(Revisi2) ERZA Referat RM
(Revisi2) ERZA Referat RM
FAKULTAS KEDOKTERAN
AGUSTUS 2017
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
DISUSUN OLEH:
Erza Alifianda
111 2016 2167
RESIDEN PEMBIMBING:
dr. Ahyani Muslimin
SUPERVISOR PEMBIMBING:
dr. Nurindah Kadir, M.Kes, Sp.KJ
LEMBAR PENGESAHAN
Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan
bahwa:
Supervisor Pembimbing,
Residen Pembimbing,
a. Tipe
A atau Authoritative (demokratis). Pola
asuh yang menganjurkan orang tua memberikan
kebebasan kepada anak untuk memilih dan
melakukan suatu tindakan de- ngan batas dan
tanggung jawab yang jelas, sehingga dapat
membantu mereka untuk mengaktualisasikan diri
sebagai makhluk sosial yang dapat bekerja dan
bermasyarakat dengan baik.
b. Tipe B atau Authoritarian (otoriter). Pola
asuh yang mana orang tua cenderung memberikan
perintah, tidak memberi kesempatan anak untuk
bertanya, dan tidak memberi penjelasan mengenai
tugas yang diberikan kepada anak.
c. TipeC atau Permissive (permisif). Pola asuh
yang sangat longgar dan terlalu bebas, orang tua
tidak mengharuskan anaknya untuk mematuhi
aturan-aturan sosial, serta memberi kebebasan
penuh kepada anak untuk memilih kegiatan dan
mengambil keputusan tanpa kontrol dari orang tua.
1. DEFINISI
Keterbelakangan mental atau lazim disebut
retardasi mental (RM) adalah suatu keadaan
dengan intelegensia yang kurang (subnormal)
sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak
masa anak-anak). Biasanya terdapat
perkembangan mental yang kurang secara
keseluruhan, tetapi gejala utama ialah intelegensi
yang terbelakang. Retardasi mental disebut juga
oligofrenia (oligo = kurang atau sedikit danfren =
jiwa) atau tuna mental. Keadaan tersebut ditandai
dengan fungsi kecerdasan umum yang berada
dibawah rata-rata dan disertai dengan
berkurangnya kemampuan untuk menyesuaikan
diri atau berprilaku adaptif.
2
2. ETIOLOGI
a. Kelainan kromosom
i. Sindrom Down
Sindrom down adalah kondisi yang disebabkan oleh adanya
kelebihan kromosom pada pasangan ke-21 dan ditandai dengan
1
retardasi mental serta anomali fisik yang beragam. Untuk seorang
ibu usia pertengahan (> 32 tahun), resiko memiliki anak dengan
sindroma Down adalah kira-kira 1 dalam 100 kelahiran. Retardasi
mental adalah cirri yang menumpang pada sindrom Down. Sebagian
besar pasien berada dlam kelompok retardasi sedang sampai berat.,
hanya sebagian kecil yang memiliki IQ di atas 50. Diagnosis
sindrom Down relative mudah pada anak yang lebih besar tetapi
seringkali sukar pada neonates. Tanda yang paling penting pada
neonates adalah hipotonia umum, fisura palpebra yang oblik, kulit
leher yang berlebihan, tengkorak yang kecil dan datar, tulang pipi
yang tinggi, dan lidah yang menonjol. Dapat dilihat juga tangan tebal
dan lebar, dengan garis transversal tunggal pada telapak tangan, dan
jari kelingking pendek dan melengkung ke dalam.
(google.com)
Gambar 1. Karakteristik Sindroma Down
(google.com)
Gambar 2. Karakteristik Sindrom Prader-Willi
b. Faktor Prenatal
Beberapa kasus retardasi mental disebabkan oleh infeksi dan
penyalahgunaan obat selama ibu mengandung. Infeksi yang biasanya
terjadi adalah Rubella, yang dapat menyebabkan kerusakan otak.
Penyakit ibu juga dapat menyebabkan retardasi mental, seperti sifilis,
cytomegalovirus, dan herpes genital. Obat-obatan yang digunakan ibu
selama kehamilan dapat mempengaruhi bayi melalui plasenta. Sebagian
dapat menyebabkan cacat fisik dan retardasi mental yang parah. Anak-
anak yang ibunya minum alkohol selama kehamilan sering lahir dengan
sindrom fetal dan merupakan kasus paling nyata sebagai penyebab
retardasi mental. Komplikasi kelahiran, seperti kekurangan oksigen atau
cedera kepala, infeksi otak, seperti encephalitis dan meningitis, terkena
racun, seperti cat yang mengandung timah sangat berpotensi
menyebabkan retardasi mental.
c. Faktor Perinatal
Beberapa bukti menunjukkan bahwa bayi premature dan bayi
dengan berat badan lahir rendah berada dalam resiko tinggi mengalami
gangguan neurologis dan intelektual yang bermanifestasi selama tahun-
tahun sekolahnya. Bayi yang menderita pendarahan intrakranial atau
tanda-tanda iskemia serebral terutama rentan terhadap kelainan kognitif.
Derajat gangguan perkembangan saraf biasanya berhubungan dengan
beratnya perdarahan intrakranial.
3. DIAGNOSIS
Menurut pedoman diagnostik PPDGJ III
intelegensia bukan merupakan karakteristik yang
berdiri sendiri, melainkan harus dinilai
IQ = MA/CA x 100%
MA = Mental Age, umur mental yang didapat dari hasil tes
CA = Chronological Age, umur yang didapat berdasarkan perhitungan
tanggal lahir
a. Riwayat Penyakit
Riwayat penyakit paling sering didapatkan dari orang tua
atau pengasuh, dengan perhatian khusus pada kehamilan ibu,
persalinan, dan kelahiran. Terdapat riwayat keluarga retardasi
mental, hubungan darah pada orangtua, dan gangguan herediter.
Juga dapat menilai latar belakang sosiokultural pasien, iklim
1
emosional di rumah, dan fungsi intelektual pasien.
b. Wawancara Psikiatrik
Dua faktor yang sangat penting saat jika mewawancarai
pasien adalah sikap pewawancara dan cara berkomunikasi dengan
pasien. Kemampuan verbal pasien, termasuk bahasa reseptif dan
ekspresif, harus dinilai sesegera mungkin dengan mengobservasi
komunikasi verbal dan nonverbal antara pengasuh dan pasien dan
dari riwayat penyakit. Sangat membantu jika memeriksa pasien
dan pengasuhnya bersama-sama. Jika pasien menggunakan
bahasa isyarat, pengasuh dapat sebagai penerjemah.
Orang terertardasi mengalami kegagalan seumur hidup
dalam berbagai bidang, dan mereka mungkin mengalami
kecemasan sebelum menjumpai pewawancara. Pewawancara dan
pengasuh harus berusaha untuk memberikan pasien suatu
penjelasan yang jelas, suportif, dan konkret tentang proses
diagnostik, terutama pasein dengan bahasa reseptif yang
memadai. Dukungan dan pujian harus diberikan dalam bahasa
yang sesuai dengan usia dan pengertian pasien.
Pengendalian pasien terhadap pola motilitas harus
dipastikan, dan bukti klinis adanya distraktibilitas dan distorsi
dalam persepsi dan daya ingat harus diperiksa. Pemakaian bahasa,
tes realitas, dan kemampuan menggali dan pengalaman penting
untuk dicatat. Sifat dan maturitas pertahanan pasien
(menundukkan diri sendiri menggunakan penghindaran, represi,
penyangkalan, introyeksi, da isolasi) harus diamati. Potensi
sublimasi, toleransi frustasi, dan pengendalian impuls (terutama
terhadap dorongan motorik, agresif, dan seksual) harus dinilai.
Juga penting adalah citra diri dan peranannya dalam
perkembangan keyakinan diri, dan juga penilaian keuletan,
ketetapan hati, keingintahuan, dan kemauan menggali hal yang
6,7
tidak diketahui.
Pada umumnya pemeriksaan psikiatrik pasien yang
teretardasi harus mengungkapkan bagaimana pasien mengalami
stadium perkembangan. Dalam hal kegagalan atau regresi, juga
dapat mengembangkan sifat kepribadian yang memungkinkan
perencanaan logis dari penatalaksanaan dan pendekatan
7
pengobatan.
c. Pemeriksaan Fisik
Berbagai bagian tubuh memiliki karakteristik tertentu yang
sering ditemukan pada orang retardasi mental dan memiliki
penyebab prenatal. Sebagai contoh, konfigurasi dan ukuran
kepala memberikan petunjuk terhadap berbagai kondisi seperti
mikrosefali, hidrosefalus, dan sindroma Down. Wajah pasien
mungkin memiliki beberapa stigmata retardasi mental yang
sangat mempermudah diagnosis. Tanda fasial tersebut adalah
hipertelorisme, tulang hidung yang datar, alis mata yang
menonjol, lipatan epikantus, opasitas kornea, perubahan retina
yag letaknya rendah atau bentuknya aneh, lidah yang menonjol,
dan gangguan gigi geligi. Lingkaran kepala harus diukur sebagai
bagian dari pemeriksaan klinis. Warna dan tekstur kulit dan
rambut, palatum dengan lengkung yang tinggi, ukuran kelenjar
tiroid, dan ukuran anak dan batang tubuh dan ekstremitasnya
,7
adalah bidang lain yang digali.
d. Pemeriksaan Neurologis
Gangguan sensorik sering terjadi pada orang retardasi
mental, sebagai contoh sampai 10 persen orang retardasi mental
mengalami gangguan pendengaran empat kali lebih tinggi
dibandingkan orang normal. Gangguan sensorik dapat berupa
gangguan pendengaran dan gangguan visual. Gangguan
pendengaran terentang dari ketulian kortikal sampai deficit
pendengaran yang ringan. Gangguan visual dapat terentang dari
kebutaan sampai gangguan konsep ruang, pengenalan rancangan,
dan konsep citra tubuh.
Gangguan dalam bidang motorik dimanifestasikan oleh
kelainan pada tonus otot (spastisitas atau hipotonia), refleks
(hiperefleksia), dan gerakan involunter (koreoatetosis). Derajat
kecacatan lebih kecil ditemukan dalam kelambanan dan
koordinasi yang buruk.
e. Tes Laboratorium
Tes laboratorium yang digunakan pada kasus retardasi
mental adalah pemeriksaan urin dan darah untuk mencari
gangguan metabolik. Penentuan kariotipe dalam laboratorium
genetic diindikasikan bila dicurigai adanya gangguan kromosom.
Amniosintesis, di mana sejumlah kecil cairan amniotic
diambil dari ruang amnion secara transabdominal antara usia
kehamilan 14 dan 16 minggu, telah berguna dalam diagnosis
berbagai kelainan kromosom bayi, terutama Sindroma Down.
Amniosintesis dianjukan untuk semua wanita hamil berusia di
8
atas 35 tahun.
Pengambilan sampel vili korionik (CVS; chorionic villi
sampling) adalah teknik skrining yang baru untuk menentukan
kelainan janin. Cara ini dilakukan pada usia kehamilan 8 dan 10
minggu. Hasilnya tersedia dalam waktu singkat (beberapa jam
atau hari), dan jika kehamilan adalah abnormal, keputusan untuk
mengakhiri kehamilan dapat dilakukan dalam trimester pertama.
1,8
Prosedur memiliki resiko keguguran antara 2 dan 5 persen.
f. Pemeriksaan Psikologis
Tes psikologis, dilakukan oleh ahli psikologis yang berpengalaman,
adalah bagian standar dari pemeriksaan untuk retardasi mental.
Pemeriksaan psikologis dilakukan untuk menilai kemampuan
perceptual, motorik, linguistik, dan kognititf. Informasi tentang factor
1,8
motivasional, emosional, dan interpersonal juga penting.
4. KLASIFIKASI
Menurut PPDGJ-III retardasi mental dibagi
menjadi : 5, 9, 11
5. PENATALAKSANAAN
Retardasi mental berhubungan dengan
beberapa gangguan heterogen dan berbagai faktor
psikososial. Terapi yang terbaik untuk retardasi
mental adalah pencegahan primer, sekunder, dan
tersier.
1
A. Pencegahan Primer
Pencegahan primer merupakan
tindakan yang dilakukan untuk
menghilangkan atau menurunkan kondisi
yang menyebabkan perkembangan
gangguan yang disertai dengan retardasi
mental. Tindakan tersebut termasuk :
− Pendidikan untuk meningkatkan
pengetahuan dan kesadaran masyarakat
umum tentang retardasi mental.
− Usaha terus-menerus dari professional
bidang kesehatan untuk menjaga dan
memperbaharui kebijaksanaan
kesehatan masyarakat.
− Aturan untuk memberikan pelayanan
kesehatan maternal dan anak yang
optimal.
− Eradikasi gangguan yang diketahui
disertai dengan kerusakan system saraf
pusat.
Konseling keluarga dan genetik
membantu menurunkan insidensi retardasi
mental dalam keluarga dengan riwayat
gangguan genetic yang berhubungan dengan
retardasi mental. Untuk anak-anak dan ibu
dengan sosioekonomi rendah, pelayanan
medis prenatal dan perinatal yang sesuai dan
berbagai program pelengakap dan bantuan
pelayanan social dapat menolong menekan
komplikasi medis dan psikososial.
c. Pendidikan keluarga
Satu bidang yang penting dalam
pendidikan keluarga dari pasien dengan
retardasi mental adalah tentang cara
meningkatkan kompetensi dan harga diri
sambil mempertahnkan harapan yang
realistic untuk pasien. Keluarga seringkali
merasa sulit untuk menyeimbangkan
antara mendorong kemandirian dan
memberikan lingkungan yang mengasuh
dan suportif bagi anak retardasi mental,
yang kemungkinan mengalami suatu
tingkat penolakan dan kegagalan di luar
konteks keluarga.
Orang tua mungkin mendapatkan
manfaat dari konseling yang terus-
menerus datau terpai keluarga. Orang tua
harus diberikan kesempatan untuk
mengekspresikan perasaan bersalah,
putus asa, kesedihan, penyangkalan yang
terus-menerus timbul, dan kemarahan
tentang gangguan dan masa depan anak.
Dokter psikiatrik harus siap untuk
memberikan semua informasi medis dasar
dan terakhir tentang penyebab, terapi, dan
bidang lain yang berhubungan (seperti
latihan khusus dan perbaikna defek
sensorik).
d. Intervensi farmakologis
Pendekatan farmakologis dalam
terpai gangguan mental komorbid pada
pasien retardasi mental adalah banyak
kesamaannya seperti untuk pasien yang
tidak mengalami retardasi mental.
Semakin banyak data yang mendukung
pemakaian berbagai medikasi untuk
pasien dengan gangguan mental yang
tidak retardasi mental. Beberapa
penelitian telah memusatkan perhatian
pada pemakaian medikasi untuk sindrom
perilaku berikut ini yang sering terjadi di
antara retardasi mental:
− Agresi dan perilaku melukai diri sendiri
o Beberapa bukti dari penelitian telah
menyatakan bahwa lithium
(Eskalith) berguna dalam
menurunkan agresi dan perilaku
melukai diri sendiri.
o Antagonis narkotik seperti
naltrexone (Trexan) telah dilaporkan
menurunkan perilaku melukai diri
sendiri pada pasien retardasi mental
yang juga memenuhi kriteria
diagnostik untuk gangguan austik
infantile. Satu hipotesis yang
diajukan sebagai mekanisme kerja
DAFTAR PUSTAKA