Anda di halaman 1dari 8

A.

Definisi
Faringitis ( pharyngitis) adalah suatu penyakit peradangan yang menyerang
tenggorok atau faring yang disebabkan oleh bakteri atau virus tertentu. Kadang juga
disebut sebagai radang tenggorok. (Wikipedia.com).
Faringitis adalah keadaan inflamasi pada struktur mukosa, submukosa tenggorokan.
Jaringan yang mungkin terlibat antara lain orofaring, nasofaring, hipofaring, tonsil
dan adenoid.
Faringitis adalah penyakit tenggorokan, merupakan respon inflamasi terhadap
patogen yang mengeluarkan toksin. Faringitis juga bisa merupakan gejala dari
penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus, seperti penyakit flu.
Faringitis adalah suatu penyakit peradangan yang menyerang tenggorok atau faring
kadang disebut juga sebagai radang tenggorokan.
Anatomi Faring
Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang berbentuk seperti corong
dengan bagian atas yang besar dan bagian bawah yang sempit. Faring merupakan
ruang utama traktus resporatorius dan traktus digestivus. Kantong fibromuskuler ini
mulai dari dasar tengkorak dan terus menyambung ke esophagus hingga setinggi
vertebra servikalis ke-6.
Panjang dinding posterior faring pada orang dewasa ±14 cm dan bagian ini
merupakan bagian dinding faring yang terpanjang. Dinding faring dibentuk oleh
selaput lendir, fasia faringobasiler, pembungkus otot dan sebagian fasia
bukofaringeal.
Otot-otot faring tersusun dalam lapisan melingkar (sirkular) dan memanjang
(longitudinal). Otot-otot yang sirkular terdiri dari M.Konstriktor faring superior,
media dan inferior. Otot-otot ini terletak ini terletak di sebelah luar dan berbentuk
seperti kipas dengan tiap bagian bawahnya menutupi sebagian otot bagian atasnya
dari belakang. Di sebelah depan, otot-otot ini bertemu satu sama lain dan di belakang
bertemu pada jaringan ikat. Kerja otot konstriktor ini adalah untuk mengecilkan
lumen faring dan otot-otot ini dipersarafi oleh Nervus Vagus.
B. Pengkajian A B C D E
a. Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat
kelemahan reflek batuk. Jika ada obstruksi maka lakukan :
 Chin lift / jaw trust
 Suction / hisap
 Guedel airway
 Intubasi trakhea dengan leher ditahan (imobilisasi) pada posisi netral.
b. Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang
sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi, whezing, sonor,
stidor/ ngorok, ekspansi dinding dada.
c. Circulation
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi,
bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat,
dingin, sianosis pada tahap lanjut
d. Disability
Menilai kesadaran dengan cepat,apakah sadar, hanya respon terhadap nyeri atau
atau sama sekali tidak sadar. Tidak dianjurkan mengukur GCS. Adapun cara yang
cukup jelasa dan cepat adalah
Awake :A
Respon bicara :V
Respon nyeri : ekpresi muka
Tidak ada respon :U
e. Eksposure
Lepaskan baju dan penutup tubuh pasien agar dapat dicari semua cidera yang
mungkin ada, jika ada kecurigan cedera leher atau tulang belakang, maka
imobilisasi in line harus dikerjakan
C. Etiologi
Faringitis bisa disebabkan oleh virus maupun bakteri. Kebanyakan disebabkan oleh
virus, termasuk virus penyebab common cold, flu, adenovirus, mononucleosis atau
HIV. Bakteri yang menyebabkan faritingitis adalah streptokokus grup A,
korinebakterium, arkanobakterium, neisseria gonorrhoeae atau Chlamydia
pneumoniae.
D. Patofisiologi
Pada faringitis yang disebabkan infeksi, bakteri ataupun virus dapat secara langsung
menginvasi mukosa faring menyebabkan respon inflamasi lokal. Kuman
menginfiltrasi lapisan epitel, kemudian bila epitel terkikis maka jaringan limfoid
superfisial bereaksi, terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit
polimorfonuklear. Pada stadium awal terdapat hiperemi, kemudian edema dan sekresi
yang meningkat. Eksudat mula-mula serosa tapi menjadi menebal dan kemudian
cendrung menjadi kering dan dapat melekat pada dinding faring. Dengan hiperemi,
pembuluh darah dinding faring menjadi lebar. Bentuk sumbatan yang berwarna
kuning, putih atau abu-abu terdapat dalam folikel atau jaringan limfoid. Tampak
bahwa folikel limfoid dan bercak-bercak pada dinding faring posterior, atau terletak
lebih ke lateral, menjadi meradang dan membengkak. Virus-virus seperti Rhinovirus
dan Coronavirus dapat menyebabkan iritasi sekunder pada mukosa faring akibat
sekresi nasal. Infeksi streptococcal memiliki karakteristik khusus yaitu invasi lokal
dan pelepasan extracellular toxins dan protease yang dapat menyebabkan kerusakan
jaringan yang hebat karena fragmen M protein dari Group A streptococcus memiliki
struktur yang sama dengan sarkolema pada myocard dan dihubungkan dengan demam
rheumatic dan kerusakan katub jantung. Selain itu juga dapat menyebabkan akut
glomerulonefritis karena fungsi glomerulus terganggu akibat terbentuknya kompleks
antigen-antibodi.
E. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala faringitis dibedakan berdasarkan etiologinya, yaitu:
a. Virus
Jarang ditemukan tanda dan gejala yang spesifik. Faringitis yang disebabkan oleh
virus menyebabkan rhinorrhea, batuk, dan konjungtivitis.
Gejala lain dari faringitis penyebab virus yaitu demam yang tidak terlalu
tinggi dan sakit kepala ringan. Pada penyebab rhinovirus atau coronavirus, jarang
terjadi demam, dan tidak terlihat adanya adenopati servikal dan eksudat faring.
Pada penyebab virus influenza, gejala klinis bisa tampak lebih parah dan biasanya
timbul demam, myalgia, sakit kepala, dan batuk. Pada penyebab adenovirus,
terdapat demam faringokonjungtival dan eksudat faring. Selain itu, terdapat juga
konjungtivitis. Pada penyebab HSV, terdapat inflamasi dan eksudat pada faring,
dan dapat ditemukan vesikel dan ulkus dangkal pada palatum molle.
Pada penyebab coxsackievirus, terdapat vesikel-vesikel kecil pada palatum
molle dan uvula. Vesikel ini mudah ruptur dan membentuk ulkus dangkal putih.
Pada penyebab CMV, terdapat eksudat faring, demam, kelelahan, limfadenopati
generalisata, dan splenomegali. Pada penyebab HIV, terdapat demam, myalgia,
arthralgia, malaise, bercak kemerahan makulopapular yang tidak menyebabkan
pruritus, limfadenopati, dan ulkus mukosa tanpa eksudat.
b. Bakteri
Faringitis dengan penyebab bakteri umumnya menunjukkan tanda dan gejala
berupa lelah, nyeri/pegal tubuh, menggigil, dan demam yang lebih dari 380C.
Faringitis yang menunjukkan adanya mononukleosis memiliki pembesaran nodus
limfa di leher dan ketiak, tonsil yang membesar, sakit kepala, hilangnya nafsu
makan, pembesaran limpa, dan inflamasi hati. Pada penyebab streptokokus grup
A, C, dan G, terdapat nyeri faringeal, demam, menggigil, dan nyeri abdomen.
Dapat ditemukan hipertrofi tonsil, membran faring yang hiperemik, eksudat
faring, dan adenopati servikal. Batuk tidak ditemukan karena merupakan tanda
dari penyebab virus. Pada penyebab S. Pyogenes, terdapat demam scarlet yang
ditandai dengan bercak kemerahan dan lidah berwarna stoberi.
F. Klasifikasi
Faringitis Virus Faringitis Bakteri
Biasanya tidak ditemukan nanah di Sering ditemukan nanah di
tenggorokan tenggorokan
Demam, biasanya tinggi. Demam.
Jumlah sel darah putih normal atau
Jumlahseldarahputihmeningkatringansampaisedangn
agak meningkat
Kelenjar getah bening normal atau Pembengkakan ringan sampai sedang pada kelenjar
sedikit membesar getah bening
Tesapus tenggorokan memberikan Tesapus tenggorokan memberikan hasil positif
hasil negative untuk strep throat
Pada biakan di laboratorium tidak
Bakteri tumbuh pada biakan di laboratorium
tumbuh bakteri
a. Faringitis Akut
Yaitu radang tenggorok yang disebabkan oleh organisme virus hampir 70% dan
streptokakus group A adalah organisme bakteri yang umum berkenaan dengan
faringitis akut yang kemudian disebut sebagai “streepthroat” Faringitis Akut
Adalah suatu penyakit peradangan tenggorok (faring) yang sifatnya akut
(mendadak dan cepat memberat
b. Faringitis Kronik
Faringitis kronik umumnya terjadi pada individu dewasa yang bekerja/tinggal
dengan lingkungan berdebu, menggunakan suara berlebihan, menderita akibat
batuk kronik, penggunaan habitual alkohol dan tembakau.
Ada 3 jenis faringitis :
1. Hipertrofik ( penebalan umum dan kongesti membrane mukosa faring ).
2. Atrofik ( tahap lanjut dari jenis pertama : membran tipis, keputihan, licin dan
3. waktunya berkerut ).
Granular kronik (pembengkakan folikel limfe pada dinding faring).
Terdapat dua bentuk faringitis kronik yaitu faringitis kronik hiperplastik dan faringitis
kronik atrofi. Faktor predisposisi proses radang kronik di faring adalah rhinitis kronik,
sinusitis, iritasi kronik oleh rokok, minum alcohol, inhalasi uap yang merangsang
mukosa faring dan debu. Faktor lain penyebab terjadinya faringitis kronik adalah
pasien yang bernafas melalui mulut karena hidungnya tersumbat.
a. Faringitis Kronik Hiperplastik
Pasien mengeluh mula-mula tenggorok kering gatal dan akhirnya batuk yang
bereak. Pada faringitis kronik hiperplastik terjadi perubahan mukosa dinding
posterior faring. Tampak kelenjar limfa di bawah mukosa faring dan lateral band
hiperplasi. Pada pemeriksaan tampak mukosa dinding posterior tidak rata dan
berglanular
b. Faringitis Kronik Atrofi
Faringitis kronik atrofi sering timbul bersamaan dengan rhinitis atrofi. Pada
rhinitis atrofi, udara pernafasan tidak diatur suhu serta kelembapannya sehingga
menimbulkan rangsangan serta infeksi pada faring. Pasien umumnya
mengeluhkan tenggorokan kering dan tebal seerta mulut berbau. Pada
pemeriksaan tampak mukosa faring ditutupi oleh lender yang kental dan bila
diangkat tampak mukosa kering.
G. Pemeriksaan penunjang
1. Pada pemeriksaan dengan mempergunakan spatel lidah, tampak tonsil
membengkak, hiperemis, terdapat detritus, berupa bercak (folikel, lakuna, bahkan
membran). Kelenjar submandibula membengkak dan nyeri tekan, terutama pada
anak.
2. Pemeriksaan Biopsi. Contoh jaringan untuk pemeriksaan dapat diperoleh dari
saluran pernapasan (sekitar faring) dengan menggunakan teknik endoskopi.
Jaringan tersebut akan diperiksa dengan mikroskop untuk mengetahui adanya
peradangan akibat bakteri atau virus.
3. Pemeriksaan Sputum. Pemeriksaan sputum makroskopik, mikroskopik atau
bakteriologik penting dalam diagnosis etiologi penyakit.Warna bau dan adanya
darah merupakan petunjuk yang berharga.
H. Penatalaksaan
Penatalaksanaan terhadap faringitis dapat mengurangi risiko demam reumatik,
menurunkan durasi gejala, dan mengurangi risiko penularan penyakit. Pada faringitis
dengan penyebab bakteri, dapat diberikan antibiotik, yaitu:
a. Penicillin benzathine; diberikan secara IM dalam dosis tunggal
b. Penicillin; diberikan secara oral
c. Eritromisin
d. Penicillin profilaksis, yaitu penicillin benzathine G; diindikasikan pada pasien
dengan risiko demam reumatik berulang. Sedangkan, pada penyebab virus,
penatalaksanaan ditujukan untuk mengobati gejala, kecuali pada penyebab virus
influenza dan HSV. Beberapa obat yang dapat digunakan yaitu:
1. Amantadine
2. Rimantadine
3. Oseltamivir
4. Zanamivir; dapat digunakan untuk penyebab virus influenza A dan B
5. Asiklovir; digunakan untuk penyebab HSV
Faringitis yang disebabkan oleh virus biasanya ditangani dengan istirahat yang cukup,
karena penyakit tersebut dapat sembuh dengan sendirinya. Selain itu, dibutuhkan juga
mengkonsumsi air yang cukup dan hindari konsumsi alkohol. Gejala biasanya
membaik pada keadaan udara yang lembab. Untuk menghilangkan nyeri pada
tenggorokan, dapat digunakan obat kumur yang mengandung asetaminofen (Tylenol)
atau ibuprofen (Advil, Motrin). Anak berusia di bawah 18 tahun sebaiknya tidak
diberikan aspirin sebagai analgesik karena berisiko terkena sindrom Reye.
Pemberian suplemen dapat dilakukan untuk menyembuhkan faringitis atau
mencegahnya, yaitu:
a. Sup hangat atau minuman hangat, dapat meringankan gejala dan mencairkan
mukus, sehingga dapat mencegah hidung tersumbat.
b. Probiotik (Lactobacillus), dapat digunakan untuk menghindari dan mengurangi
demam.
c. Madu, dapat digunakan untuk mengurangi batuk.
d. Vitamin C, dapat digunakan untuk menghindari demam, namun penggunaan
dalam dosis tinggi perlu pengawasan dokter.
e. Seng, digunakan dalam fungsi optimal sistem imun tubuh, karena itu seng dapat
digunakan untuk menghindari demam, dan penggunaan dalam spray dapat
digunakan untuk mengurangi hidung tersumbat. Namun, penggunaannya perlu
dalam pengawasan karena konsumsi dalam dosis besar dan jangka waktu yang
lama dapat berbahaya.

DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Vol. 1.
Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai