Anda di halaman 1dari 28

PRESENTASI KASUS

SPACE OCCUPYING LESION

Disusun Untuk Memenuhi Syarat Kelulusan Kepaniteraan Klinik


Bagian Ilmu Saraf di RSUD Salatiga

Disusun Oleh :

Aldi Effando
20174011024

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2018
HALAMAN PENGESAHAN

Telah disetujui dan disahkan, presentasi kasus dengan judul

SPACE OCCUPYING LESION

Disusun Oleh:

Aldi Effando Aditya

20174011024

Telah dipresentasikan

Tanggal: Agustus 2018

Disahkan oleh:

Dokter pembimbing,

dr. Dony Ardianto, Sp.S

2
BAB I
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. J
Umur : 81 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Kristen protestan
Alamat : Karangpete, Tingkir
Masuk RS : 04/05/2018

B. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan badan lemas
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Salatiga dengan keluhan badan lemas. Terkadang saat
berjalan jatuh. Pasien mengatakan apabila berjalan tidak seimbang dan cenderung
merasa jatuh ke arah depan apabila berjalan. Keluhan dirasakan pasien sejak 3 hari
sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengeluhkan pusing berputar, pendengaran
akhir – akhir ini dirasa juga berkurang. Pasien merasa tidak nafsu makan atau sulit
makan. Mual (-), muntah (-), demam (-), BAB dan BAK tidak ada keluhan. Riwayat
jatuh atau kepala terbentur disangkal oleh pasien.
Riwayat Peyakit Dahulu
- Pasien dahulu memiliki riwayat serupa disangkal
- Riwayat hipertensi, diabetes melitus, dan jantung disangkal
- Riwayat jatuh atau trauma disangkal
- Riwayat asma disangkal
- Riwayat maag disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
- Penyakit serupa dialami dalam keluarga disangkal
- Riwayat Diabetes disangkal
- Riwayat Hipertensi disangkal
- Riwayat Jantung disangkal

3
PEMERIKSAAN FISIK
A. Keadaan Umum
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 114/58
Denyut nadi : 74 x/menit
Frekuensi nafas : 20 x/menit
Suhu : 36,5oC
B. Status Generalis
Kepala
 Bentuk : normochepali, simetri
 Nyeri tekan : (-)
- Rambut : hitam lurus dengan beberapa uban, distribusi merata, allopecia (-)
- Wajah : simetris, pucat (-), ikterik (-), petekie (-)
- Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), sekret (-/-), ptosis (-/-),
lagoftalmus (-/-)
- Hidung : Simetris , septum deviasi (-), deformitas (-), sekret (-/-)
- Telinga : normotia, pendengaran normal, nyeri tekan tragus dan mastoid (-)
Leher
 Kelenjar Getah Bening : Tidak teraba membesar
 Kelenjar Tiroid : Tidak teraba membesar
 JVP : Tidak meningkat
Thoraks
 Paru
Inspeksi : Hemithoraks simetris saat statis dan dinamis, retraksi sela iga (-),
deformitas (-)
Palpasi : Vokal fremitus kanan dan kiri simetris
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
 Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V , 1 cm medial linea midclavicularis sinistra
Perkusi : batas jantung atas : ICS III linea parasternal kiri
Batas jantung kanan : ICS IV linea sternalis kiri

4
Batas jantung kiri : ICS V 1 cm medial linea midclavicularis sinistra
Auskultasi : BJ I-II regular , murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : dinding abdomen datar, jaringan parut (-)
Auskultasi : bising usus (+) Normal
Palpasi : supel, nyeri tekan tidak ada, hepar dan lien tidak teraba membesar
Perkusi : timpani (+) pada 9 regio abdomen
Ekstremitas
- atas : akral hangat (+/+), oedem (-/-)
- bawah : : akral hangat (+/+), oedem (-/-) -

C. STATUS NEUROLOGIS
1) Kesadaran : Compos mentis
2) GCS : E 4 V5 (disfonia) M 6
3) Saraf cranial :
1. N. I (Olfactorius )
Kanan Kiri Keterangan
Daya pembau Dbn Dbn Dalam batas
normal

2. N.II (Opticus)
Kanan Kiri Keterangan
Daya penglihatan Dbn Dbn
Dalam batas
Lapang pandang Dbn Dbn
normal
Pengenalan warna Dbn Dbn

3. N.III (Oculomotorius)
Kanan Kiri Keterangan
Ptosis (-) (-)
Pupil Dalam batas
Bentuk Bulat Bulat normal
Ukuran Φ2mm Φ2mm
akomodasi baik baik

5
Refleks pupil
Langsung (+) (+)
Tidak langsung (+) (+)
Gerak bola mata Dbn Dbn
Kedudukan bola mata Ortoforia ortoforia

4. N. IV (Trokhlearis)
Kanan Kiri Keterangan
Gerak bola mata Dbn Dbn Dalam batas
normal

5. N. V (Trigeminus)
Kanan Kiri Keterangan
Motorik Dbn Dbn
Sensibilitas
Dalam batas
Opthalmikus Dbn Dbn
normal
Maxilaris Dbn Dbn
Mandibularis Dbn Dbn

6. N. VI (Abduscens)
Kanan Kiri Keterangan
Gerak bola mata Dbn Dbn Dalam batas
Strabismus (-) (-) normal

7. N. VII (Facialis)
Kanan Kiri Keterangan
Motorik Saat diam simetris simetris
Mengernyitkan dahi Dbn Dbn Dalam batas
Senyum Dbn Dbn normal
memperlihatkan gigi Dbn Dbn
Daya perasa 2/3 Tidak Tidak dilakukan
anterior lidah dilakukan

6
8. N. VIII (Vestibulo-Kokhlearis)
Kanan Kiri Keterangan
Pendengaran
Tuli konduktif (-) (-)
Tuli sensorieural (-) (-) Dalam batas
Vestibular normal
Vertigo (-) (-)
Nistagmus (-) (-)

9. N. IX (Glossofaringeus)
Kanan Kiri Keterangan
Arkus farings Simetris Simetris
Daya perasa 1/3 Dalam batas
posterior lidah Tidak Tidak dilakukan normal
dilakukan

10. N. X (Vagus)
Kanan Kiri Keterangan
Arkus farings Simetris Simetris
Disfonia - - Dalam batas
Refleks muntah Tidak Tidak dilakukan normal
dilakukan
11. N. XI (Assesorius)
Kanan Kiri Keterangan
Motorik
Menoleh dbn dbn Dalam batas
Mengankat bahu dbn dbn normal
Trofi Eutrofi Eutrofi

12. N. XII (Hipoglossus)


Kanan Kiri Keterangan
Motorik dbn Dbn
Trofi eutrofi Eutrofi Dalam batas

7
Tremor (-) (-) normal
Disartri (-) (-)

4) Sistem motorik
Kanan Kiri Keterangan
Ekstremitas atas
Kekuatan 5555 5555
Tonus N N
Trofi Eu Eu
Ger.involunter (-) (-) Dalam Batas
Ekstremitas bawah Normal
Kekuatan 5555 5555
Tonus N N
Trofi Eu Eu
Ger.involunter (-) (-)

5) Sistem sensorik
Sensasi Kanan Kiri Keterangan
Raba baik baik Dalam batas
Nyeri baik baik normal
Suhu Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Propioseptif Tidak dilakukan Tidak dilakukan
6) Refleks
Refleks Kanan Kiri Keterangan
Fisiologis
Biseps (+) (+)
Triseps (+) (+)
Patella (+) (+)
Achilles (+) (+)
Patologis
Hoffman Tromer (-) (-)
Babinski (-) (-) Dalam batas
Chaddock (-) (-) normal

8
Openheim (-) (-)
Gordon (-) (-)
Schaeffer (-) (-)

7) Fungsi koordinasi dan keseimbangan


Pemeriksaan Kanan Kiri Keterangan
Jari tangan – jari tangan Baik Baik
Jari tangan – hidung Baik Baik
Tumit – lutut Baik Baik
Pronasi – supinasi Baik Baik

8) Sistem otonom
Miksi : Baik
Defekasi: Baik
Keringat : Baik

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboraturium pada tanggal 4 Mei 2018

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan


Hematologi
Lekosit 4,97 4.5-11
Eritrosit 4,20 3,8-5,8
Hemoglobin 12,5 11,5-16,5
Hematokrit 37,4 37-47
Trombosit 268 150-450
MCV 89,0 85-100
MCH 29,8 28-31
MCHC 33,4 30-35
Golongan Darah ABO O
Differential

9
Neutrofil 69,5 40-75
Basofil 1,4 0,0-1,0
Limfosit 14,5 20-45
Monosit 7,6 2-8
Eosinofil 7,0 1-6
Kimia
Glukosa Darah sewaktu 80 <140
Ureum 29 10-50
Creatinin 1,0 1,0-1,3
Elektrolit
Natrium 129 135 – 155
Kalium 4,3 3,6 – 5,5
Chlorida 108 95 – 108
HbsAg positive negative

Telah dilakukan CT Scan kepala dengan bahan kontras


HASIL :
- Tak tampak soft tissue swelling extracranial
- Sistema tulang yang tervisualisasi tampak intact
- Gyri dan sulci tak tampak menyempit
- Bataas grey matter dan ehite matter relatif tegas
- Tampak lesi hipodens (26 dan 39 HU) dengan batas tak tegas di fossa psoterior cerebri
dengan batas tak tegas. Post pemberian bahan kontras, tampak slight enhancement intralesi
(46 dan 79 HU) dengan lesi terukur kurang lebih 45,53x43,74 mm yang menyempitkan
ventrikel 4
- Sistema ventrikel yang lain dalam batas normal
- Struktur mediana relative tak terdeviasi
- Air cellulae mastoidea sinistra relative menghilang
KESAN
- Gambaran SOL di fossa cerebri posterior (infratentorial) suspect gambaran low grade
astrocytoma dd acoustic neurinoma dengan suspect mastoiditis sinistra
- Tak tampak gambaran herniasi subflacin

10
DIAGNOSIS
Diagnosis Klinis : lemas, pusing berputar, jatuh saat berjalan
Diagnosis Topis : Cerebrum
Diagnosis Etiologi : Astrocytoma

PENATALAKSANAAN
- Infus Asering + drip NB 20 tpm
- Injeksi Citicolin 2x500mg
- Injeksi Dexametason amp II / 12 jam
- Injeksi Ketorolac 30 mg / 12 jam
- Injeksi omeprazole amp I / 12 jam

11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
SOL ( Space Occupying Lesion ) merupakan generalisasi masalah tentang adanya
lesi fisik substansional pada ruang intracranial khususnya yang mengenai otak. Space
occupying lesion atau lesi desak ruang akan menimbulkan konsekuensi untuk menggeser
isi intracranial yang normal sehingga akan mengganggu fungsi fisiologis otak. Lesi
tersebut berasal dari sel-sel otak atau struktur disekelilingnya yang menempati ruang
dalam tengkorak.
B. EPIDEMIOLOGI
Penderita Space Occupying Lession diseluruh dunia mencapai ±400.000 orang
selama tahun 2005. Di Indonesia sudah banyak menderita penyakit tumor otak sekitar 28
% penduduk Indonesia, tetapi pasien itu tidak mengetahui itu sendiri. Sementara itu
Rumah Sakit Kariadi Semarang sudah menerima penderita Space Occupying Lession
sebanyak 34 orang selama tahun 2010, meningkat 10 % dari tahun 2009.
Kanker otak meliputi sekitar 85-90% dari seluruh kanker susunan saraf pusat. Di
Amerika Serikat insidensi kanker otak ganas dan jinak adalah 21.42 per 100.000
penduduk per tahun (7.25 per 100.000 penduduk untuk kanker otak ganas, 14.17 per
100.000 penduduk per tahun untuk tumor otak jinak). Angka insidens untuk kanker otak
ganas di seluruh dunia berdasarkan angka standar populasi dunia adalah 3.4 per 100.000
penduduk. Angka mortalitas adalah 4.25 per 100.000 penduduk per tahun. Mortalitas
lebih tinggi pada pria.
Dari seluruh tumor primer susunan saraf pusat, astrositoma anaplastik dan
glioblastoma multiforme (GBM) meliputi sekitar 38% dari jumlah keseluruhan, dan
meningioma dan tumor mesenkim lainnya 27%. Sisanya terdiri dari tumor otak primer
yang bervariasi, meliputi tumor hipofisis, schwannoma, limfoma SSP,
oligodendroglioma, ependimoma, astrositoma derajat rendah, dan meduloblastoma.
C. ETIOLOGI
Space Occupying Lesions (SOL) intrakranial mempunyai beberapa etiologi,
dimana semuanya menimbulkan ekspansi dari volume dari cairan intrakranial yang
kemudian menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial. Pembengkakan pada otak
dapat dibagi dua yaitu diffuse dan fokal.

12
Pembengkakan diffuse sering terjadi akibat peningkatan umum cairan di otak
diakibatkan oleh vasodilatasi atau edema. Gangguan sistem vasomotor dapat
menyebabkan vasodilatasi yang kemudian meningkatan aliran darah di serebrum.Hal ini
terjadi sebagai respons terhadap hypercapnia dan hipoksia, dan juga terjadi akibat head
injury.Selain itu, edema dapat terjadi dari tiga mekanisme yaitu vasogenik, sitotoksik
dan interstisial.Pada edema vasogenik terjadi peningkatan permeabilitas pembuluh darah
serebral akibat disfungsi sawar otak.Pada edema sitotoksik terjadi jejas terhadap sel
endotel, sel glia dan neuron pada otak.Pada edema interstisial terjadi kerusakan pada
ventrikel-ventrikel otak, sering ditemukan pada kasus hidrosefalus.
Pembengkakan fokal dapat terjadi akibat abses serebral, hematoma, atau
neoplasma. Lesi menyebar ekstrinsik seperti hematoma subdural dan meningioma juga
meningkatkan tekanan pada kavitas otak dan disebut sebagai Space-Occupying Lesion.
D. FAKTOR RISIKO
Pada neoplasma dapat ditemukan faktor-faktor resiko berikut:
• Riwayat trauma kepala
• Faktor genetic
• Paparan zat kimia yang bersifat karsinogenik
• Virus tertentu
• Defisiensi imunologi
• Kongenital
E. MANIFESTASI KLINIS
Gejala yang timbul pada pasien dengan kanker otak tergantung dari lokasi dan
tingkat pertumbuhan tumor. Kombinasi gejala yang sering ditemukan adalah
peningkatan tekanan intrakranial (sakit kepala hebat disertai muntah proyektil), defisit
neurologis yang progresif, kejang, penurunan fungsi kognitif. Pada glioma derajat
rendah gejala yang biasa ditemui adalah kejang, sementara glioma derajat tinggi lebih
sering menimbulkan gejala defisit neurologis progresif dan tekanan intrakranial
meningkat.
Gejala umum timbul karena peningkatan tekanan intrakranial atau akibat infiltrasi
difus dari tumor. Gejala yang paling sering adalah sakit kepala, perubahan status mental,
kejang, nyeri kepala hebat, papil edema, mual dan muntah. Tumor

13
maligna (ganas) menyebabkan gejala yang lebih progresif daripada tumor benigna
(jinak).

Gangguan kesadaran akibat peningkatan tekana intrakraniul dapat berakhir


hingga koma. Tekanan intrakraniul yang meninggi dapat menyebabkan ruang tengkorak
yang tertutup terdesak dan dapat pula menyebabkan perdarahan setempat.

Gejala Peningkatan Tekanan Intrakranial

Triad nyeri kepala, edema papil dan muntah secara umum dianggap sebagai
karakteristik peninggian tekanan intrakranial. Namun demikian, dua pertiga pasien
dengan lesi desak ruang memiliki semua gambaran tersebut, sedang kebanyakan
sisanya umumnya dua. Simtomatologi peninggian tekanan intrakranial tergantung
pada penyebab daripada tingkat tekanan yang terjadi. Tak ada korelasi yang konsisten
antara tinggi tekanan dengan beratnya gejala.

1. Nyeri Kepala
Kebanyakan struktur di kepala tidak sensitif nyeri, ahli bedah saraf dapat
melakukan kraniotomi major dalam anestesia lokal karena tulang tengkorak dan
otak sendiri dapat ditindak tanpa nyeri. Struktur sensitif nyeri didalam kranium adalah
arteria meningeal media beserta cabangnya, arteri besar didasar otak, sinus venosus
dan bridging veins, serta dura didasar fossa kranial. Peninggian tekanan intrakranial
dan pergeseran otak yang terjadi membendung dan menggeser pembuluh darah
serebral atau sinus venosus serta cabang utamanya dan memperberat nyeri lokal.
Nyeri yang lebih terlokalisir diakibatkan oleh peregangan atau penggeseran
duramater didaerah basal dan batang saraf sensori kranial kelima, kesembilan dan
kesepuluh. Nyeri kepala juga disebabkan oleh spasme otot-otot besar didasar
tengkorak. Ini mungkin berdiri sendiri atau ditambah dengan reaksi refleks bila
mekanisme nyeri bekerja. Pasien dengan peninggian tekanan intrakranial secara klasik
bangun pagi dengan nyeri kepala yang berkurang dalam satu-dua jam. Nyeri kepala
pagi ini pertanda terjadinya peningkatan tekanan intrakranial; selama malam akibat
posisi berbaring, peninggian PCO2 selama tidur karena depresi pernafasan dan
mungkin karena penurunan reabsorpsi cairan serebrospinal.
2. Muntah
Ditemukan pada peninggian tekanan intrakranial oleh semua sebab dan merupakan
14
tampilan yang terlambat dan diagnosis biasanya dibuat sebelum gejala ini timbul.
Gejala ini mungkin jelas merupakan gambaran dini dari tumor ventrikel keempat yang
langsung mengenai nukleus vagal. Setiap lesi hampir selalu meninggikan tekanan
intrakranial akibat obstruksi aliran cairan serebrospinal dan mungkin tidak mudah
menentukan mekanisme mana yang dominan. Muntah akibat peninggian tekanan
intrakranial biasanya timbul setelah bangun, sering bersama dengan nyeri kepala pagi.
Walau sering dijelaskan sebagai projektil, maksudnya terjadi dengan kuat dan tanpa
peringatan, hal ini jarang merupakan gambaran yang menarik perhatian.
3. Papila Oedema
Papila oedema menunjukkan adanya oedema atau pembengkakan diskus optikus
yang disebabkan oleh peningkatan tekanan intrakranial yang menetap selama lebih dari
beberapa hari atau minggu. Oedema ini berhubungan dengan obstruksi cairan
serebrospinal, dimana peningkatan tekanan intrakranial pada selubung nervus optikus
menghalangi drainase vena dan aliran aksoplasmik pada neuron optikus dan
menyebabkan pembengkakan pada diskus optikus dan retina serta pendarahan diskus.
Papila oedema tahap lanjut dapat menyebabkan terjadinya atrofi sekunder papil nervus
optikus.
4. Kejang fokal
Kejang dapat timbul sebagai gejala dari tekanan intrakraniul yang melonjak secara
cepat, terutama sebagai gejala dari glioblastoma multiform. Kejang tonik biasanya
timbul pada tumor di fosa kranium posterior.
5. Gangguan mental
Gangguan konsentrasi, cepat lupa, perubahan kepribadian, perubahan mood dan
berkurangnya inisiatif adalah gejala-gejala umum pada penderita dengan tumor lobus
frontal atau temporal. Gejala ini bertambah buruk dan jika tidak ditangani dapat
menyebabkan terjadinya somnolen hingga koma. Tumor di sebagian besar otak dapat
mengakibatkan gangguan mental, misalnya demensia, apatia, gangguan watak dan
serta gangguan intelegensi dan psikosis. Gangguan emosi juga akan terjadi terutama
jika tumor tersebut mendesak sistem limbik (khususnya amigdala dan girus cinguli)
karena sistem limbik merupakan pusat pengatur emosi.
6. Seizure

15
Adalah gejala utama dari tumor yang perkembangannya lambat seperti astrositoma,
oligodendroglioma dan meningioma. Paling sering terjadi pada tumor di lobus frontal
baru kemudian tumor pada lobus parietal dan temporal.

Gejala Lokal Space Occupying Lesion

Gejala lokal terjadi pada tumor yang menyebabkan destruksi parenkim, infark
atau edema. Juga akibat pelepasan faktor-faktor ke daerah sekitar tumor (contohnya
: peroksidase, ion hydrogen, enzim proteolitik dan sitokin), semuanya dapat
menyebabkan disfungsi fokal yang reversibel.

a. Tumor di lobus frontalis / kortikal

Sakit kepala akan muncul pada tahap awal, sedangkan muntah dan papiludema
akan timbul pada tahap lanjutan. Walaupun gangguan mental dapat terjadi akibat
tumor di bagian otak manapun, namun terutama terjadi akibat tumor di bagian
frontalis dan korpus kalosum. Akan terjadi kemunduran intelegensi, ditandai
dengan gejala “Witzelsucht”, yaitu suka menceritakan lelucon-lelucon yang
sering diulang-ulang dan disajikan sebagai bahan tertawaan, yang bermutu
rendah.

Kejang adversif (kejang tonik fokal) merupakan simptom lain dari tumor di
bagian posterior lobus frontalis, di sekitar daerah premotorik. Tumor di lobus
frontalis juga dapat menyebabkan refleks memegang dan anosmia.
Tumor lobus frontal menyebabkan terjadinya kejang umum yang diikuti
paralisis post-iktal. Meningioma kompleks atau parasagital dan glioma frontal
khusus berkaitan dengan kejang. Tanda lokal tumor frontal antara lain disartri,
kelumpuhan kontralateral, dan afasia jika hemisfer dominant dipengaruhi.
Anosmia unilateral menunjukkan adanya tumor bulbus olfaktorius.

b. Tumor di daerah presentralis


Tumor di daerah presentralis akan merangsang derah motorik sehingga
menimbulkan kejang pada sisi kontralateral sebagai gejala dini. Bila tumor di
daerah presentral sudah menimbulkan destruksi strukturil, maka gejalanya berupa
hemiparesis kontralateral. Jika tumor bertumbuh di daerah falk serebri setinggi
daerah presentralis, maka paparesis inferior akan dijumpai.

16
c. Tumor di lobus temporalis
Bila lobus temporalis kanan yang diduduki, gejala klinis kurang menonjol.
Kecuali, bila daerah unkus terkena, akan timbul serangan “uncinate fit” pada
epilepsi. Kemudian akan terjadi gangguan pada funsgi penciuman serta halusinasi
auditorik dan afasia sensorik. Hal ini logis bila dikaitkan dengan fungsi unkus
sebagai pusat penciuman dan lobus temporalis sebagai pusat pendengaran. Gejala
tumor lobus temporalis antara lain disfungsi traktus kortikospinal kontralateral,
defisit lapangan pandang homonim, perubahan kepribadian, disfungsi memori dan
kejang parsial kompleks.

d. Tumor di lobus parietalis


Tumor pada lobus parietalis dapat merangsang daerah sensorik. Jika tumor
sudah menimbulkan destruksi strukturil, maka segala macam perasa pada daerah
tubuh kontralateral yang bersangkutan tidak dapat dikenali dan dirasakan. Han ini
akan menimbulkan astereognosia dan ataksia sensorik. Bila bagian dalam
parietalis yang terkena, maka akan timbul gejala yang disebut “thalamic over-
reaction”, yaitu reaksi yang berlebihan terhadap rangsang protopatik. Selain itu,
dapat terjadi lesi yang menyebabkan terputusnya optic radiation sehingga dapat
timbul hemianopsia Daerah posterior dari lobus parietalis yang berdampingan
dengan lobus temporalis dan lobus oksipitalis merupakan daerah penting bagi
keutuhan fungsi luhur sehingga destruksi pada daerah tersebut akan menyebabkan
agnosia (hilangnya kemampuan untuk mengenali rangsang sensorik) dan afasia
sensorik, serta apraksia (kegagalan untuk melakukan gerakan-gerakan yang
bertujuan walaupun tidak ada gangguan sensorik dan motorik). Tumor hemisfer
dominan menyebabkan afasia, gangguan sensoris dan berkurangnya konsentrasi
yang merupakan gejala utama tumor lobus parietal. Adapun gejala yang lain
diantaranya disfungsi traktus kortikospinal kontralateral, hemianopsia/

quadrianopsia inferior homonim kontralateral dan simple motor atau kejang


sensoris.
e. Tumor pada lobus oksipitalis
Tumor pada lobus ini jarang ditemui. Bila ada, maka gejala yang muncul
biasanya adalah sakit kepala di daerah oksiput. Kemudian dapat disusul dengan
17
gangguan medan penglihatan.
Tumor lobus oksipital sering menyebabkan hemianopsia homonym yang
kongruen. Kejang fokal lobus oksipital sering ditandai dengan persepsi
kontralateral episodik terhadap cahaya senter, warna atau pada bentuk geometri.
f. Tumor pada korpus kalosum
Sindroma pada korpus kalosum meliputi gangguan mental, terutama menjadi
cepat lupa sehingga melupakan sakit kepala yang baru dialami dan mereda.
Demensia uga akan sering timbul dosertai kejang tergantung pada lokasi dan luar
tumor yang menduduki korpus kalosum.
g. Tumor pada Ventrikel Tiga dan Regio Pineal
Tumor di dalam atau yang dekat dengan ventrikel tiga menghambat ventrikel
atau aquaduktus dan menyebabkan hidrosepalus. Perubahan posisi dapat
meningkatkan tekanan ventrikel sehingga terjadi sakit kepala berat pada daerah
frontal dan verteks, muntah dan kadang-kadang pingsan. Hal ini juga
menyebabkan gangguan ingatan, diabetes insipidus, amenorea, galaktorea dan
gangguan pengecapan dan pengaturan suhu.
h. Tumor Batang Otak
Terutama ditandai oleh disfungsi saraf kranialis, defek lapangan pandang,
nistagmus, ataksia dan kelemahan ekstremitas. Kompresi pada ventrikel empat
menyebabkan hidrosepalus obstruktif dan menimbulkan gejala-gejala umum.
i. Tumor Serebellar
Muntah berulang dan sakit kepala di bagian oksiput merupakan gejala yang
sering ditemukan pada tumor serebellar. Pusing, vertigo dan nistagmus mungkin
menonjol.
Gejala klinik local

- Lobus temporal : depersonalisasi, perubahan emosi, gangguan tingkah


laku, disfasia, kejang , hemianopsia/quadrianopsia inferior homonym
kontralateral.
- Lobus frontal : anosmia, dysphasia (Brocca), hemiparesis (contralateral)
- Lobus parietal : hemisensory loss, gangguan diskrimani 2 titik.
- Lobus oksipital : gangguan lapangan pandang kontalateral.
- Cerebellopontine angle : acoustic neuroma, tinitus, tuli ipsilateral,
nystagmus, menurunnya refleks kornea, dan tanda cerebelar ipsilateral.
18
- Corpus callosum : deteorisasi intelektual, kehilangan kemampuan
komunikasi.
F. KLASIFIKASI
Pembagian SOL berdasarkan etiologinya adalah
1. Tumor Otak
Neoplasma sistem saraf pusat umumnya menyebabkan suatu evaluasi progresif
disfungsi neurologis. Gejala yang disebabkan tumor yang pertumbuhannya lambat akan
memberikan gejala yang perlahan munculnya, sedangkan tumor yang terletak pada
posisi yang vital akan memberikan gejala yang muncul dengan cepat. Sekitar 10% dari
semua proses neoplasma di seluruh tubuh ditemukan pada susunan saraf dan selaputnya,
8% berlokasi di ruang intrakranial dan 2% di ruang kanalis spinalis. Proses neoplasma di
susunan saraf mencakup dua tipe, yaitu:
a. Tumor primer, yaitu tumor yang berasal dari jaringan otak sendiri yang
cenderung berkembang ditempat-tempat tertentu. Seperti ependimoma yang
berlokasi di dekat dinding ventrikel atau kanalis sentralis medulla spinalis,
glioblastoma multiforme kebanyakan ditemukan dilobus parietal,
oligodendroma di lobus frontalis dan spongioblastoma di korpus kalosum atau
pons.
b. Tumor sekunder, yaitu tumor yang berasal dari metastasis karsinoma yang
berasal dari bagian tubuh lain. Yang paling sering ditemukan adalah metastasis
karsinoma bronkus dan prostat pada pria serta karsinoma mammae pada wanita.

Neoplasma intrakranial dan Penyakit-penyakit paraneoplastik

Tumor Persentase total

Glioma 20

- Glioblastoma multiforme 10
- Astrositoma
6
- Ependimoma
- Meduloblastoma 4

- Oligodendroglioma 5

19
Meningioma 15

Pituitary adenoma 7

Neurinoma 7

Karsinoma metastasis 6

Kraniofaringioma, dermoid, epidermoid, teratoma 4

Angioma 4

Sarkoma 4

Tak dapat diklasifikasikan (terutama glioma) 5

Miscellaneous (Pinealoma, kordoma, granuloma, 3


limfoma
Total 100

a. Astrositoma adalah kelompok tumor sistem saraf pusat primer yang tersering.
Astrositoma adalah sekelompok neoplasma heterogen yang berkisar dari lesi
berbatas tegas tumbuh lambat seperti astrositoma pilositik hingga neoplasma
infiltratif yang sangat ganas seperti glioblastoma multiforme. Astrositoma
berdiferensiasi baik biasanya adalah lesi infiltratif berbatas samar yang
menyebabkan parenkim membesar dan batas substansia grisea/substansia alba
kabur
b. Oligodendroglioma paling sering ditemukan pada masa dewasa dan biasanya
terbentuk dalam hemisferium serebri. Kelainan sitogenik yang sering terjadi
pada oligodendroglioma adalah hilangnya heterozigositas di lengan panjang
kromosom 19 dan lengan pendek kromosom 1. Secara makroskopis,
oligodendroglioma biasanya lunak dan galantinosa. Tumor ini memiliki batas
yang lebih tegas dibandingkan dengan astrositoma infiltratif dan sering terjadi
kalsifikasi. Secara mikroskopis, oligodendroglioma dibedakan dengan adanya
sel infiltratif dengan nukleus bulat seragam.
c. Ependioma dapat terjadi pada semua usia. Sebagian besar muncul di dalam
salah stu rongga ventrikel atau di daerah sentralis di korda spinalis. Ependimoma
intrakranial paling sering terjadi pada dua dekade pertama kehidupan sedangkan
lesi intraspinal terutama pada orang dewasa. Ependioma intrakranial paling
sering timbul di ventrikel keempat, tempat tumor ini mungkin menyumbat CSS
20
dan menyebabkan hidrosefalus dan peningkatan tekanan intrakranial
d. Glioblastoma dapat timbul dengan masa yang berbatas tegas atau neoplasma
yang infiltratif secara difuse. Potongan tumor dapat berupa masa yang lunak
berwarna keabuan atau kemerahan, daerah nekrosis dengan konsistensi seperti
krim kekuningan, ditandai dengan suatu daerah bekas perdarahan berwarna
cokelat kemerahan
e. Meduloblastoma merupakan neoplasma yang invasif dan bertumbuh sangat
cepat. Neoplasma ini sering ditemukan pada anak. Sekitar 20% neoplasma otak
pada anak adalah meduloblastoma
f. Tumor Pleksus Khoroid, Tampilan mikroskopis tumor pleksus khoroid adalah
berupa massa dengan konsistensi lunak, vaskuler, ireguler yang berbentuk mirip
dengan kembang kol. Tumor ini cenderung berbentuk sesuai dengan kontur
ventrikel yang ditempatinya dan berekstensi melalui foramen-foramen ke dalam
ventrikel lain yang berdekatan atau ke dalam rongga subarakhnoid. Tumor ini
mendesak jaringan otak namun tidak menginvasinya

2. Hematoma Intracranial
i. Higroma subdural adalah hematom subdural lama yang mungkin disertai
pengumpulan cairan serebrospinal di dalam ruang subdural. Kelainan ini jarang
ditemukan dan dapat terjadi karena robekan selaput arakhnoid yang
menyebabkan cairan serebrospinal keluar ke ruang subdural. Gambaran klinis
menunjukkan tanda kenaikan tekanan intrakranial, sering tanpa tanda fokal
ii. Hematom subdural disebabkan oleh trauma otak yang menyebabkan robeknya
vena di dalam ruang araknoid. Pembesaran hematom karena robeknya vena
memerlukan waktu yang lama. Oleh karena hematom subdural sering disertai
cedera otak berat lain, jika dibandingkan dengan hematom epidural
prognosisnya lebih jelek
iii. Hematoma Epidura, Fraktur tulang kepala dapat merobek pembuluh darah,
terutama arteri meningea media yang masuk dalam tengkorak melalui foramen

spinosum dan jalan antara durameter dan tulang di permukaan dalam os


temporale. Perdarahan yang terjadi menimbulkan hematom epidural. Desakan
dari hematom akan melepaskan durameter lebih lanjut dari tulang kepala
sehingga hematom bertambah besar

21
3. Abses Otak
Abses otak adalah terdapatnya timbunan nanah yang terlokalisasi dalam jaringan
otak, baik disertai pembentukan kapsul ataupun tidak. Abses otak dapat berasal dari
berbagai sumber infeksi yaitu penyebaran langsung dari fokus yang berdekatan dengan
otak, metastasis berasal dari fokus jauh secara hematogen, trauma tembus kepala, pasca-
operasi kepala dan sumber infeksi tidak diketahui.
Gejala dan tanda klinis abses otak tergantung kepada banyak faktor, antara lain
lokasi, ukuran, stadium dan jumlah lesi, keganasan kuman, derajat edema otak, respons
pasien terhadap infeksi, umur pasien.
Gejala yang timbul pada stadium awal tidak spesifik, baik pada pasien dengan
penyakit jantung bawaan sianotik atau infeksi primer. Pada fase serebritis timbul gejala
sakit kepala, demam, letargi dan kejang, baik fokal atau umum. Dengan adanya
progresivitas abses, gejala yang mula-mula minimal atau tak ada sama sekali akan
menjadi jelas. Pada anak progresivitas penyakit ditandai dengan gangguan neurologis
bersamaan dengan gejala peningkatan tekanan intrakranial. Pada bayi, pembesaran
lingkar kepala yang abnormal sering dikacaukan dengan proses intrakranial yang lain
yaitu efusi subdural atau tumor.
Manifestasi abses otak sebenarnya didasarkan adanya:
 Manifestasi peningkatan tekanan intrakranial berupa sakit kepala, muntah,
papiledema
 Manifestasi supurasi intrakranial berupa iritabel, drowsiness, atau stupor, tanda
rangsang meningeal
 Tanda infeksi berupa demam, menggigil, leukositosis
 Tanda lokal jaringan otak yang terkena berupa kejang, gangguan saraf kranial,
afasia, ataksia, paresis

G. PENEGAKAN DIAGNOSIS
Perubahan Tanda Vital:
a. Denyut Nadi

Denyut nadi relatif stabil selama stadium awal dari peningkatan ICP, terutama pada
anak-anak. Bradikardi merupakan mekanisme kompensasi yang mungkin terjadi untuk
mensuplai darah ke otak dan mekanisme ini dikontrol oleh tekanan pada mekanisme
22
reflex vagal yang terdapat di medulla. Apabila tekanan ini tidak dihilangkan, maka denut
nadi akan menjadi lambat dan irregular dan akhirnya berhenti.

b. Pernapasan

Pada saat kesadaran menurun, korteks serebri akan lebih tertekan daripada batang
otak dan pada pasien dewasa, perubahan pernafasan ini normalnya akan diikuti dengan
penurunan level dari kesadaran.Perubahan pada pola pernafasan adalah hasil dari
tekanan langsung pada batang otak. Pada bayi, pernafasan irregular dan meningkatnya
serangan apneu sering terjadiantara gejala-gejala awal dari peningkatan ICP yang cepat
dan dapat berkembang dengan cepat ke respiratory arrest.
c. Tekanan Darah

Tekanan darah dan denyut nadi relatif stabil selama stadium awal dari peningkatan
ICP, terutama pada anak-anak. Dengan terjadinya peningkatan ICP, tekanan darah akan
meningkat sebagai mekanisme kompensasi; Sebagai hasil dari respon Cushing, dengan
meningkatnya tekanan darah, akan terjadi penurunan dari denyut nadi disertai dengan
perubahan pada pola pernafasan. Apabila kondisi ini terus berlangsung, maka tekanan
darah akan mulai turun.
d. Suhu Tubuh

Selama mekanisme kompensasi dari peningkatan ICP berlangsung, suhu tubuh akan
tetap stabil. Ketika mekanisme dekompensasi berubah, peningktan suhu tubuh akan
muncul akibta dari disfungsi dari hipotalamus atau edema pada traktus yang
menghubungkannya.

e. Reaksi Pupil

Serabut saraf simpatis menyebabkan otot pupil berdilatasi. Reaksi pupil yang lebih
lambat dari normalnya dapat ditemukan pada kondisi yang menyebabkan penekanan
pada nervus okulomotorius, seperti edema otak atau lesi pada otak. Penekanan pada n.
Oklulomotorius menyebabkan penekanan ke bawah, menjepit n.Okkulomotorius di
antara tentorium dan herniasi dari lobus temporal yang mengakibatkan dilatasi pupil
yang permanen. N. okulomotorius (III) berfungsi untuk mengendalikan fungsi pupil.
Pupil harus diperiksa ukuran, bentuk dan kesimetrisannya dimana ketika dibandingkan

23
antara kiri dan kanan, kedua pupil harus memiliki ukuran yang sama. Normalnya,
konstriksi pupil akan terjadi dengan cepat.
Pemeriksaan fisik neurologis dalam menegakan diagnosis
a. Pemeriksaan mata yaitu ukuran pupil,bentuknya dan reaksinya terhadap
cahaya,pemeriksaan visus dan lapang pandang penglihatan serta pemeriksaan
gerakan bola mata
b. Pemeriksaan funduskopi untuk menentukan oedema pada papil nervus optikus
atau atrofi papil nervus optikus et causa papil odema tahap lanjut.
c. Pemeriksaan motorik yaitu gerak, kekuatan, tanus, trofi, refleks fisiologi, reflek
patologis, dan klonus.
d. Pemeriksaan sensibilitas.

Pemeriksaan Penunjang
 Elektroensefalografi (EEG)

 Foto polos kepala

 Arteriografi

 Computerized Tomografi (CT Scan)

 Magnetic Resonance Imaging (MRI)

ASTROSITOMA
Salah satu tumor yang merupakan frekuensi terbesar dari semua jenis tumor di otak
adalah glioma. Insidens dari glioma besarnya 5 per 100.000 penduduk. Menurut Badan
Kesehatan Sedunia (World Health Organization / WHO) terdapat tiga jenis glioma yang dapat
dibedakan dari pemeriksaan histopatologis yaitu astrocytoma, oligendroglioma dan mixed
oligoastrocytoma. Dari ketiga jenis glioma ini, astrositoma merupakan tumor yang paling sering
dan mencakup lebih dari 50% tumor ganas primer di otak.
Tumor ini memiliki beberapa karakteristik antara lain : i) dapat timbul pada berbagai
lokasi di susunan saraf pusat (SSP), tetapi lebih sering ditemukan pada hemisfer serebral, ii)
biasanya menimbulkan manifestasi pada usia dewasa, iii) memberikan gambaran histopatologi
dan perilaku biologi yang berbeda-beda, iv) dapat mengadakan infiltrasi ke sekitarnya maupun
ke tempat-tempat yang jauh tanpa dipengaruhi oleh gambaran histopatologi, v) memiliki

24
kecenderungan untuk progresif menjadi fenotip yang lebih ganas seperti anaplastic astrocytoma
dan glioblastoma.

EPIDEMIOLOGI
Astrositoma merupakan tumor yang banyak terjadi pada dekade pertama kehidupan
dengan puncaknya antara usia 5-9 tahun. Insidens astrositoma difus terbanyak dijumpai pada
usia dewasa muda (30- 40 tahun) sebanyak 25% dari seluruh kasus. Sekitar 10 % terjadi pada
usia kurang dari 20 tahun, 60% pada usia 20-45 tahun dan 30% di atas 45 tahun.(2)Kasus pada
laki-laki didapatkan lebih banyak dari wanita dengan rasio sebesar 1,18 : 1

KLASIFIKASI
Berdasarkan kecenderungannya untuk menjadi anaplasia, WHO mengklasifikasi
astrositoma menjadi pilocytic astrocytoma (grade I), diffuse astrocytoma (grade II), anaplastic
astrocytoma (grade III) dan glioblastoma multiforme (grade IV).
Grade I merupakan tumor yang memberikan gambaran histologis yang stabil, yang
dikenal sebagai tumor jinak. Tanda-tanda bahwa tumor tersebut atipik adalah gambaran inti sel
yang atipik seperti kromatin inti yang kasar, bentuk inti yang bermacam-macam, jumlah inti
lebih dari satu pada satu sel, dan terdapat pseudoinklusi. Selain itu aktivitas mitosis, bentuk sel,
proliferasi vaskuler dan nekrosis juga memberikan informasi mengenai perilaku biologi tumor.
Kriteria disebut glioblastoma multiforme antara lain, hiperselluler, bentuk sel dan inti sel
bermacam-macam, proliferasi endotel, gambaran mitosis dan sering disertai dengan nekrosis.
Kriteria astrocytoma anaplastic antara lain, jumlah sel lebih sedikit dibandingkan dengan
glioblastoma multiforme, demikian juga dengan gambaran sel dan inti sel serta mitosis yang
lebih sedikit, umumnya tidak disertai dengan nekrosis

PATOFISIOLOGI
Tumor ini akan menyebabkan penekanan ke jaringan otak sekitarnya, invasi dan
destruksi terhadap parenkim otak. Fungsi parenkim akan terganggu karena hipoksia arterial
maupun vena, terjadi kompetisi pengambilan nutrisi, pelepasan produk metabolisme, serta
adanya pengaruh pelepasan mediator radang sebagai akibat lanjut dari hal tersebut diatas. Efek
massa yang ditimbulkan dapat menyebabkan gejala defisit neurologis fokal berupa kelemahan
suatu sisi tubuh, gangguan sensorik, parese nervus kranialis atau bahkan kejang

25
GEJALA KLINIK
Kejang-kejang umum merupakan manifestasi utama yang seringkali dijumpai,
walaupun secara retrospektif dapat djumpai gangguan-gangguan lain terlebih dahulu seperti
kesulitan berbicara, perubahan sensibilitas, gangguan penglihatan atau motorik Pada tumor low
grade astrositoma kejangkejang dijumpai pada 80% kasus dibandingkan highgrade sebesar
30%. Jika dibandingkan dengan astrocytoma anaplastic, gejala awal berupa kejang lebih jarang
dijumpai. Gejala lainnya adalah meningginya tekanan intrakranial sebagai akibat pertumbuhan
tumor yang dapat menyebabkan edema vasogenik. Penderita mengalami keluhan keluhan sakit
kepala yang progresif, nausea, muntah-muntah, mengantuk, dan gangguan penglihatan (edema
papil pada pemeriksaan funduskopi, atau diplopia akibat kelumpuhan nervus abdusens). Gejala
meningginya tekanan intracranial lainnya adalah terjadinya hidrosefalus. Semakin
bertumbuhnya tumor gejala-gejala yang ditemukan sangat tergantung dari lokasi tumor tersebut.
Tumor supratentorial dapat menyebabkan gangguan motorik atau sensitifitas, hemianopsia,
afasia atau kombinasi gejala-gejala. Sedangkan tumor di fosa posterior dapat menimbulkan
kombinasi dari gejala gejala kelumpuhan saraf kranial, disfungsi serebeler dan gangguan
kognitif

GAMBARAN RADIOLOGIS
Pemeriksaan computed tomography imaging (CT scan) dan magnetic resonance
imaging (MRI) di daerah kepala dengan dan tanpa kontras, sangat membantu dalam diagnosa,
penentuan grading, dan evaluasi patofisiologi tumor ini. MRI dapat memberikan gambaran yang
lebih baik dari pada CT scan. Pada pemeriksaan CT scan, gambaran low grade astrocytoma
akan terlihat sebagai lesi dengan batas tidak jelas, homogen, hipodens tanpa penyangatan
kontras (Lihat Gambar 1). Kadang kadang dapat ditemukan kalsifikasi, perubahan kistik dan
sedikit penyangatan kontras.

Gambar 1. CT scan low grade astrocytoma, kiri tanpa kontras, kanan dengan kontras, tidak
tampak penyangatan.
Pada astrocytoma anaplastic akan terlihat massa yang tidak homogen, sebagian dengan
gambaran lesi hipodens dan sebagian lagi hiperdens. Umumnya disertai dengan penyangatan
26
contrast. Pada glioblastoma multiforme akan tampak gambaran yang tidak homogen, sebagian
massa hipodens, sebagian hiperdens dan terdapat gambaran nekrosis sentral. Tampak
penyangatan pada tepi lesi sehingga memberikan gambaran seperti cincin dengan dinding yang
tidak teratur. Secara umum, astrositoma akan memberikan gambaran isointens pada T1 dan
hiperintens pada T2. (Lihat Gambar 2).

Gambar 2. MRI, (a) potongan coronal T-1 tampak massa hipointens, (b) potongan axial T-2
tampak massa hiperintens

TATALAKSANA
Pada saat menentukan jenis pengobatan bagi penderita astrositoma, perlu dinilai
manfaat yang akan diperolehnya. Manfaat tersebut diukur berdasarkan lamanya kelangsungan
hidup penderita dibandingkan lamanya pemberian pengobatan. Dan yang paling penting adalah
kualitas hidup penderita setelah pengobatan. Pengobatan utama yang dilakukan saat in
mencakup : a) pembedahan, b) radioterapi, dan c) kemoterapi.
Pembedahan dilakukan berdasarkan besarnya tumor di dalam otak dan status
fungsional penderita. Penderita yang mengalami tumor yang berlokasi di pusat vital dengan
hemiparesis, disfasia/afasia, penderita usia lanjut bukan merupakan indikasi untuk operasi.
Diagnostik dikonfirmasi melalui biopsi dan dilanjutkan dengan pemberian radioterapi. Penderita
lainnya dapat dilakukan pembedahan, seperti open craniotomy dan stereotactic biopsy. Biopsi
secara stereotaktik merupakan tindakan minimal invasive terutama terhadap tumor yang
letaknya dalam dan di tempat yang sulit dicapai. Jika disertai dengan hidrosefalus, dapat
dilakukan VP Shunt atau External Ventricular Drainage (EVD). Peranan pembedahan bagi
penderita antara lain untuk: (i) melakukan dekompresi terhadap massa tumor, (ii) mengambil
jaringan untuk pemeriksaan histopatologi, sehingga dapat direncanakan pengobatan adjuvans
dan memperkirakan prognosis.
Radioterapi sudah berhasil memperpanjang kelangsungan hidup penderita terutama
dengan grade tumor yang tinggi. Pemberian radioterapi pada penderita astrositoma mampu
memperkecil massa tumor dan memperbaiki gejala-gejala neurologis sebesar 50 - 75% kasus.

27
Pada saat ini, kemoterapi bukanlah pilihan utama untuk pengobatan astrositoma. Bila tumor
menjadi ganas, pembedahan, radioterapi dan pemberian kemoterapi dapat dilakukan.
Astrositoma yang ganas bersifat incurable, dan tujuan utama pengobatan adalah untuk
memperbaiki gangguan neurologis (seperti fungsi kognitif) dan memperpanjang kelangsungan
hidup penderita. Pengobatan simtomatis, rehabilitasi dan dukungan psikologis sangat penting.
Pemberian steorid umunya akan memberikan hasil yang membaik karena pengurangan
efek massa tumor yang disertai edema sekitar tumor. Pemberian steroid harus segera dihentikan
setelah dilakukan tindakan pembedahan. Antikonvulsan tidak diberikan secara sistematik dan
hanya diberikan pada penderita yang mengalami kejang. Obat ini dapat menimbulkan efek
samping dan mengganggu pemberian kemoterapi. Median dari kelangsungan hidup penderita
astrositoma adalah 5-8 tahun.

PROGNOSIS
Prognosis penderita astrositoma tergantung dari tiga faktor : i) usia, ii)status fungsional,
dan iii) grade histologis. Penderita usia ≤45 tahun mempunyai kelangsungan hidup empat kali
lebih besar dibandingkan penderita berusia ≥65 tahun. Pada low grade astrocytoma, prognosis
akan lebih buruk jika disertai dengan peningkatan tekanan intrakranial, gangguan kesadaran,
perubahan perilaku, deficit nerologis yang bermakna, dan adanya penyangatan kontras pada
pemeriksaan radiologi.

28

Anda mungkin juga menyukai