Mini Oec
Mini Oec
PENDAHULUAN
1.I Latar Belakang
Kanker Leher Rahim (Kanker Serviks) adalah tumor ganas yang tumbuh di
dalam leher rahim/serviks (bagian terendah dari rahim yang menempel pada puncak
vagina. Kanker serviks biasanya menyerang wanita berusia 35-55 tahun.3 Karsinoma
serviks biasanya timbul pada zona transisional yang terletak antara epitel sel skuamosa
dan epitel sel kolumnar. Penyebab Kanker serviks adalah virus HPV (Human Papiloma
Virus) yang dapat menular melalui hubungan seksual. Beberapa kondisi lain seperti
perilaku seksual, kontrasepsi, atau merokok akan mempromosi terjadinya kanker serviks.3
Diseluruh dunia, penyakit ini merupakan jenis kanker ke dua terbanyak yang
diderita perempuan setelah kanker payudara namun menjadi penyebab pertama kematian
perempuan akibat kanker.1 Angka kejadian mencapai hampir 20 juta penderita per tahun
dan 90% diantaranya terjadi di negara berkembangseperti Asia selatan, Asia tenggara,
Amerika bagian tengah dan selatan serta Afrika tim.1 Di Indonesia Angka kejadian kanker
serviks terus meningkat setiap tahunnya dengan peningkatan ±15.000 kasus, dan 7493
diantaranya berakhir dengan kematian sebab hampir 70% kasus baru ditemukan sudah
dalam keadaan stadium lanjut. Tingginya kejadian kanker serviks di Indonesia tersebut
merupakan angka kejadian kanker serviks tertinggi di dunia.2
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, prevalensi
tumor/kanker di Indonesia adalah 1,4 per 1000 penduduk. Prevalensi kanker tertinggi
terdapat di DI Yogyakarta (4,1‰), diikuti Jawa Tengah (2,1‰), Bali (2‰) serta di
peringkat ke 4 diduduki oleh Bengkulu, dan DKI Jakarta masing-masing 1,9 per mil.2
Selain karena tingginya angka kematian dan penularan kanker serviks, penting
untuk diperhatikan bahwa hingga saat ini pilihan terapi masih terbatas pada operasi,
radiasi dan kemoterapi, atau kombinasi dari beberapa modalitas terapi ini. Namun, tentu
saja terapi ini masih berupa “simptomatis” karena masih belum menyentuh dasar
penyebab kanker yaitu adanya perubahan perilaku sel.4 Terapi yang lebih mendasar atau
imunoterapi masih dalam tahap penelitian. Hal terpenting menghadapi penderita kanker
serviks adalah menegakkan diagnosis sedini mungkin dan memberikan terapi yang efektif
sekaligus prediksi prognosisnya.7
Kanker serviks dapat dicegah dandiobati jika ditemukan/dideteksi pada stadium
dini. WHO merekomendasikan seluruh wanita yang aktif berhubungan seks untuk
melakukan deteksi dini karena kunci keberhasilan program pengendalian kanker adalah
1
pada penapisan yang efektifdan penanganaan sedini mungkin. Metode skrining deteksi
dini kanker serviks dapat dilakukan melalui Tes Pap smear dan inspeksi visual dengan
asam asetat (IVA).6
Pemerintah dalam hal ini Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta mendukung dan
telah berupaya meningkatkan cakupan IVA, upaya tersebut diantaranya
adalahmelaksanakan sosialisasi IVA melalui penyuluhan yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan puskesmas, pelatihan pemeriksaan IVA bagi tenaga puskesmas, disediakannya
fasilitas untuk pemeriksaan IVA, pemeriksaan IVA gratis, namun upaya-upaya tersebut
belum optimal.2-3
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Cici Swi Swastika, Rekomendasi
utama untuk meningkatkan cakupan IVA adalah dengan melakukan kegiatan promosi
yang meningkatkan kebutuhan dan keinginan periksa IVA yaitu dengan cara
menggabungk antara kegiatan pemberian informasi atau penyuluhan dengan pemeriksaan
IVA, dua kegiatan tersebut dilakukan pada waktudan tempat yang sama.9
Berdasarkan latarbelakang yang telah diuraikan penulis diatas, maka penulis
berkeinginan untuk melakukan penelusuran mengenai faktor yang mempengaruhi tingkat
cakupan IVA serta tindak lanjut dari angka pencapaian tersebut.
2
d. Menyusun dan melaksanakan kegiatan sebagai alternatid pemecahan masalah.
e. Mengidentifikasi perbandingan cakupan tes IVA setelah dilakukannya
kegiatan yang dijalankan sebagai alternatif pemecah masalah.
3
BAB II
PROFIL PUSKESMAS
4
Pasien KIS (Kartu Indonesia Sehat), Pasien BPJS dan Pasien Askes.13 Dari tahun ke
tahun pelayanan puskesmas-puskesmas di wilayah Kecamatan Pademangan semakin
baik apalagi didukung oleh sarana, prasarana dan pelayanan dibidang manajemen yang
semakin memadai. Perbaikan sarana, prasarana, dan manajemen tersebut ditunjukkan
dengan bangunan dan peralatan kesehatan puskesmas yang semakin memenuhi syarat
serta SDM yang berkualitas.13
Tabel 2. Data Kepegawaian Puskesmas Kelurahan Pademangan Barat I Tahun 2017
5
Tingkat Pendidikan Penduduk di Kelurahan Pademangan Barat I berdasarkan data
dinas kependudukan dan catatan sipil adalah sebagai berikut.13
Jumlah Wanita usia subur (15-49 tahun) di Wilayah kerja Puskesmas Kelurahan
Pademangan Barat I berdasarkan data dinas kependudukan dan catatan sipil adalah
sebagai berikut.13
Tabel 4. Jumlah Wanita usia subur (15-49 tahun) di Wilayah kerja Puskesmas
Kelurahan Pademangan Barat I
Jumlah Wanita Usia Subur (15-49 tahun) Rukun Warga
535 01
454 02
6
424 03
676 04
468 06
337 09
770 014
Jumlah 3.664
7
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
8
Stage 2 : Sudah menjalar keluar serviks tapi belum sampai ke panggul,telah
mengenai dinding vagina tapi tidak melebihi 2/3 bagian proximal.
Stage 3 : Sudah sampai dinding panggung dan sepertiga bagian bawah vagina
Stage 4 : Sudah mengenai organ-organ yang lain
9
mengandung konsentrat nikotin dan kotinin didalam serviks mereka yang merusak sel.
Laki-laki perokok juga terdapat konsetrat bahan ini pada sekret genitalnya, dan dapat
memenuhi servik selama intercourse.Defisiensi beberapa nutrisional dapat juga
menyebabkan servikal displasia.National Cancer Institute merekomendasikan bahwa
wanita sebaiknya mengkonsumsi lima kali buah-buahan segar dan sayuran setiap hari.
Jika anda tidak dapat melakukan ini, pertimbangkan konsumsi multivitamin dengan
antioksidan seperti vitamin E atau beta karoten setiap hari.6
2. Faktor Resiko
a. Pola hubungan seksual
Studi epidemiologi mengungkapkan bahwa resiko terjangkit kanker serviks
meningkat seiring meningkatnya jumlah pasangan.aktifitas seksual yang dimulai
pada usia dini, yaitu kurang dari 20 tahun,juga dapat dijadkan sebagai faktr resko
terjadinya kanke servks. Hal ini diuga ada hubungannya dengan belum matannya
derah transformas pada sia tesebut bila serin terekspos. Frekuensi hubungna seksual
juga berpengaruh pada lebi tingginya resiko pada usia tersebut, yeyapitidak pada
kelompok usia lebih tua.6
b. Paritas
Kanker serviks sering dijumpai pada wanita yan sering melahirkan. Semakin
sering melahirkan,maka semain besar resiko terjamgkit kanker serviks. Pemelitian di
Amerika Latin menunjukkan hubungan antara resiko dengan multiparitas setelah
dikontrol dengan infeksi HPV.6
c. Merokok
Beberapa peneitian menunukan hubungan yang kuat antara merokok dengan
kanker serviks, bahkan setelah dikontrol dengan variabel konfounding sepert pola
hubungna seksual. Penemuan lain mempekhatkan ditemkanna nikotin paa cairan
serviks wanita perokok bahan ini bersifata sebaai kokassnoen dan bersama-sma
dengan kasinoge yan elah ada selanjutnya mendoron pertumbuhan ke arah kanker.6
d. Kontrasepsi oral
Penelitian secara perspektif yang dilakukan oleh Vessey dkk tahun 1983
mendapatkan bahwa peningkatan insiden kanker serviks dipengaruhi oleh lama
pemakaian kontrasepsi oral. Penelitian tersebut juga mendapatkan bahwa semua
kejadian kanker serviks invasive terdapat pada pengguna kontrasepsi oral. Penelitian
lain mendapatkan bahwa insiden kanker setelah 10 tahun pemakaian 4 kali lebih
tinggi daripada bukan pengguna kontrasepsi oral. Namun penelitian serupa yang
10
dilakukan oleh peritz dkk menyimpulkan bahwa aktifitas seksual merupakan
confounding yang erat kaitannya dengan hal tersebut.6
WHO mereview berbagai peneltian yang menghubungkan penggunaan
kontrasepsi oral dengan risko terjadinya kanker serviks, menyimpulkan bahwa sulit
untuk menginterpretasikan hubungan tersebut mengingat bahwa lama penggunaan
kontraseps oral berinteraksi dengan factor lain khususnya pola kebiasaan seksual
dalam mempengaruhi resiko kanker serviks. Selain itu, adanya kemungkinan bahwa
wanita yang menggunakan kontrasepsi oral lain lebih sering melakukan pemeriksaan
smera serviks,sehingga displasia dan karsinoma in situ nampak lebih frekuen pada
kelompok tersebut. Diperlukan kehati-hatian dalam menginterpretasikan asosiasi
antara lama penggunaan kontrasepsi oral dengan resiko kanker serviks karena
adanya bias dan faktor confounding.6
e. Defisiensi gizi
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa defisiensi zat gizi tertentu seperti
betakaroten dan vitamin A serta asam folat, berhubungna dengan peningkatan resiko
terhadap displasia ringan dan sedang.. Namun sampasaat ini tdak ada indikasi bahwa
perbaikan defisensi gizi tersebut akan enurunkan resiko.6
f. Sosial ekonomi
Studi secara deskrptif maupun analitik menunjukkan hubungan yang kuat antara
kejadian kanker serviks dengan tingkat social ekonomi yang rendah. Hal ini juga
diperkuat oleh penelitian yang menunjukkan bahwa infeksi HPV lebih prevalen pada
wanita dengan tingkat pendidkan dan pendapatan rendah. Faktor defisiensi nutrisi,
multilaritas dan kebersihan genitalia juga dduga berhubungan dengan masalah
tersebut.6
g. Pasangan seksual
Peranan pasangan seksual dari penderita kanker serviks mulai menjadi bahan
yang menarik untuk diteliti. Penggunaan kondom yang frekuen ternyata memberi
resiko yang rendah terhadap terjadinya kanker serviks. Rendahnya kebersihan
genetalia yang dikaitkan dengan sirkumsisi juga menjadi pembahasan panjang
terhadap kejadian kanker serviks. Jumlah pasangan ganda selain istri juga
merupakan factor resiko yang lain.6
11
III.1.4 Epidemiologi Kanker Serviks
Epidemiologi kanker serviks di Indonesia akan dibahas berdasarkan distribusi
demografi berdasarkan umur dan tempat, yaitu:
1. Distribusi Menurut Umur
Proses terjadinya kanker leher rahim dimulai dari sel yang mengalami mutasi lalu
berkembang menjadi sel displastik sehingga terjadi kelainan epitel yang disebut displasia.
Dimulai dari displasia ringan, sedang, displasia berat dan akhirnya menjadi Karsinoma In-
Situ (KIS), kemudian berkembang menjadi karsinoma invasif. Tingkat displasia dan
karsinoma in-situ dikenal juga sebagai tingkatan pra-kanker. Klasifikasi terbaru
menggunakan nama Neoplasma Intraepitel Serviks (NIS). NIS 1 untuk displasia ringan,
NIS 2 untuk displasia sedang dan NIS 3 untuk displasia berat dan karsinoma in-situ.7
NIS umumnya ditemukan pada usia muda setelah hubungan seks pertama terjadi.
Selang waktu antara hubungan seks pertama dengan ditemukan NIS adalah 2-33 tahun.
Untuk jarak hubungan seks pertama dengan NIS 1 selang waktu rata-rata adalah 12,2
tahun, NIS 1 dengan NIS 2 rata-rata13,9 tahun dan NIS 2 samppai NIS 3 rata-rata 11,7
tahun. Sedanhkan menurut Cuppleson LW dan Brown B (1975) menyebutkan bahwa NIS
akan berkembang sesuai dengan pertambahan usia, sehingga NIS pada usia lebih dari 50
tahun sudah sedikit dan kanker infiltratif meningkat 2 kali.7
Dari laporan FIGO (Internasional Federation Of Gynecology and Obstetrics) tahun
1988, kelompok umur 30-39 tahun dan kelompok umur 60-69 tahun terlihat sama
banyaknya. Secara umum, stadium IA lebih sering ditemukan pada kelompok umur 30-39
tahun, sedangkan untuk stadium IB dan II sering ditemukan pada kelompok umur 40-49
tahun, stadium III dan IV sering ditemukan pada kelompok umur 60-69 tahun.7
Inseden kanker leher larim (Age Standarized Cancer Incidence Rate / ASR)
penduduk Kota Semarang, tercatat pada tahun 1980-1981 menunjukkan ASR 27,9 dan
data tahun 1985-1989 ASR 24,4. Dibandingakan dengan berbagai daerah diluar negeri
angka ini sedikit berbeda, seperti di Thailand (Chiang Mai) dilaporkan ASR tahun 1983-
1987 adalah 33,2 dan di Korea Selatan 13,2 tahun 1982-1983. India menunjukkan angka
lebih tinggi yaitu 41,7 tahun 1982.7
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di RSCM Jakarta tahun 1997-1998 ditmukan
bahwa stadium IB-IIB sering terdapat pada kelompok umur 35-44 tahun, sedangkan
stadium IIIB sering didapatkan pada kelompok umur 45-54 tahun. Penelitian yang
dilakukan oleh Litaay, dkk dibeberapa Rumah Sakit di Ujung Pandang (1994-1999)
12
ditemukan bahwa penderita kanker rahim yang terbanyak berada pada kelompok umur 46-
50 tahun yaitu 17,4%.7
2. Distribusi Menurut Tempat
Frekwensi kanker rahim terbanyak dijumpai pada negara-negara berkembang seperti
Indonesia, India, Bangladesh, Thailand, Vietnam dan Filipina. Di Amerika Latin dan
Afrika Selatan frekwensi kanker rahim juga merupakan penyakit keganasan terbanyak dari
semua penyakit keganasan yang ada lainnya.7
Penelitian yang dilakukan oleh American Cancer Society (2000) membuktikan
bahwa kanker rahim lebih sering terjadi pada kelompok wanita minoritas seperti imigran
Vietnam, Afrika dan wanita India. Hal ini berkaitan dengan anggapan mereka bahwa
wanita yang tidak melakukan gonta-ganti pasangan (promikuitas) tidak perlu melakukan
Pap smear.7
Menurut perkiraan Departemen Kesehatan tahun 1988-1994 insidens kanker leher
rahim mencapai 100/100.000 penduduk pertahun, sedangkan proporsi kanker leher rahim
dari semua jenis kanker dibeberapa bagian patologi anatomi pada tahun 2000, seperti
Surabaya ditemukan sebesar 24,3%, Yogyakarta 25,7%, Bandung sebesar 25,1%,
Surakarta sebesar 28,2% dan Medan sebesar 16,9%.7
13
Gambar 1. Lokasi Kanker Leher Rahim
14
III.1.6 Penyebaran Kanker Serviks
Pada umumnya secara limfogen melalui pembuluh getah bening menuju 3 arah :
a) ke arah fornices dan dinding vagina
b) ke arah korpus uterus
c) ke arah parametrium dan dalam tingkatan yang lanjut menginfiltrasi septum rektovaginal
dan kandung kemih.
Melalui pembuluh getah bening dalam parametrium kanan dan kiri sel tumor dapat
menyebar ke kelenjar iliak luar dan kelenjar iliak dalam (hipogastrika). Penyebaran melalui
pembuluh darah (bloodborne metastasis) tidak lazim. Karsinoma serviks umumnya terbatas
pada daerah panggul saja. Tergantung dari kondisi immunologik tubuh penderita KIS akan
berkembang menjadi mikro invasif dengan menembus membrana basalis dengan kedalaman
invasi <1mm dan sel tumor masih belum terlihat dalam pembuluh limfa atau darah. Jika sel
tumor sudah terdapat >1mm dari membrana basalis, atau <1mm tetapi sudah tampak dalam
pembuluh limfa atau darah, maka prosesnya sudah invasif.5
Tumor mungkin sudah menginfiltrasi stroma serviks, akan tetapi secara klinis belum
tampak sebagai karsinoma. Tumor yang demikian disebut sebagai ganas praklinik (tingkat
IB-occult). Sesudah tumor menjadi invasif, penyebaran secara limfogen melalui kelenjar
limfa regional dan secara perkontinuitatum (menjalar) menuju fornices vagina, korpus uterus,
rektum, dan kandung kemih, yang pada tingkat akhir (terminal stage) dapat menimbulkan
fistula rektum atau kandung kemih. Penyebaran limfogen ke parametrium akan menuju
kelenjar limfa regional melalui ligamentum latum, kelenjar-kelenjar iliak, obturator,
hipogastrika, prasakral, praaorta, dan seterusnya secara teoritis dapat lanjut melalui trunkus
limfatikus di kanan dan vena subklavia di kiri mencapai paru-paru, hati , ginjal, tulang dan
otak.5
Biasanya penderita sudah meninggal lebih dahulu disebabkan karena perdarahan-
perdarahan yang eksesif dan gagal ginjal menahun akibat uremia oleh karena obstruksi ureter
di tempat ureter masuk ke dalam kandung kencing.6
Penyebaran karsinoma serviks terjadi melalui 3 jalan yaitu perkontinuitatum ke dalam
vagina, septum rektovaginal dan dasar kandung kemih. Penyebaran secara limfogen terjadi
terutama paraservikal dalam parametrium dan stasiun-stasiun kelenjar di pelvis minor, baru
kemudian mengenai kelenjar para aortae terkena dan baru terjadi penyebaran hematogen
(hepar, tulang).8
15
Secara limfogen melalui pembuluh getah bening menuju 3 arah:
1. fornices dan dinding vagina
2. korpus uteri
3. parametrium dan dalam tingkatan lebih lanjut menginfiltrasi septum rektovagina dan
kandung kemih.
Penyebaran limfogen ke parametrium akan menuju kelenjar kelenjar limfe regional
melalui ligamentum latum, kelenjar iliaka, obturator, hipogastrika, parasakral, paraaorta, dan
seterusnya ke trunkus limfatik di kanan dan vena subklvia di kiri mencapai paru, hati, ginjal,
tulang serta otak.8
Komponen utama yang saling mendukung dalam menegakkan diagnosa kanker serviks
adalah:
1. Pap Smear
Tingkat Keberhasilan Papsmear dalam mendeteksi dini kanker rahim yaitu 65-95
%. Pap Smear hanya bisa dilakukan oleh ahli patologi atau si-toteknisi yang mampu
melihat sel-sel kanker lewat mikroskop setelah objek glass berisi sel- sel epitel leher
rehim dikirim ke laboratorium oleh yang memeriksa baik dokter, bidan maupun tenaga
yang sudah terlatih.5
Pap Smear dilakukan sekali setahun. Bila tiga kali hasil pemeriksaan normal,
pemeriksaan dapat dijarangkan, misalnya setiap dua tahun. Pada perempuan kelompok
16
risiko tinggi, pemeriksaan harus dilakukan sekali setahun atau sesuai petunjuk dokter.
Pap Smear dapat dilakukan setiap saat, kecuali pada masa haid. Dua hari sebelum
pemeriksaan Pap Smear sebaiknya tidak menggunakan obat-obatan yang dimasukan ke
dalam vagina serta diketahui oleh suami.5
Waktu yang diperlukan untuk mengetahui hasil dari dilakukannya metode
papsmear berkisar antara 4 hari sampai 2 minggu tergantung jarak tempat dilakukannya
pemeriksaan papsmear dan dari laboratorium pemeriksaan specimen lendir mulut rahim.
Untuk mengetahui apakah hasilnya positif atau negatif maka diperlukan tenaga khusus
laboratorium yang dapat membaca hasil mikroskop. Jadi selama rentan waktu itulah
wanita pasangan usia subur mengalami kecemasan terhadap hasil dari pemeriksaan pap
smear.4
Pemeriksaan pap smear berguna sebagai pemeriksaan penyaring (skrining) dan
pelacak adanya perubahan sel kearah keganasan secara dini sehingga kelainan prakanker
dapat terdeteksi serta pengobatannya menjadi lebih murah dan mudah.Pap smear mampu
mendeteksi lesi precursor pada stadium awal sehingga lesi dapat ditemukan saat terapi
masih mungkin bersifat kuratif.4
17
Gambar 4. Pemeriksaan Pap Smear
18
Gambar 6. Colposcopy Untuk Mengambil Jaringan yang Abnormal
3. Biopsi
Biopsi dilakukan di daerah abnormal di bagian yang telah dilakukan kolposkopi.
Jika kanalis servikalis sulit dinilai, sampel diambil secara konisasi.6
4. Tes IVA
Tes IVA merupakan salah satu pemeriksaan awal yang paling mudah dilakukan
untuk mendeteksi kanker serviks. Pemeriksaan ini dilakukan secara visual dengan
menggunakan asam asetat yang dioleskan di mulut rahim. hasil pemeriksaan IVA
langsung dapat diketahui setelah mulut rahim dioleskan asam asetat. Teknik pemeriksaan
IVA lebih lanjut akan diuraikan pada pembahasan selanjutnya.5
19
III.2 Tes IVA
III.2.1 Tahapan pemeriksaan IVA
Deteksi dini kanker leher rahim dilakukan oleh tenaga kesehatan yang sudah
dilatih dengan pemeriksaan leher rahim secara visual menggunakan asam asetat yang sudah
di encerkan, berarti melihat leher rahim dengan mata telanjang untuk mendeteksiabnormalitas
setelah pengolesan asam asetat 3-5%. Daerah yang tidak normal akan berubah warna dengan
batas yang tegas menjadi putih (acetowhite), yang mengindikasikan bahwa leher rahim
mungkin memiliki lesi prakanker.7
20
III.2.4 Waktu pelaksanaan pemeriksaan IVA
Untuk masyarakat luas, diprogramkan pemeriksaannya 1 kali dalam 1 tahun, kecuali
ada kecurigaan lain. Pemeriksaan IVA dapat dilakukan setiap saat, tidak dalam kedaan haid,
dua hari sebelum pemeriksaan IVA sebaiknya tidak menggunakan obat-obatan yang
dimasukan ke dalam vagina serta diketahui oleh suami.7
Waktu yang diperlukan untuk mengetahui hasil pemeriksaan dari metode IVA adalah
1-5 menit. Setelah adanya perubahan warna putih dari mulut rahim maka ada kecurigaan
terdapat sel-sel yang memicu kanker rahim.7
21
9. Periksa serviks sesuai langkah-langkah berikut :
a. Terdapat kecurigaan kanker atau tidak :
i. Jika ya, klien dirujuk , pemeriksaan IVA tidak dilanjutkan
ii. Jika pemeriksa adalah dokter ahli obstetri dan ginekologi ,
lakukanbiopsi
iii. Jika tidak dicurigai kanker, identifikasi Sambungan Skuamo
kolumnar(SSK)
b. Identifikasi Sambungan Skuamo Kolumnar (SSK)
i. Jika SSK tidak tampak , maka : dilakukan pemeriksaan matatelanjang
tanpa asam asetat, lalu beri kesimpulan sementara,misalnya hasil
negatif namun SSK tidak tampak. Klien disarankanuntuk melakukan
pemeriksaan selanjutnya lebih cepat atau papsmear maksimal 6 bulan
lagi.
ii. Jika SSK tampak, lakukan IVA dengan mengoleskan kapas lidi
yangsudah dicelupkan ke dalam asam asetat 3-5% ke seluruh
permukaanserviks
c. Tunggu hasil IVA selama 1 menit, perhatikan apakah ada bercak
putih(acetowhite epithelium) atau tidak
i. Jika tidak (IVA negatif), jelaskan kepada klien kapan harus kembali
untukmengulangi pemeriksan IVA
ii. Jika ada (IVA positif) , tentukan metode tata laksana yang akan
dilakukan
10. Keluarkan spekulum
11. Buang sarung tangan , kapas, dan bahan sekali pakai lainnya ke dalam
container(tempat sampah) yang tahan bocor, sedangkan untuk alat-alat yang
dapatdigunakan kembali, rendam dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit
untukdekontaminasi.
12. Jelaskan hasil pemeriksaan kepada klien, kapan harus melakukan pemeriksaanlagi,
serta rencana tata laksana jika diperlukan.
22
1. Krioterapi dilakukan oleh dokter umum, dokter spesialis obstetri dan ginekologiatau
konsultan onkologi ginekologi
2. Elektrokauterisasi, LEEP/LLETZ dilakukan oleh dokter spesialis obstetri
danginekologi atau konsultan onkologi ginekologi.
23
Gambar 9. Alur Pemeriksaan IVA
24
2. Terapi penyinaran
Terapi penyinaran (radioterapi) efektif untuk mengobati kanker invasif yang masih
terbatas pada daerah panggul. Pada radioterapi digunakan sinar berenergi tinggi untuk
merusak sel-sel kanker dan menghentikan pertumbuhannya. Ada 2 macam radioterapi,
yaitu4 :
Radiasi eksternal : sinar berasar dari sebuah mesin besar
Penderita tidak perlu dirawat di rumah sakit, penyinaran biasanya dilakukan
sebanyak 5 hari/minggu selama 5-6 minggu.
Radiasi internal : zat radioaktif terdapat di dalam sebuah kapsul dimasukkan
langsung ke dalam serviks.
Kapsul ini dibiarkan selama 1-3 hari dan selama itu penderita dirawat di rumah sakit.
Pengobatan ini bisa diulang beberapa kali selama 1-2 minggu.
Efek samping dari terapi penyinaran adalah :
Iritasi rektum dan vagina
Kerusakan kandung kemih dan rektum
Ovarium berhenti berfungsi.
3. Kemoterapi
Jika kanker telah menyebar ke luar panggul, kadang dianjurkan untuk menjalani
kemoterapi. Pada kemoterapi digunakan obat-obatan untuk membunuh sel-sel kanker. Obat
anti-kanker bisa diberikan melalui suntikan intravena atau melalui mulut. Kemoterapi
diberikan dalam suatu siklus, artinya suatu periode pengobatan diselingi dengan periode
pemulihan, lalu dilakukan pengobatan, diselingi denga pemulihan, begitu seterusnya.4
4. Terapi biologis
Pada terapi biologis digunakan zat-zat untuk memperbaiki sistem kekebalan tubuh
dalam melawan penyakit. Terapi biologis dilakukan pada kanker yang telah menyebar ke
bagian tubuh lainnya. Yang paling sering digunakan adalah interferon, yang bisa
dikombinasikan dengan kemoterapi.4
25
1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer merupakan kegiatan uang dapat dilakukan oleh setiap orang
untuk menghindari diri dari faktor-faktor yang dapat menyebabkan timbulnya kanker
serviks. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menekankan perilaku hdup sehat untuk
mengurangi atau menghindari faktor resiko seperti kawin muda, pasangan seksual
ganda dan lain-lain. Selain itu juga pencegahan primer dapat dilakukan dengan imuisasi
HPV pada kelompok masyarakat
2. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder kanker serviks dilakukan dengan deteksi dini dan skrining
kanker serviks yang bertujuan untuk menemukan kasus-kasus kanker serviks secara
dibni sehingga kemungkinan penyembuhan dapat ditingkatkan. Perkembangan kanker
serviks memerlukan waktu yang lama. Dari prainvasif ke invasive memerlukan waktu
sekitar 10 tahun atau lebih. Pemeriksaan sitologi merupakan metode sederhana dan
sensitive untuk mwndeteksi karsinoa pra invasive. Bila diobati dengan baik, karsinoma
pra invasive mempunyai tingkat penyembuhan mendekati 100%. Diagnosa kasus pada
fase invasive hanya memiliki tingkat ketahanan sekitar 35%. Program skrining dengan
pemeriksaan sitologi dikenal dengan Pap mear test dan telah dilakukan di Negara-
negara maju. Pencegahan dengan pap smear terbukimampu menurunkan tingkat
kematian akibat kanker serviks 50-60% dalamkurun waktu 20 tahun (WHO,1986).
Selain itu, terdapat juga tiga tingkatan pencegahan dan penanganan kanker
serviks, yaitu :
1. Pencegahan Tingkat Pertama
a. Promosi Kesehatan Masyarakat, misalnya Kampanye kesadaran masyarakat
b. Program pendidikan kesehatan masyarakat
c. Promosi kesehatan
2. Pencegahan khusus, misalnya :
a. Interfensi sumber keterpaparan
b. Kemopreventif
3. Pencegahan Tingkat Kedua
a. Diagnosis dini, misalnya screening
b. Pengobatan, misalnya Kemoterapi, Bedah
4. Pencegahan Tingkat Ketiga
Rehabilitasi, misalnya perawatan rumah sedangkan penanganan kanker
umumnya ialah secara pendekatan multidiscipline. Hasil pengobatan radioterapi dan
26
operasi radikal kurang lebih sama, meskipun sebenarnya sukar untuk dibandingkan
karena umumnya yang dioperasi penderita yang masih muda dan umumnya baik.
Beberapa cara praktis yang dapat dilakukan dalam kehidupan sehari-hari antara lain :
1. Pola makan sehat, yang kaya dengan sayuran, buah dan sereal untuk merangsang sistem
kekebalan tubuh. Misalnya mengkonsumsi berbagai karotena, vitamin A, C, dan E, dan
asam folat dapat mengurangi risiko terkena kanker leher rahim.
2. Hindari merokok. Banyak bukti menunjukkan penggunaan tembakau dapat
meningkatkan risiko terkena kanker serviks.
3. Hindari seks sebelum menikah atau di usia sangat muda atau belasan tahun.
4. Hindari berhubungan seks selama masa haid terbukti efektif untuk mencegah dan
menghambat terbentuknya dan berkembangnya kanker serviks.
5. Hindari berhubungan seks dengan banyak partner.
6. Secara rutin menjalani tes Pap smear secara teratur. Saat ini tes Pap smear bahkan
sudah bisa dilakukan di tingkat Puskesmas dengan harga terjangkau.
7. Alternatif tes Pap smear yaitu tes IVAdengan biaya yang lebih murah dari Pap smear.
Tujuannya untuk deteksi dini terhadap infeksi HPV.
8. Pemberian vaksin atau vaksinasi HPV untuk mencegah terinfeksi HPV.
9. Melakukan pembersihan organ intim atau dikenal dengan istilah vagina toilet. Ini dapat
dilakukan sendiri atau dapat juga dengan bantuan dokter ahli. Tujuannya untuk
membersihkan organ intim wanita dari kotoran dan penyakit.
27
a. Identifikasi masalah
Menetapkan keadaan spesifik yang diharapkan, yang ingin dicapai,
menetapkan indictor tertentu sebagai dasar pengukuran kinerja.Kemudian
mempelajari keadaan yang terjadi dengan menghitung atau mengukur hasil
pencapain.Yang terakhir membandingkan antara keadaan nyata yang
terjadi dengan keadaan tertentu yang diinginkan atau indicator tertentu
yang sudah ditetapkan.
b. Penentuan penyebab masalah
Penentuan penyebab masalah digali berdasarkan data atau kepustakaan
dengan curah pendapat.Penentuan penyebab masalah dilakukan dengan
menggunakan fish bone. Hal ini hendaknya jangan menyimpang dari
masalah tersebut.
c. Memilih penyebab yang paling mungkin
Penyebab masalah yang paling mungkin harus dipilih dari sebab – sebab
yang didukung oleh data atau konfirmasi dan pengamatan.
d. Menentukan alternative pemecahan masalah
Sering kali pemecahan masalah dapat dilakukan dengan mudah dari
penyebab yang sudah diidentifikasi.Jika penyebab sudah jelas maka dapat
langsung pada alternative pemecahan masalah.
e. Penetapan pemecahan masalah
Setelah alternative pemecahan masalah ditentukan, maka dilakukan
pemilihan pemecahan terpilih.Apabila ditemukan beberapa alternative
maka digunakan Hanlon Kualitatif untuk menentukan / memilih
pemecahan masalah.
f. Penyusunan rencanan penerapan
Rencana penerapan pemecahan masalah dibuat dalam bentuk POA (Plan
of Action) atau rencana kegiatan.
g. Monitoring dan evaluasi
Ada dua segi pemantauan yaitu apakan kegiatan penerapan pemecahan
masalah yang sedang dilaksanakan sudah diterapkan dengan baik dan
menyangkut masalah itu sendiri, apakah permasalahan sudah dapat
dipecahkan.
28
Gambar 10. Kerangka Pikir Pemecahan Masalah10
29
Gambar 11. Analisis Penyebab Masalah dengan Pendekatan Sistem10
Masalah yang timbul terdapat pada output dimana hasil kegiatan tidak sesuai dengan
standar minimal. Hal yang penting pada upaya pemecahan masalah adalah kegiatan dalam
rangka pemecahan masalah harus sesuai dengan penyebab masalah tersebut, berdasarkan
pendekatan system masalah dapat terjadi pada input maupun proses.
30
1. Magnitude (M) adalah besarnya penyebab masalah dari pemecahan masalah yang
dapat diselesaikan. Makin besar (banyak) penyebab masalah yang dapat
diselesaikan dengan pemecahan masalah, semakin efektif.
2. Importancy (I) adalah pentingnya cara pemecahan masalah, makin penting cara
penyelesaian dalam mengatasi penyebab masalah, maka semakin efektif.
3. Vulnerability (V) adalah sensitifitas cara penyelesaian masalah. Makin sensitif
bentuk penyelesaian masalah, maka semakin efektif
4. Cost (C) adalah perkiraan besarnya biaya yang diperlukan untuk meakukan
pemecahan masalah.
Masing-masing masalah diberi nilai 1-5.Bila makin magnitude makan nilainya
makin besar, mendekati 5.Begitu juga dalam melakukan penilaian pada kriteria I
dan V.
Masalah yang timbul terdapat pada output dimana hasil kegiatan tidak sesuai dengan
standar minimal. Hal yang penting pada upaya pemecahan masalah adalah kegiatan dalam
rangka pemecahan masalah harus sesuai dengan penyebab masalah tersebut, berdasarkan
pendekatan system masalah dapat terjadi pada input maupun proses.
31
BAB IV
TEMUAN MASALAH
IV.1 Temuan Masalah di Puskesmas Pademangan Barat I
Target Pencapaian
Kegiatan Renstra
Indikator Kerja Dinas Hasil
Pokok Kesehatan %
kegiatan
2012-2017
Besar sasaran
Besar sasaran
= 50 x 100 %
1099,2
= 4,54%
Hasil kegiatan : Jumlah wanita usia subur (15-49 tahun) di Wilayah kerja Puskesmas
Pademangan Barat I yang melakukan Tes IVA di Pelayanan KIA Puskesmas
Pademangan Barat I
32
Sasaran : Jumlah pemenuhan target wanit usia subur (15-49 tahun) di Wilayah
kerja Puskesmas Pademangan Barat I yang melakukan Tes IVA selama tahun 2017.
Dari hasil perhitungan pencapaian program Tes IVA, pencapaian Tes IVA periode
Januari - September 2017 didapatkan hasil sebesar 4,54 %. Hasil tersebut belum memenuhi
target yang ditetapkan oleh Renstra Dinas Kesehatan 2012-2017 sebesar 30%. Kurangnya
pencapaian tersebut merupakan suatu masalah yang harus dicari penyebab dan upaya
penyelesaiannya.
Target Pencapaian
Kegiatan Renstra
Indikator Kerja Dinas Hasil
Pokok Kesehatan %
kegiatan
2012-2017
Besar sasaran
33
= Hasil Kegiatan ( Januari - September 2017 ) x 100 %
Besar sasaran
= 7 x 100 %
140,4
= 4,98 %
Hasil kegiatan : Jumlah wanita usia subur (15-49 tahun) di RW 06 yang melakukan
Tes IVA di Pelayanan KIA Puskesmas Pademangan Barat I
Dari hasil perhitungan pencapaian program Tes IVA, pencapaian Tes IVA di RW 06
periode Januari - September 2017 didapatkan hasil sebesar 4,98 %. Hasil tersebut belum
memenuhi target yang ditetapkan oleh Renstra Dinas Kesehatan. Kurangnya pencapaian
tersebut merupakan suatu masalah yang harus dicari penyebab dan upaya penyelesaiannya.
34
BAB V
METODOLOGI PENELITIAN
35
c. Sasaran
Koordinator Program KIA Puskesmas Pademangan Barat I, wanita yang
melakukan Tes IVA di Pelayanan KIA Puskesmas Pademangan Barat I.
d. Metode
Wawancara, pengisian kuesioner
36
Faktor Eksklusi adalah wanita yang sedang masa nifas, wanita yang sedang dalam
periode menstruasi, ibu hamil, ibu pasca melahirkan kurang dari 4 bulan dan
berhubungan seksual < 24 jam sebelum Tes IVA.
INPUT
LINGKUNGAN
Peran unit pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta (dokter swasta,
bidan praktek swasta) dan kader kesehatan.
Gambar 10. Kerangka Teori
37
BAB VI
ANALISA MASALAH
VI.1 Hasil Survei
Jenis data yang diambil adalah data primer dan data sekunder, data primer didapatkan
dari wawancara dengan koordinator Pelayanan KIA Puskesmas Pademangan Barat I,
wawancara dan pengisian kuesioner dengan wanita yang melakukan Tes IVA di Pelayanan
KIA Puskesmas Pademangan Barat I selama tanggal 7 – 14 November 2017. Data sekunder
diperoleh dari laporan koordinator Pelayanan Pelayanan Tes IVA Puskesmas Pademangan
Barat I mengenai hasil cakupan dan pencapaian Tes IVA di Pelayanan KIA Puskesmas
Pademangan Barat I.
Adapun hasil penelitian yang telah dilakukan digambarkan melalui tabel, diantaranya
tabel hasil wawancara koordinator pelayanan KIA, tabel kuesioner dan hasil wawancara
dengan wanita yang melakukan Tes IVA di Pelayanan KIA Puskesmas Pademangan Barat I
selama tangga 7 – 14 November 2017.
38
wilayah kerja PKL PB I disosialisakan wilayah sudah mensosialisasikan jadwal
mengenai adanya jadwal Tes IVA di Tes IVA ke masing-masing kader.
PKL PB I?
5 Apakah fasilitas untuk melaksanakan Lengkap
pemeriksaan IVA sudah cukup
memadai?
6 Apakah warga tahu mengenai adanya Warga sudah tahu, karena jadwal tes
jadwal tes IVA di Pelayanan KIA PKL IVA dipampang di depan loket.
PB I?Menurut anda, darimanakah warga Mayoritas warga mengetahui jadwal
dapat mengetahui penjadwalan tes IVA? IVA karena membaca jadwal yang
Apakah membaca jadwal yang sudah di dipampang di loket, jarang warga yang
pampang di kasir? Atau bertanya menanyakan langsung ke petugas
langsung ke petugas kesehatan? kesehatan
7 Bagaimanakah penjaringan IVA positif Penjaringan pasien IVA positif sampai
dilakukan? saat ini masih berjalan pasif, yaitu
dengan penemuan pasien IVA positif
yang datang ke Pelayanan KIA PKL PB
I. Belum ada tim untuk penjaringan IVA
positif secara aktif
8 Apakah ada pencatatan atau rekapan Ada, baik yang hasil positif maupun
mengenai tes IVA yang sudah dilakukan negatif
di PKL PB I?
9 Jika terdapat pasien dengan hasil IVA Pasien yang hasil IVA positif maupun
positif atau kearah keganasan, apakah kearah keganasan langsung dirujuk
dilakukan follow up ulang? menggunakan rujukan internal ke PKC,
namun saat ini belum ada follow up
ulang apakah pasien benar-benar datang
ke PKC ataupun bagaimana hasil
diagnosis dan kelanjutan dari
pengobatannya jika memang benar
mengidap Ca Cerviks.
10 Menurut anda, apakah yang Karena antusias masyarakat masih
menyebabkan cakupan IVA PKLPB I kurang, banyak alasannya karena takut,
39
belum memenuhi target? malu dan tidak ada waktu untukdatang
ke puskesmas
VI.1.2 Hasil pengisian kuesioner oleh wanita yang melakukan Tes IVA Pelayanan KIA
Puskesmas Pademangan Barat I selama tangga 7-14 November 2017
Kuesioner mengenai pengetahuan
Tabel 9. Hasil Pengisian Kuesioner
Nama Pasien Skor pengisian Pertanyaan: Apakah anda
kuesioner pernah melakukan IVA? Jika
tidak apa alasan anda tidak
melakukan tes IVA?
Ny. R 15 Tidak ada waktu
Ny. S 20 Malu
Ny. H 16 Tidak diizinkan suami
Ny. D 13 Takut sakit
Ny. F 26 Puskesmas Jauh
Ny. A 10 Sibuk kerja
Ny. S 26 -
Ny. M 17 Sibuk
Ny.T 18 Puskesmas jauh
Ny. D 28 Jauh dari puskesmas
Ny. N 17 -
Ny. M 27 Tidak enak diperiksa karena buka
baju
Ny. E 21 Takut
Ny. S 12 Takut tahu hasil
Ny. U 27 Tidak ada teman
Ny.R 26 Rumah jauh
Ny.W 11 Takut sakit
40
Penilaian
≤ 15: perilaku kurang
16-25: Perilaku cukup
>25-30: Perilaku baik
Dari hasil survey didapatkan 4 (23,5%) responden berpengetahuan kurang, 7 (41,2%)
berpengetetahuan cukup, 6 (35,3%) responden berpengetahuan baik. Kesimpulannya
sebagian besar pengetahuan wanita yang datang ke pelayanan KIA untuk tes IVA mempunya
pengetahuan yang cukup dan baik mengenai Tes IVA.
41
headlamp, kasa, betadhine,
spekulum, kapas, lidi,
larutan asam cuka,
handscone)
Tersedianya formulir
beserta pertanyaan
lengkap mencakup faktor
resiko bagi wanita yang
melaksanakan IVA
42
SOP tes IVA.
Tes IVA sudah dilakukan
secara rutin sesuai jadwal
43
VI.4 Alternatif Pemecahan Masalah
Tabel 11. Alternatif Pemecahan Masalah
No. Penyebab Masalah Alternatif Pemecahan Masalah
1 Belum ada pelatihan mengenai tes Dibuat permohonan untuk diadakan
IVA bagi petugas kesehatan di PKL pelatihan iva bagi petugas kesehatan
PB I PKL PB I
2 Passive Case Finding Active Case Finding
3 Belum ada SOP secara tertulis Dibuat SOP secara tertulis
4 Kurangnya antusia dan kemauan Melakukan pemeriksaan IVA di wilayah
warga untuk melakukan pemeriksaan yang dapat terjangkau warga baik dari
IVA di PKL PB I karena alasan jarak segi jarak maupun waktu (active case
dan waktu, serta kenyamanan saat finding)
diperiksa.
5 Tidak ada jadwal khusus untuk Membuat penjadwalan IVA keliling dan
penjaringan aktif tes IVA untuk mensosialisasikannya, sehingga
menjaring pasien dengan IVA positif diketahui masyarakat.
atau mengarah ke keganasan
6 Tidak ada follow up ulang dan Melakukan follow up dan evaluasi bagi
evaluasi terhadap pasien yang pasien dengan hasil tes IVA positif atau
hasilnya IVA positif atau mengarahke mengarah ke keganasan dengan
keganasan mengunjungi pasien ke alamat lengkap
yang tertera di formulir.
44
METHODE
Input Passive case finding
Belum ada SOP secara tertulis
MAN
Belum ada pelatihan mengenai tes IVA bagi MATERIAL
petugas kesehatan di PKL PB I Tidak ada masalah
MONEY
MACHINE
Tidak ada masalah
Tidak ada masalah
Rendahnya cakupan
Pemeriksaan IVA di Puskesmas
Pademangan Barat I
P1
P2
Tidak ada jadwal khusus untuk
Tidak ada masalah
penjaringan aktif tes IVA untuk LINGKUNGAN
menjaring pasien dengan IVA Kurangnya antusia dan kemauan warga untuk
positif atau mengarah ke P3
melakukan pemeriksaan IVA di PKL PB I
keganasan karena alasan jarak dan waktu,serta kenyamanan
Tidak ada follow up ulang dan evaluasi terhadap pasien yang saat diperiksa
hasilnya IVA positif atau mengarahke keganasan
PROSES
Gambar 12. Diagram Fishbone
45
VI.5 Penggabungan alternatif pemecahan masalah
Belum ada pelatihan mengenai tes IVA Mengajukan permohonan pelatihan tes
bagi petugas kesehatan di PKL PB I IVA untuk petugas kesehatan di PKL PB I
Tidak ada jadwal khusus untuk penjaringan Membuat penjadwalan IVA keliling dan
aktif tes IVA untuk menjaring pasien mensosialisasikannya, sehingga diketahui
dengan IVA positif atau mengarah ke masyarakat.
keganasan
Tidak ada follow up ulang dan evaluasi Melakukan follow up dan evaluasi bagi
terhadap pasien yang hasilnya IVA positif pasien dengan hasil tes IVA positif atau
atau mengarahke keganasan mengarah ke keganasan dengan
mengunjungi pasien ke alamat lengkap
yang tertera di formulir.
46
VI.6 Penentuan Prioritas Pemecahan Masalah dengan Kriteria Matriks MIVC
Tabel 12. Penentuan Prioritas Pemecahan Masalah dengan Kriteria Matriks MIVC
Adapun hasil pelaksanaan program IVA keliling di RW 06 adalah sebagai berikut Jumlah
wanita yang melakukan IVA keliling di RW 06 sebanyak 16 orang, terdiri dari 13 orang
wanita usia subur (15 – 49 tahun) dan 3 orang wanita diluar usia subur. Dari jumlah tersebut
didapatkan hasil tidak terdapat hasil IVA positif, 16 orang IVA negatif. Dari 16 wanita usia
subur yang diperiksa terdapat 5 orang yang mengalami servisitis sedang diberikan terapi
doksisiklin 2x1 tablet selama 7 hari dan disarankan untuk kontrol ke Puskesmas Pademangan
Barat I dan edukasi untuk menjaga kebersihan organ kewanitaan.
47
BAB VII
Besar sasaran
Besar sasaran
= 20 x 100 %
140,4
= 14,24 %
Hasil kegiatan : Jumlah wanita usia subur (15-49 tahun) di RW 06 yang melakukan
Tes IVA.
48
Dari hasil perhitungan pencapaian program Tes IVA capaian Tes IVA setelah dilakukan
Tes IVA keliling yaitu sebesar 14,24 %. Walaupun tidak dapat memenuhi target tes IVA dari
Renstra Dinas kesehatan 2012-2017 sebesar 30% tetapi dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa
terjadinya peningkatan pencapaian Program Tes IVA di RW 06 Puskesmas Pademangan
Barat I sebesar 9,26 %, dimana sebelum dilakukan Tes IVA pencapaiannya hanya sebesar
4,98 %. Hal ini membuktikan keberhasilan program IVA keliling dalam meningkatkan
pencapaian program Tes IVA Puskesmas Pademangan Barat I.
49
BAB VIII
PENUTUP
VIII.1 Kesimpulan
VIII.2 Saran
1. Untuk Puskesmas Grabag I :
a. Membuat dan mensosialisasikan jadwal IVA keliling setiap tahun di masing-masing
RW yang merupakan wilayah kerja Puskesmas Pademangan Barat I.
b. Bekerja sama dengan kader dan bagian lintas program untuk mensosialisasikan jadwal
IVA di pelayanan KIA.
c. Dilakukan follow up dan evaluasi bagi wanita dengan hasil IVA positif atau mengarah
ke keganasan oleh petugas kesehatan.
d. Dilakukan penyuluhan perbulan mengenai kanker serviks oleh petugas kesehatan di
PKL PB I
2. Untuk masyarakat:
a. Masyarakat diharapkan untuk lebih memahami dan mawas diri terhadap gejala –
gejala kanker serviks dan cara deteksi dini.
b. Mayarakat diharapkan menyadari pentingnya melakukan pemeriksaan IVA setiap
tahun di Puskesmas setempat.
50