Anda di halaman 1dari 3

Pengetahuan Ibu hamil tentang Inisiasi Menyusu Dini di wilayah kerja

puskesmas

Kamis, 26 Juli 2012


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Inisiasi Menyusu Dini yaitu memberikan ASI kepada bayi baru lahir, bayi tidak boleh
dibersihkan terlebih dahulu dan tidak dipisahkan dari ibu. Pada inisiasi menyusu dini ibu
segera mendekap dan membiarkan bayi menyusu dalam 1 jam pertama kelahirannya (Roesli,
2008). Peran Millenium Devolepment Goals (MDGs) dalam pencapaian Inisiasi Menyusu
Dini (IMD), yaitu Inisiasi Menyusu Dini dapat meningkatkan keberhasilan ASI eksklusif dan
lama menyusui maka akan membantu mengurangi kemiskinan, membantu mengurangi
kelaparan karena ASI dapat memenuhi kebutuhan makanan bayi sampai usia dua tahun,
membantu mengurangi angka kematian anak balita.
Pemberian ASI dikenal sebagai salah satu yang memberikan pengaruh yang paling kuat
terhadap kelangsungan hidup anak, pertumbuhan dan perkembangan. Penelitian menyatakan
bahwa inisiasi dini dalam 1 jam pertama dapat mencegah 22% kematian bayi di bawah umur
1 bulan di negara berkembang (APN, 2007). Pencapaian 6 bulan ASI Eksklusif bergantung
pada keberhasilan inisiasi dalam satu jam pertama. ASI Eksklusif selama 6 bulan pertama
kehidupan, bersamaan dengan pemberian makanan pendamping ASI dan meneruskan ASI
dari 6 bulan sampai 2 tahun, dapat mengurangi sedikitnya 20% kematian anak balita (Roesli,
2008).
Peran tenaga kesehatan, khususnya dokter dan bidan sangat berpengaruh terhadap pemberian
ASI secara dini. Namun, di Indonesia masih banyak tenaga kesehatan maupun pelayanan
kesehatan (termasuk Rumah Sakit) yang belum mendukung pemberian ASI secara dini
dengan alasan keadaan Ibu masih lemah, masih banyak darah dan lendir yang harus
dibersihkan, takut bayi terkena hipotermi, bahkan ada yang mengatakan Inisiasi Menyusu
Dini dengan membiarkan bayi merangkak sendiri mencari puting susu ibu adalah hal
primitive yang melecehkan bangsa indonesia (padahal IMD juga dilakukan di negara maju).
Banyak rumah sakit dan bidan yang langsung memberikan susu formula begitu bayi lahir jika
ASI belum keluar (Soegiarto, 2008).
3,7% bayi di Indonesia disusui dalam 1 jam pertama setelah kelahiran, dan angka kematian
bayi masih relatif tinggi yaitu 35 per 100 kelahiran hidup yang diantaranya disebabkan oleh
hipotermi, kurang gizi dan infeksi. Di Indonesia angka pemberian ASI Eksklusif masih
rendah yaitu hanya 7,8%. Penelitian menyatakan bahwa inisiasi dini dalam 1 jam pertama
dapat mencegah 22% kematian bayi di bawah umur 1 bulan di negara berkembang (SDKI,
2007).
Angka kematian bayi baru lahir sebanyak 22% dalam satu bulan pertama dapat dicegah
dengan bayi menyusu pada ibu satu jam pertama, sedangkan menyusu pada hari pertama lahir
dapat menekan angka kematian bayi hingga 16% (Roesli, 2008). Proses inisiasi menyusu dini
bayi tidak mengalami hipotermi atau kedinginan karena dekapan ibu terhadap bayi dan suhu
di dada ibu akan naik 2oC (Roesli, 2008).
Menyusui bayi di Indonesia sudah menjadi budaya namun praktik pemberian ASI masih jauh
dari yang diharapkan. Menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia 2007 hanya 10% bayi
yang memperoleh ASI pada hari pertama, yang diberikan ASI kurang dari 2 bulan sebanyak
73%, yang diberikan ASI 2 sampai 3 bulan sebanyak 53% yang diberikan ASI 4 sampai 5
bulan sebanyak 20% dan menyusui eksklusif sampai usia 6 bulan sebanyak 49% (WHO,
2007)
Setiap jam sebelum mencapai usia 1 tahun di Indonesia diperkirakan 20 bayi meninggal pada
setiap tahunnya. Hampir setengah dari kematian bayi ini terjadi pada masa neonatal yaitu
pada bulan pertama kelahiran, di mana bayi sangat rentan terhadap kesakitan dan kematian
(Roesli, 2008).
Suatu hasil penelitian di Ghana yang diterbitkan oleh jurnal pediatriks menunjukkan bahwa
16% kematian bayi dapat dicegah melalui pemberian ASI pada bayi sejak hari pertama
kelahirannya. Angka ini naik menjadi 22% jika pemberian ASI dimulai dalam 1 jam pertama
setelah kelahirannya. ASI adalah asupan gizi yang terbaik untuk melindungi dari infeksi
pernafasan, diare, alergi, sakit kulit, asma, obesitas juga membentuk perkembangan
intelegensia, rohani, perkembangan emosional. Hasil telaah dari 42 negara menunjukkan
bahwa ASI eksklusif memiliki dampak terbesar terhadap penurunan angka kematian balita,
yaitu 13% dibanding intervensi kesehatan masyarakat lainnya (Roesli, 2008).
Permasalahan yang utama rendahnya angka cakupan ASI ini adalah karena faktor sosial
budaya, kesadaran akan pentingnya ASI, pelayanan kesehatan dan petugas kesehatan yang
belum sepenuhnya mendukung serta gencarnya promosi susu (Depkes RI, 2003).
Kesadaran akan pentingnya ASI termasuk IMD dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan ibu
hamil tentang inisiasi menyusu dini yang rendah karena dipengaruhi oleh faktor pendidikan
ibu yang rendah, tidak ada dorongan atau motivasi untuk mengetahui perkembangan zaman,
ketersediaan informasi, ketersediaan fasilitas kesehatan, pendapatan perkapita yang
menyebabkan ibu melakukan persalinan dengan dukun, dukungan dari orang terdekat,
dukungan dari tenaga kesehatan, kebudayaan, dan adanya promosi Insiasi Menyusui Dini.
(http://www.fkm.undip.ac.ad)
Kabupaten terdapat 21 puskesmas, salah satunya adalah puskesmas yang memiliki fasilitas
rawat inap selain fasilitas rawat jalan. Puskesmas mempunyai jumlah bidan yaitu 30 bidan
dengan 22 bidan desa dan 8 bidan Puskesmas. Jumlah persalinan yang ditolong oleh tenaga
kesehatan di wilayah kerja Puskesmas pada tahun 2009 yaitu sejumlah 932 persalinan, dan
dari jumlah tersebut hanya 10,6% (99 persalinan) yang dilakukan inisiasi menyusu dini
(IMD) sedangkan sisanya tidak dilakukan (DKK , 2009). Dalam pertolongan persalinan oleh
tenaga kesehatan apabila tidak dilakukan inisiasi menyusu dini maka kematian (mortalitas)
dan kesakitan (morbiditas) bayi masih tinggi atau tidak mengalami perubahan yang
bermakna.
Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti tingkat pengetahuan ibu
hamil tentang inisiasi menyusu dini di wilayah kerja Puskesmas , kabupaten

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang maka perumusan masalahnya adalah “Bagaimana Tingkat
Pengetahuan Ibu hamil tentang Inisiasi Menyusu Dini di wilayah kerja puskesmas ,
kabupaten ”.

C. Tujuan Penelitian
a. Tujuan Umum
Mengetahui tingkat pengetahuan ibu hamil tentang inisiasi menyusu dini di wilayah kerja
Puskesmas kabupaten
b. Tujuan Khusus
1) Mendeskripsikan tingkat pengetahuan ibu hamil tentang pengertian Inisiasi Menyusu Dini.
2) Mendeskripsikan tingkat pengetahuan ibu hamil tentang manfaat Inisiasi Menyusu Dini.
3) Mendeskripsikan tingkat pengetahuan ibu hamil tentang tatalaksana Inisiasi Menyusu
Dini.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Diharapkan dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, pengetahuan ibu hamil
tentang inisiasi menyusu dini bertambah terutama diwilayah kerja puskesmas , kabupaten
2. Manfaat Praktis
a. Bagi peneliti.
Hasil penelitian diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan peneliti tentang
inisiasi menyusu dini yang didapat selama di bangku kuliah dan menerapkannya di
masyarakat.
b. Bagi petugas kesehatan
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi bagi tenaga kesehatan
tentang pentingnya inisiasi menyusu dini dan dapat menerapkan praktik inisiasi menyusu dini
pada ibu bersalin sehingga dapat mengurangi angka kematian neonatus.
c. Bagi institusi
Hasil penelitian diharapkan dapat menambah informasi dan referensi penelitian selanjutnya
didalam meningkatkan pengetahuan tentang inisiasi menyusu dini.
d. Bagi masyarakat.
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi secara umum pada masyarakat
terutama pada ibu hamil untuk nantinya menerapkan inisiasi menyusu dini dan memberikan
ASI eksklusif pada bayinya.

Download KTI Skripsi Kebidanan Keperawatan Kesehatan Masyarakat dan


Kedokteran No.278

untuk melihat kelengkapan isi KTI Skripsi silahkan KLIK DISINI


Diposkan oleh admin di 15.11 ==========

0 komentar:

Poskan Komentar

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

BELUM KETEMU JUGA, CARI LAGI YANG TELITI:

Anda mungkin juga menyukai