Anda di halaman 1dari 6

Nama: Habibur Rosyid

Nim: 1650401055

Tugas : Civic

Manajement Informatika (MI-C)

KELUARGA MENJADI FAKTOR YANG MENYEBABKAN


SESEORANG MELAKUKAN TINDAK KRIMINAL

Keluarga dan hubungan keluarga


1. Situasi keluarga
Keluarga merupakan kelompok terkecil dan yang paling intensif dalam membentuk
kebiasaan. Orang tua merupakan kekuasaan yang besar sebagai sarana untuk memaksakan
perilaku koniormistis bagi anak-anaknya baik yang masih kecil maupun para remaja, sebelum
memisahkan diri sebagai keluarga sendiri. Pengaruh yang diterapkan di dalam keluarga adalah
melalui : asosiasi, asimilasi, imitasi dan juga paksaan.
2. Besarnya keluarga
Anggota dari suatu keluarga yang besar lebih banyak kemungkinannya untuk melakukan
kriminalitas :
a) Keluarga yang besar pada umumnya menderita tekanan ekonomi yang lebih besar daripada
keluarga kecil
b) Anak-anak kurang mendapatkan waktu untuk memperoleh perhatian dari orang tua
c) Kenakalan anak dari keluarga besar tidak banyak perhatian baik orang tuanya maupun
masyarakat sekelilingnya
d) Kemungkinan untuk berkonflik dengan lingkungan tetangganya lebih besar, demikian pula
orang tuanya. Kenakalan seorang anak terhadap anak tetangganya dapat menimbulkan konflik
antar tetangga.
Menurut NOACH, keluarga besar, baik untuk orang tua maupun anak-anak merupakan
faktor kriminogen. Tetapi anak tunggal mempunyai kemungkinan lebih tinggi untuk menjadi
kriminal.
a) Menurut perbandingan keluarga yang besar lebih banyak terdapat pada golongan rendah
daripada golongan atas
b) Pada golongan bawah, keluarga yang besar belum tentu merupakan hal yang memberatkan
secara ekonomis
c) Karena hubungan masyarakat gotong royong yang kuat
d) Konflik-konflik antar tetangga sebagai akibat kenakalan anak juga kurang

http://psikologikriminal.blogspot.co.id/2012/04/psikologi-kriminal.html
KELUARGA MENJADI FAKTOR YANG MENYEBABKAN
SESEORANG MELAKUKAN TINDAK KRIMINAL
Kejahatan dapat diartikan sebagai suatu bentuk tingkah laku yang menyimpang dari
anak-anak normal dengan latar belakang kehidupan keluarga yang berbeda-beda, terdapat anak
yang melakukan tindak pidana atau kejahatan karena pendidikannya terlantar yang disebabkan
keadaan keluarga yang pecah (broken home), ada juga yang karena kemiskinan atau karena
orang tua yang tidak mampu sehingga menyebabkan anak melakukan perbuatan kejahatan.
Ataupun karena pengaruh dari lingkungan, baik lingkungan dia tinggal di masyarakat atau
lingkungan pendidikan dimana dia sekolah. Dari pengertian itu dapat disimpulkan betapa
pentingnya peranan orang tua terhadap pola tingkah laku juga pendidikan anak, karena orang
tualah yang bisa mengerti dan memahami anak, apalagi terhadap pendidikan. Pada penelitian ini,
peneliti menggunakan metode deskriptif kualitatif yaitu suatu analisa dengan menggunakan cara
mengumpulkan data yang diperoleh dan menjelaskan secara terang dan jelas sehingga nantinya
akan dapat ditarik kesimpulan dari permasalahan yang ada. Berdasarkan hasil wawancara dari 20
responden yang berada di Lembaga Pemasyarakatan Anak Blitar yang mana dari beberapa
responden kebanyakan melakukan tindak pidana pencurian, maka dapat diketahui beberapa
faktor penyebab tindak pidana yang antara lain : karena keadaan ekonomi dengan nilai
prosentase 35 %, karena keluarga broken home dengan jumlah 30%, karena diajak teman
sebanyak 20%, karena kesal dan khilaf dengan jumlah prosentase 10%, dan yang terakhir karena
untuk membela diri dengan prosentase 5%. Dari faktor penyebab tindak pidana tersebut, peneliti
dapat menyimpulkan menjadi tiga faktor penyebab anak melakukan tindak pidana yang antara
lain karena faktor dari keluarga adalah faktor yang utama, kemudian faktor dari lingkungan
sekolah dan yang ketiga adalah faktor dari lingkungan masyarakat tempat tinggal. Proses
pembinaan yang dilakukan oleh pihak LAPAS Anak Blitar terdiri dari empat tahap yaitu; Tahap
Admisi Orientasi yaitu tahap perkenalan dan pemberitahuan mengenai hak dan kewajiban anak
didik pemasyarakatan, Tahap Asimilasi I yaitu dimulai mengenai latar belakang kehidupan dan
perbuatan yang dilakukan oleh anak tersebut, pembinaan ini pihak LAPAS bekerja sama dengan
BISPA, Tahap Asimilasi II yaitu anak didik pemasyarakatan mulai dihubungkan dengan dunia
luar misal, diikutsertakan dalam pengelolaan tanah pertanian, dan Tahap Integrasi yang
merupakan tahap terakhir dalam pola pembinaan yaitu adanya pemberian cuti, pada tahap ini
pengawasannya sudah dikurangi dengan syarat anak harus mendapatkan nilai baik selama
menjalani pidana didalam LAPAS. Wujud Pembinaan yang dilakukan oleh pihak LAPAS Anak
pada anak didik pemasyarakatan/ narapidana antara lain; Pendidikan Umum(SDS, SMP)yang
dalam proses belajar mengajar LAPAS Anak bekerja sama dengan Kantor Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Kotamadya Blitar, Pendidikan Keterampilan antara lain; membuat
keset dan sapu dari kulit kelapa, dan membuat gamelan dari kayu, sedangkan pertanian yaitu
menanam sayur terong, kangkung, bayam juga buah-buahan seperti papaya, ketela, kelapa dan
lain sebagainya. LAPAS Anak Blitar mempunyai sawah yang tempatnya berada di belakang
LAPAS, anak didik pemasyarakatan melakukan kegiatan ini pada jam pembebasan napi yaitu
pada sekitar jam 07.30 sampai 10.00 pagi. Dalam bidang pertanian ini menguntungkan bagi
pihak LAPAS sendiri, karena hasil pertaniannya digunakan untuk makanan sehari-hari anak
didik pemasyarakatan, Pembinaan Mental Spiritual yaitu pendidikan agama dan budi pekerti,
pembinaan ini diberikan dengan tujuan agar anak didik pemasyarakatan bisa memahami
kekurangan dari dirinya, kenapa sampai melakukan tindak kejahatan, hal ini berawal dari sikap
dan sifat individu, Sosial Budaya yaitu berupa kunjungan keluarga, dan juga belajar kesenian (
dalam LAPAS Anak ada band dan karawitan), Kegiatan Rekreasi, diarahkan pemupukan
kesegaran jasmani dan rohani melalui olah raga, nonton tv, perpustakaan (baik dari perpustakaan
keliling dan juga dari LAPAS Anak sendiri). Adapun tujuan dari pembinaan tersebut adalah
untuk membangkitkan motivasi atau dorongan pada diri narapidana kearah pencapaian
pembinaan serta meningkatkan pendidikan dan keterampilan guna mempersiapkan diri di tengah
masyarakat setelah bebas menjalani pidana.
Do you want to read the rest of this article?

https://www.researchgate.net/publication/50371518_FAKTOR_PENYEBAB_ANAK_MELAK
UKAN_TINDAK_PIDANA_Studi_di_Lembaga_Pemasyarakatan_Anak_Blitar
KELUARGA MENJADI FAKTOR YANG MENYEBABKAN
SESEORANG MELAKUKAN TINDAK KRIMINAL

Dalam sebuah penelitian di Surakarta menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan
antara interaksi remaja dengan teman sebayanya, keluarga broken home, serta pola asuh orang
tua (Murtiyani, 2011) dengan terbentuknya perilaku kenakalan ata bahkan tindakan kriminal
(Sujoko, 2011). Artinya, ketika remaja berinteraksi dengan teman sebaya yang melakukan
kenakalan atau kondisi teman sebaya yang buruk, maka remaja akan cenderung mengembangkan
perilaku kenakalan dan tindak kriminal. Kemudian mengapa lingkungan keluarga memiliki
pengaruh dan menjadi faktor penyebab dari terbentuknya kenakalan atau tindakan kriminal
remaja? Karena perilaku remaja sebenarnya dapat dikatakan sebagai sebuah produk yang
dihasilkan oleh keluarga, terutama orang tua. Keluarga adalah pihak yang memiliki intensitas
kebersamaan paling besar dengan anak sejak anak masih bayi. Selain itu, lingkungan keluarga
adalah pihak pertama yang memberikan dasar-dasar nilai bagi anak. Sehingga dapat dikatakan
bahwa pengajaran pertama mengenai nilai-nilai kehidupan yang diterima oleh anak berasal dari
keluarga dan mereka meneruskan nilai-nilai tersebut hingga mereka remaja atau bahkan dewasa.
Artinya saat terdapat remaja yang melakukan tindakan kriminal, maka remaja tersebut tidak
hanya dikatakan sebagai pelaku, melainkan mereka dapat dikatakan sebagai korban karena
mereka tidak mampu melakukan perilaku adaptif yang dapat diterima oleh masyarakat.
Kondisi lingkungan keluarga pada masa perkembangan anak dan remaja telah lama dianggap
memiliki hubungan dengan munculnya perilaku antisosial dan kejahatan yang dilakukan oleh
remaja. Beberapa penelitian mengenai perkembangan kenakalan dan kriminalitas pada remaja,
ditemukan bahwa tindak kriminal disebabkan adanya pengalaman pada pengasuhan yang buruk,
mulai dari pengasuhan yang kasar, kedisiplinan yang tidak menentu, perilaku pengasuhan yang
sembrono, konflik dalam pengasuhan, serta pengawasan yang teledor pada masa kanak-kanak.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Wilson pada remaja di Inggris serta penelitian oleh
Snyder dan Sickmund (2006) di Amerika Serikat menemukan bahwa remaja pelaku kejahatan
dan kekerasan adalah remaja yang berasal dari lingkungan rumah atau keluarga yang tidak
harmonis, anak-anak dari latar belakang sosio-eknomi rendah, anak-anak dengan akses senjata
tanpa pengawasan yang cukup, anak-anak yang pernah mengalami kekerasan dan pengabaian,
serta yang menggunakan atau menyalahgunakan obat-obatan terlarang (Brown & Campbell,
2010). Penelitian serupa juga menunjukkan adanya pengaruh yang siginifikan antara sikap
negatif yang ditunjukkan oleh orang tua berupa kedisiplinan yang keras, kemarahan dan
kekerasan yang ditunjukkan orang tua dalam pengasuhan dengan perilaku antisosial remaja
(Larsson, Viding, & Rijsdijk, 2008). Sedangkan pengasuhan yang diberikan oleh ibu memiliki
pengaruh yang lebih besar terhadap munculnya perilaku kenakalan dan tindak kriminal yang
dilakukan oleh remaja (Torrente & Vazsonyi, 2008). Hal tersebut dikarenakan ibu memiliki lebih
banyak waktu dalam berinteraksi dengan anaknya, jika dibandingkan dengan ayah. Sehingga
ketika ibu tidak memberikan pengasuhan yang tepat, tidak memberikan perhatian yang cukup
pada anak seperti tentang kegiatan di sekolah, kegiatannya dengan temannya serta hal yang
lainnya dapat memicu terbentuknya perilaku kenakalan dan tindak kriminal pada remaja tersebut
karena kurangnya perhatian dan pengawasan oleh orangtua terutama oleh ibu. Tidak hanya itu,
kepercayaan atau pandangan orangtua terutama ibu, mengenai perilaku anaknya seperti agresi
dan perilaku antisosial juga mempengaruhi pola pengasuhan yang diterapkan oleh orang tua
seperti otoriter dan permisif (tidak mempedulikan). Dimana kemudian pola pengasuhan orangtua
tersebut mempengaruhi munculnya perilaku antisosial pada anak (Evans, Nelson, Porter, &
Nelson, 2012). Artinya, lingkungan awal yang menjadi faktor resiko dalam perilaku kenakalan
dan tindakan kriminal oleh remaja adalah lingkungan keluarga. Hal tersebut dikarenakan
lingkungan keluarga-lah yang menjadi awal terbentuknya nilai yang diterima oleh anak melalui
pola pengasuhan yang dilakukan oleh orang tua.

https://psikologiforensik.com/2015/01/30/ada-apa-di-balik-kriminalitas-remaja-indonesia/

Anda mungkin juga menyukai