Peranan M - TOR Dalam CA MAMAE
Peranan M - TOR Dalam CA MAMAE
REFERAT
Peranan modulator sinyal intraselular jalur AMPK dan mTOR dalam regulasi
metabolisme sel dan karsinogenesis
Perceptor:
dr. Juspeni Kartika, Sp. PD
Oleh:
Delvi Rusitaini Putri, S.Ked
1218011033
PENDAHULUAN
Kanker payudara merupakan salah satu jenis kanker yang mempunyai prevalensi
cukup tinggi. Kanker payudara dapat terjadi pada pria maupun wanita, hanya saja
prevalensi pada wanita jauh lebih tinggi. Diperkirakan pada tahun 2006 di
Amerika, terdapat 212.920 kasus baru kanker payudara pada wanita dan 1.720
kasus baru pada pria, dengan 40.970 kasus kematian pada wanita dan 460 kasus
kematian pada pria.
Gejala permulaan kanker payudara sering tidak disadari atau dirasakan dengan
jelas oleh penderita sehingga banyak penderita yang berobat dalam keadaan
lanjut. Hal inilah yang menyebabkan tingginya angka kematian kanker tersebut.
Padahal, pada stadium dini kematian akibat kanker masih dapat dicegah. Penyakit
kanker payudara ditemukan dalam stadium dini, angka harapan hidupnya (life
expectancy) tinggi, berkisar antara 85 s.d. 95%. Namun, dikatakannya pula bahwa
70--90% penderita datang ke rumah sakit setelah penyakit parah, yaitu setelah
masuk dalam stadium lanjut.
Pengobatan kanker pada stadium lanjut sangat sukar dan hasilnya sangat tidak
memuaskan. Pengobatan kuratif untuk kanker umumnya operasi dan atau radiasi.
Pengobatan pada stadium dini untuk kanker payudara menghasilkan kesembuhan
75%. Pengobatan pada penderita kanker memerlukan teknologi canggih,
ketrampilan, dan pengalaman yang luas. Perlu peningkatan upaya pelayanan
kesehatan, khususnya di RS karena jumlah yang sakit terus-menerus meningkat,
terlebih menyangkut golongan umur produktif.
A. Anatomi payudara
Payudara terletak pada hemithoraks kanan dan kiri. Batas payudara wanita
dewasa yang terlihat dari luar yaitu superior: iga II atau III, inferior: iga VI
atau VII, medial: tepi lateral sternum, dan lateral: linea axillaris anterior
sedangkan batas yang sesungguhnya yaitu superior: hampir sampai
klavikula, medial: garis tengah, dan lateral: m. latissimus dorsi. Basis
payudara berbentuk sirkular kecuali pada bagian lateral atas terdapat
penonjolan ke arah aksila, disebut tail of Spence. Payudara ditunjang oleh
ligamentum Cooper yang merupakan pita fibrous yang terletak tegak lurus
terhadap dermis.
C. Faktor Resiko
Penyebab kanker payudara secara pasti tidak diketahui. Akan tetapi, dari
data epidemiologi telah didapatkan faktor-faktor yang berperan dalam
perkembangan penyakit ini. Faktor-faktor tersebut dapat dikelompokkan
menjadi tiga kelompok: genetik, endokrin, dan lingkungan yang masing-
masing dapat sebagai mayor, intermediet, atau minor. Banyak faktor minor
masih dalam perdebatan.
1) Jenis kelamin
Ca mamme seratus kali lebih banyak pada wanita dibandingkan laki-
laki.
2) Usia
3) Ca mamme sebelumnya
3. Nulliparitas
Nulliparitas menghilangkan efek proteksi terhadap kanker payudara.
Wanita yang melahirkan anak pertama sebelum usia 20 punya risiko
relative 0,5 dibandingkan dengan nullipara, yang melahirkan anak
pertama setelah 30 tahun punya risiko relative 0,94. Beberapa bukti
bahkan menyatakan bahwa wanita yang melahirkan anak pertama pada
usia lebih dari 35 tahun punya risiko lebih besar untuk mendapatkan
kanker payudara.
Terapi sulih estrogen yang dijalani selama lebih dari 5 tahun tampaknya
juga sedikit meningkatkan resiko kanker payudara dan resikonya
meningkat jika pemakaiannya lebih lama.
6. Irradiasi
Peningkatan risiko muncul setelah masa laten, 10-15 tahun. Efek
tersebut lebih tampak pada wanita yang terekspos irradiasi sebelum usia
35 tahun dan sedikit pada wanita yang terekspos setelah usia 40 tahun.
1. Body size
Terdapat hubungan minor antara ukuran tubuh dan kanker payudara,
tergantung pada umur dan tinggi badan atau massa tubuh. Hal ini
mungkin berkaitan dengan lemak tubuh dan risiko dari hormone
replacement therapy.
2. Stress
Tidak ada bukti bahwa stress dapat menyebabkan kanker payudara.
Kegagalan terapi pada kanker sesuai dengan data di atas berlaku umum
untuk semua keganasan. Berbagai cara sudah dilakukan untuk mencoba
memperbaiki angka keberhasilan terapi pada kanker, mulai dari
kemoterapi konvensional sampai dengan terapi target, namun
kesemuanya belum berhasil memberikan hasil yang menggembirakan.
Salah satu penyebab utama kegagalan terapi pada kanker, khususnya
kemoterapi dan radioterapi, diperkirakan adalah oleh karena adanya sel
punca kanker (SPK), yang mampu untuk memperbarui volume tumor
bahkan setelah dilakukan kemo/radioterapi adekuat.
Metformin untuk membunuh sel punca kanker. Pada saat menggunakan kemoterapi
konvensional, jumlah sel tumor menurun namun proporsi sel punca kanker lebih besar
dibandingkan sebelum terapi, mengindikasikan bahwa sitotoksis secara efisien membunuh sel
tumor namun sel punca kanker, secara alamiah resisten terhadap efek obat antikanker dan
membuat pertumbuhan tumor kembali. Sebaliknya dengan metformin, pada saat digunakan
bersama dengan kemoterapi sitotoksik tradisional, obat tersebut tidak hanya membunuh sel
tumor yang berproliferasi, namun nampaknya juga mampu menyerang sel punca kanker,
sehingga mencegah relaps tumor
Apabila SPK memang merupakan penyebab utama dari perkembangan
tumor dan bertanggungjawab terhadap resistensi terapeutik dan
progresivitas pasien kanker, pendekatan terapi yang menargetkan SPK
dapat secara potensial meningkatkan efektivitas regimen terapi yang saat
ini tersedia dan menurunkan risiko relaps tumor dan metastasis.
Banyak nya faktor terjadinya kanker maka dari pola hidup sangat
berpengaruh maka dari itu sangatlah penting untuk mengetahui
keterkaitan penyakit metabolik dengan kanker, di mana baru-baru ini
bukti-bukti kuat semakin menunjukkan adanya hubungan kuat antara
disregulasi metabolisme selular dengan karsinogenesis. Refrat ini juga
bertujuan untuk memberikan pemahaman terkini mengenai jalur sinyal
intraselular yang mengatur metabolisme, terutama jalur AMPK-mTOR
dan keterkaitannya dengan karsinogenesis dan metastasis. Selain itu, juga
akan dibahas mengenai karakter unik dari obat lama, yakni metformin,
yang ternyata mempunyai efek ganda baik sebagai aktivator AMPK dan
juga inhibitor mTOR serta peranannya dalam perkembangan terapi
sitostatika terutama efeknya pada SPK.
Model jalur sinyal mTOR pada sel mamalia. Jalur sinyal mTOR terdiri
atas dua cabang utama, yang dimediasi oleh kompleks mTOR spesifik
(mTORC). Cabang mTORC1 mengendalikan beberapa jalur yang secara
kolektif menentukan ukuran sel. Cabang mTTORC2 mengendalikan
sitoskeleton aktin dan oleh karenanya menentukan bentuk sel. Cabang
mTORC1 dan mungkin pula mTORC2 berespons terhadap faktor
pertumbuhan (insulin/IGF1), status energi sel, nutrien (asam amino) dan
stress. Kompleks mTORC1 (dan juga kemungkinan mTORC2) bersifat
multimerik, meskipun digambarkan sebagai monomer. Panah mewakili
aktivasi di mana batang mewakili inhibisi.
Inhibisi ganda jalur PI3K atau lainnya dan mTOR dapat menjadi suatu
strategi yang efektif. Strategi ini menghindari konsekuensi potensial
adanya umpan balik yang merugikan. Beberapa obat-obatan yang sedang
dipertimbangkan sebagai terapi kombinasi termasuk gefitinib, imatinib,
tamoxifen dan paclitaxel. Oleh karena aktivasi AKT ditemukan meluas
pada kanker, juga terdapat rasionale bahwa menciptakan inhibitor
mTORC2 akan bermanfaat (gambar 10). Selain itu juga dipertimbangkan
bahwa inhibitor mTORC2 spesifik akan mempunyai potensi terapeutikal
yang baik, terutama pada kanker yang kecanduan terhadap peningkatan
sinyal PI3K. Namun demikian, meskipun menarik untuk membicarakan
beberapa strategi yang dapat dilakukan, nampaknya fakta dari studi klinis
menunjukkan bahwa masih banyak misteri mengenai jalur mTOR yang
harus diselidiki. Peranan jalur mtor dalam karsinogenesis Banyak mutasi
predominan yang diamati pada kanker juga mengendalikan metabolisme
sel, sehingga mengarahkan kepada teori bahwa jaringan onkogen dan
supresor tumor mempengaruhi pergeseran metabolik dalam kanker.
Sebuah regulator sentral metabolisme, baik pada sel nontransformasi dan
transformasi adalah phosphatidylinositol-3-kinase (PI3K), suatu kinase
lipid yang mengatur level phosphatidylinositol terfosforilasi (PIP3) pada
membran plasma.
Faktor resiko lain adalah seperti haid terlalu muda atau menopause diatas
umur 50 tahun, tidak menikah atau tidak menyusui dan melahirkan anak
pertama diatas usia 35 tahun. Mereka yang sering terkena radiasi (bisa
dari sering melakukan pemeriksaan kesehatan dengan menggunakan alat
x-ray) juga mempunyai kemungkinan menderita kanker payudara. Selain
itu, pola makan dengan konsumsi lemak berlebihan, kegemukan dan
konsumsi alkohol berlebihan juga merupakan faktor resiko. Mereka yang
sudah mendapatkan terapi hormonal dalam jangka panjang harus lebih
berwaspada karena mereka mempunyai resiko mendapat kanker
payudara. Stres dan faktor genetik (BRCA1/BRCA2) juga dikatakan
tergolong dalam faktor resiko kanker payudara. Mutasi gen BRCA1 pada
kromosom 17 dan BRCA2 pada kromosom 13 dapat meningkatkan
resiko kanker payudara sampai 85%.
KESIMPULAN
Amarapurkar DN, Hashimoto E, Lesmana LA, Sollano JD, Chen PJ, Goh
KL. How common is nonalcoholic fatty liver disease in the Asia-
Pacific region and are there local differences? J Gastroenterol Hepatol
2007;22:788-93.
Parkin DM, Bray F, Ferlay J, Pisani P. Estimating the world cancer burden:
Globocan 2000. Int J Cancer 2001;94:153-6.