Anda di halaman 1dari 14

MINI CX

TENSION TYPE HEADACHE

Disusun Untuk Memenuhi Syarat Program Kepaniteraan Klinik


Bagian Ilmu Penyakit Saraf RS PKU Muhammadiyah Gamping

Disusun oleh :
Ira Safira
20184010056

Diajukan Kepada :
Dr. dr.Tri Wahyuliati, Sp.S., M.Kes.

BAGIAN ILMU PENYAKIT SYARAF


RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH GAMPING
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2018
BAB I

PENDAHULUAN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. A
Usia : 54 th
Alamat : Bantul
Tanggal Periksa : 1 Agustus 2018

II. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama
Pasien mengeluhkan sakit kepala.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli saraf mengeluhkan sakit kepala sejak 2 minggu yang
lalu. Sakit kepala yang dirasakan kencang di daerah tungkak dan sekitar mata. Sakit
kepala selalu muncul setiap hari tetapi hilang timbul. Sakit kepala berkurang jika
istirahat dan minum obat tetapi setelah itu akan muncul kembali. Dua minggu yang
lalu, pasien sudah ke IGD RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta dan satu minggu
yang lalu sudah mengunjungi poli saraf RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta tetapi
nyeri selalu timbul kembali. Pasien mengaku, selain nyeri kepala tidak ada keluhan
lain.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Hipertensi (+), DM (-), trauma patah tulang tungkai (+)
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Hipertensi (-), DM (-), keluhan serupa (-)
e. Riwayat Pribadi
Pasien tidak merokok atau minum alkohol.

III. PEMERIKSAAN FISIK


a. Status Presens
TD = 140/84 mmHg
T = 36,5 ◦C
HR = 76 x/m
RR = 20 x/m

1
VAS = 3
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Status gizi : Cukup
b. Status Psikiatri
 Kesadaran : Compos Mentis
 Kuantitatif : GCS 15 (mata, bicara, motorik) = 4,5,6
 Kualitatif : Tingkah laku tenang
 Orientasi : (tempat) baik, (waktu) baik, (orang) baik
 Jalan Pikiran : Koheren
 Kemampuan Bicara : lancar (+)
 Sikap Tubuh : tremor (-), rigiditas (-), flaccid (-), bradikinesia (-)
c. Status Neurologi
1) Kepala : normocephal, simetris (+), NT (+), massa (-)
Px nervi cranialis
a) N. I (Olfactorius) : daya pembau kanan = kiri dalam batas normal
b) N. II (Opticus)
 Visus : tidak dilakukan
 Pengenalan warna : tidak dilakukan
 Medan penglihatan : normal +/+
 Px fundus okuli : tidak dilakukan
c) N. III (Occulomotorius), N. IV (Trochlearis), & N. VI (Abducen)
 Ptosis (-/-), nistagmus (-/-), exoftalmus (-/-), enoftalmus (-/-)
 Gerak bola mata ke atas : normal/normal
 Gerak bola mata ke bawah : normal/normal
 Gerak bola mata ke medial : normal/normal
 Pupil : isokor
 Strabismus : (-/-)
 Diplopia : (-/-)
 Reflek cahaya langsung : (+/+)
 Reflek cahaya tidak langsung : (+/+)

d) N. V (Trigeminus)

 Motorik : menggigit (+), membuka mulut (+)

2
 Sensorik : sensibilitas atas (+/+), tengah (+/+), bawah (+/+)

e) N. VII (Facialis)

Mengangkat alis : +/+


Menutup dan membuka mata : +/+
Lipatan Nasolabial (Nasolabial fold) : +/+, simetris
f) N. VIII (Vestibulocochlearis)

 Mendengar suara gesekan tangan : (+/+)


 Tes Rinne : tidak dilakukan
 Tes Weber : tidak dilakukan
 Tes Schwabach : tidak dilakukan

g) N. IX (Glossopharyngeus)

 Daya kecap lidah 1/3 belakang : tidak dilakukan


 Reflek muntah : tidak dilakukan
 Sengau : (-)

h) N. X (Vagus)

 Nadi : teraba/teraba
 Bersuara : normal
 Menelan : normal
i) N. XI (Accessorius)
 Memalingkan kepala : (+/+)
 Mengangkat bahu : simetris
 Atrofi otot bahu : (-/-)
j) N. XII (Hipoglossus)
 Sikap lidah : normal
 Artikulasi : jelas
 Tremor lidah : (-)
 Atrofi otot lidah : (-)
 Fasikulasi lidah : (-)
2) Badan
 Pulmo : vesikuler (+/+), ronchi (-/-), wheezing (-/-)

3
 Cor : S1 S2 reguler
 Abdomen : BU (+), NT (-), timpani (+)
3) Ekstremitas
+5 │+5
Kekuatan :
+5 │+5

𝑁 │𝑁
Tonus :
𝑁 │𝑁

𝑁 │𝑁
Trofi :
𝑁 │𝑁

𝑁 │𝑁
Sensibilitas :
𝑁 │𝑁

+2 │+2
Refleks Fisiologis :
+2 │+2

− │−
Refleks Patologis :
− │−

− │−
Klonus :
− │−

IV. DIAGNOSIS
Diagnosis Klinis : Nyeri kepala kencang di daerah tungkak dan mata
Diagnosis Topis : Musculus pericranial
Diagnosis Etiologi : Tension Type Headache
DD : 1. Migrain
2. Psikosomatis

V. TERAPI
R/ Lansoprazol No XIV
S 2 dd tab I ac
___________________________________
R/ Analsik No XIV
S 2 dd tab I
___________________________________
R/ Kalmeco 500 mg No XIV
S 2 dd I

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI
Tension Headache atau Tension Type Headache (TTH) atau nyeri kepala
tipe tegang adalah salah satu jenis nyeri kepala primer. TTH memiliki istilah-
istilah lain seperti sakit kepala kontraksi otot; sakit kepala stress psikomiogenik;
sakit kepala biasa; sakit kepala essensial; sakit kepala idiopatik; sakit kepala
psikogenik. TTH merupakan suatu keadaan yang melibatkan sensari nyeri atau
rasa tidak nyaman di daerah kepala, kulit kepala atau leher yang biasanya
berhubungan dengan ketegangan otot.
Nyeri kepala ini merupakan nyeri kepala yang sering dijumpai dan sering
dihubungkan dengan jangka waktu dan peningkatan stres. Nyeri kepala pada TTH
memiliki karakteristik bilateral, rasa menekan atau mengikat dengan intensitas
ringan sampai sedang. Nyeri tidak bertambah pada aktifitas fisik rutin, tidak
didapatkan mual tapi bisa ada fotofobia atau fonofobia.

B. ETIOLOGI
Buruknya upaya kesehatan diri sendiri (poor self-related health), tidak
mampu relaks setelah bekerja, gangguan tidur, tidur beberapa jam setiap malam,
dan usia muda adalah faktor risiko TTH.
Pencetus TTH antara lain: kelaparan, dehidrasi, pekerjaan/ beban yang
terlalu berat (overexertion), perubahan pola tidur, caffeine withdrawal, dan
fluktuasi hormonal wanita. Stres dan konflik emosional adalah pemicu tersering
TTH. Gangguan emosional berimplikasi sebagai faktor risiko TTH, sedangkan
ketegangan mental dan stres adalah faktor tersering penyebab TTH.

C. KLASIFIKASI
1. Infrequent episodic tension type headache
Biasanya bilateral, menekan atau mengencangkan dalam kualitas dan
intensitas ringan hingga sedang, hilang dalam hitungan menit hingga hari.
Rasa sakit tidak memburuk dengan aktivitas fisik rutin, tetapi fotofobia atau
fonofobia mungkin ada.
Kriteria diagnosis:

5
A. Setidaknya 10 episode sakit kepala terjadi pada < 1 hari/bulan rata-rata (<
12 hari/tahun) dan memenuhi kriteria B – D
B. Berlangsung dari 30 menit hingga tujuh hari
C. Setidaknya dua dari empat karakteristik berikut:
1. lokasi bilateral
2. kualitas menekan atau mengencangkan (tidak berdenyut)
3. intensitas ringan atau sedang
4. tidak diperparah oleh aktivitas fisik rutin seperti berjalan atau
menaiki tangga
D. Kedua hal berikut:
1. tidak ada mual atau muntah
2. tidak lebih dari satu fotofobia atau fonofobia
E. Tidak lebih baik dipertanggungjawabkan oleh diagnosis ICHD-3 lainnya

2. Frequent Episodic Tension Type Headache


Biasanya bilateral, menekan atau mengencangkan dalam kualitas dan
intensitas ringan hingga sedang, hilang dalam hitungan menit hingga hari.
Rasa sakit tidak memburuk dengan aktivitas fisik rutin, tetapi fotofobia atau
fonofobia mungkin ada.
Kriteria diagnosis:
A. Setidaknya 10 episode sakit kepala terjadi pada 1–14 hari/bulan rata-rata
selama > 3 bulan (≥ 12 dan < 180 hari/tahun) dan memenuhi kriteria B – D
B. Berlangsung dari 30 menit hingga tujuh hari
C. Setidaknya dua dari empat karakteristik berikut:
1. lokasi bilateral
2. kualitas menekan atau mengencangkan (tidak berdenyut)
3. intensitas ringan atau sedang
4. tidak diperparah oleh aktivitas fisik rutin seperti berjalan atau
menaiki tangga
D. Kedua hal berikut:
1. tidak ada mual atau muntah
2. tidak lebih dari satu fotofobia atau fonofobia
E. Tidak lebih baik dipertanggungjawabkan oleh diagnosis ICHD-3 lainnya.

6
3. Tension Type Headache Kronik
Gangguan yang berkembang dari frequent episodic tension type
headache, dengan episode sakit kepala harian atau sangat sering, biasanya
bilateral, menekan atau mengencangkan dalam kualitas dan intensitas ringan
hingga sedang, hilang dalam hitungan jam hingga berhari-hari, atau terus-
menerus. Rasa sakit tidak memburuk dengan aktivitas fisik rutin, tetapi
mungkin terkait dengan mual ringan, fotofobia atau fonofobia.
Kriteria diagnosis:
A. Sakit kepala terjadi pada ≥ 15 hari/bulan rata-rata selama > 3 bulan (≥ 180
hari/tahun), memenuhi kriteria B – D
B. Berakhir dalam hitungan jam hingga berhari-hari, atau tak henti-hentinya
C. Setidaknya dua dari empat karakteristik berikut:
1. lokasi bilateral
2. kualitas menekan atau mengencangkan (non-berdenyut)
3. intensitas ringan atau sedang
4. tidak diperparah oleh aktivitas fisik rutin seperti berjalan atau
menaiki tangga
D. Kedua hal berikut:
1. tidak lebih dari satu fotofobia, fonofobia atau mual ringan
2. tidak mual atau muntah sedang atau berat
E. Tidak lebih baik dipertanggungjawabkan oleh diagnosis ICHD-3 lainnya.

4. Probable Tension Type Headache


Nyeri kepala seperti TTH tetapi kehilangan salah satu fitur yang
diperlukan untuk memenuhi semua kriteria untuk tipe atau subtipe jenis sakit
kepala tegang yang dikodekan di atas, dan tidak memenuhi kriteria untuk
gangguan sakit kepala lainnya.

Jenis TTH di atas dapat dipecah lagi berdasarkan keterlibatan dengan


pericranial tenderness pada tiap-tiap klasifikasi. Pericranial tenderness yaitu nyeri
tekan pada otot perikranial (otot frontal, temporal, masseter, pteryangoid,
sternokleidomastoid, splenius dan trapezius) pada waktu palpasi manual, yaitu dengan
menekan secara keras dengan gerakan kecil memutar oleh jari-jari tangan kedua dan
ketiga pemeriksa.

7
D. PATOGENITAS
Iskemi dan meningkatnya kontraksi otot-otot di kepala dan leher diduga
merupakan penyebab TTH, tetapi kadar laktat otot penderita TTH kronis normal
selama berolahraga (static muscle exercise). Aktivitas EMG (electromyography)
menunjukkan peningkatan titik-titik pemicu di otot wajah (myofascial trigger
points). Riset terbaru membuktikan peningkatan substansi endogen di otot
trapezius penderita tipe frequent episodic TTH. Juga ditemukan nitric oxide
sebagai perantara (local mediator) TTH. Menghambat produksi nitric oxide
dengan agen investigatif (L-NMMA) mengurangi ketegangan otot dan nyeri yang
berkaitan dengan TTH.
Mekanisme myofascial perifer berperan penting pada TTH episodik,
sedangkan pada TTH kronis terjadi sensitisasi central nociceptive pathways dan
inadequate endogenous antinociceptive circuitry. Jadi mekanisme sentral berperan
utama pada TTH kronis. Sensitisasi jalur nyeri di sistem saraf pusat karena
perpanjangan rangsang nosiseptif (prolonged nociceptive stimuli) dari jaringan-
jaringan miofasial perikranial tampaknya bertanggung-jawab untuk konversi TTH
episodik menjadi TTH kronis.
Tahapan TTH episodik dapat berevolusi menjadi TTH kronis:
a. Pada individu yang rentan secara genetis, stres kronis menyebabkan
elevasi glutamat yang persisten. Stimulasi reseptor NMDA mengaktivasi
NFκB, yang memicu transkripsi iNOS dan COX-2, di antara enzim-enzim
lainnya. Tingginya kadar nitric oxide menyebabkan vasodilatasi struktur
intrakranial, seperti sinus sagitalis superior, dan kerusakan nitrosative
memicu terjadinya nyeri dari beragam struktur lainnya seperti dura.
b. Nyeri kemudian ditransmisikan melalui serabut-serabut C dan neuron-
neuron nociceptive Aδ menuju dorsal horn dan nukleus trigeminal di TCC
(trigeminocervical complex.), tempat mereka bersinap dengan second-
order neurons.
c. Pada beragam sinap ini, terjadi konvergensi nosiseptif primer dan neuron-
neuron mekanoreseptor yang dapat direkrut melalui fasilitasi homosinaptik
dan heterosinaptik sebagai bagian dari plastisitas sinaptik yang memicu
terjadinya sensitisasi sentral.
d. Pada tingkat molekuler, sinyal nyeri dari perifer menyebabkan pelepasan
beragam neuropeptida dan neurotransmiter (misalnya: substansi P dan

8
glutamat) yang mengaktivasi reseptor-reseptor di membran postsynaptic,
membangkitkan potensial-potensial aksi dan berkulminasi pada plastisitas
sinaptik serta menurunkan ambang nyeri (pain thresholds).
e. Sirkuit spinobulbospinal muncul dari RVM (rostroventral medulla) secara
normal melalui sinyal-sinyal fi ne-tunes pain yang bermula dari perifer,
namun pada individu yang rentan, disfungsi dapat memfasilitasi sinyal-
sinyal nyeri, serta membiarkan terjadinya sensitisasi sentral.
f. Pericranial tenderness berkembang seiring waktu oleh recruitment serabut-
serabut C dan mekanoreseptor Aβ di sinap-sinap TCC, membiarkan
perkembangan allodynia dan hiperalgesia.
g. Intensitas, frekuensi, dan pericranial tenderness berkembang seiring
waktu, berbagai perubahan molekuler di pusat lebih tinggi seperti thalamus
memicu terjadinya sensitisasi sentral dari neuron-neuron tersier dan
perubahan-perubahan selanjutnya pada persepsi nyeri

E. DIAGNOSIS
Anamnesis:
• Nyeri tersebar secara difus, intensitas nyerinya mulai dari ringan sampai
sedang.
• Waktu berlangsungnya nyeri kepala selama 30 menit hingga 1 minggu penuh.
Nyeri timbul sesaat atau terus menerus.
• Lokasi nyeri pada awalnya dirasakan pasien pada leher bagian belakang
kemudian menjalar ke kepala bagian belakang selanjutnya menjalar ke bagian
depan. Selain itu, nyeri ini juga dapat menjalar ke bahu.
• Sifat nyeri kepala dirasakan seperti berat di kepala, pegal, rasa kencang pada
daerah bitemporal dan bioksipital, atau seperti diikat di sekeliling kepala.
Nyeri kepalanya tidak berdenyut.
• Pada nyeri kepala ini tidak disertai mual ataupun muntah.
• Pada TTH yang kronis biasanya merupakan manifestasi konflik psikologis
yang mendasarinya seperti kecemasan dan depresi.

Pemeriksaan fisik:
Pemeriksaan fisik umum dan neurologis dalam batas normal. Dapat ditemukan
pericranial tenderness.

9
Pemeriksaan penunjang:
• Laboratorium: darah rutin, elektrolit, kadar gula darah,dll (atas indikasi untuk
menyingkirkan penyebab sekunder).
• Radiologi : atas indikasi (untuk menyingkirkan penyebab sekunder).

F. PENATALAKSANAAN
1. Farmakoterapi
a. Pada serangan akut dan tipe episodik
Tipe episodik infrequent tidak memerlukan medikasi, sedangkan pada
episodik frequent terbukti analgesik dan NSAID efektif, seperti:
 Aspirin 500 mg dan 1000 mg/hari
 Asetaminofen 1000 mg/hari
 NSAIDs (Naproxen 660-750 mg/hari, Ketoprofen 25-50 mg/hari, asam
mefenamat, ibuprofen 800 mg/hari, diklofenak 50-100 mg/hari).
 Kafein (analgetik ajuvan) 65 mg.
 Kombinasi: 325 aspirin, asetaminofen + 40 mg kafein.
Obat yang paling manjur untuk mencegah TTH episodik berulang
adalah amitriptyline (antidepresan trisiklik). Ini harus dimulai dengan dosis
rendah (10 mg hingga 25 mg per hari) dan secara bertahap meningkat jika
diperlukan.

b. Pada tipe kronis


Tricyclic antidepressant amitriptyline telah dipelajari paling luas dan
telah ditemukan paling efektif untuk pengobatan TTH kronis. Penjelasan

10
yang mungkin termasuk penghambatan reuptake serotonin, potensi opioid
endogen, antagonisme reseptor NMDA dan blokade saluran ion.
Amitriptyline harus dimulai dengan dosis rendah (10 mg hingga 25 mg
per hari) dan dititrasi oleh 10-25 mg setiap minggu sampai efek terapeutik
atau efek samping muncul. Efek klinis yang signifikan dari Amtriptlyline
biasanya terlihat pada akhir satu minggu dan harus jelas oleh 3-4 minggu.
Jika pasien tidak menunjukkan perbaikan selama 4 minggu pengobatan,
pertimbangan serius harus diberikan untuk alternatif. Juga penting untuk
mengklarifikasi kepada pasien bahwa obat ini diberikan untuk nyeri (dan
bukan sebagai antidepresan) untuk meningkatkan kepatuhan. Efek samping
yang umum dari obat ini adalah mulut kering dan kantuk. Efek samping yang
serius seperti aritmia jantung, pengendapan glaukoma dan retensi urin dapat
terjadi pada orang yang memiliki kecenderungan, terutama subjek lanjut usia.
Nortriptyline, obat yang terkait erat dengan amitriptyline juga telah
ditemukan bermanfaat pada pasien TTH kroniks dalam satu penelitian.
Biasanya, amitriptyline dilanjutkan selama 6 bulan setelah penarikan yang
dicoba. Setelah penarikan, beberapa pasien tetap bebas dari sakit kepala
tetapi beberapa mengalami sakit kepala yang timbul kembali.

2. Non Farmakoterapi
a. Kontrol diet
b. Terapi fisik:
 Latihan postur dan posisi.
 Massage, ultrasound, manual terapi, kompres panas/dingin.
 Akupuntur TENS (transcutaneus electrical stimulation).
c. Hindari pemakaian harian obat analgetik, sedatif dan ergotamine
d. Behaviour treatment

G. EDUKASI
• Keluarga ikut meyakinkan pasien bahwa tidak ditemukan kelainan fisik dalam
rongga kepala atau otaknya dapat menghilangkan rasa takut akan adanya
tumor otak atau penyakit intrakranial lainnya.

11
• Keluarga ikut membantu mengurangi kecemasan atau depresi pasien, serta
menilai adanya kecemasan atau depresi pada pasien.

12
BAB III

DAFTAR PUSTAKA

Anurogo, D. (2014). Tension Type Headache. CDK-214, 41(3): 186-191


Chowdhury, D. (2012). Tension type headache. Annals of Indian Academy of
Neurology, 15(Suppl 1), S83–S88. http://doi.org/10.4103/0972-2327.100023
Headache Classification Committee of the International Headache Society (IHS). (2018). The
International Classification of Headache Disorders, 3rd edition. Cephalalgia, 38(1): 1-
211
PERDOSSI. 2016. Acuan Panduan Praktik Klinis Neurologi: 11-14

13

Anda mungkin juga menyukai