Anda di halaman 1dari 6

VITAMIN KOSMETIKA: VITAMIN C

Patricia K. Farris
Diterjemahkan oleh Shafira Zahra Ovaditya

I. Pendahuluan
Vitamin C adalah anti oksidan alami yang banyak digunakan dalam bidang kosmetik
untuk mencegah dan mengobati kulit yang terbakar sinar matahari. Sebagian besar
tumbuhan dan binatang memiliki kemampuan untuk mensintesis vitamin C. Pada manusia,
vitamin C tidak dapat disintesis karena ketidakmampuan tubuh manusia memproduksi
enzim L-glucono-gamma-lactone oxidase, yakni enzim yang berperan penting dalam proses
produksi vitamin C. Vitamin C didapatkan dari konsumsi makanan seperti jeruk dan sayur-
sayuran hijau. Menariknya, suplemen oral vitamin C hanya mampu meningkatkan sedikit
kadar vitamin C pada kulit. Hal ini disebabkan karena sebanyak apapun vitamin C yang
dikonsumsi, penyerapannya akan tetap dibatasi oleh mekanisme transport di dalam usus.
Maka dari itu, vitamin C banyak diaplikasikan secara topikal dalam bidang kosmetika.
Pada bidang kosmetika, vitamin C dapat ditemukan dalam 3 sediaan, yakni krim, serum,
dan dalam bentuk patch. Krim merupakan bentuk aktif vitamin C, asam L-askorbat.
Formulasi awal asam L-askorbat sering berubah menjadi kuning karena asam
dehidroaskorbat yang dihasilkan dari proses oksidasi terpapar udara. Karena alasan inilah,
peneliti mengembangkan senyawa turunan yang lebih stabil, seperti askorbil-6-palmitat dan
magnesium askorbil fosfat. Setelah dilakukan studi stabilitas, didapatkan bahwa magnesium
askorbil fosfat merupakan senyawa yang paling stabil, diikuti oleh askorbil-6-palmitat, dan
yang paling kurang stabil adalah asam L-askorbat. Seluruh bentuk formulasi vitamin C
diatas kini dapat kita dapatkan di berbagai toko farmasi sekarang.

II. Stres Oksidatif, Penuaan Kulit, dan Vitamin C


Berbagai penelitian mengenai penuaan kulit telah menjelaskan tentang peranan
Reactive Oxygen Species (ROS) dalam patogenesis penuaan kulit akibat cahaya. Reactive
Oxygen Species (ROS) termasuk anion superoksida, peroksida, dan oksigen singlet
dihasilkan ketika kulit manusia terpapar sinar ultraviolet. ROS ini memiliki efek langsung
terhadap alterasi kimia pada DNA, membran sel, dan protein seperti kolagen.
Stres oksidatif juga dapat mengaktifasi berbagai mekanisme seluler yang diperantarai
oleh faktor-faktor transkripsi. ROS meningkatkan jumlah aktivator faktor transkripsi
protein-1 (AP-1). AP-1 meningkatkan produksi metalloproteinase (MMP) yang
menyebabkan pemecahan kolagen. Faktor transkripsi nuklir kappa-B (NF- ϰB) juga
diinduksi oleh stres oksidatif dan menghasilkan sejumlah mediator inflamasi yang berperan
dalam penuaan kulit. Selain itu, ROS meningkatkan level elastin mRNA dalam fibroblas
dermal, hal ini menjelaskan tentang perubahan elastistitas yang ditemukan dalam penuaan
lapisan dermis kulit akibat cahaya.
Kulit memiliki sistem enzimatis dan non enzimatis yang kompleks sebagai upaya
perlindungan diri dari ROS yang berbahaya. Asam L-askorbat merupakan anti oksidan yang
paling banyak ditemukan pada kulit manusia. Vitamin larut air ini turut berperan pada
kompartemen cairan dalam sel. Vitamin C secara beruntun mendonorkan elektron,
menetralisasi radikal bebas, dan menjaga struktur intraseluler dari stres oksidatif. Setelah
pendonoran elektron yang pertama, radikal bebas askorbat yang lebih stabil akan terbentuk
dan setelah pendonoran elektron yang kedua, asam dehidroaskorbat akan tersisa. Asam
dehidroaskorbat dapat diubah kembali menjadi asam L-askorbat dengan bantuan enzim
asam dehidroaskorbat reduktase atau dapat dipecah. Vitamin C juga dapat membantu
regenerasi bentuk oksidatif dari vitamin E, anti oksidan larut lemak yang poten. Dalam
bentuk ini, kedua vitamin antioksidan tersebut berfungsi secara sinergis dalam sel.
Ketika sinar ultraviolet meningkatkan produksi ROS intraseluler, pada saat yang
bersamaan senyawa ini akan merusak kemampuan kulit untuk menetralisasi mereka.
Paparan sinar UVB menguras banyak antioksidan kunci pada kulit, termasuk vitamin C.
Diketahui bahwa paparan sinar ultraviolet akan menguras penyimpanan vitamin C pada
kulit dalam dosis yang tergantung cara paparan. Paparan minimal 1,6 MED (Minimal
Erythema Dose) dapat menurunkan kadar vitamin C hingga tersisa 70% dari kadar
normalnya. Sedangkan paparan terhadap kulit murine hingga 10 kali MED akan
menurunkan kadar vitamin C hingga tersisa 54% dari kadar normalnya. Selain itu senyawa
ozon juga mampu menurunkan kadar vitamin C dan E yang tersimpan pada sel epidermis
kulit. Demikianlah paparan lingkungan merusak mekanisme pertahanan alami kulit
terhadap stres oksidatif

III. Vitamin C: Efek terhadap Sintesis Kolagen dan Elastin


Vitamin C penting untuk biosintesis kolagen. Askorbat berperan sebagai kofaktor
untuk prolil dan lisil hidroksilase, yaitu enzim enzim yang berperan sebagai stabilisator
dalam kolagen cross-linking. Askorbat juga dapat menstimulasi sintesis kolagen secara
langsung dengan cara mengaktifkan transkripsi dan menstabilisasi mRNA prokolagen.
Scurvy berperan sebagai prototipe terhadap perubahan fisiologis yang terjadi ketika
kekurangan vitamin C dan ketidakseimbangan biosintesis kolagen.
Melihat hal ini, tidak mengherankan bahwa vitamin C yang diaplikasikan secara topikal
dapat meningkatkan produksi kolagen di kulit. Biopsi kulit yang diambil dari seorang wanita
paska menopause yang menggunakan asam L-askorbat 5% pada lengannya menunjukkan
peningkatan kadar mRNA kolagen I dan III. Selain itu, kadar inhibitor jaringan MMP I juga
meningkat, membuat dugaan bahwa vitamin C topikal dapat menghambat pemecahan
kolagen. Menariknya, kadar mRNA elastin, fibrilin, dan inhibitor jaringan MMP 2 tidak
berubah. Penulis mengamati bahwa vitamin C topikal paling banyak berpengaruh kepada
pengguna yang sedikit mengkonsumsi vitamin C. Penulis menyimpulkan bahwa aktivitas
fungsional sel-sel dermis dapat ditingkatkan secara topikal dengan pemberian vitamin C.
Asam L-askorbat juga berpengaruh terhadap biosintesis elastin. Studi in vitro menduga
biosintesis elastin oleh fibroblas dihambat oleh askorbat. Hal ini sangat membantu
mengurangi akumulasi elastin yang dapat menyebabkan penuaan kulit akibat cahaya.

IV. Fotoproteksi oleh Vitamin C


Ketika tabirsurya mempertahankan proteksi kulit terhadap perubahan yang diakibatkan
oleh sinar UV, anti oksidan topikal mendapatkan keuntungan. Studi terbaru menduga bahwa
ketika tabir surya mengurangi eritem pada kulit akibat sinar UV dan pembentukan dimer
timin, namun mereka hanya sedikit melindungi kulit dari radikal bebas. Tabir surya, bila
digunakan secara benar, hanya mengeblok 55% radikal bebas yang dihasilkan oleh paparan
UVA. UVA dipercaya memiliki peranan penting dalam menyebabkan penuaan kulit dan
pembentukan melanoma. Berdasarkan data studi, disarankan penggunaan tabir surya
dikombinasi dengan antioksidan topikal.
Asam L-askorbat diketahui memiliki efek fotoprotektif terhadap kulit. Vitamin C tidak
berperan sebagai tabir surya karena tidak menyerap cahaya matahari dalam spektrum UV.
Asam L-askorbat topikal telah diketahui dapat melindungi kulit babi dari eritem yang
disebabkan oleh UVB dan dari sel-sel terbakar sinar matahari. Vitamin C topikal 10% dapat
menurunkan eritem yang disebabkan oleh UVB sebesar 52% dan jumlah kulit yang terbakar
matahari hingga 40-60%. Pra-perlakuan dengan vitamin C terhadap PUVA mengurangi
cedera akibat cahaya matahari dilihat dari jumlah sel yang terbakar matahari ketika hasil
pemeriksaan histologi tidak menunjukan adanya tanda-tanda PUVA.
Meskipun penggunaan tunggal vitamin C dapat berperan sebagai fotoprotektif bagi
kulit, namun penggunaanya lebih optimal ketika dikombinasikan dengan vitamin E. Dalam
studi yang menguji sinergi kerja kedua vitamin ini, vitamin C dan E diaplikasikan secara
tunggal dan kombinasi selama 4 hari pada kulit babi yang kemudian diradiasi menggunakan
stimulator matahari (295nm). Pada hari ke 5, faktor antioksidan termasuk eritem, sel-sel
yang terbakar matahari, dan dimer timin dinilai. Kombinasi asam L-askorbat 5% dan alfa
tokoferol 1% menunjukkan efek fotoprotektif yang sangat baik setelah hari ke 4. Kedua
antioksidan menunjukkan efek fotoprotektif dalam penggunaan tunggal, namun lebih baik
ketika dikombinasikan.
Penting diketahui bahwa antioksidan topikal harus digunakan sebelum paparan UV
sebagai fotoproteksi. Dalam studi RCT double-blinded menggunakan plasebo terhadap
manusia, efek singkat fotoprotektif dari beberapa antioksidan yang digunakan, dinilai
setelah papara UV. Melatonin, vitamin C, dan vitamin E diberikan secara tunggal dan
kombinasi, setelah 30 menit, 1 jam, dan 2 jam setelah paparan UV. Tidak ada efek
fotoprotektif yang ditemukan ketika antioksidan tersebut digunakan setelah paparan UV.

V. Vitamin C Sebagai Anti Inflamasi


Vitamin C diketahui memiliki aktivitas anti inflamasi dan telah banyak digunakan oleh
dermatologis untuk menangani dematosis inflamasi. Kultur sel manusia yang telah diberi
vitamin C menunjukkan hasil penurunan aktivasi faktor nuklir faktor transkripsi kappa B
(NF- ϰB). NF- ϰB adalah faktor transkripsi yang berperan terhadap produksi sejumlah
sitokin pro-inflamasi seperti tumor nekrosis faktor alfa (TNF-α), IL-1, IL-6, dan IL-8.
Penurunan regulasi NF- ϰB oleh vitamin C dilakukan dengan menutup aktvasi TNF-α oleh
NF- ϰB. Mekanisme ini menjelaskan efek anti inflamasi vitamin C

VI. Transfer dan Metabolisme Vitamin C serta Turunannya


Ketika sebagian lebih memilih menggunakan derivat ester dalam formulasi, sebagian
lainnya masih memilih untuk tetap menggunakan asam L-askorbat. Studi yang dilakukan
oleh Pinnel et. all. menunjukkan bahwa asam L-askorbat yang digunakan secara topikal
dapat diformulasikan dengan cara yang stabil dan meningkatkan penyerapannya. Studi ini
menyatakan bahwa asal L-askorbat dapat disebarkan melintasi stratum korneum selama
muatan ionik molekul ini dihilangkan. Hal ini hanya didapatkan pada kondisi pH kurang
dari 3,5. Konsentrasi maksimal asa L-askorbat untuk penyerapan secara perkutan adalah
20%, dan dalam kadar yang lebih tinggi gagal diserap. Penggunaan harian asam L-askorbat
15% pada pH 3,2 meningkatkan kadar asam L-askorbat kulit sebanyak 20kali dan kadar
jaringan mulai jenuh setelah 3 hari. Masa aktif asam L-askorbat setelah jaringan mulai jenuh
adalah sekitan 4 hari. Magnesium askorbil fosfat 13% dan askorbil-6-palmitat 10% yang
digunakan secara topikal gagal meningkatkan kadar asam L-askorbat kulit berdasarkan studi
tersebut.
Studi terbaru menjelaskan mekanisme yang terlibat dalam penyebaran asam L-askorbat
dan magnesium askorbil fosfat (MAP) melintasi stratum korneum. Studi in vitro pada
mencit menilai kemampuan laser dan mikrodermabrasi untuk meningkatkan dan
mengontrol penyerapan kulit dan deposisi asam L-askorbat dan MAP. Pada baseline, asam
L-askorbat memiliki permeabilitas yang sangat rendah sedangkan MAP lebih mudah
disalurkan menuju dermis dimana ia akan ditransformasikan menjadi asam L-askorbat.
Perbedaan permeabilitas ini disebabkan karena asam L-askorbat bersifat hidrofilik
sedangkan MAP lebih bersifat lipofilik. Studi ini memberikan hasil bahwa penggunaan
mikrodermabrasi, erbium, dan laser karbondioksida dapat meningkatkan penyerapan asam
L-askorbat topikal dan tidak memberikan pengaruh apapun terhadap penyerapan MAP. Data
ini menunjukkan bahwa taraf langkah penilaian MAP dilihat dari difusinya, bukan dilihat
dari penyerapan melintasi kulit karena ia dapat dengan mudah disebarkan menuju stratum
korneum. Studi lebih jauh menjelaskan perbedaan biokimia antara vitamin C dan derivatnya
terkait dengan aktivitas biologis.
a. Askorbil-6-palmitat
Askorbil-6-palmitat adalah analog asam L-askorbat yang larut lemak dengan
cincin palmitatterikat pada posisi keenamnya. Molekul ini menghasilkan asam
askorbat dan asam palmitat ketika dihidrolisis. Karena sifat larut lemaknya, askorbil
palmitat mudah disebarkan menuju sel sebagai antiksidan.
Perricone telah mempublikasi penggunaan askorbil-6-palmitat secara luas.
Studi tersebut menjelaskan bahwa askorbil-6-palmitat memiliki aktivitas fisiologis
yang tidak tergantung pada pemecahan asam askorbat. Askorbil-6-palmitat adalah
scavenger radikal bebas pada dan dari dirinya sendiri. Karena ia tidak mengiritasi
dalam pH netral, askorbil-6-palmitat dapat digunakan secara topikal dan memiliki
jangka waktu penyimpanan selama 2 tahun.
Studi klinik yang dilakukan oleh Perricone menunjukkan bahwa askorbil-6-
palmitat 15% efektif digunakan untuk mengurangi eritem yang diinduksi oleh UVB.
Askorbil palmitat yang digunakan setelah terbakar UV dapat mengurangi kemerahan
kulit 50% lebih cepat dari kulit yang tidak diolesi. Efek tersebut merupakan hasil
dari aktivitas anti inflamasi. Askorbil palmitat topikal juga membuktikan bahwa ia
30kali lipat lebih efektif daripada asam askorbat dalam menghambat tumor pada
mencit.
Perricone juga membuktikan bahwa askorbil palmitat berguna untuk menangani
dermatosis inflamasi. Ia menyebutkan bahwa psoriasis dan eksema astetotik dapat
meningkat karena penggunaan askorbil palmitat secara topikal. Uji klinis yang
membukikan observasi tersebut belum pernah dilakukan.

b. Magnesium askorbil fosfat (MAP)


Magnesium askorbil fosfat banyak ditemukan dalam kosmetik dan bersifat
stabil pada pH netral. MAP adalah scavenger radikal bebas dan merupakan stimulan
produksi kolagen. Beberapa studi telah menyebutkan bahwa MAP melindungi
peroksidasi yang diinduksi UVB pada mencit tak berbulu. Studi ini telah
mengkonfirmasi bahwa MAP menembus epidermis dan dirubah menjadi asam
askorbat.
Studi in vitro dengan menggunakan fibroblas manusia menyebutkan bahwa
MAP setara dengan asam askorbat dalam kemampuannya menstimulasi kolagen.
Penemuan ini telah dikonfirmasi oleh beberapa studi lanjutan yang membuktikan
peningkatan sintesis kolagen dan pertumbuhan sel dari fibroblas yang dikultur dan
diberi perlakuan menggunakan MAP. Pada akhirnya, studi in vitro membuktikan
bahwa MAP mengatur produksi kolagen tipe I.

VII. Studi Klinik Mengenai Vitamin C Topikal


Uji Klinis telah menginvestigasi efek kosmetik dari produk-produk yang mengandung
asam L-askorbat. Sebuah studi RCT dengan double blind sampling selama 3 bulan
dilakukan pada 19 pasien dengan rentang usia 36 hingga 72 tahun dan mengalami kerusakan
sedang kulit akibat cahaya. Pasien diaplikasikan asam askorbat topikal 10% (serum potensi
tinggi Cellex-C, Cellex-C internasional, Toronto, Ontario) atau vehicle serum pada setengah
wajahnya selama 3 bulan. Analisis hasil Optik profilometri menunjukkan peningkatan yang
signifikan secara statistik pada sisi yang diaplikasi vitamin C dibandingkan dengan sisi
kontrol. Assesmen klinis menunjukkan peningkatan yang signifikan pada kerutan halus,
taktil kasar, kerutan kasar, tone kulit, kekuningan/kepudaran kulit, dan sifat-sifat lain kulit
yang diaplikasi. Asessmen fotografi menunjukkan peningkatan sebesar 57,9% pada
kelompok perlakuan yang diberi vitamin C dibandingkan dengan kelompok kontrol. Pasien
pada gambar 8.2 dan 8.3 menunjukkan peningkatan yang diharapkan pada penggunaan asam
L-askorbat secara kontinyu. Pasien pada gambar 8.2 menunjukkan perbaikan kerutan kulit
periorbital yang sangat besar sedangkan pasien pada gambar 8.3 menunjukkan pencerahan
kulit yang signifikan pada bercak-bercak hiperpigmentasi yang diinduksi aktinik.
Filtzpatrick dan Rostan melaporkan sebuah studi double blind pada 10 pasien yang
separuh bagian wajahnya diterapi menggunakan asam L-askorbat 10% dan tetraheksidil
askorbat 7% dalam anhydrous polysilicone gel base. Polysilicone gel base yang inaktif ini
berperan sebagai kontrol pada sisi yang berlawanan. Evaluasi klinis dilakukan pada minggu
ke 4,8, dan 12 dan punch biopsies dilakukan. Secara keseluruhan terdapat perbaikan secara
statistik pada sisi yang diterapi menggunakan vitamin C dibandingkan dengan sisi yang
diterapi menggunakan kontrol pada minggu ke 12. Sisi yang diterapi menggunakan vitamin
C memiliki skor photoaging yang lebih rendah pada kulit pipi dan perioral. Daerah
periorbital juga mengalami perbaikan pada kedua sisi, dimana penulis menerankan adanya
peningkatan hidrasi. Biopsi kulit setelah pemberian vitamin C menunjukkan peningkatan
grenz zone collagen dan peningkatan staining untuk mRNA kolagen tipe I.
Selain memperbaiki kerutan kulit, vitamin C juga dapat membantu mencerahkan
hiperpigmentasi. Studi yang dilakukan oleh Kameyama et. all. membuktikan bahwa
magnesium-L-askorbil-2-fosfat menekan pembentukan melanin yang diinduksi tirosinase
dan sel-sel melanoma. Selain itu, krim magnesium-L-askorbil-2-fosfat 10% yang
diaplikasikan pada kulit manusia menyebabkan pencerahan melasma dan lentigen pada 19
dari 34 pasien.
Vitamin C topikal telah direkomendasikan untuk membantu terapi acne karena sifat
anti inflamasinya. Sodium-L-askorbil-2-fosfat (APS), salah satu derivat vitamin C yang
jarang digunakan, telah menunjukkan efek menguntungkan pada acne dan acne scarring
ketika dikombinasikan dengan glycolic acid peels. Pasien diaplikasikan Sodium-L-askorbil-
2-fosfat 5% atau vehicle dua kali sehari setelah glycolic acid peels 50%. Peels diaplikasikan
sebanyak satu hingga tiga kali setiap bulan dengan rentang waktu 10 hari. 79% pasien yang
diaplikasikan APS menunjukkan perbaikan moderat hingga excellent dibandingkan dengan
44% kelompok kontrol. Peneliti menyimpulkan bahwa Sodium-L-askorbil-2-fosfat topikal
dapat meningkatkan outcome pada pasien acne scarring. Terdapat laporan anekdot bahwa
vitamin C topikal dapat meningkatkan rosea tipe inflamasi, namun studi klinis yang objektif
tidak didapatkan.
Penggunaan L-askorbat topikal yang inovatif telah disebutkan oleh Alster dan West
yang mengevaluasi efikasi L-askorbat untuk menangani eritem paska CO2 laser
resurfacing. Studi split face menunjukkan penurunan yang signifikan pada pasien eritem
paska CO2 laser resurfacing di minggu ke 8 paska tindakan setelah diterapi menggunakan
larutan cair yang berisi asam L-askorbat topikal 10%, seng sulfat 2%, dan tirosin 0,5%.
Menariknya, krim dengan formulasi yang sama tidak menunjukkan hasil apapun.

VIII. Kesimpulan
Vitamin yang diaplikasikan secara topikal terus menjadi armamentarium anti
penuaan. Kini telah didapatkan data yang mengkonfirmasi keuntungan vitamin C
topikal dan mendukung penggunaannya dalam bidang kosmetika. Aktivitas
biologisnya yang bermacam-macam pada kulit membuat vitamin C menjadi agen
yang berharga bagi dermatologis.

Anda mungkin juga menyukai