Anda di halaman 1dari 29

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Siklus Hidrologi

Daur hidrologi diberi batasan sebagai suksesi tahapan tahapan yang dilalui air

dari atmosfer ke bumi dan kembali lap ke atmosfer: evaporasi dari tanah atau laut

maupun air pedalaman, kondensasi untuk membentuk awan, presipitasi, akumulasi

di dalam tanah maupun dalam tubuh air, dan evaporasi-kembali (Ersin Syehan,

1977 : 7).

Matahari merupakan sumber tenaga bagi alam. Dengan adanya tenaga

tersebut, maka dari seluruh permukaan di bumi akan dapat terjadi penguapan, baik

dari permukaan tanah, permukaan pohon-pohonan, dan permukaan air

(waterbody). Penguapan yang terjadi dari permukaan air dikenal dengan

penguapan (free, water, evaporation, evaporation), sedangkan penguapan yang

terjadi dari permukaan pohon-pohonan dikenal dengan transpirasi (trarspiration).

Sebagai akibat terjadinya penguapan. maka akan dapat terbentuk awan vang apabila

keadaan klimatologi memungkinkan, awan dapat terbawa ke darat dan dapat

terbentuk meniadi awan pembawa hujan (rain cloud). Hujan baru akan terjadi

apabila berat butir-butir air hujan tersebut telah lebih besar dari gaya tekan udara ke

atas. Dalam keadaan klimatologi tertentu, maka air hujan yang masih melayang

tersebut dapat teruapkan kembali menjadi awan. Air hujan yang sampai ke

permukaan tanah disebut hujan dan dapat diukur. Hujan yang terjadi tersebut

sebagian juga akan tertahan oleh mahkota pohon-pohonan dan bangunan yang
selanjutnya akan diuapkan kembali. Bagian air ini tidak dapat diukur dan merupakan

bagian air yang hilang (interception).

Air yang jatuh di permukaan tanah terpisah menjadi dua bagian, yaitu bagian

yang mengalir di permukaan, yang selanjutnya menjadi aliran limpasan (overland

,flow) dan dapat menjadi limpasan (run-off), seterusnya merupakan aliran sungai dan

ke taut. Aliran limpasan sebelum mencapai saluran dan sungai, mengalir dan tertahan

di permukaan tanah dalam cekungan-cekungan, dan sampai jumlah tertentu

merupakan bagian air yang hilang karena proses infiltrasi, yang disebut sebagai

tampungan cekungan (depression storage). Bagian lainnya masuk ke dalam tanah

melalui proses infiltrasi (infiltration). Tergantung dari struktur geologinya, dapat

terjadi aliran mendatar yang disebut aliran antara (interflow, Subsurface flow).

Bagian lain dari air yang terinfiltrasi dapat diteruskan sebagai air perkolasi yang

mencapai akuifer (aquifer, ground water storage). Air ini selanjutnya juga mengalir

sebagai aliran air tanah mencapai sungai atau laut (Sri Hartono Br, 1993 : 8-10).

Menurut Chow (1988) dalam Tri Budi Utama (1996 : 6), meskipun siklus

hidrologi seperti yang diilustrasikan di atas cukup sederhana, namun fenomena yang

terjadi sesungguhnya di alam sangat rumit dan komplek. DI dalam wilayah yang

cukup luas tidak hanya terjadi satu siklus. saja melainkan terdiri dari beberapa siklus

yang berkaitan dan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Meskipun pada

prinsipnya volume keseluruhan air dalam siklus hidrologi secara global adalah tetap,

namun distribusi air tersebut senantiasa berubah baik di dalam suatu pulau
(kepulauan), dalam suatu wilayah, maupun di daerah pengaliran sungainya (DPS).

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat Gambar I.

Sumber : Chow, 1988 : 3

Gambar I. Skema Siklus Hidrologi

B. Sistem Jaringan

Sistem jaringan saluran/sungai adalah suatu sistem aliran pada beberapa

(banyak) saluran/anak sungai yang saling berhubungan. Contoh suatu sistem j aringan

sungai dapat digambarkan seperti pada Gambar II.

Gambar Contoh Jaringan Sungai ( Sri Amini YA, 96 : 5 )


keterangan : = ` looped nodes
= `link'

Sebuah 'link' dapat digambarkan sebagai berikut :

Hulu Arah Aliran Positive Hilir


i=1 2 3 4 i = NLP

i=1 2 3 4 i = NLP i=1 2 3 4 i = NLP

lp = 2
lp = 1 lp = LPA

= 'looped nodes' = 'inline nodes'

Gambar III. Sebuah ‘Link'


Keterangan :

‘link' = bagian dari jaringan sungai yang dibatasi oleh dua 'looped nodes',

'looped nodes' = titik pada jaringan, yang merupakan Pertemuan/ perpisahan sungai/

anak sungai,

‘inline nodes' = titik dalam suatu `link', yang secara alam merupakan titik pergantian

nama anak sungai,

Ip = anak sungai,,

titih hitung (I) = titik dimana akan dicari y (elevasi muka air) dan q (debit), dengan

harus diketahuinya kondisi fisik sungai dan tampang sungai,


Pada sistem saluran tunggal, kondisi hidraulik setiap titik hitung sepanjang

saluran ditentukan oleh dua titik batas, yaitu batas hulu dan batas hilir. Sedangkan

pada sistem jaringan, kondisi hidraulik setiap titik hitungan sepanjang `link'

ditentukan oleh dua `looped nodes' pada ujung `link', sehingga pada simulasi

jaringan sungai diperlukan suatu hitungan khusus untuk menyelesaikan hubungan

antar 'link' (Holly, 1980, dalam Sri Amini YA, 1996 : 6). Metode tersebut biasa

dikenal sebagai "matriks koefisien nodal".

Dalam metode ini diusulkan terdapat hubungan sebagai berikut : Perubahan

debit di titik paling hulu suatu 'link' merupakan fungsi dari perubahan elevasi muka

air di titik paling hulu 'link' tersebut dan di suatu titik di hilirnya. Demikian juga

perubahan debit di suatu titik hilir suatu `link', juga merupakan suatu fungsi

perubahan elevasi muka air di titik paling hulu 'link' dan suatu titik hilir tersebut.

pernyataan di atas dapat dituliskan dalam persamaan :

∆ Qhu = Ehi ∆Yhu + Fhi + Hhi ∆Yhu

∆ Qhu = EI ∆Yhu + FI + H I ∆Y I

∆ Qhu = EEhi ∆Yhu + FFhi + HHhi ∆Yhu

∆ QI = EEI ∆Yhu + FFI + HHI ∆YI

Dengan:

∆ Qhu = perubahan debit di titik paling hulu suatu `link'

∆ Qhi = perubahan debit di titik paling hilir suatu `link'

∆ QI = perubahan debit di suatu titik hitung


∆ Yhu = perubahan elevasi muka air di titik paling hulu

suatu 'link'

∆ Yhi = perubahan elevasi muka air di titik paling hilir suatu 'link'

∆ I Y = perubahan elevasi muka air di titik hitung

EI FI HI EEI FFI HHI = koefisien-koefisien pengaruh di suatu titk hitung

C. Model Hidrologi

Dalam pengertian umum, model hidrologi adalah sebuah kajian sederhana

(Sample representasion) dari sebuah sistem hidrologi yang komplek. Dalam -

hidrologi terdapat beberapa macam klasifikasi model yang dapat digunakan, yang

diantaranya dapat disebutkan sebagai berikut di bawah ini (Dooge, 1968; Clarke,

Nemec; 1973) (dalam Sri Harto Br, 1993 : 190).

Secara umum model dapat terbagi dalam tiga kategori.


1. Model fisik (phisical model) yaitu pembuatan model dengan skala tertentu untuk

menirukan prototipenya Model in] mempunyai tiga bagian terpenting yaitu rain

simulator, runoff surface, dan alat-alat ukur. Apabila runoff surface merupakan

prototipe yang diperkecil, maka secara hidraulik perlu diperhatikan dengan

cermat adanya pengaruh distorsi dalam skala. Sampai sekarang be um dapat

ditemukan cara yang balk untuk memodelkan proses limpasan secara fisik

Demikian pula hasil yang diperoleh hampir belum pernah dapat diekstrapolasikan

ke prototipenya.
2. Model analog (analog model), dengan menggunakan rangkaian resistorkapasitor

untuk memecahkan persarnaan-persamaan deferensial yang mewakili proses

hidrologi. Model ini lebih banyak digunakan untuk kepentingan akademik.

3. Model matematik (mathematical model), menyajikan sistem dalam rangkaian

persamaan, dan kadang-kadang dengan ungkapan yang menyajikan hubungan

antar variabel dan parameter.

Model dapat pula diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Model stokastik (stocastic model), yaitu model yang terdiri dari satu atau lebih

unsure, yang penyusunan huibungan antar masukan dan keluarannya

mengikutsertakan pengertian "kesempatan kejadian" (chance of occurrence) dan

memperkenalkan konsep probabilitas.

b. Model deterministic (deterministic model), adalah model yang chance of

occurrence dari masing-masing variabelnya tidak diikutserkakan. Dengan

demikian maka setiap masukan dengan sifat-sifat tertentu selalu akan

menghasilkan keluaran vang tertentu pula (identical input and output).

Dan sisi lain, model dapat pula digolongkan menjadi :

1) Modelempirik (empirical model), yaitu model yang semata-mata mendasarkan

pada percobaan, pengamatan.

2) Model konseptual (conceptual model), yaitu model yang menyajikan proses

proses hidrologi dalam persamaan matematik dan membedakan antara fungsi

produksi (production function) dan fungsi penelusuran (routing function).


Memperhatikan hal-hal di atas, maka lebih jalas lagi model matematik dapat

diklasifikasikan menjadi sebagai berikut ini :

a) Model stokastik-konseptual.

b) Model stokastik-empirik.

c) Model deterministik-konseptual.

d) Model deterministik-empirik.

Masing-masing model yang disebutkan di atas, dapat berupa model yang:

1. Linier dalam pengertian sistem, yaitu model dimana prinsip superposisi masih

berlaku, artinya Y, 2Y adalah tanggapan dari masukan X, 2X.

2. Non linier. berlaku sebaliknva.

selanjutnya perlu pula diperhatikan bahwa dalam model, variabel dan parameter

masukan maupun keluaran dapat disajikan dalam bentuk lumped maupun

distributed. Variabel atau parameter disebut sebagai lumped apabila besaran yang

diwakilinya tidak mempunyai variabilitas ruang (spatial variability ). Variabilitas

ini diabaikan. Masukan berupa hujan rata-rata DPS misalnya merupakan masukan

yang bersifat lumped Sebaliknya variabel dan parameter yang distributed

mengandung variabilitas ruang dan waktu (Sri Harto dan Sudjarwadi, 1988. dalam

Tri Budi Utama. 1996 : 8).

Berdasarkan pemikiran tentang siklus hidrologi maka dapat dikembangkan

suatu konsep model yang merupakan penyederhanaan dari keadaan yang

sesungguhnya Beberapa metode penelusuran aliran dan berbagai algoritma telah

banyak dikembangkan. Metode-metode tersebut antara lain : Metode Reservoir,


Metode Muskingum Model brakensiek (Wiliams.1974, dalam Suyitno, 1996 : 5) dan

sebagainya. Semua model di atas didasarkan pada persamaan kontinuitas dan

asumsi bahwa pada setiap bagian penggal atau sub DAS mempunyai karakteristik

yang unik tergantung pada keadaan muka air aliran (Smith, 1979, dalam Suyitno

1996:5).

Gambaran tentang model-model penetusuran aliran dapat dijelaskan sebagai

berikut :

1. Metode Reservoir

Metode Reservoir merupakan metode untuk perhitungan limpasan sungai pada

suatu DAS. Pendekatan proses hidrologi yang digunakan adalah dengan asumsi

bahwa aliran sungai berasal dari sejumlah kombinasi tampungan yang

disederhanakan dengan beberapa tampungan.

2. Model Muskingum

Model Muskingum dikembangkan oleh Mc. Carthv pada tahun 1938 dan

merupakan cara penelusuran banjir yang populer di Amerika Serikat dan sekitarnya.

Cara Muskingum ini memiliki keterbatasan antara lain tidak cocok untuk kenaikan

yang tiba-tiba dan hidrografnya, misal pada kasus bendungan jebol.

3. Model Brakensiek

Model Brakensiek merupakan model perembesan air ke dalam tanah. Model ini

dengan metode SCS (Soil Conservation Service) vang memperhitungkan seluruh

kehilangan air (perembesan, penyimpanan depresi, intersepsi).


D. Penelusuran Debit Sungai

Di dalam suatu analisis hidrologi, salah satu hasil akhir yang sering

diharapkan adaiah prakiraan banjir rancangan untuk suatu bangunan hidrolik

tertentu. Besar dan frekuensi debit puncak banjir pada suatu kawasan dapat

diprakirakan dengan memperhatikan berbagai hal, antara lain : faktor penyebab

(intensitas presipitasi, lama hujan, frekuensi terjadinya hujan dan luasan daerah

aliran sungai). dan faktor-faktor lingkungan (faktor-faktor yang mempengaruhi laju

infiltrasi dan waktu konsentrasi) (Ersin Syehan. 1977 : 237).

Prakiraan debit aliran maksimum yang akan terjadi pada waktu tertentu

dapat dilakukan dengan memanfaatkan berbagai data yang telah ada antara lain data

hujan. karakteristik DAS, data aliran dan banjir. Dari penyiapan data yang ada,

salah satu penentuan debit aliran sungai yang paling baik adaiah dengan memakai

data hujan dikurangi dengan kehilangan air yang disebabkan oleh infiltrasi,

evaporasi dan sebagainva seperti pada siklus hidrologi (Sri Harto Br, 199 ,3 : 10).

Kehilangan air tergantung pada (Handung Sri Wasana. 2000 : 81)

1. Banyaknya curah hujan

2. jenis dan kerapatan tanaman (vegetal cover)

3. sifat permukaan dan bawah tanah daerah pengaliran

4. Keadaan semula daerah pengaliran yang dipengaruhi keadaan cuaca sebelum

curah hujan

Kehilangan air yang sebenarnya menyebabkan kenaikan aliran dasar (base

flow) yang merupakan pengisian air tanah, kecuali evapotranpirasi.


pengidentifikasian kehilangan air sulit untuk dilacak. Satu komponen dapat

berfungsi sebagai masukan untuk satu sistem, akan tetapi pada analisis sistem sang

lain dapat berfungsi sebagai keluaran (Sri Harto Br. 1993, dalam Handung Sri

Wasana, 2000 : 8).

Kehilangan air adalah besarnya keluaran pada tampungan. Kehilangan air

tersebut dapat berupa :

0 Aliran permukaan

Bagian limpasan yang melintas di atas sungai dan atau Iaut (Ersp Sevhan, -1977 :

l82). Besarnya aliran permukaan dipengaruhi oleh keadaan tanah sebelum hutan,

kemiringan tanah, dan tataguna tataguna lahan

1 Aliran antara

Aliran ini merupakan bagian dari limpasan permukaan vang disebabkan oleh

bagian presipitasi yang berinfiltrasi ke tanah permukaan dan bergerak secara lateral

melalui horizon-horizon tengah bagian atas menuju sungai (Chow, 1964. Handung Sri

Wasana 2000 : 9).

2 Pengisian (recharge) air tanah (perkolasi)

Merupakan bagian dari infiltrasi yang bergerak secara vertikal sampai muka

tanah. Air ini bergerak karena pengaruh gaya gravitasi.

3 Aliran Dasar

Aliran dasar adaiah aliran yang berasal dari tanah vang mengalir menuju sungai

dan laut. Aliran ini tidak dipengaruhi oleh musim dan akan mengalir secara konstan

dan dalam jumlah yang tetap (Handung Sri Wasana, 2000 : 9).
4 Evapotranspirasi

Evapotranspirasi adalah peadaan yang sesungguhnya Beberapa metode

penelusuran aliran dan berbagai algoritma telah banyak dikembangkan. Metode-

metode tersebut antara lain : Metode Reservoir, Metode Muskingum Model

brakensiek (Wiliams.1974, dalam Suyitno, 1996 : 5) dan sebagainya. Semua

model di atas didasarkan pada persamaan kontinuitas dan asumsi bahwa pada

setiap bagian penggal atau sub DAS mempunyai karakteristik yang unik

tergantung pada keadaan muka air aliran (Smith, 1979, dalam Suyitno 1996:5).

Gambaran tentang model-model penetusuran aliran dapat dijelaskan

sebagai berikut :

Metode Reservoir

Metode Reservoir merupakan metode untuk perhitungan limpasan

sungai pada suatu DAS. Pendekatan proses hidrologi yang digunakan adalah

dengan asumsi bahwa aliran sungai berasal dari sejumlah kombinasi

tampungan yang disederhanakan dengan beberapa tampungan.

Model Muskingum

Model Muskingum dikembangkan oleh Mc. Carthv pada tahun 1938 dan

merupakan cara penelusuran banjir yang populer di Amerika Serikat da n

sekitarnya. Cara Muskingum ini memiliki keterbatasan antara lain tidak cocok

untuk kenaikan yang tiba-tiba dan hidrografnya, misal pada kasus bendungan

jebol.

Model Brakensiek
Model Brakensiek merupakan model perembesan air ke dalam tanah. Model ini

dengan metode SCS (Soil Conservation Service) vang memperhitungkan

seluruh kehilangan air (perembesan, penyimpanan depresi, intersepsi).

D. Penelusuran Debit Sungai

Di dalam suatu analisis hidrologi, salah satu hasil akhir yang sering

diharapkan adaiah prakiraan banjir rancangan untuk suatu bangunan hidrolik

tertentu. Besar dan frekuensi debit puncak banjir pada suatu kawasan dapat

diprakirakan dengan memperhatikan berbagai hal, antara lain : faktor penyebab

(intensitas presipitasi, lama hujan, frekuensi terjadinya hujan dan luasan daerah

aliran sungai). dan faktor-faktor lingkungan (faktor-faktor yang mempengaruhi

laju infiltrasi dan waktu konsentrasi) (Ers in Syehan. 1977 : 237).

Prakiraan debit aliran maksimum yang akan terjadi pada waktu tertentu

dapat dilakukan dengan memanfaatkan berbagai data yang telah ada antara lain

data hujan. karakteristik DAS, data aliran dan banjir. Dari penyiapan data yang

ada, salah satu penentuan debit aliran sungai yang paling baik adaiah dengan

memakai data hujan dikurangi dengan kehilangan air yang disebabkan oleh

infiltrasi, evaporasi dan sebagainva seperti pada siklus hidrologi (Sri Harto Br,

199,3 : 10).

Kehilangan air tergantung pada (Handung Sri Wasana. 2000 : 81)

Banyaknya curah hujan

jenis dan kerapatan tanaman (vegetal cover)


sifat permukaan dan bawah tanah daerah pengaliran

Keadaan semula daerah pengaliran yang dipengaruhi keadaan cuaca

sebelum curah hujan

Kehilangan air yang sebenarnya menyebabkan kenaikan aliran dasar

(base flow) yang merupakan pengisian air tanah, kecuali evapotranpirasi.

pengidentifikasian kehilangan air sulit untuk dilacak. Satu komponen dapat

berfungsi sebagai masukan untuk satu sistem, akan tetapi pada analisis sistem

sang lain dapat berfungsi sebagai keluaran (Sri Harto Br. 1993, dalam Handung

Sri Wasana, 2000 : 8).

Kehilangan air adalah besarnya keluaran pada tampungan. Kehil angan air

tersebut dapat berupa :

Aliran permukaan

Bagian limpasan yang melintas di atas sungai dan atau Iaut (Ersp Sevhan, -1 977 :

l82). Besarnya aliran permukaan dipengaruhi oleh keadaan tanah sebelum hutan,

kemiringan tanah, dan tataguna tataguna lahan

Aliran antara

Aliran ini merupakan bagian dari limpasan permukaan vang disebabkan oleh

bagian presipitasi yang berinfiltrasi ke tanah permukaan dan bergerak secara

lateral melalui horizon-horizon tengah bagian atas menuju sungai (Chow, 19 64.

Handung Sri Wasana 2000 : 9).

Pengisian (recharge) air tanah (perkolasi)


Merupakan bagian dari infiltrasi yang bergerak secara vertikal sampai muka tanah.

Air ini bergerak karena pengaruh gaya gravitasi.

Aliran Dasar

Aliran dasar adaiah aliran yang berasal dari tanah vang mengalir menuju

sungai dan laut. Aliran ini tidak dipengaruhi oleh musim dan akan mengalir secara

konstan dan dalam jumlah yang tetap (Handung Sri Wasana, 2000 : 9).

Evapotranspirasi

Evapotranspirasi adalah piperoleh dari berbagai batas air agrikultur kecil,

ia disesuaikan dengan persamaan empiris berikut

Ia = 0,2 S …………………………………………………………….. ( 2 )

Dengan mengeliminasi ia sebagai sebuah parameter independent,

penyusaian ini memungkinkan menghasilkan penggunaan kombinasi S dan P

untuk menghasilkan jumlah perhentian unik. Mensubstitusikan Persamaan (2) ke

dalam persamaan (1) memberikan

Q = (P - 0,2 S)2 / ( P + 0,8 S ) .............................................................. ( 3 )

dimana parameter S berhubungan ke tanah clan melapisi kondisi-kondisi batas

air melalui jumlah kurva CN (Curve Number). CN memiliki jarak wilayah dari 30

sampai 100 dan S dihubungkan ke CN dengan

S = ( 1000 / CN ) – 10 .................................................................. ( 4 )

Faktor-faktor utama yang menentukan CN adalah kelomook tanah hidrologis,

tipe lapisan, perlakuan. kondisi hidrologis dan anteseden / kondisi perhatian

anteseden.
Model ini membagi kelompok tanah berdasarkan kondisi hidrologinya menjadi

empat yaitu :.

1. Kelompok A yaitu kelompok tanah vana mempunvai laju intiltrasi

sangattinggi (berpotensi kecil untuk teriadi limpasan) umumnya jenis

berpasir yang dalam.

2. Keiompok B yaitu tanah mempunyai laju infiltrasi menengah, umumnva

jenis tanah berpasir dangkal dan bertekstur sedang.

3. Kelompok C yaitu tanah yang mempunyai laju infiltrasi sangat rendah,

umumnya jenis tanah bertekstur sedang sampai berat tetapi dangkal.

4. Kelompok D yaitu tanah yang mempunyai infilrrasi sangat rendah

(berpotensi besar untuk terjadi limpasan). umumnva tanah lempung dangkal.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam Tabel 2. 1. berikut :

Tabel 2, l. Klasifikasi Tanah H idrologis

No. Kelompok Tanah Jenis Tanah

Pasir, Pasir Lempung, Lempung Berpasir


1 A
Lumpur tepung, tepung
2 B Lempur Tepung,Tepung
Lempung tanah liat, Lempung Tanah Liat Berpasir
3 C
tanah hat berpasir, tanah hat
Lempung Tanah Liat, Lempung Tanh liat berpasir
4 D
Lempung Tanah Liat Berpasir, Tanah Liat
Untuk lebih jelasnya rrlengenai struktur Model Braken.siek dapat dilihat

pada Gambar IV berikut ini.

Gambar IV. Bagian Alir Model Brakensiek


Perumusan Model Brakensiek

Dalam proses pengalihragaman data hujan menjadi data debit, model yang

Jigunakan terdiri atas komponen-komponen model dengan perumusan -nasing-

masing kompanen model dijeiaskan dalam uraian berikut :

1. Curah Hujan

Data hujan sangat dipengaruhi oleh kerapatan jaringan stasiun penakar

hujan. Kerapatan hujan yang disarankan oleh World Meteorogzcul Organisation

(WMO) adalah 100 - 250 Km 2 untuk setiap stasiun hujan dengan keadaan normal

da n 250 - 1000 km 2 untuk keadaan vang sulit di jangkau (Sri Harto, 1993) : 36)

data curah hujan merupakan variabel masukan utama yang bersifat lump, artinya

variabilitas ruang. Dengan kata lain hujan dianggap merata pada seluruh DAS.

Data curah hujan vang tercatat pada stasiun epengamat adalah hujan titik (point

rainfall). Selanjutnya dirubah menjadi hujan rata-rata daerah aliran sungai (areal

rainfall)

Intersepsi

Intersepsi merupakan bagian air hujan yang membasahi dan tertahan pada

benda-benda dipermukaan bumi seperti tumbuh-turnbuhan. Air tersebut

kemudian di uapkan kembali ke atmostir melalui evaporasi sehingga tidak

sempat memberikan pengaruh terhadap kelembapan tanah (Fleming, 1975; dalam

19). untuk memprediksi besarnya nilai intersepsi didekati dengan persamaan


Hossain (1969) dalam Tri Budi Utama (1996 : 13), dalam bataasan sebagai

berikut :

YI < ICP < Y2 ..................................................................................... (5)


0,48
Y1 = e (HLJJAN) 0,48 (797) - 0,12 ………………………………….... (6)
0,48
Y1 = e (HLJJAN) 0,48 (797) - 0,12 …………………………………….. (7)

Nilai intersepsi dasar merupakan nilai rata-rata dari batas atas dan

bawah nilai kapasitas intersepsi, seperti rumus berikut :

1CPD = 0,50(Y1 +Y2) …………………….......................................... (8)

dengan :

1CPD = nilai intersepsi dasar (mm)

Y1 = batas bawah nilai kapasitas intersepsi harian (mm)

Y2 = batas atas nilai kapasitas intersepsi harian (mm).

Selanjumva dihitung niiai intersepsi pada seluruh DPS atau wilayah

yang dengan persamaan berikut:

ICPW = COICP x ICPD ……………………………………………….... (9)

Dengan:

COICP= koetisien intersepsi wilayah, Koetisien intersepsi ini merupakan rata-

rata koefisien dari tataguna lahan yang ada.

ICPW = kapasitas intersepsi wilayah harian (mm)

ICPD = nilai intersepsi dasar (mm).

Tabe( 2. 2. Koefisien Intersepsi Wilayah


Jenis Lahan Koefisien Intersepsi

Hutan 0,90-1,00
Sawah I 0.50-0.60
Tegal 0,20-0,40
Desa/pemukiman 0,07-0,20
Lain-lain 0,03-0,10
Sumber : Sudjarwadi, 1984, dalam Zulkarnaen, 2000 :27

C. Hujan Permukaan

Air huian yang sampai ke permukaan tanah adalah air hujan yang

setelah dikurangi dengan intersepsi. Besarnya curah hujan yang jatuh di

permukaan tanah dapat dihitung dengan persamaan berikut (Tri Budi Utama,

1996 : 16) :

HUPER = HUJAN - ICPW.................................................................. (10)

Dengan:

HUPER = hujan permukaan (mm)

ICPW = kapasitas intersepsi wilayah hauian (mm)

HUJAN = hujan rata-rata 1/2 bulanan.

D. Aliran Permukaan

Aliran permukaan merupakan aliran pada permukaan anah akibat limpasan air

hujan. Untuk memprakirakan besarnva aliran permukaan akan digunakan

persamaan berikut (Tri Budi litama, 1996 : 16)::

ALPER = C X HUPER ………………………………………………….

(11)
Dengan:

ALPER = bagian air hujan yang mengalir di permukaan tanah (mm)

C = koefisien limpasan permukaan

HUPER = hujan permukaan (mm).

Besar C tergantung pada faktor kelembaban tanah permukaan. Yang

dalam ini ditentukan berdasar rumus :

C = 0,10 – CSRO …………………………........................................... (12)

Dengan:

C = koefisien batas aliran permukaan

CSRO = koefisien intersepsi wilayah

E. Infiltrasi

Infiltrasi merupakan proses masuknya air dalam tanah. Besarnya nilai

infiltrasi merupakan bagian terbesar kehilang an air hujan. sehingga yang

berpengaruh dalam anaiisis ketersediaan air di sungai (Sri Harto, 1993:96).

Besarnva nilai infiltrasi dihitung berdasar persamaan imbangan air yang

terjadi di permukaan tanah, yang ditulis dengan persamaan berikut (Tri Budi

utama, 1996 : 17):

AINF = (1 - C ) HUPER……………………………….......................... (l3)

Dengan:

AINF = kapasitas nilai infiltrasi

C = koefisien limpasan permukaan

HUPER = hujan permukaan (mm).


F. Evapotranspirasi

Evapotranspirasi merupakan proses penguapan yang terjadi pada

permukaan air dan tanah di suatu DAS. Nilai evapotranspirasi merupakan

penjumlahan dari nilai evaporasi dan transpirasi. Besarnya nilai

evapotranspirasi dihitung dengan metode panel evaporasi sebagaimana

tercantum pada Standar perencanaan lrigasi tahun 1986 dengan persamaan

berikut :

ETo = Kp x E pan ............................................................................ (14)

Etc = Kc x Eto................................................................................. (15)

Dengan:

ETo = evapotranspirasi potensial (mm/hari)

ETc = evapotranspirasi tanaman (mm/hari )

Epan = evaporasi rata-rata harian dari panci (mm/hari )

Kc = koefisien tanaman

Kp = koefisien panci (antara 0.65-0,85).

G. Aliran Dasar

Perhitungan aiiran dasar dan air tanatl mengunakan metode SCS dengan

persamaan sebagai berikut :

ALIMP = (ALPFR - 0.2 S) - (AINF - 0.8 S) …………………………. (16)

AINF = (ALPER - KAL - ALIMP) …………………………………. (17)


S = 1000/N - 10………………………………………………….. (18)

KAL = 0.2 x S ……………………………………………………….. (19)

Dengan :

ALPER= bagian air hujan yang mengalir dipermukaan tanah (mm)

AINF = infiltrasi (mm)

ALIMP= aliran dasar (mm)

KAL = kapasitas lapang

AINFl = air tanah (mm)

S = perbedaan potensiai antara hujan dan aliran dimulai dari permulaan

hujan (mm)

N = angka nomor lengkung yang tergantung dari tataguna lahan.

Berdasarkan lapisan penutup dan kondisi hidrologinya menurut metode

SCS dapat dilihat pada Tabel 2.3 berikut:

Tabel l. 3. Nomor Lengkung Limpasan (Runoff Curve Number)


untuk Penutup Tanah yang Kompleks
Tata Guna lahanperlakuankondisi
infiltrasikelompok tanahABCD Tanah tandus
Tanaman berjalan
BL77869194BLjelek72818891BLbaik67788589GTjelek70798488GTbaik65758286
GT&Tjelek66748082GT&Tbaik62717881 Kacang-kacangan
atau padang rumput
1. yang

rapatBLjelek66778589BLbaik58728185GTielek64758385GTbaik55697883GT

&Tjelek63738083GT&Tbaik51677680 Alang-alang

jelek68798689Sedang49697984Baik39617480GTJelek47678188GTsedang

25597583GT
baik

35

70

79

Hutan

jelek

45

66

77

83

sedang

36

60

73

79
balk

25

55

70

77

Desa

59

74

82

86

Tanah padat/jalan

74

84
90

92

Sumber : Nugroho Suryoputro, 1995 : 11

Keterangan :

BL = baris lurus

GT = garis tinggi

T = Teras

H. Aliran Sungai

Air vang masuk ke sungai merupakan penjumlahan aliran limpasan permukaan

dan aliran dasar. Persamaan yang digunakan sebagai perhitungan debit Aliran

sungai didasarkan pada Model mock (Sri Harto dan Sujarwadi 1989. dalam

Zulkarnaen.2000: 35).

Persamaan model hitungan sebagai berikut:

Q = (DRO - BSF) x F ……………………………………………

(20)

DRU = ALPER ………………………………………………………

(21)

B5F = AL1MP

……………………………………………………… (22)

dengan.

ALPER = aliran permukaan (mm)


ALIMP = aliran dasar (mm)

BSF = aliran dasar minimum (mm)

DRO = limpasan langsung (mm)

F = luas daerah tinjauan (mm)

Q = debit sungai (m3/dt).

F. Kerangka Berpikir

Berdasarkan deskripsi teori sebagaimana dipaparkan di muka maka penelusuran

aliran sungai sangat penting dalam pengelolaan dan pemanfaatan air yang

melalui sungai.

Untuk dapat melakukan pemodelan penelusuran aliran sungai dengan Model

Brakensiek diperlukan beberapa data yang menjadi variabel masukan dalam analisis

debit aliran sungai dengan Model Brakensiek tersebut. Data-data yang diperlukan

antara lain data curah huian, data hidrometri berupa debit aliran, data klimatologi,

data wilayah, dan data geologi. Data tersebut merupakan data dokumentasi atau

data sekunder yang dianaiisis menggunakan teknik analisis multivarian baik dengan

persamaan-persamaan empiris, matematika, maupun statistik.

konsep dasar pembuatan model ini didasarkan pada siklus hidrologi yang

merupakan penyederhanaan dari keadaan yang sesungguhnya yang terjadi di alam.

Hujan yang jatuh ke permukaan bumi sebagian akan tertahan pada permukaan

tumbah-tumbuhan yang disebut dengan tampungan intersepsi yang selanjutnya akan


diuapkan kembali. tJntuk memprediksi nilai intersepsi didekati dengan Persamaan

Hossain (1996). Air hujan yang sampai ke permukaan tanah yang telah dikurangi

dengan intersepsi disebut hujan permukaan yang dihitung menggunakan Persamaan

(10). Hujan permukaan akan tertampung pada tanah permukaan yang selanjutnya

mengalir yang disebut dengan aliran permukaan dan bagian terinfiltrasi ke dalam

tanah. Untuk memperkirakan besarnya aliran permukaan digunakan Persamaan

(11). Besarnya nilai infiltrasi dihitung berdasar persamaan imbangan air yang terjadi

di permukaan tanah. Pada permukaan tanah tersebut juga diperhitungkan besarnya

kehilangan air yang disebabkan karena adanva evaporasi/evapotranspirasi dengan

metode panci evaporasi. Air yang masuk ke dalam tanah (infiltrasi) akan menuju

tampungan air tanah. Pada tampungan ini akan terjadi aliran dasar dan terjadi

kehilangan air akibat evaporasi/evapotranspirasi. Aliran dasar dan air tanah dihitung

menggunakan. Metode SCS yaitu dengan persamaan (16). Aliran permukaan,

aliran dasar secara bersama-sama akan menjadi aliran sungai yang dihitung

menggunakan Persamaan(20) .

G. Pertanvaan Peneiitian

Berapa besar debit air tersedia di Sungai Oyo pada Stasiun Bunder dan Kedung

Miri dengan penelusuran aliran sungai berdasarkan sistem jaringan

menggunakan. Model Brakensiek ?

Berapa besar perbedaan antara debit AWLR? (Amommic Water I,evel Recorder)

deng an perhitungan Model Brakensiek ?

Anda mungkin juga menyukai