Abstrak
Negara Indonesia merupakan salah satu negara di mana setiap tahun mampu mengekspor tekstil, namun
dari keberhasilan Negara Indonesia dalam mengekspor tekstil tersebut muncul dampak negatif yang ditimbulkan
dari industri tekstil tersebut yaitu limbah industri tekstil yang dihasilkan salah satunya mengandung zat warna.
Limbah ini perlu diproses terlebih dahulu sebelum dibuang. Proses pengolahan limbah zat warna ini pada
umumnya dilakukan dengan proses kimia, proses fisika, dan proses biologi, namun dari berbagai proses
pengolahan tersebut dinilai kurang maksimal dalam pengolahan limbah warna karena dapat membentuk limbah
baru. Oleh karena itu dilakukan penelitian penghilangan limbah warna dengan cara pengintegrasian antara proses
pemisahan dengan teknologi membran, dan proses koagulasi untuk memaksimalkan hasil pengolahan limbah yang
baik. Penelitian ini bertujuan untuk menghilangkan zat warna, tekanan optimum diperoleh pada 2 bar, pH
optimum dalam proses penghilangan limbah warna diperoleh pada pH 7, Dosis Alkalinitas optimum diperoleh
pada dosis 300 ppm, suhu optimum yang diperoleh pada penelitian ini adalah 25℃
1. Pendahuluan
Negara Indonesia merupakan salah satu negara di mana setiap tahun mampu mengekspor tekstil. Di mana
nilai ekspor tekstil tersebut mencapai 6,81 persen pada tahun 2016. Dari nilai ekspor tekstil tersebut sudah menjadi
keuntungan besar untuk Negara Indonesia, di mana nilai keuntungan pada bulan Februari 2016 mencapai USD
8,69 miliar (Ade Sudrajat, 2016). Namun dari besarnya keuntungan yang diperoleh negara Indonesia atas produksi
tekstilnya, ternyata industri tekstil menjadi sumber masalah yang ditimbulkan oleh limbah zat cair tersebut.
Limbah zat cair mengandung zat warna, BOD, COD, dan padatan tersuspensi yang relatif tinggi. Zat warna di
industri tekstil berguna sebagai bahan pewarna pada proses pencelupan di industri tekstil. Zat warna ini merupakan
sumber limbah yang cukup tinggi tingkat pencemarannya apabila tidak dilakukan proses pengolahannya. Dampak
dari limbah zar warna tersebut apabila tidak dilakukan proses pengolahannya adalah berupa kematian biota air,
kerusakan ekosistem, dan berbagai macam penyakit yang timbul. Teknologi pengolahan limbah warna pada
umumnya bisa dilakukan secara proses kimia, proses fisik, dan proses biologi.
Beberapa penelitian penghilangan warna dan senyawa organik yang ada dalam limbah cair industri tekstil
telah banyak dilakukan, misalnya dengan cara kimia menggunakan koagulan, secara fisika dengan sedimentasi,
adsorpsi dan lain-lain. Pengolahan limbah cair dengan menggunakan proses biologi juga banyak diterapkan untuk
mereduksi senyawa organik dari limbah cair industri tekstil. Namun efisiensi penghilangan zat warna melalui
proses biologi ini seringkali memiliki kelemahan sehingga hasilnya tidak memuaskan, karena zat warna
mempunyai sifat tahan terhadap degradasi biologi (recalcitrance).
Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka dilakukan pengintegrasian 2 proses penghilangan zat
warna yaitu proses filtrasi dengan teknologi membran, dan proses koagulasi yang merupakan metode yang efektif,
dan efisien dalam penghilangan limbah zat warna. Dimana pada proses filtrasi dengan menggunakan teknologi
membran memiliki banyak keunggulan jika dibandingkan dengan teknologi pemisahan yang lainnya. Keunggulan
pemisahan dengan teknologi membran yaitu sederhana, tidak membutuhkan zat kimia, dan energi. Sedangkan
proses koagulasi memiliki keunggulannya yaitu harganya murah, dan cukup efisien dalam proses pengolahan
limbah zat warna.
Karena pentingnya pengolahan limbah warna tersebut dalam hal kesehatan, dan keselamatan manusia,
oleh karena itu diadakan penelitian “Integrasi Teknologi Membran dan Koagulasi untuk Penghilangan Limbah
Warna“ yang diharapkan dari penelitian ini dapat menjadi solusi alternatif dalam pengolahan limbah zat warna.
4 4
5
3 3
7
2
1
1 Tangki umpan
2 Pompa
3 Gate valve
4 Pressure gauge
5 Membran Mikrofiltrasi
6 Penampung Permeat
7 Flowmeter
100 pH 5
𝑳
Fluks (𝒎𝟐𝒋𝒂𝒎)
80 pH 7
60
pH 9
40
pH 11
20
0
0 5 10 15 20 25 30
Waktu (Menit)
90
85
80 pH 3
% Rejeksi
75 pH 5
70 pH 7
65 pH 9
60 pH 11
0 5 10 15 20 25 30
Waktu (Menit)
1.4 Pengaruh Dosis Alkalinitas Terhadap Fluks Membran, dan % Rejeksi Membran
Pada penelitian ini diamati juga pengaruh dosis alkalinitas terhadap fluks membran, dan % rejeksi
membran. Dosis alkalinitas yang digunakan adalah menggunakan senyawa Sodium Karbonat dengan
variasi dosis alkalinitas yang digunakan yaitu 150, 300, 450, 600, dan 750 ppm. Dari hasilnya pada
variasi dosis alkalinitas bisa dilihat pada gambar berikut ini :
60
𝑳 50
Fluks ( )
𝒎𝟐 𝒋𝒂𝒎 Dosis Alkalinitas 150
40
30 Dosis Alkalinitas 300
20 Dosis Alkalinitas 450
10 Dosis Alkalinitas 600
0 Dosis Alkalinitas 750
0 5 10 15 20 25 30
Waktu (Menit)
Dari gambar 3.3 juga dapat dilihat setelah dilakukan penambahan 450 ppm, dilakukan kembali
penambahan dosis alkalinitas 600 ppm, dan 750 ppm namun dengan penambahan dosis alkalinitas 600
ppm, dan 750 ppm justru akan menurunkan fluks zat warna tersebut, hal disebabkan penambahan dosis
alkalinitas tersebut sudah terlalu banyak untuk ditambahkan, karena dengan banyaknya penambahan
dosis alkalinitas tersebut pada dosis sebesar 600 ppm, dan 750 ppm akan menyebabkan endapan atau
fouling di permukaan membran tersebut sehingga karena adanya fouling tersebut akan menyebabkan
menurunnya nilai fluks permeat pada variasi dosis alkalinitas
85.00
Dari gambar 3.4 dapat dilihat merupakan kurva pengaruh dosis alkalinitas terhadap % rejeksi
membran. Kurva tersebut menunjukkan bahwa pada dosis alkalinitas 300 ppm merupakan dosis yang
terbaik dalam efisiensi pemisahan membran atau % rejeksi, sedangkan pada penambahan dosis
alkalinitas 450, 600, dan 750 ppm % rejeksi membran cenderung tidak stabil atau fluktuatif karena
penambahan dosis alkalinitas tersebut sudah terlalu banyak, karena terlalu banyaknya penambahan dosis
alkalinitas, maka dosis alkalinitas yang berlebih tersebut akan menyebabkan efisiensi membran tidak
stabil karena dosis alkalintas yang ditambahkan pada zat warna tersebut tidak terikat seluruhnya sehingga
akan mempengaruhi efisiensi kerja membran tersebut.
3.3 Pengaruh Beda Tekan Terhadap Fluks Membran, dan % Rejeksi Membran
Pada penelitian ini diamati juga pengaruh beda tekan terhadap fluks membran, dan % rejeksi membran.
Beda tekan yang digunakan yaitu 1, 2, 3, 4, dan 5 bar. Dari hasilnya pada variasi dosis alkalinitas bisa
dilihat pada gambar berikut ini :
80
70
60
𝑳
50 P = 1 Bar
Fluks ( )
𝒎𝟐 𝒋𝒂𝒎
40 P = 2 Bar
30 P = 3 Bar
20
P = 4 Bar
10
0 P = 5 Bar
0 5 10 15 20 25 30
Waktu (Menit)
Dapat diketahui bahwa Menurut (Mulder, 1996), proses terjadinya pemisahan suatu spesi kimia
tersebut disebabkan adanya driving force seperti beda tekan (∆𝑃). Secara umum jika semakin besar beda
tekan yang dioperasikan maka fluks permeat yang dihasilakan akan semakin besar karena pada beda
tekan yang besar, laju alir juga akan makin besar, nilai fluks permeat terbesar diperoleh pada beda tekan
2 bar.
Namun pada beda tekan 3 bar cenderung mengalami penurunan nilai fluks jika dibandingkan
dengan beda tekan 2 bar yang seharusnya semakin besar beda tekan berbanding lurus dengan besarnya
fluks permeat yang dihasilkan. Hal ini disebabkan oleh besarnya tekanan yang menyebabkan semakin
cepatnya penmpukan retentat pada membran sehingga menghalangi zat warna untuk mengalir menembus
melewati membran.
Jika ditinjau dari sisi fluks pada beda tekan yang secara teori mengatakan bahwa semakin besar
beda tekan operasi, maka besarnya fluks yang dihasilkan juga semakin besar, tapi jika ditinjau dari sisi
efisiensi membran atau % rejeksi membran, maka semakin besar beda tekan operasi maka % rejeksi
membran akan semakin kecil hal ini bisa dilihat pada gambar 3.6.
100
95
90
% Rejeksi
85 P = 1 Bar
80 P = 2 Bar
75 P = 3 Bar
70 P = 4 Bar
65 P = 5 Bar
60
0 5 10 15 20 25 30 35
Waktu (Menit)
Dari gambar 4.9 menunjukkan beda tekan optimum berada di beda tekan 2 bar. Semakin besar
beda tekan operasi maka % rejeksi membran akan berdampak dengan penurunan % rejeksi membran.
Hal ini disebabkan karena pada beda tekan tinggi pori pori membran akan semakin lebar, diameter pori
membran juga akan semakin membesar.
Dengan begitu karena semakin besarnya beda tekan, pori pori membran semakin lebar, diameter
pori membran yang semakin membesar akan menyebabkan lolosnya komponen partikel zat warna
bersamaan dengan permeat yang keluar dari membran yang telah terlebih dahulu dilakukan pre treatment
proses koagulasi sebelum dilakukan treatment lanjutan dengan membran mikrofiltrasi.
Pada penelitian ini diamati juga pengaruh suhu terhadap fluks membran, dan % rejeksi membran. Variasi
suhu yang digunakan yaitu 25, 30, 35, 40, dan 45 ℃. Dari hasilnya pada variasi dosis alkalinitas bisa
dilihat pada gambar berikut ini :
80
70
60
T = 25
𝑳
50
Fluks ( ) 40 T = 30
𝒎𝟐 𝒋𝒂𝒎
30
T = 35
20
10 T = 40
0 T = 45
0 5 10 15 20 25 30 35
Waktu (Menit)
Pengaruh kenaikan suhu juga berdampak pada % rejeksi membran seperti pada gambar 4.11
berikut ini
80 T = 25
79
78 T = 30
77 T = 35
% Rejeski 76
75 T = 40
74
T = 45
73
72
71
70
0 5 10 15 20 25 30 35
Gambar 3.8 Pengaruh Suhu Operasi Terhadap % Rejeksi Membran
Dari gambar 4.11 bisa dilihat bahwa semakin besar kenaikan suhu, maka akan berdampak
dengan semakin menurun nilai % rejeksinya karena ukuran pori yang membesar sehingga banyak
partikel partikel yang melewati membran. Selain itu dengan meningkatnya suhu akan menyebabkan
penurunan viskositas larutan. Penurunan viskositas akan berpengaruh terhadap jarak antar partikel dalam
larutan akan semakin renggang, sehingga akan menurunkan rejeksi membran Menurut (Sorin et al, 2005).
4. Kesimpulan
Dari penelitian yang sudah dilaksanakan dapat ditarik kesimpulan adalah sebagai berikut :
1. Pemisahan zat warna bisa dilakukan dengan integrasi antar 2 proses yaitu teknologi membran, dan
koagulasi
2. Bahwa pemisahan zat warna jika dilakukan dengan integrasi antar 2 proses cukup efektif hingga 60-
85 %
3. pH optimum yang diperoleh pada penelitian ini adalah sebesar 7
4. Dosis Alkalinitas optimum diperoleh dengan dosis 300 ppm
5. Beda tekan pada proses mikrofiltrasi yang optimum diperoleh adalah pada beda tekan 2 bar
6. Suhu optimum yang diperoleh pada integrasi 2 proses dalam penghilangan limbah warna adalah
sebesar 25℃
Daftar Pustaka