Anda di halaman 1dari 5

BAB X

GEOPOLITIK INDONESIA (WAWASAN NUSANTARA)

Pengertian Geopolitik
Geopolitik berasal dari dua kata yaitu "Geo" dan "Politik". "Geo" artinya
bumi/planet bumi. Menurut Preston E. James, geografi mempersoalkan tata ruang yaitu
sistem dalam hal menempati suatu ruang di permukaan bumi. Dengan demikian,
geografi berkaitan dengan interelasi antara manusia dengan lingkungan tempat
hidupnya. "Politik" berarti kekuatan yang didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan
dasar dalam menentukan alternatif kebijaksanaan nasional untuk mewujudkan tujuan
nasional.

Jadi, geopolitik dapat diartikan sebagai sistem politik atau peraturan-peraturan


dalam wujud kebijaksanaan nasional yang didukung oleh aspirasi nasional geografik
(kepentingan yang titik beratnya terletak pada pertimbangan geografi, wilayah atau
territorial dalam arti luas) suatu negara, yang apabila dijalankan dan berhasil akan
berdampak langsung kepada system politik sebuah negara.

Geopolitik juga dimaknai sebagai penyelenggaraan Negara yang setiap


kebijakannya dihubungkan dengan masalah-masalah geografi wilayah atau tempat
tinggal sebuah bangsa.

Pengertian Wawasan Nusantara


Pengertian wawasan nusantara menurut GBHN 1998 adalah cara pandang dan
sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya dengan mengutamakan
persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah dalam meyelenggarakan
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Pengertian wawasan nusantara menurut Kelompok Kerja LEMHANAS 1999
adalah cara pandang dan sikap bangsa indonesia mengenai diri dan lingkungan yang
beragam dan bernilai startegis dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa
dan kesatuan wilayah dalam menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara untuk mencapai tujuan nasional.
Pengertian wawasan nusantara menurut Dr. Wan Usman adalah cara pandang
bangsa Indonesia mengenai diri dan tanah airnya sebagai negara kepulauan dengan
semua aspek kehidupan yang beragam.

A. Pengertian Geopolitik / Wawasan Nasional


Wawasan Nasional adalah cara pandang suatu bangsa yang telah menegara
tentang diri dan lingkungannya dalam eksistensinya yang serba terhubung
(interaksi & interelasi) serta pembangunannya di dalam bernegara di tengah-
tengah lingkungannya baik nasional, regional, maupun global.
Suatu negara dan bangsa akan terikat erat apabila ada pemahaman yang
mendalam tentang perbedaan dalam negara atau bangsa itu sebagai anugrah, yang
pada akhirnya akan memperkaya khasana budaya negara atau bangsa tersebut.
Disamping itu, perbedaan ini merupakan satu titik yang sangat rentan terhadap
perpecahan jika tidak diberikan pemahaman wawasan nasional dan wawasan
nusantara yang tepat bagi bangsa dan negara. Dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara keanekaragaman (pendapat, kepercayaan, hubungan, dsb) memerlukan
suatu perekat agar bangsa yang bersangkutan dapat bersatu guna memelihara
keutuhan negaranya.
Suatu bangsa dalam menyelengarakan kehidupannya tidak terlepas dari
pengaruh lingkungannya, yang didasarkan atas hubungan timbal balik atau kait-
mengait antara filosofi bangsa, idiologi, aspirasi, dan cita-cita yang dihadapkan
pada kondisi sosial masyarakat, budaya dan tradisi, keadaan alam dan wilayah
serta pengalaman sejarah. Upaya pemerintah dan rakyat menyelengarakan
kehidupannya, memerlukan suatu konsepsi yang berupa Wawasan Nasional yang
dimaksudkan untuk menjamin kelangsungan hidup, keutuhan wilayah serta jati
diri.
B. Teori –Teori Paham Kekuasaan
Perumusan wawasan nasional lahir berdasarkan pertimbangan dan
pemikiran mengenai sejauh mana konsep operasionalnya dapat diwujudkan dan
dipertanggungjawabkan. Karena itu, dibutuhkan landasan teori yang dapat
mendukung rumusan Wawasan Nasional.
Teori – teori yang dapat mendukung rumusan tersebut antara lain:

 Paham Machiavelli (Abad XVII)

Gerakan pembaharuan (renaissance) yang dipicu oleh masuknya ajaran


Islam di Eropa Barat sekitar abad VII telah membuka dan mengembangkan
cara pandang bangsa – bangsa Eropa Barat sehingga menghasilkan peradaban
barat modern seperti sekarang. Menurut Machiavelli, sebuah negara akan
bertahan apabila menerapkan dalil – dalil berikut: pertama, segala cara
dihalalkan dalam merebut dan mempertahankan kekuasaan; kedua, untuk
menjaga kekuasaan rezim, politik adu domba (devide et impera) adalah sah;
dan ketiga, dalam dunia politik (yang disamakan dengan kehidupan binatang
buas) yang kuat pasti dapat bertahan dan menang.

 Paham Kaisar Napoleon Bonaparte (Abad XVIII)

Kaisar Napoleon merupakan tokoh revolusioner di bidang cara pandang,


selain penganut yang baik dari Machiavelli. Napoleon berpendapat bahwa
perang di masa depan akan merupakan perang total yang mengerahkan segala
daya upaya dan kekuatan nasional. Dia berpendapat bahwa kekuatan politik
harus didampingi oleh kekuatan logistik dan kekuatan nasional. Kekuatan ini
juga perlu didukung oleh kondisi sosial budaya berupa ilmu pengetahuan dan
teknologi demi terbentuknya kekeuatan hankam.

 Paham Jendral Clausewitz (Abad XVIII)

Pada era Napoleon, Jenderal Clausewitz sempat terusir oleh tentara


Napoleon dari negaranya sampai ke Rusia. Calusewitz akhirnya bergabung
dan menjadi penasihat militer Staf Umum Tentara Kekuasan Rusia. Menurut
Clausewitz, perang adalah kelanjutan politik dengan cara lain. Baginya,
peperangan adalah sah-sah saja untuk mencapai tujuan nasional suatu bangsa.

 Paham Feuerbach dan Hegel

Paham materialisme Feuerbach dan teori sintesis Hegel menimbulkan


dua aliran besar Barat yang berkembang didunia, yaitu kapitalisme disatu pihak
dan komunisme dipihak lain. Pada abad XVII paham perdagangan bebas (yang
merupakan nenek moyang liberalisme) sedang marak. Paham ini memicu
nafsu kolonialisme negara Eropa Barat dalam mencari surplus ekonomi ke
tempat lain.

 Paham Lenin (Abad XIX)

Lenin telah memodifikasi paham Clausewitz. Menurutnya, perang


adalah kelanjutan politik dengan cara kekerasan. Bagi Leninisme/Komunisme,
perang atau pertumpahan darah atau revolusi di seluruh dunia adalah sah dalam
kerangka mengkomunikasikan seluruh bangsa didunia.

 Paham Lucian W. Pye dan Sidney

Para ahli tersebut menjelaskan adanya unsur-unsur subyektivitas dan


psikologis dalam tatanan dinamika kehidupan politik suatu bangsa,
kemantapan suatu sistem politik dapat dicapai apabila sistem tersebut berakar
pada kebudayaan politik bangsa yang bersangkutan. Dengan demikian
proyeksi eksistensi kebudayaan politik tidak semata-mata ditentukan oleh
kondisi-kondisi obyektif tetapi juga subyektif dan psikologis.

C. Teori-Teori Geopolitik
1. Teori Geopolitik Frederich Ratzel (1844-1904)
Frederich Ratzel berpendapat bahwa negara itu seperti organisme yang
hidup. Pertumbuhan Negara mirip dengan pertumbuhan organisme yang
memerlukan ruang hidup (lebensraum) yang cukup agar dapat tumbuh dengan
subur. Makin luas ruang hiduo maka Negara akan semakin bertahan, kuat,
dan maju. Teori ini dikenal sebagai teori organisme atau teori biologis.

2. Teori Geopolitik Rudolf Kjellen (1864-1922)


Menurut Rudolf Kjellen, Negara adalah satuan dan sistem politik yang
menyeluruh yang meliputi bidang geopolitik, ekonomi politik, demo politik,
social politik, dan krato politik. Negara sebagai organisme yang hidup dan
intelektual harus mampu mempertahankan dan mengembangkan dirinya
dengan melakukan ekspansi.

3. Teori Geopolitik Karl Haushofer (1896-1946)


Melanjutkan pandangan Ratzel dan Kjellen terutama pandangan tentang
lebensraum (ruang hidup) dan paham ekspansionisme. Karl Haushofer
berpendapat bahwa Jika jumlah penduduk suatu wilayah Negara semakin
banyak sehingga tidak sebanding lagi dengan luas wilayah, maka Negara
tersebut harus berupaya memperluas wilayahnya sebagai ruang hidup bagi
warga Negara

Karl Haushofer yang pernah menjadi atase militer di Jepang juga


pernah meramalkan bahwa Jepang akan menjadi negara yang jaya didunia
dimana untuk menjadi jaya sebuah bangsa harus bisa menguasai benua-benua
di dunia. Ia berpendapat bahwa pada hakikatnya dunia terbagi atas empat
kawasan benua dan dipimpin oleh negara yang unggul.

Anda mungkin juga menyukai