PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Psikososial merupakan suatu prilaku dimana seseorang dapat menemukan
identitas dirinya dan bersosialisasi sesuai dengan tahap kembangnya, psikososial juga
dapat memicu terjadinya prilaku kekerasan, jika seseorang itu tidak bisa menemukan
identitas dirinya dan tidak bisa memenuhi kebutuhannya.
Perilaku kekerasan biasa disebut juga dengan prilaku yang bersifat agresif yang
menimbulkan suatau prilaku kasar atau kata-kata yang menggambarkan prilaku
permusuhan, mengamuk dan potensi untuk merusak secara fisik yang dapat
menimbulkan kerusakan dan membahayakan baik bagi diri sendiri maupun lingkungan.
Masalah yang dapat ditimbulkan dari prilaku kekerasan ini selain merusak dirinya
sendiri, juga merusak orang lain dan lingkungan, contoh merusak orang lain, misalnya,
memukul orang lain, menciderai orang lain dan memandang tajam orang tersebut
seperti memandang orang tersebut sebagai musuh terbesarnya, kemudian contoh dari
lingkungan, misalnya merusak dan mengotori lingkungan tersebut juga termasuk dalam
prilaku kekerasan.
Klien yang bisa datang keunit psikiatri, biasanya datang dalam keadaan
mekanisme koping yang tidak adekuat. Selama masa-masa stress klien, sering terjadi
prilaku agresif dan melukai. Oleh karena itu, peran perawat sangatlah penting dalam
melakukan pencegahan dan penanganan prilaku kekersan, karena perawat lebih banyak
menghabiskan waktunya bersama klien dibanding dengan profesi lain. Namun hal ini
lebih beresiko pula pada perawat untuk menjadi korban dari prilaku klien. Karena
alasan tersebut, maka kita sebagai calon perawat, harus dapat mengkaji klien dengan
beresiko prilaku kekerasan dan mengintervensinya secara efektif.
Perawat perlu menjalin hubungan terapeutik kepada klien agar terjalin hubungan
saling percaya antara klien dan perawat. Sehingga memudahkan perawat untuk
mendapatkan data tentang apa yang dirasakan klien sehingga membuat klien marah.
Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa marah merupakan salah satu respon yang
memicu terjadinya perilaku kekerasan.
B. Tujuan Penulisan
Tujuan Khusus
Setelah menyusun makalah ini diharapkan mahasiswa mampu :
1. Mengetahui pengertian Resiko Perilaku Kekerasan
2. Mengetahui tahap-tahap Resiko Perilaku Kekerasan
3. Mengetahui proses terjainya masalah Resiko Perilaku Kekerasan
4. Mengetahui tanda, gejala dan penyebab Resiko Perilaku Kekerasan
5. Mampu membuat asuhan keperawatan pada klien dengan Resiko Perilaku
Kekerasan
C.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
B. Rentan Respon
a. Respon Adaptif
Respon adaprif adalah respon yang dapat diterima norma-norma sosial
budaya yang berlaku. Dengan kata lain, individu tersebut dalam batas normal jika
menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan masalah tersebut, respon
adaptif (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 96):
1) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan
2) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan
3) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari
pengalaman
4) Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas
kewajaran
5) Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan
lingkungan
b. Respon Maladaptif
1) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan
walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan
kenyataan social
2) Perilaku kekerasan merupakan status rentang emosi dan ungkapan
kemarahan yang dimanifestasiakn dalam bentuk fisik
3) Kerusakan proses emosi adalah perubahan status yang timbul dari hati
4) Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu perilaku yang tidak teratur
(Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 97).
a. Psikologis
Menurut Townsend(1996, dalam jurnal penelitian) Faktor psikologi
perilaku kekerasan meliputi:
1) Teori Psikoanalitik, teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya
kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya
ego dan membuat konsep diri yang rendah. Agresif dan kekerasan
dapat memberikan kekuatan dan meningkatkan citra diri (Nuraenah,
2012: 30).
2) Teori pembelajaran, perilaku kekerasan merupakan perilaku yang
dipelajarai, individu yang memiliki pengaruh biologik terhadap
perilaku kekerasan lebih cenderung untuk dipengaruhioleh peran
eksternal (Nuraenah, 2012: 31).
b. Perilaku, reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan,
sering mengobservasi kekerasan dirumah atau diluar rumah, semua aspek
ini menstiumulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan (Eko Prabowo,
2014: hal 142).
c. Sosial budaya, proses globalisasi dan pesatnya kemajuan teknologi
informasi memberikan dampak terhadap nilai-niali sosial dan budaya pada
masyarakat. Di sisi lain, tidak semua orang mempunyai kemampuan yang
sama untuk mnyesuaikan dengan berbagai perubahan, serta mengelola
konflik dan stress (Nuraenah, 2012: 31).
d. Bioneurologis, banyak bahwa kerusakan sistem limbik, lobus frontal, lobus
temporal dan ketidak seimbangan neurotransmitter turut berperan dalam
terjadinya perilaku kekerasan (Eko Prabowo, 2014: hal 143).
2. Faktor Presipitasi
Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa terancam, baik
berupa injury secara fisik, psikis atau ancaman knsep diri. Beberapa faktor
pencetus perilaku kekerasan adalah sebagai berikut:
a. Konsis klien: kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan, kehidupan
yang penuh dengan agresif dan masa lalu yang tidak menyenangkan.
b. Interaksi: penghinaan, kekerasan, kehilangan orang, merasa terancam baik
internal dari permasalahan diri klien sendiri maupun eksternal dari
lungkungan.
c. Lingkungan: panas, padat dan bising
3. Faktor resiko
NANDA (2016) menyatakan faktor-faktor dari resiko dari resiko perilaku
kekerasan terhadap diri sendiri (risk for self-directed violence) dan resiko
perilaku kekerasan terhadap orang lain (risk for other-directed violence).
a. Resiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri (risk for self-directed
violence)
1) Usia ≥ 45 tahun
2) Usia 15-19 tahun
3) Isyarat tingkah laku (menulis catatan cinta yang sedih,menyatakan
pesan bernada kemarahan kepada orang tertentu yang telah menolak
individu tersebut,dll)
4) Konflik mengenai orientasi seksual
5) Konflik dalam hubungan interpersonal
6) Pengangguran atau kehilangan pekerjaan (masalah pekerjaan)
7) Terlibat dalam tindakan seksual autoerotik
8) Sumber daya personal yang tidak memadai
9) Status perkawinan (sendiri,menjanda,bercerai)
10) Isu kesehatan mental (depresi,psikosis,gangguan kepribadian,
penyalah gunaan zat)
11) Pekerjaan (propesional,eksekutif,administrator atau pemilik
bisnis,dll).
12) Pola kesulitan dalam keluarga (riwayat bunuh diri,sesuatu yang
bersifat kekerasan atau konfliktual)
13) Isu kesehatan fisik
14) Gangguan psikologis
15) Isolasi sosial
16) Ide bunuh diri
17) Rencana bunuh diri
18) Riwayat upacara bunuh diri berulang
19) Isyarat verbal (membicarakan kematian,menanyakan tentang dosis
mematikan suatu obat,dll)
b. Resiko perilaku kekerasan terhadap orang lain (risk for other-directed
violence)
1) Akses atau ketersediaan senjata
2) Alterasi (gangguan) fungsi kognitif
3) Perlakuan kejam terhadap binatang
4) Riwayat kekerasan masa kecil, baik secara fisik, psikologis, maupun
seksual
5) Riwayat penyalah gunaan zat
6) Riwayat menyaksikan kekerasan dalam keluarga
7) Impulsif
8) Pelangaran atau kejahatan kendaraan bermotor (seperti pelanggaran
lalu lintas, penggunaan kendaraan bermotor untuk melampiaskan
amarah)
9) Bahasa tubuh negatif (seperti, kekakuan, mengepalkan tinju/pukulan,
hiperaktivitas, dll)
10) Gangguan neorologis (trauma kepala, gangguan seranjang, kejang,
dll)
11) Intoksikasi patologis
12) Riwayat melakukan kekerasan tidak langsung (kencingdi lantai,
menyobek objek di dinding, melempar barang, memecahkan
kaca,membanting pintu,dll)
13) Pola prilaku kekerasan terhadap orang lain (menendang, memukul,
menggigit, mencakar,upaya perkosaan, memperkosa, pelecahan
seksual, mengencingi orang, dll)
14) Pola ancaman kekerasan (ancaman secara verbal terhadap objek atau
orang lain, menyumpah serapah, gestur atau catatan mengancam,
ancaman seksual, dll)
15) Pola perilaku kekerasan antisosial (mencuri,meminjam dengan
memaksa,penolakan terhadap medikasi,dll)
16) Komplikasi perinatal
17) Komplikasi prenatal
18) Menyalakan api
19) Gangguan psikosis
20) Perilaku bunuh diri
D. Tahapan
Tahapan perilaku agresif atau resiko perilaku kekerasan: (Fontaine, 2009)
a. Tahap 1 : Tahap memicu
Perasaan : Kecemasan
Perilaku :Agitasi, mondar-mandir, menghindari kontak
Tindakan perawat : Mengidentifikasi factor pemicu, mengurangi kecemasan,
memecahkan masalah bila memungkinkan.
c. Tahap 3 : Krisis
Perasaan : Peningkatan kemarahan dan agresi
Perilaku : Agitasi, gerakan mengancam, menyerang orang disekitar,
berkata kotor; berteriak
Tindakan perawat : Lanjutkan intervensi tahap 2, dalam menjaga jarak
pribadi, hangat (tidak mengancam) konsekuensi, cobalah untuk menjaga
komunikasi
G. Mekanisme Koping
Menurut Stuart & Laraia (2005, hal :69), mekanisme koping yang dipakai pada klien
marah untuk melindungi diri antara lain :
1. Sublimasi, yaitu menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya dimata
masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya
secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan
kemarahannya pada obyek lain seperti meremes adonan kue, meninju tembok dan
sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
2. Proyeksi, yaitu menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau
keinginannya yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang
menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya,
berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba merayu, mencumbunya.
3. Represi, yaitu mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk
kealam sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orangtuanya yang
tidak disukainya akan tetapi menurut ajaran dan didikannya sejak kecil bahwa
membenci orangtua adalah hal yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga
perasaan benci itu ditekannya dan ahirnya ia dapat melupakannya.
4. Relaksasi formasi, yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan,
dengan melebih lebihkan sikap dan prilaku yang berlawanan dan
menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya seseorang yang tertarik pada
teman suaminya, akan memperlakukan orang tersebut dengan kasar.
5. Displacement, yaitu meleaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan,
pada obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang
membangkitkan emosi itu. Misalnya anak berusia 4 tahun marah karena ia baru
saja mendapatkan hukuman dari ibunya karena menggambar didinding kamarnya.
Dia mulai bermain perang-perangan dengan temannya.
H. Sumber Koping
Menurut Stuart & Laraia (2005, hal : 68), sumber koping dapat berupa aset
ekonomi, kemampuan dan keterampilan, tekhnik defensif, dukungan sosial, dan
motivasi. Hubungan antara individu, keluarga, kelompok dan masyarakat sangat
berperan peran penting pada saat ini. Sumber koping lainnya termasuk kesehatan dan
energi, dukungan spiritual, keyakinan positif, keterampilan menyelesaikan masalah dan
sosial, sumber daya sosial dan materia, dan kesejahteraan fisik.
Keyakinan spiritual dan melihat diri positif dapat berfungsi sebagai dasar harapan
dan dapat mempertahankan usaha seseorang mengatasi hal yang paling buruk.
Keterampilan memecahkan masalah termasuk kemampuan untuk mencari informasi,
mengidentifikasi masalah, menimbang alternatif, dan melaksanakan rencana tindakan.
Keterampilan sosial memfasilitasi penyelesaian masalah yang melibatkan orang lain,
meningkatkan kemungkinan untuk mendapatkan kerjasama dan dukungan dari orang
lain dan memberikan kontrol sosial individu yang lebih besar, ahirnya aset materi
berupa barang dan jasa yang bisa dibeli dengan uang.
Sumber koping sangat meningkatkan pilihan seseorang mengatasi di hampir
semua situasi stres. Pengetahuan dan kecerdasan yang lain dalam menghadapi sumber
daya yang memungkinkan orang untuk melihat cara yang berbeda dalam menghadapi
stres. Akhirnya, sumber koping juga termasuk kekuatan ego untuk mengidentifikasi
jaringan sosial, stabilitas budaya, orientasi pencegahan kesehatan dan konstitusional.
Dan bila klien dianggap hendak melakukan kekerasan, maka perawat harus :
a. Melaksanakan prosedur klinik yang sesuai untuk melindungi klien dan tenaga
kesehatan
b. Beritahu ketua tim
c. Bila perlu, minta bantuan keamanan
d. Kaji lingkungan dan perubahan yang perlu
e. Beritahu dokter dan kaji PRN untuk pemberian obat
a. Kesadaran diri
Perawat harus menyadari bahwa stres yang dihadapinya dapat
mempengaruhi komunikasinya dengan klien. Bila perawat tersebut mearasa lebih,
cemas, marah, arau apatis maka akan sulit baginya untuk membuat klien tertarik.
Oleh karenanya, bila perawat itu sendiri dipenuhi dengan masalah, maka energi
yang dimilikinya bagi klien menjadi berkurang. Untuk mecegah semua itu, maka
perawat harus terus menerus meningkatkan kesadaran dirinya dan melakukan
supervisi dengan memisahkan antara masalah pribadi dan masalah klien
b. Pendidikan klien
Pendidikan yang diberikan mengenai cara berkomunikasi dan cara
mengekspresikan marah yang tepat. Banyak klien yang mengalami kesulitan
mengekspresikan perasaanya, kebutuhan, hasrat dan bahkan kesulitan
mengkomunikasikan semua ini kepada orang lain.jadi dengan perawat
berkomunikasi diharapkan agar klien mau mengekspresikan perasaannya, lalu
perawat menilai apakah respon yang diberiakn klien adaptif atau maladaptif
c. Latihan asertif
Kemampuan berasal interpresonal yang harus dimiliki perawat:
1) Berkomunikasi secara langsung dengan setiap orang
2) Mengatakan tidak untuk sesuatu yang tidak beralasan
3) Sanggup melakukan komplain
4) Mengekspresikan penghargaan dengan tepat
d. Komunikasi
Strategi berkomunikasi dengan perilaku agresif :
1. Bersikap tenang
2. Bicara lembut
3. Bicara tidak dengan cara menghakimi
4. Bicara netral dengan cara yang konkrit
5. Tunjukan respek pada klien
6. Hindari intensitas kontak mata langsung
7. Demontrasikan cara mengontrol situasi tanpa kesan berlebihan
8. Fasilitas pembicara klien
9. Dengarkan klien
10. Jangan terburu-buru menginterprestasikan
11. Jangan buat janji yang tidak dapat perawat tepati
e. Perubahan lingkungan
Unit perawatan sebaiknya menyediakan berbagai aktivitas seperti : membaca,
grip program yang dapat mengurangi perilaku klien yang tidak sesuai dan
meningkatkan adaptasi sosialnya.
f. Tindakan perilaku
Pada dasarnya membuat kontrak dengan klien mengenai perilaku yang dapat
diterima dan yang tidak dapat diterima, konsekuensinya yang didapat bila kontrak
dilanggar dan apa saja kontribusi perawat selama perawatan.
g. Psikofarmakologi
Antianxiety dan srdative-Hipnitic. Obat-oabatan ini dapat mengendaikan
agistasi yang akut. Benzodiazepines seperti Lorazepam dan Clonaxepam, sering
digunakan ini tidak direkomwndasikan untuk penggunaan dalam waktu lama
karena dapat menyebabkan kebingungan dan ketergantunan , juga bisa
memperburuk simptom depresi. Selanjutnya pada beberapa klien yang mengalami
disinhibiting effect dari benzodiazepines, dapat mengakibatkan peningkatan
prilaku agresif. Buspirone obat antianxiety, efektif dalam mengendalikan perilaku
kekerasan yang berkaitan dengan kecemasan dan depresi. Ini ditunjukan dengan
menurunnya perilaku agresif dan agitasi dengan cidera kepala, demensia dan
develop mental disability.
Pemberian obat Carbamazepines dapat mengendalikan perilaku agresif pada
klien dnegan kelainan EEGs (electroencephalograms). Antipsychotic obat-obatan
ini biasanya dipergunakan untuk perawatan perilaku agresif. Bila agitasi terjadi
karena delusi, halusinasi, atau perilaku psikotik lainnya, maka pemberian obat ini
dapat membantu namun diberikan hanya untuk 1-2 minggu sebelum efeknya
dirasakan.
Medikasi lainnya: banyak kasus menunjukan bahwa pemberian Naltrexone
(antagonis opiat), dapat menurunkan perilaku mencederai diri. Betablockers
seperti propanolol dapat menurunkan perilaku kekerasan pada anak dan pada
klien dengan gangguan mental organik.
h. Managemen Krisis
Bila pda waktu intervensi awal tidak berhasil maka diperlukan intervensi yang
lebih aktif. Prosedur penanganan kedaruratan psikiatrik:
1. Identifikasi pemimpin tim krisis. Sebaiknya dari perawat karena yang
bertanggung jawab selama 24 jam
2. Bentuk tim krisi meliputi dokter, perawat, dan konselor
3. Beritahu petugas kemanan jika perlu. Ketua tim harus menjelaskan apa saja
yang menjadi petugasnya selama penanganan klien
4. Jauhkan klien dari lingkungan
5. Lakukan penegakan jika memungkinkan
6. Pikirkan suatu rencana penanganan krisi dan beritahu tim
7. Tugas anggota tim untuk mengamankan anggota tubuh klien
8. Jelaskan perlunya intervensi tersebut kepad aklien dan upaya untuk kerja
sama
9. Pengekangan klien jika diminta oleh ketua tim krisi. Ketua tim harus segera
mengkaji situasi lingkungan sekitar untuk tetap melindungi keselamatan
klien dan timnya
10. Berikan obat jika di intruksikan
11. Pertahankan pendekatan yang tenang dan konsisten terhadap klien
12. Tinjau kembali intervensi penanganan krisi dengan tim krisis
13. Proses terjadinya dengan klien lain dna staf harus tepat
14. Secara bertahap mengintegrasikan kembali klien dnegan lingkungan
i. Seclusion
Pengekangan Fisik
Merupakan tidnakan keperawatan yang terakhir. Ada dua macam
pengekangan fisik secara secara mekanik ( menggunakan manset, sprei
pengekang) atau isolasi (menempatkan klien dalam satu ruangan dimana klien
tidak dapat keluar atas kemauannya sendiri )
Jenis pengekangan mekanik :
1. Camisoles (jaket pengekang)
2. Manset untuk pergelangan tangan
3. Manset untuk pergelangan kaki
4. Menggunaan sprei
Indikasi pengekangan :
Intervensi Keperawatan:
1. Baringkan klien dengan pakaian rumah sakit di atas tempat tidur yang tahan
air.
2. Balutkan sprei pada tubuh klien dengan rapi dan pastikan bahwa permukaan
kulit tidak saling bersentuhan.
3. Tutupi sprei basah dengan selapis selimut.
4. Amati klien dengan konstan.
5. Pantau suhu, nadi, dan pernapasan. Jika tampak sesuatu yang bermakna,
buka pengekangan.
6. Berikan cairan sesering mungkin.
7. Pertahankan suasana lingkungan yang tenang.
8. Kontak verbal dengan suara yang menenangkan.
9. Lepaskan balutan setelah Iebih kurang 2 jam.
10. Lakukan perawatan kulit sebelum membantu klien berpakaian.
Restrains
lsolasi
Adalah menempatkan klien dalam suatu ruangan dimana klien tidak dapat
keluar atas kemauannya sendiri.Tingkatan pengisolasian dapat berkisar dari
penempatan dalam ruangan yang tertutup tapi tidak terkunci sampai pada
penempatan dalam ruang terkunci dengan kasur tanpa sprei di Iantai, kesem patan
berkomunikasi yang dibatasi, dan klien memakai pakaian RS atau kain terpal
yang berat.
Indikasi penggunaan:
Evaluasi
J. Diagnosis keperawatan
Diagnosis keperawatan resiko perilaku kekerasan dirumuskan jika klien saat ini
tidak melakukan perilaku kekerasan, tetapi pernah melakukan perilaku kekerasan dan
belum mampu mengendalikan perilaku kekerasan tersebut.
Pohon masalah diagnosis resiko perilaku kekerasan.
Perilaku kekerasan
Diagnosa PENGERTIAN
keperawatan Tujuan Kriteria evalusi Intervensi rasional
(tuk/tum)
Resiko TUM: Klien menunjukan 1.1 Bina hubungan saling Kepercayaan
perilaku Klien dan tanda-tanda percaya dengan dari klien
kekerasan keluarga percaya kepada mengemukakan prinsip merupakan hal
mampu perawat melalui: komunikasi terapeutik: yang akan
mengatasi a. Ekspresi a. Mengucapkan memudahkan
atau wajah salam terapeutik. perawat dalam
mengendalik cerah, Sapa klien dengan melakukan
an risisko tersenyum ramah, baik verbal pendekatan atau
perilaku b. Mau ataupun non intervensi
kekerasan. berkenalan verbal. selanjutnya
c. Ada kontak b. Berjabat tangan terhadap klien.
TUK1: mata dengan klien
1. Klien d. Bersedia c. Perkenalan diri
dapat menceritak dengan sopan
mem an d. Tanyakan nama
bina perasaanny lengkap klien dan
hubu a nama panggilan
ngan e. Bersedia yang disukai klien
saling mengungka e. Jelaskan tujuan
perca pkan pertemuan
ya masalah f. Membuat kontrak
topik, waktu dan
tempat setiap kali
bertemu klien
g. Tunjukan sikap
empati dan
menerima klien apa
adanya
h. Beri perhatian
kepada klien dan
perhatian
kebutuhan dasar
klien.
TUK2: Kriteria evaluasi: 2.1 Bantu klien Menentukan
Klien dapat Setelah 3x mengungkapkan mekanisme
mengidentifi intervensi klien perasaan marahnya: koping yang
kasi dapat: a. Diskusikan dimiliki oleh
penyebab 1. Menceritak bersama klien klien dalam
perilaku an untuk menghadapi
kekerasan penyebab menceritakan masalah. Selain
yang perilaku penyebab rasa itu juga sebagai
dilakukannya kekerasan kesal atau rasa langkah awal
yang jengkelnya. dalam
dilakukann b. Dengarkan menyusun
ya. penjelasan klien strategi
2. Menceritak tanpa menyela atau berikutnya.
an memberi penilaian
penyebab pada setiap
perasaan ungkapan perasaan
jengkel/kes klien.
al, baik dari
diri sendiri
maupun
lingkungan
nya.
TUK3: Kriteria evaluasi: Membantu klien .deteksi dini
Klien dapat Setelah 3x mengungkapkan tanda- dapat mencegah
mengidentifi intervensi klien tnda perilaku kekerasan tindakan yang
kasi tanda- dapat menceritakan yang dialaminya: bisa
tanda tanda-tanda Diskusikan dan motivasi mmbahayakan
perilaku perilaku kekerasan klien untuk menceritakan klien dan
kekerasan. secara: kondisi fisik saat perilaku lingkungan
a. Fisik: mata kekerasan terjadi. sekitar.
merah, 3.1 diskusikan dan
tangan motivasi klien untuk
mengepal,e menceritakan kondisi
kspresi fisik saat perilaku
tegang, dan kekerasan terjadi
lain lain. 3.2 diskusikan dan
b. Emosional: motivasi klien untuk
perasaan menceritakan kondisi
marah, emosinya saat terjadi
jengkel, perilaku kekerasan
bcara kasar. 3.3 diskusikan dan
c. Sosial: mootivasi klien untuk
bermusuha menceritakan kondisi
n yang psikologis saat erjadi
dialami saat kekerasan
terjadi 3,4 diskusikan dan
perlakuan motivasi klien untuk
kekerasan. menceritakan kondisi
hubungan dengan
orang lain saat terjadi
perilaku kekerasan.
TINJAUAN KASUS
A. PENGKAJIAN
1. IDENTITAS KLIEN
Inisial Klien : Tn.J
Umur : 38 Tahun
No. Rekam Medik : 03.05.87
Tanggal Pengkajian : 21 Mei 2017
Informan : Klien, Status dan Perawat Ruangan
Alamat Lengkap : Kampung tangah, Bayang, Pesisir Selatan
2. ALASAN MASUK
Pasien masuk melalui IGD RSJ Prof. HB Saanin Padang Pada tanggal 15
Mei 2017 diantar keluarganya untuk yang kedua kalinya. Pasien sudah pernah
dirawat terakhir 5 tahun yang lalu. Alasan pasien masuk adalah tidak mau
meminum obat sejak 5 bulan yang lalu, 2 minggu sebelum dirawat pasien
mondar-mandir tidak tau arah, jalan-jalan tanpa tujuan, marah-marah tanpa sebab,
bicara-bicara sendiri, banyak bermenung, kurang tidur, dan menghancurkan
barang-barang yang ada didalam rumahnya. Pasien juga sering mengkonsumsi
alkohol.
3. FAKTOR PREDISPOSISI
a. Gangguan Jiwa Dimasa Lalu
Pasien pernah mengalami gangguan jiwa pada tahun 2012 dengan
alasan berbicara dan tertawa sendiri serta menghancurkan barang-barang
dirumahnya. pasien mengkonsumsi alkohol di beri oleh teman-teman nya,
sejak mulai mengkonsumsi alkohol pasien mengatakan dia sudah tidak tau
dengan dirinya lagi. Pasien pernah di rawat di RSJ. Prof. HB Saanin Padang
yaitu pada tahun 2012. Pasien diantar oleh keluarga ke IGD RSJ Prof. HB
Saanin Padang pada tanggal 15 Mei 2017 dengan keluhan yang hampir sama.
b. Pengobatan Sebelumnya
Pasien sebelumnya menjalani perawatan selama satu bulan di RSJ.
Prof. HB Saanin Padang sekitar 5 tahun yang lalu. Setelah keluar dari RSJ
Prof. HB Saanin Padang pasien teratur minum obat dan rutin kontrol
diawasi oleh keluarga`
c. Trauma
Aniaya Fisik
Klien mengatakan tidak pernah menjadi korban aniaya fisik
Aniaya Seksual
Klien tidak pernah mengalami aniaya seksual sebelumnya
Penolakan
Klien tidak pernah mengalami penolakan sebelumnya
Kekerasan Dalam Keluarga
Klien mengatakan tidak pernah melihat atau mengalami kekerasan dalam
keluarga
Tindakan Kriminal
Klien tidak pernah mengalami tindakan kriminal sebelumnya
d. Anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa
Klien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang mengalami gangguan
jiwa sebelumnya.
e. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan
Klien mengatakan sering putus dari pekerjaan nya dan bingung bagaimana
harus membiayai keluarganya.
4. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan umum
b. Tanda vital :
TD : 130/80mmHg
N : 83x/menit
S : 36 c
RR : 20x/menit
c. Antropometri : TB : 167cm, BB : 63kg
d. Tidak ada keluhan fisik : klien mengatan pendengaran kurang baik.
e. Pemeriksaan fisik:
1) Kepala
Inspeksi : terdapat ketombe rambut pendek,warna hitam,rambut tidak
rapi
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
2) Mata
Inspeksi: konjungtiva merah muda, ,penglihatan normal,tidak
kabur,tidak ada peradangan.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
3) Hidung
Inspeksi : bentuk simetris, penciuman normal, tidak ada peradangan,
tidak ada polip (bersih)
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
4) Mulut
Inspeksi : bau mulut tidak sedap, tidak ada karies gigi, mukosa bibir
lembab, tidak ada luka, tidak ada pembesaran tonsil
5) Telinga
Inspeksi : simetris, telinga tampak kotor, pendengaran terganggu.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
6) Leher
Inspeksi : tidak ada pembesaran vena jugularis, tidak kaku kuduk
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
7) Dada
Inspeksi : bentuk simetris, tidak ada nyeri tekan
auskultasi : RH (-), WZ (-)
8) Abdomen
Inspeksi : bentuk buncit, tidak terdapat lesi
Auskultsasi : bising usus 10 x / menit
Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan
Perkusi : timpani
9) Genetalia:
Bersih
Tidak ada hemoroid
Tidak ada gangguan pola eliminasi
10) Ekstrimitas
kekuatan otot 5 5
5 5
Rentang gerak maksimal
Tidak ada luka
11) Integumen
kulit kotor
tidak ada lesi
masalah kepetrawatan : Defisit perawatan diri
5. PSIKOSOSIAL
a. Genogram
Penjelasan
b. Konsep Diri
Citra Tubuh
Klien menyatakan menyukai semua anggota tubuhnya
Identitas Diri
Pasien mangatakan tidak puas dengan peran nya sebagai kepala keluarga
dan anak dari kedua orang tuanya. Pasien mengatakan dirinya tidak berguna
setiap mabuk-mabuk, menyusahkan kakak dan orang tuanya, pasien ingin
segera berubah dari masa lalu nya dan segera bertemu keluarganya
Peran Diri
Klien mengatakan ia bekerja sebagai petani, ia berperan sebagai seorang
ayah dan kepala keluarga.
Ideal Diri
Klien mengatakan ingin cepat sembuh dan segera berubah untuk bertemu
keluarganya.
Harga Diri
Klien mengatakan lebih senang sendiri dan berinteraksi dengan orang lain
jika ada hal yang penting-penting saja.
c. Hubungan Sosial
Orang Terdekat
Klien mengatakan dekat dengan anak pertamanya. Ia ingin segera
bertemu dengan anaknya.
Peran serta dalam kegiatan kelompok masyarakat
Klien mengatakan jarang atau tidak pernah berinteraksi atau ikut
daam kegiatan kelompok/masyarakat disekitar rumahnya.
Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
Klien mengatakan lebih senang sendiri dan berinteraksi dengan
orang lain jika ada hal yang penting-penting saja
d. Spiritual
Nilai dan Keyakinan
Klien mengatakan bahwa ia beragama islam
Kegiatan Ibadah
Klien mengatakan menjalankan ibadahnya selama dirumah sakit tapi
masih ada sholatnya yang bolong atau tidak dilakukan 5 waktu.
6. STATUS MENTAL
a. Penampilan
Selama dirumah sakit penampilan klien cukup rapi, klien mengganti
bajunya 2x sehari dan mandi 2x sehari.
b. Pembicaraan
Klien berbicara dengan tenang dan mampu menjawab semua pertanyaan
yang diberikan
c. Aktivitas motorik
Klien mampu melakukan aktivitas mandiri seperti makan, mandi, dan
beribadah. Klien jarang bersosialisasi dengan teman-teman nya selama
diruangan.
d. Alam perasaaan
Klien mengatakan perasaannya sangat tenang saat ini dan tidak ada yang
ditakutkan.
e. Afek
Afek klien tumpul karena ekspresi perasaan berkurang.
f. Interaksi selama wawancara
Selama proses berinteraksi kontak mata klien ada, klien mampu menjawab
semua pertanyaan yang diberikan.
g. Persepsi
Pada saat sebelum masuk rumah sakit klien mengatakan bahwa ada
dirinya yang lain. Klien mengira mungkin karna pengaruh alkohol dan
stress yang dialaminya.
h. Proses pikir
Klien mengakui penyakit yang dideritanya dan akan mengikuti segala
peraturan dan perawatan yang akan diberikan kepadanya.
i. Isi pikir
Klien mengatakan ingin cepat sembuh dari penyakitnya dan segera pulang
untuk bertemu keluarganya.
j. Tingkat kesadaran
Klien mengetahui orientasi tempat, waktu, dan orang.
k. Memori
Klien mampu mengingat semua kejadian dimasa lalu, tidak ada yang
terganggu dari memori klien.
l. Tingkat konsentrasi dan berhitung
klien dapat berkonsentrasi dalam berhitung.
m. Kemampuan penilaian
klien masih mampu melakukan penilaian akan hal yang sederhana.
n. Daya tilik diri
klien menerima dan mengakui penyakitnya dan tidak menyalahhkan
siapapun atas penyakit yang dideritanya.
8. MEKANISME KOPING
a. Koping adaptif
Klien mampu berbicara dengan orang lain didalam ruangan.
b. Koping maldaptif
Klien melampiaskan marah pada objek lain, koping yang digunakan adalah
sublimasi.
2 DS : Halusinasi
- Klien mengatakan ada dirinya yang lain
-Klien mengatakan merasa kehilangan dirinya saat
mabukmabuk
DO :
- Klien tampak lebih tenang dan banyak diam
- Klien tampak berbicara sendiri
- Klien tampak tertawa sendiri sebelum dirawat
- Klien berjalan tanpa tujuan
3 DS : Isolasi
- Klien mengatakan berinteraksi hanya dengan orang yang Sosial
dikenalnya saja
- Klien mengatakan berinteraksi jika ada hal yang penting
saja
- Klien mengatakan lebih senang sendiri
DO :
- Klien tampak hanya berdiam diri saja
-Klien tampak suka menyendiri
-Klien tampak jarang bicara dengan teman satu ruangan nya
B. INTERVENSI KEPERAWATAN
Nama klien : Tn.J
No. MR : 03.05.87
No Diagnosa Tujuan Kriteria Hasil Rasional
Keperawatan
1 Prilaku Pasien Setelah dilakukan SP Pasien
kekerasan mampu : pertemua 2 - 4 x klien SP1 Pasien :
Mengontrol mampu mengontro Mengidentifikasi
perilaku perilaku kekerasan Perilaku Kekerasan
Kekerasan dengan cara : dan Latihan Fisik 1dan
sesuai dengan 1. Mengontrol dengan 2
strategi cara latihan fisik 1 1. Membina hubungan
pelaksanaan dan 2 saling percaya
tindakan 2. Minum obat dengan 2. Menjelaskan dan
keperawatan prinsip 6 benar melatih cara mengontrol
minum obat perilaku kekerasan
3. Mengontrol dengan dengan cara fisik 1 &2
cara verbal 3. Tanyakan bagaimana
4. Mengontrol dengan perasaan klien setelah
cara spiritual melakukan kegiatan.
4. Masukkan pada
jadwal kegiatan untuk
latihan fisik 1 & 2.
SP 2 Pasien : Melatih
cara mengontrol
Perilaku Kekerasan
dengan cara 6 benar
minum obat
1. Evaluasi cara
mengontrol perilaku
kekerasan dengan cara
latihan fisik 1 & 2.
2. Menjelaskan cara
mengontrol perilaku
kekerasan dengan cara
minum obat (6 benar)
3. Tanyakan bagaimana
perasaan klien setelah
melakukan kegiatan.
4. Masukkan pada
jadwal kegiatan harian
minum obat (6 benar)
SP 3 Pasien :
Mengontrol Perilaku
Kekerasan dengan
Cara Verbal
1. Evaluasi cara
mengontrol perilaku
kekerasan dengan cara
latihan fisik 1 & 2
dan minum obat (6
benar)
2. Menjelaskan dan
melatih cara mengontrol
perilaku kekerasan
dengan cara verbal:
mengungkapkan,
meminta, dan menolak
dengan benar
3. Tanyakan bagaiaman
perasaan klien Setelah
melakukan kegiatan.
4. Masukkan pada
jadwal kegiatan harian
mengontrol perilaku
kekerasan dengan cara
verbal
SP 4 Pasien :
Mengontrol Perilaku
Kekerasan dengan
cara Spiritual
1. Evaluasi cara
mengontrol perilaku
kekerasan dengan cara
latihan fisik 1 & 2,
minum obat 6 benar, dan
cara verbal
2. Menjelaskan cara
mengontrol perilaku
kekerasan cara spiritual
(latih 2 kegiatan)
3. Tanya perasaan klien
setelah melakukan
kegiatan
4. Memasukkan pada
jadwal kegiatan harian
Untuk latihan
mengontrol perilaku
kekerasan dengan cara
spiritual
2 Halusinasi Pasien Setelah dilakukan SP Pasien
mampu : pertemuan 2–4 x klien SP 1 pasien :
Mengontrol mampu mengontrol pengkajian dan
halusinasi halusinasi dengan cara : mengenal halusinasi
sesuai strategi 1. Menghardik suara 1. Mengkajikesadaranp
pelaksanaan yang palsu asien akan
tindakan 2. Minum obat dengan halusinasinya dan
keperawatan prinsip 6 benar pengenalan akan
sehingga minum obat halusinasi : Isi,
klien merasa 3. Mengontrol frekuensi, waktu
nyaman halusinasi dengan terjadi,situasi
bercakap – cakap pencetus, perasaan,
4. Melakukan aktivitas responpasien, serta
yang terjadwal upaya yang telah
dilakukan pasien
untuk mengontrol
halusinasi
2. Menjelaskan cara
mengontrol
halusinasi dengan
mengahardik
3. Masukkan pada
jadwal kegiatan
untuk latihan
menghardik
SP 2 pasien :
6 benar minum Obat
1. Evalusi tanda dan
gejala halusinasi
2. Validasi kemampuan
pasien mengenal
halusinasi yang dialami
dan kemampuan pasien
mengontrol halusinasi
dengan menghardik,
berikan pujian
3. Evalusi manfaat
mengontrol halusinasi
dengan cara menghardik
4. Latih cara mengontrol
halusinasi dengan patuh
minum obat (jelaskan 6
benar : jenis, waktu,
dosis, frekuensi, cara,
Kontinuitas minum
obat)
5. Masukkan pada
jadwal kegiatan
untuk minum obat
sesuai jadwal.
Berikut ini tindakan
keperawatan yang harus
dilakukan agar pasien
patuh minum obat :
a. Jelaskan pentingnya
penggunaan obat
pada gangguan jiwa
b. Jelaskan akibat bila
obat tidak digunakan
sesuai program
c. Jelaskan akibat bila
putus obat
d. Jelaskan cara
mendapatkan obat atau
berobat
e. Jelaskan cara
menggunakan obat
dengan prinsip 6 benar
(jenis, waktu, dosis,
frekuensi, cara,
kontinuitas minum obat)
SP 3pasien :
Bercakap cakap
1. Evaluasi gejala
halusinasi
2. Validasi kemampuan
pasien dalam
mengontrol alusiansi
dengan menghardik,
minum obat, Berikan
pujian
3. Evaluasi manfaat
emngontrol halusinasi
dengan menghardik,
minum obat sesuai
jadwal
4. Latih cara mengontrol
halusinasi dengan
bercakap cakap saat
terjadi halusinasi
5. Masukkan pada
jadwal kegiatan untuk
latihan
SP 4 pasien :
Melakukan aktifitas
sehari hari
Pada tindakan keempat
ini dapat diulang untuk
beberapa kegiatan
harian. Semakin banyak
kegiatan yang dilakukan
semakin sedikit
kemungkinan
berhalusinasi. Berikut
beberapa kegiatan yang
dapat dilatih
1. Membereskan kamar
a. Evalusi tanda dan
gejala halusinasi
b. Validasi kemampuan
pasien dalam
mengontrol halusiansi
dengan menghardik,
minumobat, dan
bercakap cakap dengan
orang lain, berikan
pujian
c. Latih cara mengontrol
halusinasi dengan
kegiatan harian (mulai 2
kegiatan)
d. Masukkan pada
jadwal kegiatan untuk
melakukan kegiatan
harian
2. Melakukan aktifitas
sehari hari :
Mencuci piring
3 Isolasi Sosial Pasien Setelah 2-4x SP 1 Pasien :
Mampu : pertemuan: Melatih Pasien
berinteraksi Klien mampu Bercakap -cakap
dengan berkenalan dan 1. Membina hubungan
orang lain berinteraksi dengan saling percaya
sehingga cara: 2. Membantu pasien
tidak terjadi 1. melatih pasien menyadari masalah
menarik isolasi social
diri dari 3. Melatih pasien
lingkungan bercakap-cakap secara
bertahap antara pasien
dan anggota keluarga
4. Masukkan dalam
jadwal kegiatan harian
bercakap-cakap secara
bertahap antara pasien
dan perawat atau satu
orang lain
2. melatih pasien
bercakap-cakap dengan
2-3 orang
3. melatih pasien
bercakap-cakap dengan
4-5 orang
4. melatih pasien
bercakap-cakap dengan
4-5 orang sambil
melakukan kegiatan
untuk latihan
SP 2 Pasien :
Berkenalan dengan 2-3
orang
1. Evaluasi tanda dan
gejala isolasi social
2. Validasi kemampuan
pasien dalam
berkenalan, beri pujian
3. Latih cara berbicara
saat melakukan kegiatan
harian (2-3 orang)
4. Masukkan pada
jadwal kegiatan harian
SP 3 Pasien :
berkenalan dengan 4-5
orang
1. Evaluasi tanda dan
gejala isolasi sosial
2. Validasi kemampuan
berkenalan dan bicara
saat melakukan kegiatan
harian, berikan pujian
3. Latih cara berbicara
saat melakukan kegiatan
(2 kegiatan baru dengan
4-5orang)
4. Masukkan pada
jadwal kegiatan untuk
latihan
SP 4 Pasien :
Berkenalan 4-5 orang
dan melakukan
kegiatan
1. Mengevaluasi tanda
dan gejala isolasi sosial
2. Validasi kemampuan
pasien dalam berkenalan
dan bicara saat
melakukan empat
kegiatan harian, berikan
pujian
3. Tanyakan perasaan
saat melakukan kegiatan
4. Latih cara berbicara
saat melakukan kegiatan
5. Masukkan pada
jadwal kegiatan harian
PENUTUP
A. Kesimpulan
Resiko perilaku kekerasan merupakan perilaku seseorang yang menunjukkan
bahwa ia dapat membahayakan diri sendiri atau orang lain atau lingkungan, baik secara
fisik, emosional, seksual, dan verbal (NANDA, 2016).
Penyebab prilaku kekerasan menurut setearen, kemarahan adalah kombinasi dari
segala sesuatu yang tidak enak, cemas, tegang dendam sakit hati dan peristitasi,
beberapa faktor yang mempengaruhi kemarahan yaitu frustasi, kehilangan harga diri,
kebutuhan akan status.
Resiko perilaku kekerasan juga memiliki tahap yaitu ada 6 tahap, Tanda dan
gejela perilaku kekerasan dapat dinilai dari ungkapan pasien dan didukung dengan hasil
observasi. Data subjektif:
a. Ungkapan berupa ancaman
b. Ungkapan kata-kata kasar
c. Ungkapan ingin memukul/melukai
Data objektif
a. Wajah memerah dan tegang
b. Pandangan tajam
c. rahang dengan kuat
B. Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, Meskipun penulis
menginginkan kesempurnaan dalam penyusunan makalah ini tetapi kenyataannya
masih banyak kekurangan yang perlu penulis perbaiki. Hal ini dikarenakan masih
minimnya pengetahuan yang penulis miliki. Oleh karena itu kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca sangat penulis harapkan untuk perbaikan ke depannya.