Anda di halaman 1dari 10

Peran keluarga dalam mencegah kekambuhan klien

Empat faktor penyebab klien kambuh dan perlu dirawat di rumah sakit, menurut Sullinger
(1988) adalah sebagai berikut.

1. Klien ; sudah umum diketahui bahwa klien yang gagagl memakan obat secara teratur
mempunyai kecenderungan untuk kambuh. Berdasarkan hasil penelitian menunjukan
25-50% klien pulang dari rumah sakit tidak memakan obat secara teratur.
2. Dokter (pemberi resep); makan obat secara teratur dapat mengurangi kambuh, namun
pemakaian obat neurolaptik yang lama dapat menimbulkan efek samping
Tardivediskinesia yang dapat mengganggu hubungan sosial seperti gerakan yang tidak
terkontrol. Dokter yang memberikan resep diharapkan tetap waspada mengidentifikasi
dosis terapeutik yang dapat mencegah kambuh dan efek samping.
3. Penanggung jawab klien ; setelah klien pulang kerumah, maka perawat puskesmas tetap
bertanggung jawab atas program adaptasi klien dirumah.
4. Keluarga ; memperlihatkan bahwa keluarga dengan ekspresi emosi yang tinggi
(bermusuhan, mengkritik, banyak melibatkan diri dengan klien diperkirakan kambuh
dalam waktu 9 bulan, hasilnya 57% kembali dirawat dari keluarga dengan ekspresi
emosi yang tinggi dan 17% kembali dirawat dari keluarga dengan ekspresi emosi warga
yang rendah. Selain itu klien juga mudah dipengaruhi oleh stres yang menyenangkan (
naik pangkat, menikah ) maupun yang menyedihkan (kematian/ kecelakaan). Dengan
terapi keluarga, klien dan keluarga dapat mengatasi dan mengurangi stres.

Menurut Sullinger, (1988) mengkaji beberapa gejala kambuh yang diidentifikasi oleh klien
dan keluarganya, antara lain sebagai berikut.

1. Gugup
2. Tidak nafsu makan
3. Sukar konsentrasi
4. Sulit tidur
5. Depresi
6. Tidak ada minat
7. Menarik diri
Setelah klien pulang kerumah, sebaiknya klien melakukan perawatan lanjutan pada
puskesmas diwilayahnya yang mempunyai program kesehatan jiwa. Perawat komunitas
yang menangani klien dapat menganggap rumah klien sebagai “ruangan
perawatan”.Perawat, klien dan keluarga besar sama untuk membantu proses adaptasi. Klien
didalam keluarga dan masyarakat. Perawat dapat membuat kontrak dengan warga tentang
jadwal kunjungan rumah dan akterker dipuskesmas.

Contoh Jadwal Kunjungn Rumah

Minggu pertama = 2x per hari

Minggu kedua = 1x per hari

Minggu ketiga = 3x per minggu

Minggu keempat = 2x per minggu

Bulan kedua-6 bulan selanjutnya =1x per minggu

Contoh Jadwal After Care

Bulan pertama = 2x per bulan, ditemani dengan keluarga

Bulan kedua = 2x per bulan, Diantar kendaraan

Bulan ketiga = 2x per bulan, sendirian

Selanjutnya = 1x per bulan, sendirian

Jadwal kunjungan rumah dan after care dapat dimodifikasi kebutuhan klien. Perawat
membantu klien dan keluarga menyesuaikan diri di lingkungan keluarga, dalam hal
sosialisasi, perwatan mandiridan kemampuan memecahkan masalah. Perawat dapat
memantaudan mengidentifikasi gejala kambuh dan segera melakukan tindakan sehingga
dapat dicegah perawatan kembali dirumah sakit.

Peran Keluarga dalam terapi

1. Membuat suatu keadaan dimana anggota keluarga dapat melihat bahaya terhadapdiri
klien dan aktifitasnya.
a. Megurangi rasa takut
b. Memberikan arahan
c. Menolong merka dapat merasa dengan proses terapinya
d. Menerima keahlian dan melakukan peranannya dengan baik.
2. Tidak merasa takut dan mampu bersifat terbuka
a. Menyusun pertanyaan untuk mengurangi rasa takut
b. Menguatkan anggapan anggota dan menanyakan anggota individu.
c. Mendapatkan fakta tentang rencana proses, kelemahan dalam rencana, persepsi
pribadi dan orang lain, persepsi peran, komunikasi yang baik dan tekniknya,
perasaan seksual dan aktifitas.
d. Merespon dengan keyakinan hati anggota.
3. Membantu anggita bagaimana memandang orang lain.
a. Observasi sharing bagaimana anggota memanifestasikan dirinya.
b. Mengajarkan anggota bagaimana mengobservasikan sharing mereka dengan orang
lain
c. Menayangkan videotape dan audiovisual yang mendukung visi keluarga.
4. Bertanya dan memberikan informasi tak berbelit;meudahkan dalam memberi dan
menerima informasi yang memudahkan bagi anggota keluarga untuk meakukannya
5. Membangun self esteem
a. Dengan menanyakan ‘ saya menghargai kamu”
b. Mencantumkan sesuatu yang berharga bagi seseorang
c. Ajukan pertanyaan yang dijawab oleh anggota keluarga
d. Menekan bahwa ahli terapi dan anggota keluarga sanggup belajar dari terapi
e. Merespons sebagai seseorang atau sungguh – sungguh dapat mengevaluasi
f. Tidak ada pencapaian yang lalu
g. Menanyakan anggota keluarga yang lain, apakah klien dapat membawa,
kebahagiaan bagi anggota keluarga
6. Menurunkan ancaman dengan latar belakang aturan untuk interaksi.
a. Melihat kembali aturan di rumah dimana semua anggota berpartisipasi.
b. Demokratis
c. Meyakinkan bahwa tidak ada orang yang membicarakan atau menyinggung orang
lain.
d. Menolong setiap orang berbicara dengan benar sehingga orang lain dapat
mendengar
e. Menggunakan pendekatan humor.
f. Menciptakan ketenangan untuk kontrol.
7. Menurunkan ancaman dengan struktur pembahasan yang sistematis.
a. Memberitahu tujuan dengan jelas sampai akhir terapi atau batas waktuk untuk
reevaluasi.
b. Memperlihatkan keluarga sebagai suatu kesatuan bukan bagian.
c. Melihat bagian atau subsistem dari keluarga untuk menyelesaikan pekerjaan dengan
baik.
d. Menurunkan ancaman.
e. Diskusikan marah dan ketersinggungan dengan terbuka.
8. Pendidikan ulang anggota keluarga untuk bertanggung jawab.
a. Mengingatkan anggota keluarga bahwa mereka dapat mengubah diri mereka
sendiri.
b. Keterbukaan anntaranggota keluarga.

Pelaksanaan Terapi Keluarga

Nama Jay Harley erat hubungannya dengan model ini. Dasar dari ajaran teori komunikasi
adalah sebagai berikut: semua tingkah laku adalah komunikasi. Terapi ini dapat dilakukan oleh
klien maupun anggota keluarga lainnya. Gambaran terperinci dari problem dan penentuan
tujuan keluarga dalam pengobatan merupakan langkah pertama dalam terapi. Strategi terapi
meliputi hal-hal sebagai berikut.

1. Reframing; dimana problem ditegaskan kembali oleh ahli terapi/orang yang melakukan
terapi sebagai sesuatu yang dibutuhkan oleh keluarga. Contoh: problem yang
mengandung arti positif merupakan suatu tipe reframing yang spesifik, dikembangkan
untuk mengartikan suatu masalah.
2. Pengendalian perubahan; contoh: keluarga memita untuk melaksanakan beberapa
tindakan dan target untuk mengatasi masalah dalam beberapa minggu. Misalnya yang
biasa tidak mencuci baju sendiri belajar untuk mencuci baju.
3. Paradok (kontradiksi/pesan pertentangan); contoh: pertentangan keluarga yang tinggi
akan menyebabkan perubahan suatu respon. Anggota keluarga yang biasanya dominan
mencoba untuk tidak dominan, yang biasa mengatur berupaya untuk belajar diatur,
yang biasanya berusaha untuk mendengar dan sebagainya.

MODEL TERAPI KELUARGA


1. Model struktural (Minuchin)
Model ini dikembangkan oleh Minuchin , konsepnya adalah keluarga merupakan suatu
sistem sosiokultural terbuka sebagai sarana dalam memenuhi kebutuhan adaptasi.
Fungsi keluarga berkurang apabila kebutuhan individu dan anggota lainnya diumpai
adanya maladaptif dan tidak bisa saling menyesuaikan. Fokus terapinya adalah
perubahan adaptasi dari maladaptif menjadi adaptif untuk memudahkan perkembangan
keluarga. Usaha terapi meliputi hubungan keluarga, evaluasi struktur dasar keluarga,
kemampuan dan upaya seluruh anggota keluarga untuk saling menerima perbedaan dan
saling memahami karakter.
2. Model terapi Bowenian
Bowenian mempunyai pandangan bahwa keluarga adalah suatu sistem yang terdiri atas
berbagai subsistem, seperti pernikahan, orang tua-anak, dan saudara kandung (sibling)
dimana setiap subsistem tersebut dibagi kedalam subsistem individu dan jika terjadi
gangguan pada salah satu subsistem, maka akan menyebabkan perubahan pada bagian
lainnya bahkan bisa sampai ke subprasistem keluarga tersebut yaitu masyarakat. Bowen
sendiri memiliki delapan konsep dasar pelaksanaan terapinya yang berupa bentuk-
bentuk terapi keluarga antara lain sebagai berikut.
a. Pemisahan diri (differentiation of self)
 Pemisahan diri adalah kemampuan seseorang untuk memisahkan diri
sebagai bagian yang terpisah secara realistis dari ketergantungan pada
individu lain dalam keluarga, terapi dengan catatan dapat mempertahankan
pemikiran dengan tenang dan jernih dalam menghadapi konflik, kritik, serta
menolak peikiran yang tidak jelas serta emosional.
 Keluarga yang sehat akan mendorong proses pemisahan diri dari kekuatan
ego keluarga yang telah banyak diterima pada anggota keluarga yang
berusia 2 sampai 5 tahun serta diulang pada usia antara 13 dan 15 tahun.
 Stuck-togetherness (kebersamaan yang melekat/menancap)
menggambarkan keluarga dengan kekuatan ego yang melekat kuat sehingga
tidak ada anggota yang mempunyai perasaan utuh tentang dirinya secara
mandiri.
b. Triangles (segitiga)
 Konsep hubungan segitiga merujuk pada konfigurasi emosional dari tiga
anggota keluarga yang menghambat dari pembentukan sistem keluarga.
 Triangles adalah penghalang dasar pembentukan sistem emosional.
 Jika ketegangan emosi pada sistem dua orang melampaui batas segitiga
tersebut adalah orang ketiga, yang membiarkan perpidahan ketegangan ke
orang ketiga tersebut.
 Suatu sistem emosional yang disusun secara seri pada hubungan segitiga
akan bertaut satu sama lain.
 Hubungan segitiga merupakan hubungan disfungsional yang dipilih oleh
keluarga untuk menurunkan kecemasan melalui pengalihan isu yang
berkembang daripada menyelesaikan konflik/ketegangan.
 Triangulasi ini dapat terus berlangsung untuk jangka waktu yang tak
terbatas dengan melibatkan orang diluar keluarga termasuk terapis keluarga
yang dianggap sebagai bagian dari keluarga besar.
c. Proses emosional sistem keluarga inti.
 Menggambarkan pola fungsi emosional dalam satu generasi.
 Umumnya hubungan terbuka terjadi selama masa pacaran, kebanyakan
individu memilih pasangan dengan tingakt perbedaan yang sama.
 Jika tingkat perbedaan yang muncul rendah pada mas penjajakan dalam hal
ini adalah masa pacaran, maka kemungkinan besar akan muncul masalah di
masa mendatang.
d. Proses proyeksi keluarga
 Pasangan yang tidak mampu terikat dengan komitmen yang kuat sebagai
orang tua, maka akan menciptakan kecemasan kepada anak-anaknya.
 Peristiwa tersebut dimanifestasikan sebagai hubungan segitiga ayah-ibu-
anak.
 Segitiga ini umumnya berada pada berbagai tingkatan intensitas yang
beragam pada hubungan antara orang tua dengan anak.
 Anak biasanya menjadi target sasaran yang dipilih dengan berbagai alasan
sebagai berikut.
1. Anak akan mengingat pada salah satu figur orang tua terhadap isi
pengalaman masa kanak-kanak yang tidak terselesaikan.
2. Anak ditentukan oleh jenis kelamin atau posisi penting dalam keluarga.
3. Anak yang lahir cacat
4. Orang tua yang memiliki pandangan negatif saat kehamilan.
 Perilaku menjadikan anak sebagai sasaran tersebut disebut
“pengkambinghitaman: (scapegoating) dan dalam hal tersebut sangat
membahayakan stabilitas emosiaonal serta kemampuan anak.
e. Emotional Cutoff (pemutusan secara emosional).
 Persepsi amak untuk memisahkan diri secara emosional.
 Setiap anak dalam keluarga memiliki derajat keterikatan secara emosi yang
kuat dan abadi dengan orang tuanya.
 Dalam pemutusan emosional biasanya pemutusan mudah dilakukan jika
antara anak dengan orang tuanya tinggal dalam tempat yang jaraknya
berdekatan sementara dengan anak yang tinggalnya berjauhan pemutusan
emosional ini menjadi sangat sulit dilakukan.
 Pemutusan hubungan secara emosional merupakan disfungsional yang
terjadi antara keluarga asli akibat keterikatan yang terjadi dengan
pembentukan keluarga yang baru.
 Memelihara hubungan secara emosional dengan keluarga asal dapat
mempertahankan hubungan yang sehat dalam keluarga walaupun adanya
perbedaan.
f. Proses transmisi multigenerasional.
 Suatu cara pola interaksional yang ditransfer dari stu generasi ke generasi
lain.
 Merupakan bagian yang berkelanjutan dari suatu proses yang natural/alami
dari seluruh generasi.
 Sikap,nilai, kepercayaan (belief), perilaku dan pola interaksi didapatkan dari
orang tua kepada anak melalui seluruh kehidupan.
 Penting untuk dikaji pada keluarga, terutama perilaku keluarga dalam suatu
generasi yang turun-menurun (multipel)
g. Sibling Position.
 Satu kedudukan yang dipegang oleh keluarga akan memengaruhi
perkembangan keluarga yang dapat diprediksi dari karakteristik profil.
 Anak ke berapa serta kepribadian anggota keluarga tersebut akan
menentukan posisi seseorang dalam keluarga.
 Bowen menggunakan teknik ini untuk membantu menggambarkan tingkat
perbedaan kedudukan di antara keluarga, serta kemungkinan terjadinya
proses proyeksi keluarga secara langsung.
h. Societal regression.
 Teori Bowen meluaskan pandangan terhadap masyarakat (society) sebagai
sistem sosial seperti layaknya keluarga.
 Konsep societal regression membandingkan antara respons masyarakat
dengan respon individu dan keluarga terhadap hal-hal berikut.
1. Tekanan akibat krisis emosional
2. Tekanan yang menimbulkan ketidaknyamanan dan kecemasan.
3. Penyebab penyelesaian yang tergesa-gesa, bertambahnya masalah, serta
siklus yang sama berulang secara terus-menerus.

Tujuan dari Model Terapi Bowenian adalah menurunkan kecemasan dan memperbaiki
gejala-gejala yang timbul; meningkatkan setiap partisipasi partisipasi disesuaikan
dengan tingkat pemisahan dirinya dalam rangka meningkatkan adaptasi keluarga
sebagai sistem. Metode standarnya adalah dua orang dewasa ditambah terapis.

Peran terapeutik adalah sebagai berikut.

a. Sebagai “pelatih” atau supervisor.


b. Meminimalkan keterlibatan secara emosional dengan keluarga.

Teknik terapis meliputi hal-hal sebagai berikut.

a. Mendefinisikan dan mengklarifikasi hubungan antaranggota keluarga.


b. Membantu anggota keluarga mengembangkan hubungan satu-satu dan
meminimalkan hubungan segitiga (triangles) dalam sistem.
c. Mengajarkan anggota keluarga mengenai fungsi sistem emosional.
d. Meningkatkan perbedaan dengan medorong “kedudukan sebagai saya (individu)”
selama mengikuti terapi.

Proses terapinya adalah sebagai berikut.

a. Pression yaitu membuat perjanjian pertemuan dan lamanya, bina hubungan saling
percaya serta kejujuran, merumuskan hipotesis berdasarkan masalah yang
didapatkan.
b. Session-testing dan memperbaiki hipotesis berdasarkan delapan konsep
Bowenian dengan memberikan beberapa intervensi terhadap keluarga.
c. Post-session analisis reaksi keluarga serta rencana sesi selanjutnya atau
mengakhiri terapi.

3. Model strategis
Terapis yang mengembangkan adalah Jay Harley. Konsep dasar terapi ini adalah semua
tingkah laku dan komunikasi yang dilakukan keluarga. Strategi terapi meliputi hal-hal
sebagai berikut.
a. Reframing; masalah yang diterapi pada keluarga adalah masalah yang ditegaskan
kembali oleh terapis atau siapapun yang melakukan terapi.
b. Pengendalian perubahan; dalam terapi, terapis hanya mengarahkan apa yang perlu
dilakukan eluarga untuk menyelesaikan masalahnya dan untuk pelaksanaan
penyelesaian masalah semuanya dilakukan oleh keluarga.
c. Paradok; terapis mengarahkan untuk perubahan peran pada anggota keluarga yang
menjadi penyebab masalah dalam keluarga si mana yang sudah menjadi kebiasaan
dibalik 180o sehingga di sini keluarga akan belajar untuk mempelajari dan
mendengarkan apa yang menjadi keinginan keluarga.
4. Model terapi transformational.
Model ini dikembangkan oleh Virginia Satir, seorang terapis dari Amerika Serikat/
konsep dasar dalam terapinya adalah dinamika hubungan antara manusia dalam satu
sitem keluarga, yang akan berpengaruh kepada hubungan seseorang dengan sistem
diluar keluarganya sehingga supaya tidak terjadi masalah maka diupayakan untuk
terjadinya transformasi dalam hidup seseorang. Perubahan yang dimaksud semata-mata
bukan untuk kepentingan perubahan saja tetapi juga mengupayakan bagaimana
seseorang dapat memberdayakan kemampuan serta kekuatannya untuk menyelesaikan
masalahnya, karena masalah yang ditimbulkan pada setiap individu semuanya bisa
diselesaikan tergantung dari upaya seseorang tersebut untuk memberdayakan
kekuatannya untuk mengatasi masalahnya. Dalam model ini jika terdapat anggota
keluarga yang dianggap bermasalah maka terapisnya akan mengondisikan keluarga
tersebut untuk menciptakan lingkungan yang mendukung seseorang yang bermasalah
tersebut untuk memberdayakan kekuatannya untuk menyelesaikan masalahnya.
Sementara itu, untuk individu yang bermasalah akan dilakukan proses transformasi
perasaan, persepsi, pengharapan, dan tingkah lakunya terhadap masalah yang
dihadapinya. Salah satu bentuk terapinya adalah terapi musik yang dilakukan bersama-
sama dengan seluruh anggota keluarga meskipun yang bermasalah hanya satu individu
atau beberapa individu saja.

Anda mungkin juga menyukai