Anda di halaman 1dari 15

TUBERKOLOSIS PARU

A. PENGERTIAN :
Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang menyerang paru-paru
yang disebabkan oleh Mycobakterium Tuberkulosis.

B. ETIOLOGI :
Jenis kuman berbentuk batang, ukuran panjang 1-4/um dan tebal 0,3-0,6/um.
Sebagian besar kuman berupa lemak/lipid sehingga kuman tahan terhadap asam dan
lebih tahan terhadap kimia , fisik. Sifat lain dari kuman ini adalah aerob yang
menyukai daerah yang banyak oksigin, dalam hal ini lebih menyenangi daerah yang
tinggi kandunagn oksiginnya yaitu. daerah apikal paru, daerah ini yang menjadi
prediksi pada penyakit Tuberkulosis

C. PATOFISIOLOGI :
Penyakit ini dikendalikan oleh respon imunitas perantara sel efektor
(makrofag), sedangkan limphosit (sel T) adalah sel imonoresponsifnya. Imunitas ini
biasanya melibatkan makrofag yang diaktifkan ditempat infeksi oleh limfosit dan
limfokin, respon ini disebut sebagai reaksi hipersensitifitas ( lambat). Basil Tuberkel
yang mencapai permukaan alveolus akan diinhalasi sebagai suatu unit (1-3 basil),
gumpalan basil yang lebih besar cenderung tertahan disaluran hidung dan cabang
besar bronkus dan tidak menyebabkan penyakit. Yang berada dialveolus dibagian
bawah lobus atas paru basil tuberkel ini membuat peradangan.
Leukosit polimorfonuklear nampak pada tempay tersebut dan mempagosit,
namun tidak membunuh basil. Hari-hari berikutnya leukosit diganti oleh makrofag,
alveoli yang terserang mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumoni akut.
Pneumoni selluler ini dapat sembuh dengan sendirinya. Proses ini dapat berjalan
terus, dan basil terus dipagosit atau berkembang biak di dalam sel. Basil juga
menyebar melalui kelenjar getah bening. Makrofag yang mengadakan infiltrasi
menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epiteloid yang
dikelilingi oleh limfosit (membutuhkan waktu 10-20 hari). Nekrosis bagian sentral
lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan seperti keju (nekrosis kaseosa) .
Daerah yang mengalami nekrosis dan jaringan granulasi yang dikelilingi sel epiteloid
dan fibroblas akan menimbulkan respon berbeda. Jaringan granulasi akan lebih
fibroblas membentuk jaringan parut dan ahirnya membentuk suatu kapsul yang
dikelilingi tuberkel..

D. TANDA & GEJALA


Keluhan dapat bermacam-macam atau malah tanpa keluhan, yang terbanyak adalah :
1. Demam : subfebril, febril ( 40-41derajat C) hilang timbul.
2. Batuk : terjadi karena adanya iritasi pada bronkus, batuk ini untuk membuang
/mengeluarkan produksi radang, dimulai dari batuk kering sampai batuk
purulenta (menghasilkan sputum)
3. Sesak nafas : bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang sampai setengah paru.
4. Nyeri dada : ini jarang ditemukan, nyeri timbul bila infiltrasi radang sampai
ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
5. Malaise : ditemukan beripa anorexia, nafsu makan menurun, BB menurun,
sakir kepala, nyeri otot, keringat diwaktu malam hari
Pada Atelektasis terdapat gejala manifestasi klinik yaitu: Sianosis, Sesak nafas,
Kolaps. Bagian dada pasien tidak bergerak pada saat bernafas dan jantung terdorong
kesisi yang sakit. Pada Foto Torax tampak pada sisi yang sakit bayangan hitam dan
diagfragma menonjol keatas.

E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK:
1. Pemeriksaan fisik :
a) Pada tahap dini sulit diketahui.
b) Ronchi basah, kasar dan nyaring.
c) Hipersonor/timpani bila terdapat kavitas yang cukup dan pada auskultasi
memberi suara umforik.
d) Atropi dan retraksi interkostal pada keadaan lanjut dan fibrosis.
e) Bila mengenai Pleura terjadi efusi pleura (perkusi memberikan suara pekak)
2. Pemeriksaan Radiologi :
a) Pada tahap dini tampak gambaran bercak-bercak seperti awan dengan batas
tidak jelas.
b) Pada kavitas bayangan berupa cincin.
c) Pada Kalsifikasi tampak bayangan bercak-bercak padat dengan densitas tinggi
3. Bronchografi :
Merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan bronchus atau kerusakan
paru karena TB.
4. Laboratorium :
a) Darah : leukosit meninggi, LED meningkat
b) Sputum : pada kultur ditemukan BTA
c) Test Tuberkulin : Mantoux test (indurasi lebih dari 10-15 mm)

F. PENATALAKSANAAN :
a) Penyuluhan
b) Pencegahan
c) Pemberian obat-obatan :
1. OAT (obat anti tuberkulosa) :
2. Bronchodilatator
3. Expektoran
4. OBH
5. Vitamin
d) Fisioterapi dan rehabilitasi
e) Konsultasi secara teratur
TINJAUAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Pola aktifitas dan istirahat :
Fatique, Aktivitas berat timbul sesak (nafas pendek), Sulit tidur, Berkeringat pada
malam hari
2. Pola Nutrisi :
Anorexia, Mual, tidak enak diperut, BB menurun
3. Respirasi :
Batuk produktif (pada tahap lanjut), sesak nafas, Nyeri dada.
4. Riwayat Keluarga :
Biasanya keluarga penderita ada yang mempunyai kesulitan yang sama
(penyakit yang sama)
5. Riwayat lingkungan :
Lingkungan kurang sehat (polusi, limbah), pemukiman padat, ventilasi rumah
yang kurang, jumlah anggauta keluarga yang banyak.
6. Aspek Psikososial :
a) Merasa dikucilkan
b) Tidak dapat berkomunikasi dengan bebas, menarik diri.
c) Biasanya pada keluarga yang kurang mampu.
d) Masalah berhubungan dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh perlu waktu
yang lama dan biaya yang bayak.
e) Masalah tentang masa depan/pekerjaan pasien.
f) Tidak bersemangat, putus harapan.
7. Riwayat Penyakit sebelumnya :
a) Pernah sakit batuk yang lama dan tidak sembuh sembuh.
b) Pernah berobat, tetapi tidak sembuh.
c) Pernah berobat tetapi tidak teratur (drop out).

B. DIAGNOSA PERAWATAN YANG MUNGKIN TIMBUL :


1. Gangguan pertukaran gas sehubungan dengan adanya faktor resiko :
a) Berkurangnya keefektifan permukaan paru, atelektasis.
b) Kerusakan membran alveolar kapiler.
c) Sekret yang kental
d) Edema Bronchial.
2. Potensial infeksi dan penyebaran infeksi sehubungan dengan :
a) Daya tahan tubuh menurun, fungsi silia menurun, sekret yang menetap.
b) Kerusakan jaringan akibat infeksi yang menyebar.
c) Daya tahan/ resistensi terhadap infeksi rendah
d) Malnutrisi
e) Terkontaminasi oleh lingkungan.
f) Kurang pengetahuan tentang infeksi kuman.
3. Gangguan kebutuhan nutrisi sehubungan dengan:
Kelelahan, batuk yang sering, adanya produksi sputum, dyspnoe, anorexia,
penurunan finansial /biaya.
4. Pembersihan jalan nafas yang tidak efektif sehubungan dengan :
Sekresi yang kental, lengket dan berdarah, lelah dan usaha batuk yang kurang,
Edema trachea/larink.
5. Kurangnya pengetahuan (kebutuhan Hygiene), tentang kondisi, pengobatan,
pencegahan, sehubungan dengan :
Tidak ada yang menerangkan, interpretasi yang salah, terbatas
pengetahuan/kognisi, tidak akurat, tidak lengkap imformasi yang didapat.

Pengobatan:
1. Nama obat : INH
Dosis : 1 x 400 mg
Farmakokinetik:
a) Diabsorbsi : dari saluran pencernaan, makanan mengurangi kecepatan
dan tingkat absorbsi
b) Puncak : 1 - 2 jam
c) Distribusi : Keseluruh jaringan tubuh dan cairan termasuk CNS,
melewati plasenta
d) Metabolisme : Tidak diaktifkan oleh acetylation di dalam hati
e) Eliminasi : waktu paruh 1 - 4 jam, 75 - 96% diekresikan dalam urin
dalam 24 jam, diekskresikan dalam air susu
f) Efek samping : biasanya dihubungkan dengan dosis
1. CNS : parestesias, perifeal neuropaty, nyeri kepala, kelemahan,
tinitus, pusing, vertigo, ataxia, somnolen, insomnia, amnesia,euphoria,
toxis psikosis, perubahan tingkah laku, depresi, kerusakan memori,
hyperpireksia, halusinasi, konvulsi, otot kejang, mimpi yang berlebihan ,
menstruasi
2. Mata : Penglihatan kabur, terganggunya penglihatan, optik
neuritis, atropi
3. GI : Mual , muntah , epigastrium distress, mulut
kering, konstipasi
4. Hematologi : Agranulositosis, hemolitik atau anemia aplastik,
trombositopenia, eosinophilia, methemoglobinemia
5. Hepatotoksisitas : panas dingin, kulit yang melepuh (mosbiliform, macula
papular, purpura, urticaria) limpadenitis, vaskulitis
6. Metabolik endokrin : Penurunan absorbsi vitamin B12, defisiensi pridoksin
(vitamin B6), pellagra, gynecomastia, hyperglikemia, glikosuria,
hyperkalemia, hipophosphathemia, hipokalsemia, acetonia, asidosis
metabolik, proteinemia
7. Lain-lain : dyspnea, retensi urine, demam yangdisebabkan obat-
obat, rematik, lupus erythromatosus syndrome, iritasi di tempat bekas
injeksi.
Implikasi Perawatan :
Pengelolaan :
a) Obat oral INH lebih baik diberikan sebelum makan 1 - 2 jam sebelum
makanan diabsorbsi, jika terjadi iritasi GI, obat boleh diberikan bersama
makanan
b) Isoniazid dalam bentuk larutan disimpan dalam bentuk kristal dan disimpan
dalam temperatur yang rendah. Jika hal ini terjadi obat disimpan ditempat
yang hangat atau dalam temperatur ruangan.
c) Nyeri lokal sementara setelah injeksi IM, massage daerah injeksi dengan
cara memutar daerah injeksi
d) Obat disimpan harus ditutup rapat, temperatur 15 - 30 C kecuali diberikan
secara sebaliknya
e) Pengkajian /efek obat :
1. Tes adanya kelemahan yang tepat, sebelum pemberian therapy untuk
mendeteksi kemungkinan bakteri yang resisten
2. Efek therapetik biasanya menjadi jelas dalam 2 - 3 minggu pertama
pemberian therapi. Lebih dari 90% pasien yang diberikan therapi
mempunyai sputum yang berkurang setelah 6 bulan
3. Pemeriksaan mata
4. Monitor Tekanan darah selama pemberian obat
5. Pasien seharusnya secara hati-hati dengan interview dan diperiksa dalam
interval bulanan untuk mendeteksi dini dari tanda dan gejala
hepatotoksisitas
6. Therapi INH yang kontinyu setelah onset dari disfungsi hepatik
meningkatkan resiko kerusakan hati yang lebih berat
7. Isoniazid hepatitis (kadang-kadang fatal) biasanya berkembang selama 3
- 6 bulan pertama, tetapi mungkin terjadi setiap waktu selama pemberian
therapi, hal ini lebih banyak frekwensinya pada pasien dengan umur 35
tahun atau lebih atau terutama yang meminum alkohol setiap hari
8. Cek berat badan 2 kali seminggu, di bawah kondisi standart
9. Pasien DM seharusnya diabsorbsi untuk hilangnya kontrol diabetes
antara glikosuria yang nyata dan tes benedik positif; yang palsu segera
dilaporkan
10. Neuritis peripheral lebih banyak menimbulkan afek toksik seringkali
didahului oleh parestesikaki dan tangan. Pasien yang bebas kerentanan
meliputi (termasuk) alkoholik atau pasien denga penyakit liver,
malnutrisi, diabetik, inaktivator lambat, wanita hamil dan kekuatan.
f) Pendidikan kesehatan kepada keluarga dan pasien
1. Memeperingatkan pasien terhadap makanan yang mengandung
tyramine (keju, ikan) yang menjadi penyebab dari palpitasi, peningktan
tekanan darah.
2. Instruksi pasien untuk melapor kepada medis bila ada tanda dan gejala
dari perkembangan hepatotoksik
3. Memperingatkan pasien terhadap makanan yang mengandung histamin
(ikan tuna) yang bisa menjadi penyebab dari palpitasi memperbesar
respon obat (nyeri kepala, hipotensi,palpitasi,berkeringat, diare)
4. Umumnya therapi INH diberikan 6 bulan - 2 tahun untuk pengobatan
TBC yang aktif, bila digunakan untuk terapi preventif, INH diberikan 12
bulan.
2. Nama obat : Ethambutol hydrochloride
Dosis: Dewasa 15 mg/kgBB (oral), untuk pengobatan ulang mulai dengan 25 mg
kg/BB/hari atau 60 hari, kemudian diturunkan sampai 15 mg/kgBB/hr
Anak: : 6 - 12 tahun: 10 - 15 mg/kgBB/hari
Farmakokinetik :
a) Absorbsi : 70% - 80% diabsorbsi di saluran pencernaan
b) Puncak : 2 - 4 jam
c) Distribusi: diodistribusi ke seluruh jaringan tubuh, konsentrasi tertinggi dalam
eritrosit, ginjal, paru-paru, saliva, melalui plasenta, didistribusi kedalam air
susu.
d) Metabolisme: dimetabolisme dalam hati
e) Eliminasi : waktu paruh 3 - 4 jam, 50% diekresikan dalam urin selama 24 jam,
20 - 22 % dikeluarkan dalam feses
f) Efek samping :
1. CNS : Nyeri kepala , pening/pusing, kebingungan, halusinasi, parestesia,
neuritis peripheral, nyeri tulang sendi, kelemahan pada ekstremitas bagian
bawah
2. Mata : Toksisitas bola mata : neuritis retrabulbar optik, kemungkinan
neuritis anterior optik dengan penurunan dalam ketajaman penglihatan,
menyempitnya luas lapang pandang, kebutaan pada warna merah-hijau,
skotoma pada bagian pusat dan periferal, mata nyeri, fotophobia,
perdarahan dan edema retina.
3. Saluran pencernaan : anoreksia, mual, muntah, nyeri abdomen
4. Hypersensitifitas : pruritis , dermatitis, anafilaktis
5. Hyperuresemia, demam , malaise, leukopenia (jarang), sputum yang
mengandung darah, gangguan sementara dalam fungsi liver
(kemungkinan hepatotoksisitas), nefrotoksisitas, gout artritis akut,
abnormalitas EKG, pengeluaran keringat
Implikasi Perawatan
a) Ethambutol mungkin diberikan setelah makan jika iritasi saluran
pencernaan terjadi. Absorpsi tidak begitu dipengaruhi oleh makanan
dalam perut.
b) Lindungi ethambutol dari cahaya, kelembaman dan panas. Letakan dalam
kemasan yang tertutup rapat-rapat pada suhu 15 - 30 C kecuali kalau
diberikan langsung .
c) Pengkajian dan efek obat
1. Kultur dan tes kerentanan seharusnya seharusnya ditentukan sebelum
dimulainya tindakan/dan pengulangan secara periodik pada terapi
secara keseluruhan .
2. Toksisitas okuli secara umum kelihatan dalam 1 - 7 bulan setelah
dimulainya tyerapi. Gejala biasanya tidak tampak selama beberapa
minggu sampai beberapa bulan setelah obat tidak dilanjutkan
3. Uji opthalmoskopik meliputi tes luas lapang pandang , tes untuk
ketajaman penglihatan menggunakan kertas mata, dan tes untuk
penggolongan diskriminasi warna seharusnya ditentukan lebih dulu
untuk memulai therapi dan dalam interval bulanan selama therapi.
Mata seharusnya dites secara terpisah sama baiknya secara bersama-
sama
4. Monitor rasio input dan output pada pasien dengan kerusakan ginjal .
Laporkan adanya oliguria atau perubahan yang penting pada ratio
atau dalam laporan laboratorium tentang fungsi ginjal. Akumulasi
sistemik dengan toksisitas dapat dihasilkan dari ekresi obat-obat
yang lambat
5. Tes fungsi ginjal dan hepatik, hitung sel darah dan determinan serum
asam urat seharusnya ditentukan dalam interval yang teratur pada
terapi secara menyeluruh.
d) Pendidikan pasien dan keluarga
1. Secara umum, therapi dapat berlanjut selama 1-2 terapi lebih lama,
meskipun teraturnya pengobatan yang lebih pendek bisa digunakan
dengan baik
2. Jika pasien hamil, selama pengobatan sarankan untuk melaporkan pada
dokter dengan segera . Obat seharusnya tersendiri.
3. Sarankan pasien untuk melaporkan dengan tepat pada dokter tentang
kejadian mengaburnya pandangan , perubahan persepsi warna,
mengecilnya luas lapang pandang , beberapa gejala penglihatan lainnya.
Pasien seharusnya secara periodik ditanyakan tentang matanya
4. Jika dideteksi secara dini, defek visual secara umum tidak kelihatan lebih
dari beberapa minggu sampai beberapa bulan. Pada beberapa instansi
(jarang), pemulihan mungkin lambat. Selama setahun atau lebih atau
defek mungkin irreversibel.
3. Nama obat : Rifampisin
Dosis : 1 x 450 mg
Farmakokinetik:
a) Absorbsi: Dengan mudah diabsorbsi di saluran pencernaan
b) Puncak: 2 - 4 jam
c) Distribusi : didistribusikan kemana-mana meliputi CSF, melalui plasenta,
didistribusikan ke dalam air susu
d) Metabolisme: Dimetabolisme dalam liver untuk metabolisme aktif dan inaktif
siklus enterohepatik
e) Eliminasi : Waktu paruh 3 jam. Sampai 30 % diekresikan dalam urin 60% -
65% dalam feses
f) Efek samping :
1. CNS: fatigue, drowsiness, nyeri kepala, ataxia, kebingungan, pusing,
ketidak mampuan berkonsentrasi, mati rasa secara umum, nyeri pada
ekstremitas, kelemahan otot, gangguan penglihatan , konjungtivitis,
hilangnya pendengaran frekuensi rendah, secara sementara.
2. GI : heart burn, distress epigastrium, mual, muntah, anoreksia, flaturens,
kram, diare, kolitis pseudomembran
3. Hematologi : Trombositopenia, leukopeni sementara, anemia, meliputi
(termasuk) anemia hemolitik
4. Hypersensitivitas : panas, pruritis, urtikaria, erupsi kulit, rasa sakit pada
mulut dan lidah, eosinophilia, hemolisis
5. Ginjal : hemoglobinuria, hematuria, Akut Renal Failure
6. Lain-lain: hemoptisis, light-chain proteinuria, sindrom “flulike”,
gangguan menstruasi, sindroma hepatorenal (dengan terapi intermitten).
Peningkatan sementara pada tes fungsi hati (bilirubin, BSP, alkaline
fosfatase,ALT,AST), pankreatitis
7. Overdosis: Gejala GI, meningkatnya lethargi, pembesaran liver dan
pengerasan, jaundice, berkeringat, saliva, air mata, feces
Implikasi Perawatan
a) Kapsul bisa dibuka diisi dan diminum/diteguk dengan air atau dicampur dengan
makanan
b) Suspensi oral dapat disiapkan dari kapsul untuk digunakan pada pasien pediatri
c) Berikan 1 jam sebelum atau 2 jam setelah makan. Puncak dari tingkat serum
diperlambat dan mungkin agak rendah ketika diberikan dengan makanan
d) Pengawetan seharusnya dijaga dalam kapsul yang dikemas dalam botol , dapat
menjadi tidak stabil dalam keadaan lembab
e) Pengkajian dan efek obat
1. Tes serologi dan kerentanan seharusnya ditentukan paling utama selama dan
dalam keadaan / waktu kultur positif
2. Disarankan tes fungsi hepatik secara periodik . Pasien dengan penyakit hepar
harus dimonitor secara tertutup (closely)
3. Jika pasien juga mendapat anti koagulan , waktu protrombin seharusnya
ditentukan secara harian atau seringkali untuk membuat dan menjaga aktifitas
antikoagulan
f) Pendidikan kepada pasien dan keluarga
1. Informasikan kepada pasien bahwa obat bisa memberi warna pada urin merah
-oranye, feces, sputum, keringat dan air mata. Terutama yang menggunakan
kontak lensa atau kaca berwarna lainnya yang permanent.
2. Pasien dengan kontrasepsi oral, seharusnya mempertimbangkan alternatif
metode-metode kontrasepsi. Hal-hal yang sama menggunakan Rimfapisin dan
kontrasepsi oral menurunkan keefektifan dari kontrasepsi dan untuk
gangguan menstruasi (spotting, perdarahan)
3. Perhatikan pasien agar menjaga obat dari jangkauan anak-anak
4. Nama obat : Pyrazinamide
Dosis : 2 x 500 mg
Farmakokinetik :
a) Absorbsi : Langsung diabsorpsi dari saluran pencernaan
b) Puncak : 2 jam
c) Distribusi : Melewati barier darah otak
d) Metabolisme : di metabolisme di hati
e) Eliminasi : waktu paruh 9 - 10 jam, diekresikan secara perlahan-lahan di
dalam urin
f) Efek samping :
Astralgia, aktif gout, kesulitan dalam kencing, nyeri kepala, fotosensitif,
urtikaria, skin rash (jarang), anemia hemolitik, splenomegali,
limphadenopathy, hemoptisis, peptik ulser, uric asid dalam serum,
hepatotoksik, tes fungsi ginjal yang abnormal, penurunan plasma protrombin.
Implikasi perawatan
a) Pengelolaan :
1. Obat seharusnya tidak dilanjutkan jika ada reaksi hepar (jaundice,pruritis,
sklera ikterik, yellow skin) atau hyperursemia dan akut gout
2. Tempatkan dalam tempat tertutup (suhu 15 - 13 C)
3. Efek obat
4. Pasien harus diobservasi dan mendapat petunjuk dari supervisi medis
5. Pasien harus diperiksa secara teratur , dan kemungkinan adanya tanda
toksik: pembesaran hepar, jaundice, kerusakan integritas vaskuler
(echymosis, ptekie, perdarahan abnormal)
6. Reaksi hepar lebih sering terjadi pada pasien yang diberikan dosis tinggi
7. Tes fungsi liver (AST, ALT, serum bilirubin) harus diperiksa 2-4 minggu
selama terapi
b) Pendidikan kesehatan kepada pasien dalam keluarga
1. Laporkan adanya kesulitan dalam pengosongan
2. Pasien seharusnya berkeinginan untuk intake cairan 2000 ml/hari jika
memungkinkan
3. Pasien dengan diabetes melitus seharusnya terbuka untuk memonitor dan
meminta saran terhadap kemungkinan kehilangan kontrol glikemia
5. Nama obat : Aldactone
Dosis : 2 x 100 mg
Farmakokinetik :
a) Absorbsi : 73% disaluran pencernaan, onset : perlahan-lahan.
b) Puncak : 2-3 hari , max. efeknya 2 minggu.
c) Durasi : 2-3 hari atau lebih.
d) Distribusi : melalui placenta, didistribusikan melalui air susu.
e) Metabolisme : di hati dan di ginjal.
f) Eliminasi : Waktu paruh : 1,3 - 2,4 Jam parent kompound, 18 - 32 jam
dimetabolisme, 40 - 57% di ekskresikan didalam urin , 35 - 40% di dalam
empedu.
g) Efek samping :
1. Letargi, Fatique(penurunan BB yang cepat), nyeri kepala dan ataksia.
2. Endokrin : genekomastik, ketidakmampuan untuk mempertahankan
ereksi , efek endogenik (ketidakteraturan mens, hersutisme, suara
dalam) , berubahnya para tyroid, menurunnya glukosetoleransi .
3. GI : Kram abdominal, nausea, muntah, anoreksia, diare.
4. Kulit : Makulopapular, erythematosus rash, urtikaria.
5. Lain-lain: Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit (hiperkalemia,
hiponatremia), peningkatan BUN, asidosis, agranulasitosis, SLE,
hipertensi(post sympatectomi) , hiperurecemia, Gout.
Implikasi Perawatan :
a) Pengelolaan :
1. Berikan dengan makanan untuk mempertinggi absorbsi makanan.
2. Haluskan tablet sebelum diberikan dengan cairan yang dipilih oleh
pasien.
3. Obat disimpan dalam tempat tertutup, dalam kemasan tahan cahaya,
dalam bentuk suspensi lebih tahan dalam waktu I bulan dibawah
refrigeration.
4. Pengkajian dan efek otot :
5. Cek tekanan darah sebelum diberikan terapi.
6. Serum elektrolit harus dimonitor, terutama selama permulaan terapi dan
siapkan bila ada tanda-tanda ketidak seimbangan elektrolit.
7. Monitor intake dan output setiap hari dan cek adanya edema, laporkan
kekurangan respon diuretik atau perkembangan odem.
8. Laporkan bila ada efek perubahan mental, letargi, stupor pada pasien
dengan penyakit hati.
9. Reaksi yang merugikan, terjadi reversibel yang umum dengan tidak
dilanjutkan obat. Ginekomastik yang dihubungkan dengan dosis dan
durasi terapi. Ini semua dilakukan walaupun obat telah dihentikan.
b) Pendidikan pasien dan keluarga :
1. Informasikan pada pasien dan keluarga efek obat deuretik yang
maksimal mungkin tidak terjadi sampai 3 hari pemberian terapi. Dan
deuretik kontinue untuk 2-3 hari setelah obat dihentikan.
2. Intruksikan pasien untuk melaporkan tanda dari hiponatremi, yang lebih
sering terjadi pada pasien dengan serosis berat.
3. Umumnya pasien harus menghindarkan intake yang belebihan dari
makanan yang tinggi potasium dan garam.
DAFTAR PUSTAKA

1. Soeparman, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi Kedua, Balai Penerbit FKUI,
Jakarta, 1987.
2. Donna D, Marilyn. V. Medical Sugical Nursing, WB Sounders, Philadelpia 1991.
3. Doenges E Marilynn.2000. Rencana Asuhan Keperawatan. F.A Davis Company.
Philadelphia Edition 3 , 1989
4. Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius

Anda mungkin juga menyukai