam lemak tersebut kaya akan elektron.
- Pada retina terdapat photosensitisers yang dapat menyebabkan sel dan jaringan
sensitif terhadap iradiasi.
- Fagositosis RPE memicu ROI

Tubuh memiliki beberapa mekanisme pertahanan terhadap kerusakan radikal bebas, termasuk
enzim antioksidan seperti superoksida dismutase dan katalase, vitamin antioksidan seperti
vitamin C, E dan beberapa karotenoid, dan senyawa antioksidan lainnya seperti
metallationein, melanin, dan glutathione.

4. Antioksidan dan AMD

Kurangnya pilihan terapi untuk AMD telah mendorong pencarian strategi pencegahan yang
mungkin dilakukan. Faktor risiko utama untuk AMD adalah bertambahnya usia, merokok,
dan riwayat keluarga. Faktor risiko lainnya termasuk jenis kelamin perempuan, etnis kulit
putih, paparan sinar matahari, asupan lemak makanan yang tinggi, hipertensi, dan tingkat
antioksidan yang rendah. Oleh karena itu risiko ARM dan AMD dapat dikurangi dengan
perubahan gaya hidup seperti stop merokok, meminimalkan paparan sinar matahari,
mengurangi asupan lemak, dan mempertahankan tingkat antioksidan.

5. Peran lutein dan zeaxanthin dalam pencegahan dan terapi penyakit makula terkait
usia

Karotenoid isometrik lutein, zeaxanthin, dan mesozeaxanthin membentuk pigmen makula


(PM) yang muncul secara klinis sebagai warna kuning ke area makula. Manusia tidak dapat
menghasilkan karotenoid tetapi menggunakannya untuk berbagai fungsi. Karotenoid
disintesis pada tumbuhan, alga dan bakteri, dan pola makan barat yang normal mengandung
1,3–3 mg / hari lutein dan zeaxanthin.

Jaringan okular mengandung beberapa karotenoid, tetapi retina lebih khusus mengandung
lutein dan zeaxanthin. Lutein dan zeaxanthin terkandung di sel batang segmen luar retina,
dimana mereka akan paling dibutuhkan, dan konsentrasinya telah terbukti lebih tinggi di
daerah makula daripada retina perifer. Bukti ini mendukung uptake selektif lutein yang
terjadi di retina dan berperan penting dalam pemeliharaan kesehatan okular.

5
Penurunan risiko AMD sebanyak 70% telah ditunjukkan dengan kadar lutein / zeaxanthin
yang tinggi di plasma (> 0,67 μmol / L) dibandingkan dengan kadar yang lebih rendah (0,25
μmol / L). Sebuah studi tentang nilai kadar lutein dan zeaxanthin retina pada mata donor
didapatkan risiko AMD lebih rendah 82% pada 25% retina dengan kadar lutein dan
zeaxanthin tertinggi, dibandingkan dengan 25% kadar lutein dan zeaxanthin yang terendah.
Pengukuran densitas optik pigmen makula (POD) pada mata yang sehat menunjukkan
penurunan yang berkaitan dengan usia, dan mata sehat yang dianggap berisiko AMD
memiliki jumlah PM lebih sedikit dibandingkan mata sehat yang tidak berisiko. Bukti ini
menunjukkan bahwa kadar lutein dan zeaxanthin plasma dan retina yang lebih rendah
merupakan risiko AMD.

Suplementasi harian selama 140 hari dengan 30 mg ester lutein menghasilkan peningkatan
tujuh kali lipat kadar serum lutein dan peningkatan 20–40% dalam MPOD. Peningkatan 35%
kadar serum lutein dan peningkatan 20% dalam MPOD ditunjukkan dalam penelitian yang
melengkapi 11 subjek setiap hari dengan 11 mg lutein dari 60 g bayam dan 150 g atau
jagung. Suplementasi dengan 10 mg/hari ester lutein selama 12 minggu terbukti
meningkatkan kadar serum lutein sebanyak lima kali dan MPOD sekitar 20%. Studi-studi ini
menunjukkan bahwa suplementasi lutein meningkatkan kadar lutein plasma dan retina.

Lutein dan zeaxanthin diketahui melindungi retina dengan dua cara. Pertama, mereka
bertindak sebagai filter sinar biru. Spektrum aksi sinar biru yang dapat merusak yaitu pada
maksimum 400 nm dan 450 nm, dan ini sesuai dengan nilai spektrum penyerapan pigmen
makula. Kedua, mereka mampu mengatasi radikal bebas. Lutein dan zeaxanthine juga
bereaksi dengan radikal peroksi yang terlibat dalam peroksidasi lipid.

TUJUAN

Untuk menilai efek pemberian lutein dan suplementasi antioksidan selama 18 bulan dengan
mengukur fungsi visual pada subjek dengan atau tanpa penyakit makula terkait usia.

METODE DAN MATERIAL

Pengumpulan subjek

Studi ini memerlukan subjek dengan atau tanpa penyakit makula terkait usia. Metode
pengumpulan subjek dengan cara mengirimkan informasi ke optometris, ophtalmologis, dan

6
pusat rehabilitasi pasien dengan kebutaan di Birmingham, serta bagian editorial Birmingham
evening email. Pengumpulan data dilakukan di ruang konsultasi universitas Aston.

Kriteria inklusi dan eksklusi

Kriteria inklusi:

- Dapat melakukan informed consent tertulis


- Dapat melakukan tiga kali kunjungan ke universitas Aston
- Tidak menderita kondisi patologis pada salah satu mata, atau hanya menderita AMD
kering pada salah satu mata

Kriteria eksklusi:

- Menderita diabetes melitus tipe I atau II, karena vitamin E dapat mengganggu
toleransi glukosa
- Menderita retinopati diabetes
- Dalam terapi warfarin, karena zinc dapat menurunkan absorpsi dan kerja warfarin
- Sedang mengkonsumsi suplemen nutrisi yang berpotensi meningkatkan intake
vitamin dan mineral melebihi batas normal
- Menderita opasitas lensa yang menghalangi pemeriksaan funduskopi
- Menderita AMD neovaskular atau penyakit mata lainnya yang berpotensi
mengganggu hasil penelitian

Penyamaran Studi

Plasebo dan obat aktif diproduksi oleh perusahaan Quest Vitamin Ltd, Aston Science Park,
Birmingham. B7 4AP memiliki tampilan luar dan dalam serta rasa yang identik. Produsen
obat memberikan lambang yang berbeda pada kedua jenis obat yaitu µ dan λ. Kedua obat
dikemas dan wadah yang serupa; yang membedakan hanya lambang pada label obat. Peneliti
dan partisipan sama-sama tidak mengetahui lambang mana yang menunjukkan plasebo atau
obat aktif.

Intervensi

Obat aktif mengandung:

- Lutein 6 mg
- Vitamin A 750 µg

7
- Vitamin C 250 mg
- Vitamin E 34 mg
- Zinc 10 mg
- Tembaga 0,5 mg

Setiap partisipan pada kedua kelompok penelitian diinstruksikan untuk mengkonsumsi satu
tablet perhari pada waktu yang sama saat sedang makan.

Randomisasi

Fungsi penghasil angka acak di Microsoft Excel digunakan untuk mengalokasikan peserta ke
kelompok μ atau λ. Angka ganjil diperuntukkan ke kelompok μ.

Data dasar

Peserta diminta mengisi kuesioner kesehatan, kuesioner frekuensi makanan, dan buku harian
makanan. Kuesioner kesehatan memberikan informasi tentang kesehatan umum, obat-obatan,
suplementasi nutrisi, riwayat merokok, kesehatan okular, dan lama tinggal diluar negeri.
Kuesioner makanan dan buku harian makanan untuk analisis dengan program Foodbase
2000.

Penilaian hasil

Pemeriksaan terhadap beberapa ukuran fungsi visual diperlukan, karena penyakit makula
terkait usia dapat menimbulkan berbagai tanda dan gejala.

- Ketajaman visual

Ketajaman visual (VA) jarak dekat dan jarak standar diukur menggunakan grafik logMAR
Bailey-Lovie. Grafik LogMAR memiliki 5 huruf dan peningkatan 0,1 log MAR per baris.
Keuntungan menggunakan grafik ini adalah mereka menyediakan skala interval yang sama,
dan ada lima huruf per baris. Grafik Snellen standar tidak memberikan skala linier dan
memiliki jumlah huruf per baris yang menurun karena ukuran huruf meningkat.

- Sensitivitas kontras

Sensitivitas kontras (CS) diukur dengan menggunakan grafik Pelli-Robson (Clement Clarke
International, Edinburgh Way, Harlow, Essex, CM20 2TT, UK) serta dapat memberikan
informasi tambahan tentang ketajaman visual. Grafik Pelli-Robson menentukan kontras yang

8
diperlukan untuk membaca huruf besar dan dirancang untuk menguji frekuensi spasial.
rendah-sedang. Beberapa orang mungkin memiliki ketajaman visual yang normal, tetapi
sensitivitas kontras dapat menurun pada frekuensi spasial rendah, terutama jika mereka
menderita kelainan mata seperti penyakit makula terkait usia.

- Penglihatan terhadap warna

Penglihatan terhadap warna diukur menggunakan uji penglihatan warna kuantitatif PV-16
(Precision Vision Inc, 944 First Street, La Salle, IL, 61301, USA). Penyakit maculak dapat
menyebabkan defisiensi penglihatan warna biru-kuning ketika fotoreseptor pendek-
gelombang panjang terkonsentrasi di sekitar fovea.

- Uji Pemetaan Makula

Uji pemetaan makula (MM) (The Smith-Kettlewell Research Institute, 2318 Fillmore Street,
San Francisco, CA, 94115, USA) dikembangkan untuk memetakan defek visual yang
disebabkan oleh penyakit makula. Uji ini dikembangkan oleh MacKeben dan Colenbrander.
Uji ini berbeda dengan analisis lapang pandang konvensional dimana hanya menggunakan
rangsang huruf tunggal daripada titik-titik cahaya. Pada akhir tes, satu angka disajikan.

- Glare recovery

Eger Macular Stressometer (EMS) (Gulden Ophthalmics, Elkins Park, PA 19027) digunakan
untuk menilai glare recovery, juga dikenal sebagai photostress recovery time (PSRT). Ini
adalah waktu yang dibutuhkan untuk regenerasi fotopigmen dalam fotoreseptor ke tingkat
yang memungkinkan timbulmya resolusi, seperti melihat pada jarak yang sangat dekat.
Resintesis dari fotopigmen tergantung pada integritas fotoreseptor dan RPE. Oleh karena itu
PSRT dapat memanjang pada mereka dengan penyakit yang mempengaruhi struktur ini.

- Foto fundus

Foto fundus pada makula diperiksa dengan program analisis warna dan tepi fundus.

Follow up

Pengumpulan data dilakukan saat awal, bulan ke 9, dan bulan ke 18.

Analisis

9
Untuk setiap penilaian hasil, perubahan antara data dasar, bulan ke 9, dan bulan ke 18 akan
dihitung. Uji T student digunakan untuk menentukan apakah terdapat perbedaan dengan
tingkat signifikansi 5% antara plasebo dan obat aktif pada kelompok peserta penyakit makula
terkait usia dan peserta normal, setelah perbedaan usia, jenis kelamin dan diet telah dianalisis.

Power penelitian

Dari pengumpulan data awal peneliti telah menghitung ukuran kelompok perlakuan yang
diperlukan untuk mendapatkan power penelitian 80% pada tingkat signifikansi 5% untuk tes
VA, CS, MM, dan EMS. Nilai-nilai ini menunjukkan bahwa dibutuhkan total 63 peserta
normal, dan 96 peserta dengan penyakit makula terkait usia.

Persetujuan etik

Penelitian ini telah disetujui oleh Aston University Human Sciences Ethical Committee.
Deklarasi Helsinki juga diterapkan.

PEMBAHASAN

Studi tersamar acak berbeda dari studi observasional karena jenis penelitian dapat
menentukan kausa. Pengaruh variabel perancu dikurangi dengan randomisasi peserta pada
kelompok intervensi, dan mengurangi pengaruh bias peneliti.

Didapatkan bukti bahwa deposisi selektif lutein di retina, peningkatan jumlah lutein di retina
dan serum dengan suplementasi, dan peningkatan risiko penyakit makular terkait usia dengan
penurunan kadar lutein retina. Studi terkontrol acak ini dapat memberikan informasi lebih
lanjut mengenai efek suplementasi lutein dan antioksidan pada pengukuran spesifik fungsi
visual pada subjek dengan atau tanpa penyakit makula terkait usia. Kekurangan modalitas
terapi untuk kondisi ini telah mendorong penelitian untuk pengembangan strategi
pencegahan. Efek positif dari suplementasi pada subjek normal menunjukkan potensi
pencegahan atau penundaan onset penyakit makular terkait usia. Hal ini mungkin sangat
penting bagi mereka yang memiliki riwayat keluarga positif, atau paparan terhadap faktor
risiko lainnya. Efek positif pada mata dengan penyakit makula terkait usia mungkin
menunjukkan peran suplementasi nutrisi dalam pencegahan perkembangan penyakit, atau
bahkan dalam perbaikan gejala.

10
TINJAUAN PUSTAKA

PENYAKIT MAKULA TERKAIT USIA

DEFINISI

Penyakit makula terkait usia (AMD) adalah penyakit degeneratif pada sentral retina atau
makula dan merupakan penyebab gangguan visual berat pada usia tua. Gangguan deterioratif
terjadi pada sinsitium fungsional dari choriocapillaris, retinal pigment epithelium (RPE), dan
bagian neurosensoris dari retina yang mengakibatkan kehilangan visual sentral.

AMD merupakan degenerasi makula yang timbul pada usia lebih dari 50 tahun; ditandai
dengan lesi makula berupa drusen, hiperpigmentasi atau hipopigmentasi yang berhubungan
dengan drusen pada kedua mata, neovaskularisasi koroid, perdarahan sub-retina, dan
lepasnya epitel pigmen retina.

EPIDEMIOLOGI

Berdasarkan American Academy of Ophthalmology, penyebab utama penurunan penglihatan


atau kebutaan di Amerika Serikat yaitu umur yang lebih dari 50 tahun. Data di Amerika
Serikat menunjukkan 15% penduduk usia 75 tahun ke atas mengalami degenerasi makula.
Bentuk yang paling sering adalah age-related macular degeneration (AMD).

AMD non neovaskular adalah bentuk yang paling umum, dan diperkirakan muncul 15% mata
pada usia 80 tahun. Progresivitas lambat dan kebutaan diperkirakan terjadi antara 5 dan 10
tahun. AMD neovaskular lebih jarang terjadi dan timbul pada 5,2% populasi usia diatas 75
tahun, namun mengakibatkan 90% kejadian kebutaan. Penderita mengalami kehilangan visus
sentral yang cepat dan signifikan. AMD neovaskular umumnya didahului oleh bentuk non-
neovaskular.

ANATOMI RETINA

Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semi-transparan, dan multilapis yang
melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata. Retina membentang ke depan
hampir sama jauhnya dengan korpus siliare, dan berakhir di tepi ora serrata. Pada orang
dewasa, ora serrata berada sekitar 6,5 mm di belakang garis Schwalbe pada sisi temporal dan
5,7 mm di belakang garis ini pada sisi nasal. Permukaan luar retina sensorik bertumpuk
dengan lapisan epitel berpigmen retina sehingga juga bertumbuk dengan membrana Bruch,

11
khoroid, dan sklera. Di sebagian besar tempat, retina dan epitelium pigmen retina mudah
terpisah hingga membentuk suatu ruang subretina, seperti yang terjadi pada ablasio retina.
Tetapi pada diskus optikus dan ora serrata, retina dan epitelium pigmen retina saling melekat
kuat, sehingga membatasi perluasan cairan subretina pada ablasio retina.

Lapisan-lapisan retina, mulai dari sisi dalamnya, adalah sebagai berikut:

1. Membrana limitans interna


2. Lapisan serat saraf, yang mengandung akson-akson sel ganglion yang berjalan
menuju ke nervus optikus
3. Lapisan sel ganglion
4. Lapisan pleksiformis dalam, yang mengandung sambungan-sambungan sel
ganglion dengan sel amakrin dan sel bipolar
5. Lapisan inti dalam badan sel bipolar, amakrin dan sel horizontal
6. Lapisan pleksiformis luar, yang mengandung sambungan-sambungan sel bipolar
dan sel horizontal dengan fotoreseptor
7. Lapisan inti luar sel fotoreseptor
8. Membrana limitans eksterna
9. Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan kerucut
10. Epitelium pigmen retina

12
Retina mempunyai tebal 0,1 mm pada ora serrata dan 0,23 mm pada kutub posterior. Di
tengah-tengah retina posterior terdapat makula. Secara klinis makula dapat didefinisikan
sebagai daerah pigmentasi kekuningan yang disebabkan oleh pigmen luteal (xantofil), yang
berdiameter 1,5 mm. Makula juga adalah daerah yang dibatasi oleh arkade-arkade pembuluh
darah retina temporal. Di tengah makula, sekitar 3,5 mm di sebelah lateral diskus optikus,
terdapat fovea, yang secara klinis jelas-jelas merupakan suatu cekungan yang memberikan
pantulan khusus bila dilihat dengan oftalmoskop.

Retina menerima darah dari dua sumber : choriocapillaris yang berada tepat di luar
membrana Bruch, yang mendarahi sepertiga luar retina, termasuk lapisan pleksiformis luar
dan lapisan inti luar, fotoreseptor, dan lapisan epitel pigmen retina, serta cabang-cabang dari
arteri retina sentralis yang memperdarahi dua per tiga sebelah dalam.

FISIOLOGI RETINA

Retina adalah jaringan paling kompleks di mata. Untuk melihat, mata harus berfungsi sebagai
suatu alat optis, sebagai suatu transducer yang efektif. Sel-sel batang dan kerucut di lapisan
fotoreseptor mampu mengubah rangsangan cahaya menjadi suatu impuls saraf yang
dihantarkan oleh lapisan serat saraf retina melalui saraf optikus dan akhirnya ke korteks
penglihatan. Makula bertanggung jawab untuk ketajaman penglihatan yang terbaik dan untuk
penglihatan warna, dan sebagian besar selnya adalah sel kerucut. Di fovea sentralis, terdapat
hubungan hampir 1:1 antara fotoreseptor kerucut, sel ganglionnya, dan serat saraf yang
keluar, dan hal ini menjamin penglihatan yang paling tajam. Di retina perifer, banyak
fotoreseptor dihubungkan ke sel ganglion yang sama, dan diperlukan sistem pemancar yang

13
lebih kompleks. Akibat dari susunan seperti itu adalah bahwa makula terutama digunakan
untuk penglihatan sentral dan warna (penglihatan fotopik) sedangkan bagian retina lainnya,
yang sebagian besar terdiri dari fotoreseptor batang, digunakan terutama untuk penglihatan
perifer dan malam (skotopik).

Fotoreseptor kerucut dan batang terletak di lapisan terluar yang avaskular pada retina
sensorik dan merupakan tempat berlangsungnya reaksi kimia yang mencetuskan proses
penglihatan. Setiap sel fotoreseptor kerucut mengandung rodopsin, yang merupakan suatu
pigmen penglihatan fotosensitif yang terbentuk sewaktu molekul protein opsin bergabung
dengan 11-sis-retinal. Sewaktu foton cahaya diserap oleh rodopsin, 11-sis-retinal segera
mengalami isomerasi menjadi bentuk all-trans. Rodopsin adalah suatu glikolipid membran
yang separuh terbenam di lempeng membran lapis ganda pada segmen paling luar
fotoreseptor. Penyerapan cahaya puncak oleh rodopsin terjadi pada panjang gelombang
sekitar 500 nm, yang terletak di daerah biru-hijau pada spektrum cahaya. Penelitian-
penelitian sensitivitas spektrum fotopigmen kerucut memperlihatkan puncak penyerapan
panjang gelombang di 430, 540, dan 575 nm masing-masing untuk sel kerucut peka biru,
hijau, dan merah. Fotopigmen sel kerucut terdiri dari 11-sis-retinal yang terikat ke berbagai
protein opsin.

Penglihatan skotopik seluruhnya diperantarai oleh fotoreseptor sel batang. Pada bentuk
penglihatan adaptasi gelap ini, terlihat bermacam-macam nuansa abu-abu, tetapi warna tidak
dapat dibedakan. Sewaktu retina telah beradaptasi penuh terhadap cahaya, sensitivitas
spektral retina bergeser dari puncak dominasi rodopsin 500 nm ke sekitar 560 nm, dan
muncul sensasi warna. Suatu benda akan berwarna apabila benda tersebut mengandung
fotopigmen yang menyerap panjang-panjang gelombang tertentu di dalam spektrum sinar
tampak (400-700 nm). Penglihatan siang hari terutama diperantarai oleh fotoreseptor kerucut,
senjakala oleh kombinasi sel kerucut dan batang, dan penglihatan malam oleh fotoreseptor
batang.

ETIOLOGI

Etiologi pasti AMD tidak diketahui, namun terdapat beberapa hipotesis:

Perubahan membran Bruch dan retinal pigment epithelium (RPE) terkait usia

RPE berada diantara membran Bruch dan bagian sensoris retina. RPE membentuk sawar
darah retina, terlibat dalam metabolime vitamin A, transportasi metabolit dari choroid ke

14
retina, menghasilkan mukopolisakarida, dan menghancurkan fotoreseptor segmen luar yang
rusak. Membran Bruch memisahkan RPE dari choriocapillaris yang memperdarahi retina
bagian luar.

Pertambahan usia mendukung peningkatan jumlah lipid pada membran Bruch, dan makula
dipengatuhi oleh proses ini. Perubahan terhadap difusi pada membran Bruch dapat
menyebabkan AMD.

Senesens sel RPE terjadi lebih awal dari pada tipe sel lain, seperti fibroblast. Sel RPE Foveal
menurunkan kepadatan dan secara selektif kehilangan bentuk heksagonal seiring usia.
Perubahan ini berkontribusi pada awal AMD.

Insufisiensi Vaskular

Perubahan pada choroid dan pembuluh darah di sklera menyebabkan peningkatan resistensi
hemodinamik dan hal ini diperkirakan merusak RPE. Aliran darah choricapillaris foveal
menurun seiring usia dan didapatkan lebih menurun pada pasien AMD. Hasil laser doppler
flowmetry menunjukkan penurunan volume darah choroid melalui penurunan densitas dan
diameter choriocapillaris.

Genetik

Peningkatan risiko AMD telah ditunjukkan dengan riwayat keluarga yang positif.. Sangat
mungkin bahwa mereka dengan predisposisi yang diturunkan untuk kondisi ini akan
menderita AMD setelah terpapar faktor risiko tertentu.

Hipotesis stres oksidatif radikal bebas

Oksigen reaktif intermediet (ROI) adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan
oksidan dan radikal bebas. Radikal bebas dapat digambarkan sebagai 'atom atau molekul
yang memiliki satu atau lebih elektron tak berpasangan' sebgaai contoh yaitu anion
superoksida (O2- •) dan radikal bebas hidroksil (OH •). Oksidan seperti single oksigen dan
hidrogen peroksida (H2O2) mengandung elektron berpasangan, tetapi dalam keadaan reaktif.
Diusulkan bahwa banyak penyakit degeneratif dihasilkan dari reaksi ROI yang tidak
terkontrol di dalam tubuh. Radikal bebas akan berusaha mencapai stabilitas dengan
mendapatkan elektron dari molekul lain. Molekul-molekul ini menjadi 'agen pereduksi'
dengan menyumbangkan elektron dan dirusak oleh proses ini.

15
Merokok

Tembakau dapat meningkatkan risiko degenerasi makula dua sampai tiga kali dari orang-
orang yang tidak pernah merokok. Merokok cenderung memiliki efek toksik pada retina.

Ras

Ras kulit putih (kaukasia) sangat rentan sangat rentan dengan terjadinya degenerasi makula
dibanding dengan orang-orang yang berkulit hitam.

KLASIFIKASI

Mencakup spektrum temuan klinis dan patologis yang luas yang dapat diklasifikasikan
menjadi dua kelompok yaitu non-eksudatif (kering) dan eksudatif (basah). Walaupun kedua
tipe ini bersifat progresif dan biasanya bilateral, manifestasi, prognosis, dan
penatalaksanaannya berbeda. Bentuk eksudatif yang lebih berat merupakan penyebab hampir
90% dari semua kasus akibat AMD.

-
AMD tipe non-eksudatif

AMD ditandai oleh atrofi dan degenerasi retina bagian luar, epitel pigmen retina,
membran Bruch, dan koriokapilaris dengan derajat bervariasi. Dari perubahan-
perubahan di epitel pigmen retina dan membran Bruch yang dapat dilihat secara
ofthalmoskopis, drusen adalah yang paling khas. Drusen adalah endapan putih-kuning,
bulat, diskret, dengan ukuran bervariasi di belakang epitel pigmen dan tersebar di
seluruh makula dan kutub posterior. Seiring dengan waktu, drusen dapat membesar,
menyatu, mengalami kalsifikasi, dan meningkat jumlahnya. Secara histopatologis,
sebagian besar drusen terdiri dari kumpulan lokal bahan eosinofilik yang terletak di
antara epitel pigmen dan membran Bruch; drusen mencerminkan pelepasan fokal
epitel pigmen. Selain drusen, dapat muncul secara progresif gumpalan-gumpalan
pigmen yang tersebar tidak merata di daerah-daerah depigmentasi atrofi di seluruh
makula. Derajat gangguan penglihatan bervariasi dan mungkin minimal. Angiografi
fluoresens memperlihatkan pola hiperplasia dan atrofi epitel pigmen retina yang
irreguler. Pada sebagian besar pasien, pemeriksaan elektrofisiologik memperlihatkan
hasil normal.

Sebagian besar pasien yang memperlihatkan drusen makula tidak pernah mengalami
penurunan penglihatan sentral yang bermakna; perubahan-perubahan atrofik dapat

16
menjadi stabil atau berkembang secara lambat. Namun, stadium eksudatif dapat timbul
mendadak setiap saat, dan selain pemeriksaan oftalmologik yang teratur, pasien diberi
Amsler grid untuk membantu memantau dan melaporkan setiap perubahan simtomatik
yang terjadi.

-
AMD tipe eksudatif

Walaupun pasien dengan AMD biasanya hanya memperlihatkan kelainan


noneksudatif, sebagian besar pasien yang menderita gangguan penglihatan berat akibat
penyakit ini mengalami bentuk eksudat akibat terbentuknya neovaskularisasi subretina
dan makulopati eksudat terkait. Cairan serosa dari koroid di bawahnya dapat bocor
melalui defek-defek kecil di membran Bruch, sehingga menimbulkan pelepasan-
pelepasan lokal epitel pigmen. Peningkatan cairan tersebut dapat semakin
menyebabkan pemisahan retina sensorik di bawahnya, dan penglihatan biasanya
menurun apabila fovea terkena. Pelepasan epitel pigmen retina dapat secara spontan
menjadi datar, dengan bermacam-macam akibat dari penglihatan, dan meninggalkan
daerah geografik depigmentasi di bagian yang terkena.

Dapat terjadi pertumbuhan pembuluh-pembuluh baru ke arah dalam yang meluas dari
koroid sampai ruang subretina dan merupakan perubahan histopatologik terpenting
yang memudahkan timbulnya pelepasan makula dan gangguan penglihatan sentral
irreversible pada pasien dengan drusen. Pembuluh-pembuluh baru ini tumbuh dalam
konfigurasi roda pedati dasar atau sea-fan menjauhi tempat mereka masuk ke dalam
ruang subretina. Kelainan klinis awal pada neovaskularisasi subretina bersifat samar
dan sering terabaikan; selama stadium pembentukan pembuluh baru yang samar ini,
pasien asimtomatik, dan pembuluh-pembuluh baru tersebut mungkin tidak tampak baik
secara oftalmoskopis maupun angiografis.

Walaupun sebagian membran neovaskular subretina dapat mengalami regresi spontan,


perjalanan alamiah neovaskularisasi subretina pada AMD mengarah ke gangguan
penglihatan sentral yang irreversible dalam selang waktu yang bervariasi. Retina
sensorik mungkin rusak akibat edema kronik, pelepasan, atau perdarahan di bawahnya.
Selain itu, pelepasan retina hemoragik dapat mengalami metaplasia fibrosa sehingga
terbentuk suatu massa subretina yang disebut jaringan parut disiformis. Massa
fibrovaskular yang meninggi dan ukurannya yang bervariasi ini mencerminkan

17
stadium akhir AMD eksudatif. Massa ini menimbulkan gangguan penglihatan sentral
yang permanen.1,5

Gejala Klinis AMD

Awalnya AMD sangat jarang menyebabkan keluhan. Keluhan baru dirasakan apabila telah
terjadi neovaskularisasi koroid (choroidal neovascularization, CNV) atau drusen lunak di
sentral makula yang menyebabkan gangguan lapang pandang sentral, penurunan tajam
penglihatan sehingga sulit melakukan pekerjaan yang membutuhkan resolusi tinggi seperti
membaca, menjahit, mengemudi, membedakan warna dan mengenali wajah. Hal ini sangat
mempengaruhi kualitas hidup penderita sehingga akan menimbulkan gangguan emosional
dan depresi. Setiap orang bisa memiliki gejala yang sedikit berbeda, tapi biasanya hal
pertama yang diperhatikan adalah lebih sulit untuk melihat detail, seperti cetakan kecil. Dapat
ditemukan juga penglihatan memiliki area buram kecil di tengahnya. Garis lurus mungkin
terlihat menyimpang atau bergelombang, atau seperti ada sedikit benjolan di dalamnya.
Penderita juga mendapati bahwa lebih sensitif terhadap cahaya terang.

AMD mungkin asimtomatik pada tahap awal dan sering diidentifikasi secara tidak sengaja
pada tinjauan optometri rutin. Pada AMD kering, pasien biasanya menggambarkan onset
awam secara bertahap pada penglihatan tengah, sedangkan pada AMD basah onsetnya lebih
cepat dalam beberapa hari sampai minggu. Pasien dengan AMD mungkin mengeluh kesulitan
membaca atau kehilangan huruf dengan kata-kata. Gejala subtler meliputi gangguan adaptasi
gelap-terang (pasien mungkin mendeskripsikan patch gelap pusat di bidang visual yang
hilang dalam beberapa menit saat mereka beradaptasi) dan hilangnya sensitivitas kontras.
Metamorphopsia, persepsi tentang penglihatan semacam itu ("garis lurus terlihat
bergelombang"), merupakan dugaan AMD basah. Sindrom Charles Bonnet, di mana pasien
melaporkan terbentuk halusinasi visual, dapat terjadi pada pasien dengan kehilangan
penglihatan yang parah. Ketajaman visual mungkin normal pada AMD kering awal dan
basah, namun memburuk dengan perkembangan penyakit ini. Pemeriksaan dilatasi retina
dapat mengungkapkan drusen, perubahan pigmen retina dan atrofi pada makula pada AMD
kering. Perdarahan retina dan cairan subretinal terlihat di samping perubahan kering pada
AMD basah.

DIAGNOSIS

18
Penemuan klinik lainnya seperti drusen, gumpalan RPE, hilangnya RPE dapat menolong
sebagai konfirmasi diagnosis, tetapi penemuan tersebut bisa muncul tanpa kehilangan
penglihatan.

Untuk mendiagnosis dapat juga ditegakkan dengan test Amsler grid, dimana pasien diminta
suatu halaman uji yang mirip kertas milimeter grafis untuk memeriksa titik luar yang
terganggu fungsi penglihatannya. Kemudian retina diteropong melalui lampu senter kecil
dengan lensa khusus. Pemeriksaan lainnya dengan test penglihatan warna, untuk melihat
apakah penderita masih dapat membedakan warna.

Pemeriksaan klinik biasanya cukup untuk mendiagnosis. Secara klinik, abnormalitas makula
hampir tidak terlihat, cairan subretina, sebaiknya dideteksi dengan slit-lamp biomicroscopic
dengan menggunakan lensa kontak. Jarak antara permukaan retina atau pembuluh-pembuluh
retina dan RPE akan meningkat.

Angiografi fluoresein dapat sangat menolong pasien yang dicurigai telah mengalami
neovaskularisasi choroid untuk menegakkan indikasi pengobatan. Pemeriksaan ini bukan
untuk test screening untuk mata yang mempunyai drusen atau atrofi geografik, yang tidak
memiliki gejala baru atau tidak adanya neovaskularisasi.

Pengaruh dari kehadiran dan evaluasi dari luas dan komposisi lesi neovaskularisasi khoroid
menyulitkan indikasi fotokoagulasi. Jika lesi tersebut berbatas baik, lokasinya dipengaruhi
oleh lokus minoris zona avaskular fovea. Lokasi lesi diklasifikasikan.
 Extrafoveal
 Juxtafoveal
 Subfoveal

19
Penyakit makula terkait usia

PENATALAKSANAAN

Tidak ada terapi khusus untuk AMD tipe noneksudatif. Pasien diyakinkan bahwa meskipun
penglihatan sentral menghilang, penyakit ini tidak menyebabkan hilangnya penglihatan
perifer. Ini penting karena sebagian besar pasien takut mereka akan menjadi buta total.

Pada sebagian kecil pasien dengan AMD tipe eksudatif yang pada angiogram flurosein
memperlihatkan membran neovaskular subretina yang terletak eksentrik (tidak sepusat)
terhadap fovea, mungkin dapat dilakukan obliterasi membran tersebut dengan terapi laser
argon. Membran vaskular subfovea dapat diobliterasi dengan terapi fotodinamik (PDT)
karena laser argon konvensional akan merusak fotoreseptor di atasnya. PDT dilakukan
dengan menyuntikkan secara intravena bahan kimia serupa porfirin yang diaktivasi oleh sinar
laser nontermal saat sinar laser berjalan melalui pembuluh darah di membran subfovea.
Molekul yang teraktivasi menghancurkan pembuluh darah namun tidak merusak fotoreseptor.
Sayangnya kondisi tersebut dapat terjadi kembali bahkan setelah terapi laser.

Apabila tidak ada neovaskularisasi retina, tidak ada terapi medis atau bedah untuk pelepasan
epitel pigmen retina serosa yang terbukti bermanfaat. Pemakaian interferon alfa parenteral,
misalnya, belum terbukti efektif untuk penyakit ini. Namun, apabila terdapat membran
neovaskular subretina ekstrafovea yang berbatas tegas, diindikasikan fotokoagulasi laser.

20
Dengan angografi dapat ditentukan dengan tepat lokasi dan batas-batas membran neovaskular
yang kemudian diablasi secara total oleh luka-luka bakar yang ditimbulkan oleh laser.
Fotokoagulasi laser krypton terhadap neovaskularisasi subretina avaskular fovea dianjurkan
untuk pasien nonhipertensif. Setelah fotokoagulasi membran neovaskular subretina berhasil
dilakukan, neovaskularisasi rekuren di dekat atau jauh dari jaringan parut laser dapat terjadi
pada separuh kasus dalam 2 tahun.

Rekurensi sering disertai penurunan penglihatan berat sehingga pemantauan yang cermat
dengan Amsler Grid, oftalmoskopi dan angiografi perlu dilakukan. Pasien dengan gangguan
penglihatan sentral di kedua matanya mungkin memperoleh manfaat dari pemakaian berbagai
alat bantu penglihatan kurang. Selain itu terapi juga dapat dilakukan di rumah berupa
pembatasan kegiatan dan follow up pasien dengan mengevaluasi daya penglihatan yang
rendah. Selain itu, dengan mengkonsumsi multivitamin dan antioksidan (berupa vitamin E,
vitamin C, beta caroten, asam cupric dan zinc), karena diduga dapat memperbaiki dan
mencegah terjadinya degenerasi makula. Sayuran hijau terbukti bisa mencegah terjadinya
degenerasi makula tipe non-eksudatif. Selain itu dilakukan juga pembatasan merokok dan
pengendalian tekanan darah tinggi.

PROGNOSIS

Bentuk degenerasi makula yang progresif dapat menyebabkan kebutaan total sehingga
aktivitas dapat menurun. Prognosis dari AMD tipe eksudat lebih buruk daripada AMD tipe
noneksudat. Prognosis dapat didasarkan pada terapi, tetapi belum ada terapi yang bernilai
efektif sehingga kemungkinan untuk sembuh total sangat kecil.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Witcher PJ. Age-Related Macular Degeneration. In: Riordan-Eva P, Whitcher JP,


editors. Vaughan & Asbury’s General Ophtalmology. 18th ed. New York: Mc-Graw Hill;
2010: p.191-215.
2. Brandl C, Breinlich V, Stark K, Enzinger S, Abenmacher M, Olden M, et al. Features of
age-related macular degeneration in the general adults and their dependency on age, sex,
and smoking: results from the german KORA study. Plos One. 2016: 91-11
3. Bartlett H, Eperjesi F. A randomised controlled trial investigating the effect of nutritional
supplementation on visual function in normal, and age-related macular disease affected
eyes: design and methodology. Nutritional Journal. 2003: 2: 12.
4. Ilyas S. konjungtivitis. In: Ilyas S, Yulianti SR, editors. Ilmu Penyakit Mata. 5th ed.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2014. p.147– 178
5. Rohrbach J. Anatomy of the eye. In: schlote T, Rohrbach J, Grueb M, Mielke J, editors.
Pocket atlas of ophtalmology. Stuttgart: Thieme. 2006.p. 2-8.
6. American Academy of Ophthalmology. 2013. “Age-Related Macular Degeneration”.
Preffered Practice Pattern: Guidelines. 1 (1): 1- 31.
7. Liesegang TJ., Skuta GL., Cantor LB., Retina and Vitreous. Basic and Clinical Course.
Section 12. San Fransisco, California : American Academy of Ophthalmology. 2003-
2004.
8. Kramer TR. Pathology of conjunctiva. In: William T, Jaeger EA, editors. Duane’s
ophtalmology. London: Lippincott Williams & Wilkins. 2007; p. 207-15.

22

Anda mungkin juga menyukai