Anda di halaman 1dari 9

Kata Pengantar

Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa sehingga
“Buletin” pertama ini dapat kami selesaikan dari rangkaian tahap yang cukup
panjang. Tersusunnya Buletin ini tentu tak lepas dari dukungan beberapa pihak,
terlebih kepada kerja kolektif tim Menyisir Hipmi Pare Komisariat Unhas yang
telah merealisasikan kegiatan ini. Menyisir merupakan salah satu program kerja
pengurus Hipmi Pare Komisariat Unhas Periode 2018-2019 yang pertama kalinya
menjadi program kerja berfokus kepada riset. Menyisir adalah kegiatan
menganalisi masyarakat pesisir yang tentunya di lakukan di Kota Parepare yaitu
di Kelurahan Lumpue, Kecamatan Bacukiki Barat. Tujuan dari kegiatan menyisir
ini, sebagai langkah awal untuk mewadahi kader Hipmi Pare Komisariat Unhas
dalam menganalisis fenomena yang terjadi dalam masyarakat, sekaligus
mengetahui secara pasti fenomena terkait masyarakat pesisir Kota Parepare.

Kegiatan ini merupakan kajian menggali informasi tentang kehidupan


masyarakat pesisir, agar nantinya dapat menjadi bahan dan informasi awal
bagi Komisariat Unhas untuk selanjutnya dapat menjadi acuan bagi kami,
dalam berkegiatan yang bersentuhan langsung dengan masyarakat. Kami
sadar bahwa Buletin perdana ini pastinya masih teramat jauh dari kata
sempurna, namun hal demikian merupakan langkah-langah menuju sesuatu
yang lebih baik lagi, sebisa mungkin buletin ini menyajikan informasi yang real
dari wawancara dengan masyarakat pesisir Kota Parepare. Harapan kami,
semoga kegiatan seperti menyisir ini tetap berumur panjang dan memberi
manfaat kepada seluruh pihak yang bersangkutan.

KETUA HP KOM. UNHAS


PERIODE 2018-2019

3
Apakah Cukup Hanya Dengan Mengandalkan Laut?

Pengambilan data kembali saya lakukan di Kelurahan Lumpue,


Kecamatan Bacukiki Barat, Kota Parepare. Adapun kajian yang kebetulan akan
saya lakukan terkait tentang "Bagaimana seorang nelayan bertahan hidup jika
tidak pergi melaut”. Salah satu hal yang membuat saya tak sungkan untuk
kembali bercakap-cakap dengan seorang nelayan adalah kebaikan dan
kemurahan hati mereka saat kami mengambil informasi terkait kehidupan
mereka, membuat saya merasa seperti keluarga.

Kehidupan seorang nelayan dalam faktanya memang jauh dari kata


sejahtera, menggantungkan sepenuhnya kehidupan pada lautan yang sama
sekali tidak memberi jaminan hasil tangkapan yang melimpah ruah tiap saat.
Tak ada hasil pasti dari tangkapan ikan para nelayan, hal inilah yang menjadi
salah satu faktor bahwa kehidupan nelayan selalu jauh dari perekonomian
yang mencukupi, sebab resiko ketidakpastian yang cukup tinggi.

4
Meski demikian, para nelayan harus melakukan sesuatu selain berlayar
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarganya. Pembagian peran antar
suami dan istri sudah terjadi di kehidupan mereka, tuntutan ekonomi
mengharuskan keluarga nelayan untuk tidak hanya mengandalkan lautan
sebagai sumber penghasilan satu-satunya. Dari hasil lapangan yang saya
temukan, benar adanya keluarga nelayan kebanyakan memiliki pekerjaan
sampingan, seperti usaha menjual es balok atau membuka jualan barang
campuran yang sepenuhnya dilakukan oleh kaum perempuan dalam hal ini istri
nelayan. Mereka yang kebetulan bermukim di sekitar lokasi wisata pantai
lumpue, juga menjadikan hal itu sebagai peluang untuk menjual jajanan di
kawasan wisata. Sedangkan seorang suami, jika tidak sedang melaut mereka
akan menjadi buruh harian dengan pekerjaan menjadi tukang batu.

Bagi mereka, kehidupan di pesisir dewasa ini tidak memberikan


penghasilan secara pasti, sehingga mau tidak mau mereka harus sesekali tidak
mengandalkan lautan dan berjumpa dengan kehidupan luar pesisir.
Kesenjangan adalah kata dari apa yang dapat saya simpulkan selama
melakukan analisa terhadap kehidupan nelayan. Ketimpangan yang terjadi
pada sektor ekonomi, kesehatan, dan pendidikan para nelayan masih jauh
dari kata memadai. Butuh peran serta berbagai pihak untuk mengatasi salah
satu masalah dari kehidupan sosial di kota ini.

5
Peran Istri Nelayan
Di kelurahan lumpue kecamatan
bacukiki barat kota parepare saya
melanjutkan riset masyarakat pesisir.
Penelitian kedua saya kali ini lebih fokus ke
Dalam beberapa potret kehidupan
berbagai kendala yang dihadapi oleh
rumah tangga nelayan, seperti contohnya
para istri nelayan Kelurahan Lumpue.
di daerah mandar, peran serta istri di
Misalnya saja, adanya kendala untuk
dalam peningkatan ekonomi keluarga
meningkatkan peran sosial ekonomi
disebut “Sibaliq parriq” yang berarti saling
keluarganya. Dari pendapat para istri
berbagi kesulitan. Keluarga nelayan di
nelayan, hampir semua memiliki
Mandar membagi peran suami dan istri
permasalahan.
yang cukup adil. Seorang suami pergi
Berdasarkan hasil wawancara dengan melaut, lalu hasil tangkapan suami
istri nelayan, permasalahan pendidikan sepenuhnya akan diserahkan kepada istri
yang rendah serta keterampilan yang untuk dijual atau dikonsumsi.
minim menjadikan para istri memiliki ruang
Narasumber saya bernama Hasna
gerak yang terbatas. Rendahnya
(52) dengan pekerjaan sebagai ibu rumah
pendidikan dan keterampilan ini
tangga, tanpa melakukan aktifitas khusus
menyebabkan istri nelayang tak mampu
dalam peningkatan ekonomi keluarga,
melakukan banyak hal, terutama dalam
hanya sebatas menjalankan kewaiban
peningkatan ekonomi keluarga.
sebagai ibu rumah tangga. Meski demikian,
pembagian peran tetap terjadi antara
suami dan istri, dimana seorang suami
bertugas sebagai pencari nafkah.
Sedangkan istri bertugas sebagai ibu rumah
tangga.

6
Di Kelurahan Lumpue, para istri nelayan
mempunyai tugas utama mengatur dan
mengelola urusan rumah tangga. Tugas yang
dilakukan oleh istri nelayan dalam urusan
kerumah tanggaan diantaranya :

(a)Menyiapkan kebutuhan logistik keluarga.

(b)Mencuci baju kotor suami dan anak-


anaknya.

(c)Membersihkan rumah.

(d)Mengelola keuangan rumah tangga.

(e)Mendidik dan membesarkan anak.

Selain mengurus rumah tangga keluarga,


Ibu Hasna juga kadang membantu suaminya
menjual ikan hasil tangkapan suaminya di pasar.

Adapun wewenang lain dari istri nelayan


yaitu, mereka mampu menentukan harga jual
ikan hasil tangkapan suaminya, sebelum
selanjutnya hasil tangkapan segera menemui
pembelinya dalam pasar.

7
Mappande Sasi
Setiap daerah memiliki adat dan kepercayaan sendiri terkait dengan hajat
hidup masyarakat tertentu yang berbeda adat satu sama lain dengan daerah
lainnya. Perbedaan adat itulah yang menjadi pembeda serta identitas suatu
kelompok masyarakat. Segala perbedaan adat tersebut terjabarkan melalui
kepercayaan, perilaku ekonomi, teknologi dan kehidupan sehari-hari yang
keseluruhan merupakan warisan turun temurun dari pendahulu mereka.

Agama kepercayaan merupakan salah satu alat untuk mengontrol nilai


dan norma yang berlaku di dalam masyarakat yang telah mengakar hingga ke
setiap sendi-sendi kehidupan bermasyarakat. Agama islam yang merupakan
keyakinan sebagian besar nelayan di Kota Parepare, membuat mereka harus
menyeimbangkan antara aktifitas ekonomi dan sisi religius mereka. Sebagai
contoh, nelayan ditempat saya menganalisa, meliburkan diri untuk melaut di
hari jumat, sebab lebih penting melakukan ibadah daripada melaut.

8
Salah satu tradisi yang masih dipertahankan oleh masyarakat di Kelurahan
Lumpue adalah ritual “Mappande sasi” yang berarti memberikan sesaji kepada
lautan sebagai bentuk doa memohon keselamatan dan terhindar dari cuaca
buruk atau celaka lainnya. Ritual ini telah dilakukan oleh nenek moyang mereka
dari kesukuan Mandar tempat para leluhur mereka berasal dan diturunkan
secara turun temurun hingga detik ini.

Proses ritual mapande sasi dipimpin oleh seorang sandro yang berasal dari
suku mandar. Sandro (dukun) dalam kehidupan sehari-harinya hidup bersama
dengan masyarakat dan mempunyai mata pencaharian sama seperti
masyarakat lainnya, yakni seorang nelayan. Akan tetapi, seorang sandro
biasanya ada hal-hal tertentu yang membedakannya dengan masyarakat
pada umumnya. Seorang sandro dapat berhubungan dengan roh-roh para
leluhur yang dianggap membantu dan melindungi keselamatan nelayan
dalam tiap pelayarannya ke laut.

Salah satu masyarakat menyatakan bahwa nelayan dan pelaut-pelaut


dari Sulawesi Selatan mempercayai keyakinan dan praktik agama sebagai
model penyelamatan serta keberuntungan ekonomi. Dengan keyakinan
melalui doa dan mantra, mereka dapat dihindarkan dari ancaman ganasnya
gelombang laut, badai, pusaran air, dan arus besar. Nelayan juga meyakini
Kekuatan doa dapat menghindarkan mereka dari gangguan raksasa laut
(gurita, hiu) dan menjinakkan gelombang, bahkan menaklukkan hantu-hantu
laut di lokasi-lokasi penangkapan ikan. Spirit agama dipadukan dengan mental
untuk menggerakkan usaha lainnya seperti keberanian menanggung resiko
ekonomi. Keteguhan mental, persaingan, adanya adaptasi, wawasan luas, dan
lain-lain menjadi modal sosial masyarakat Mandar dan Bugis.

Anda mungkin juga menyukai