Anda di halaman 1dari 42

SKENARIO I

KEJANG DISERTAI DENGAN DEMAM


Laki- laki berusia 56 tahun, saat sedang melaksanakan umrah tiba-tiba mengalami kejang selama
5 menit kemudian tidak sadarkan diri. Dari alloanamnesis dengn anggota jamaah lainnya
didapatkan informasi bahwa pasien telah mengalami demam disertai nyeri kepala sejak 3 hariyang
lalu. Pada riwayat penyakit dahulu didapatkan keluahan kejang demam saat usia 3 tahun. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan GCS (Glasgow Coma Scale) E3M5V2 dan tanda rangsang
meningeal kaku kuduk (+). Dokter setempat mengdiagnosis dengan meningoensefalitis suspek
bakterial. Untuk membantu menegakan diagnosis, dokter melakukan lumbal pungsi setelah
sebelumnnya memastikan tidak adanya peningkatan tekanan intracranial melalui fundoskopi.
Jamaah lain mempertanyaakan bagaimana keabsahan ibadah umrah pasien tersebut.
KATA SULIT
1. Kaku kuduk : pemeriksaan meningitis dengan cara dagu di dekatkan ke
sternum. Jika kurang dari 3 jari hasilnya positif

2. Alloanamnesis : kegiatan wawancara secara tidak langsung atau dilakukan


wawancara / tanya jawab pada keluarga pasien atau yang mengetahui tentang pasien

3. Meningoensefalitis : peradangan atau inflamasi yang terjadi pada meninges dan


ensefalon, bisa dikarenakan virus, bakteri, amoeba dan parasit

4. GCS : Skala untuk menilai kesadaran pasien darai sadar sepenuhnya


sampai koma yang terdiri dari 3 penilaian EMV (Eye, Motorik, Verbal)

5. Lumbal Pungsi : prosedur yang dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang


serebrospinal fluid

6. Tekanan Intrakranial : tekanan yang diakibatkan cairan serebrospinal di dalam ventrikel


otak. Nilai normal: 5-15 mmhg

7. Funduskopi : pemeriksaan untuk menilai keadaan papil, saraf optic,


macula dan
retina

PEERTANYAAN
1. Adakah hubungan kejang demam yang dulu dengan yang sekarang? Beserta alasannya?
2. Apa yang menyebabkan pasien tiba-tiba kejang?
3. Mengapa pada pemeriksaan lumbal pungsi harus dipastikan tidak ada peningkatan tekanan
intracranial?
4. Apakah penyebab meningoensefalitis
5. Apa maksud dari E3M5V2?
6. Kenapa harus dilakukan pemeriksaan lumbal pungsi?
7. Apa saja indikasi dan kontraindikasi dilakukannya lumbal pungsi?
8. Apa interpretasi kaku kuduk meningeal?
9. Kenapa pada hasil pemeriksaan tidak terjadi peningkatan tekanan intracranial padahal pasien
mengeluh nyeri kepala?
10. Bagaimana keabsahan ibadah umrah pada pasien tersebut?
11. Apa saja faktor resiko meningoensefalitis?
JAWABAN
1. Tidak, kemungkinan bakteri tidak bersifat laten
2. Ada peningkatan tekanan intracranial sehingga otak kekurangan oksigen dan dapat
mengakibatkan kejang
3. Karena dapt menyebabkan komplikasi seperti hernia cerebral
4. – bakteri : S.pneumonia, N.meningitidis dan H.influenza
- Virus : H.simpleks
- Amoeba
- Parasite : P.falciparum
- Fungi
5. E3 : dirangsang nyeri buka diperintah
M5 : dirangsang nyeri dapat menunjuk tempat nyeri
V2 : dirangsang nyeri suara tak menentu
GCS kategori sedang
6. - Untuk mengetahui penyebabnya, agar bisa di kultur dari cairan serebrospinal dan segera
diterapi
- Memastikan ada masalah jika glukosa turun dan protein meningkat berarti tanda bahwa
bakteri meningkat (>5wbc/µl)
7. Kontraindikasi : syok, peningkatan intracranial karena infeksi disekitar lumbal pungsi
Indikasi : kejang , paresis, kaku kuduk(+) , kesadaran menurun dan koma
8. Positif jika didapatkan kekakuan dan tahanan kepala disertai rasa nyeri dan spasme otot serta
dagu tidak dapat disentuhkan ke dada.
9. Peningkatan tekaanan intracranial tidak harus disertai dengan nyeri kepala karena manifestasi
meningoensefalitis ada nyeri kepala, demam, kaku kuduk (+) tetapi jika terjadi peningkatan
intracranial maka akan menyebabkan nyeri kepala hebat, mual dantekanan darah meningkat.
10. Sah apabila syarat sah dan rukun umarah terpenuhi
11. – penderita immunocompromised
- Penderita HIV
- Kelainan kongenital : contoh :spina bivida (secara langsung : infeksi tulang,
sinusitis,fraktur?
- Secara hemaogen sumber infeksinya bisa dari mana saja dan menyebar ke pembuluh darah
HIPOTESIS
Beberapa faktor resiko seperti kelainan kongenital, penderita immunocompromised, penderita
HIV, serta berbagai penyebab dari bakteri, virus, jamur, parasite dan amuba dapat menyebabkan
meningoensefalitis dengan gejalan klinik peningkatan tekanan intracranial yang mengakibatkan
otak kekurangan oksigen sehingga bisa terjadi kejang. Dari hasil pemeriksaan di dapatkan bahwa
kaku kuduk (+), dan dilakukan pemeriksaan lumbal pungsi untuk mengetahui etiologinya serta
pada pemeriksaan fisik didapatkan GCS (Glasgow Coma Scale) E3M5V2 yaitu GCS kategori
sedang.

SASARAN BELAJAR
LI.1 Memahami Dan Menjelaskan Anatomi Meninges
1.1 makroskopis
1.2 mikroskopis
LI.2 Memahami Dan Menjelaskan Fisiologi LCS (Liquor Cerebro Spinalis)
LI.3 Memahami Dan Menjelaskan Meningoensefalitis
3.1 definisi
3.2 etiologi
3.3 patofisiologi
3.4 manifestasi klinis
3.5 diagnosis dan diagnosis banding
3.6 tatalaksana
3.7 komplikasi
3.8 pencegahan
3.9 prognosis
LI.4 Memahami Dan Menjelaskan Kejang Demam
4.1 definisi
4.2 etiologi
4.3 klasifikasi
4.4 patofisiologi
4.5 manifestasi klinis
4.6 diagnosis dan diagnosis banding
4.7 tatalaksana
4.8 komplikasi
4.9 pencegahan
4.10 prognosis
LI.5 Memahami Dan Menjelaskan Lumbal Fungsi
LI. 6 Memahami Dan Menjelaskan Keabsahan Umroh Menurut Islam
LI.1 Memahami Dan Menjelaskan Anatomi Meninges

1.1.Makroskopik

A. Lapisan Pelindung
Otak terdiri dari rangka tulang bagian luar dan tiga lapisan jaringan ikat yang disebut meninges.
Lapisan meningeal terdiri dari pia meter, lapisan araknoid dan durameter.
a) Pia meter adalah lapisan terdalam yang halus dan tipis, serta melekat erat pada otak.
1) Piamater Encephali
Membungkus seluruh permukaan otak dan cerebelum termasuk sulci dan gyri
2) Piameter spinalis
b) Lapisan araknoid terletak di bagian eksternal pia meter dan mengandung sedikit pembuluh
darah. Ruang araknoid memisahkan lapisan araknoid dari piameter dan mengandung cairan
cerebrospinalis, pembuluh darah serta jaringan penghubung serta selaput yang mempertahankan
posisi araknoid terhadap piameter di bawahnya.
1) Arachnoidea Encephali
i. Permukaan yang menghadap kearah piamater punya pita-pita fibrotik halus :
TRABEKULA ARACHNOIDEA
ii. Pada beberapa tempat menonjol ke sinus daramater : VILLI ARACHNOIDEA
2) Arachnoidea Spinalis
i. Struktur sama dengan arachnoidea encephali
ii. Ke kranial melalui foramen occipetale magnum lanjut menjadi arachnoidea
encephali
iii. Kaudal ikt membentuk filum terminale
3) Cavum subarachnoidea encephali
c) Durameter, lapisan terluar adalah lapisan yang tebal dan terdiri dari dua lapisan. Lapisan ini
biasanya terus bersambungan tetapi terputus pada beberapa sisi spesifik. Lapisan periosteal luar
pada durameter melekat di permukaan dalam kranium dan berperan sebagai periosteum dalam
pada tulang tengkorak. Lapisan meningeal dalam pada durameter tertanam sampai ke dalam fisura
otak dan terlipat kembali di arahnya untuk membentuk falks serebrum, falks serebelum, tentorium
serebelum dan sela diafragma. Ruang subdural memisahkan durameter dari araknoid pada regia
cranial dan medulla spinalis. Ruang epidural adalah ruang potensial antara perioteal luar dan
lapisan meningeal dalam pada durameter di regia medulla spinalis.
a. Duramater Encephali
1. Lapisan luar (lapisan endosteal = lapisan periosteal)
Melekat erat ke periosteum tengkorak (terkuat pada sutura dan basis cranii). Terdapat
jonjot jaringan ikat dan vasa ke periosteum. Melekat erat pada foramen magnum dan
tidak berhubungan dengan lapisan luar medulla spinalis. Pada tempat tertentu, celah yang
terbentuk antara lapisan duramater dengan periosteum dinamakan cavum epidural. Isi
cavum epidural encephali tidak berhubungan dengan cavum epidural spinalis, isi cavum
epidural: Jaringan ikat jarang, Sedikit lemak, Plexus venosus, Vena, Arteri, Vasa
lymphatica. Antara lapisan dalam dan luar dapat terjadi: Pembentukan celah sinus
(venosus) duramatris dan Pembentukan sekat:
1) Falx cerebri: Memisahkan kedua hemispaherum cerebri yang melekat mulai dari
sutura sagitalis  memasuki fissura longitudinalis  melekat pada crista galli
didepan  ke protuberantia occipitale interna  dilanjtkan sebagai tentorium
cerebelli. Sinus (venosus dura) yang dibentuk adalah:
- Pada tepi atas sinus sagitalis superior
- Pada tepi bawah sinus sagitalis inferior
- Pada lanjutan ke tentorium cerebelli ikut membentuk sinus rectus
2) Tentorium cerebelli
Memisahkan cerebellum dengan bagian occipitale hemicerebri dan ke atas
menyambung menjadi falx cerebri. Pada tepi depan terdapat lobang yang ditembus
oleh mesencephalon. Sinus dura yang dibentuk adalah:
- Kelateral dan belakang  sinus transvesus
- Kedepan  sinus petrosus superior
3) Falx cerebelli
Berbentuk segitiga, memisahkan haemispaherum cerebeli kiri dan kanan.
4) Diphragma sellae
Membentang sepanjang processus clinoidea menutupi hypofisis yang terletak pada
cekungan sella turcica. Ditengahnya terdapat lobang tempat keluarnya infundibulum
hypofisis yang dikelilingi oleh sinus cavernosa atau sinus circularis
5) Kantung Meckelli
Membungkus ganglion semilunare N. Trigeminus

2. Lapisan dalam
Menghadap ke arachnoidea. Dilapisi mesotel. Menghasilkan serosa yang berfungsi untuk
lubrikasi permukaan dalam duramater dengan permukaan luar arachnoid sehingga
gesekan keduanya dapat diredam dan mencegah kerusakan. Lanjut menjadi lapis dalam
duramater spinalis. Antara duramater dengan arachnoid terdapat cavum subdura,
mengandung:

a. Cairan serosa  untuk meredam


b. Bridging nein  menghubungkan antara vena cerebri superior ke sinus sagitalis
superior
b. Duramater spinalis
Lapisan luar melekat pada:
1. Foramen occipitale magnum, lanjut menjadi dura encephali
2. Perioceum vertebra cervicalis 2-3
3. Lig. Longitudinale posterius

Vaskularisasi duramater
- A. carotis interna
- A. maxilaris
- A. vertebralis
- A. pharyngea ascenden
- A. occipitalis
- A. meningea media

Meninges Medulla Spinalis


a. Duramater
Durameter otak membentang ke bawah melewati foramen magnum → medulla spinalis
sampai V.S II

Duramater = spatium ekstradural = canalis vertebralis

b. Arachnoid mater
Membrane impermeable halus di inferior arachnoid mater berakhir pada filum
terminale V.S II

c. Pia mater
Membrane vascular pada masing- masing radix saraf menebal lig. denticularum
Ke lateral melekat ke arachnoid-duramater

B. Cairan Cerebrospinalis
Cairan serebrospinalis mengelilingi ruang sub araknoid di sekitar otak dan medulla
spinalis. Cairan ini juga mengisi ventrikel dalam otak. Cairan cerebrospinalis menyerupai
plasma darah dan cairan interstisial, tetapi tidak mengandung protein. Cairan
serebrospinalis dihasilkan oleh pleksus choroideus dan sekresi oleh sel-sel ependimal yang
mengitari pembuluh darah serebral dan melapisi kanal sentral medulla spinalis. Fungsi
cairan cerebrospinalis adalah sebagai bantalan untuk pemeriksaan lunak otak dan medulla
spinalis, juga berperan sebagai media pertukaran nutrient dan zat buangan antara darah dan
otak serta medulla spinalis
VENTRIKULUS

Terdiri dari:
1. Ventrikulus lateralis
a. Berbentuk huruf C panjang dan menempati hemisphareum cerebri.
b. Berhubungan dengan ventrikulus tertius melalui foramen interventricular (Monroi) yang
terletak di bagian depan dinding medial ventrikulus dengan batas:
Didepan: Columna anterior fornix.
Dibelakang: Ujung depan thalamus.
Letak: Dalam hemisphaerum serebri.
Dibedakan:

1. Corpus ventriculi lateralis


Atap dibentuk oleh dataran bawah corpus callosum, dasar dibentuk oleh (dari lateral ke
medial) corpus nucleus caudatus, dimana corpus akan menyempit makin ke belakang, stria
terminalis, vena thalamostriata, corpus fornix. Plexus choriodeus dari ventriculus lateralis
menjorok kedalam rongga ventricale melalui celah yang dikenal sebagai Fissura
chorioidea. Di depan dinding medial ventriculus lateralis dibentuk oleh septum pellucidum.

2. Cornu anterior ventriculi lateralis


Menjorok ke depan dalam lobus frontalis, kebelakang lanjut menjadi corpus ventriculi.
Dibedakan atas:
 Atap: dibentuk oleh dataran bawah bagian depan corpus callosum.
 Depan: genu corpus callosum.
 Dasar: dibentuk oleh caput nucleus caudatus.
 Medial: dataran atas rostrum dari corpus callosum, septum pellucidum dan columna
anterior fornix.

3. Cornu posterior ventriculi lateralis


Menjorok ke dalam lobus occipitalis.
Dibedakan atas:
 Atap dan dinding lateral: Dibentuk oleh tapetum.
 Lateral: Radiation opticum.
 Medial, punya 2 pelebaran:
- Pelebaran atas: Forcep major menjorok kedalam lobus occipitalis disebut sebagai
Bulbus cornu posterior.
- Pelebaran bawah: Dibentuk oleh sulcus calcarina dikenal sebagai calcar avis.

4. Cornu inferior ventriculi lateralis


Menjorok kedalam lobus temporalis. Dibedakan atas:
 Atap: Dibentuk oleh dataran bawah tapetum dan ekor nucleus caudataus yang kedepan
berakhir pada nucleus amygdaloideus. Medialis dari ekor nucleus caudatus terdapat
stria terminalis.
 Dasar: Dilateral dibentuk oleh eminentia collaterale yang dibentuk oleh fisura
collaterale, dimedial dibentuk oleh hippocampus.

5. Ventrikulus tertius
Antara dua thalamus kanan dan kiri. Berhubungan dengan ventrikulus quartus melalui
aquaeductus cerebri (Sylvii).

6. Ventrikulus quartus
- Terletak antara pons, medula oblongata bagian atas dengan cerebellum.
- Kebawah melanjutkan diri ke canalis centralis di dalam medula spinalis.
- Keatas ke cavum subarachnoidea melalui 3 lubang diatas ventriculus quartus yaitu
foramen Magendi (tunggal) dan foramen luscka (sepasang).
7. Ventrikulus terminalis
Merupakan ujung paling bawah caudalis sentralis yang sedikit melebar.

1.1.Mikroskopis
MENINGES

1. Duramater
Terdiri dari lapisan luar dan lapisan dalam. Lapisan luar atau disebut juga lapisan endosteum
merupakan jaringan ikat padat yang kuat dan tebal. Lapisan dalam atau lapisan fibrosa kurang
mengandung pembuluh darah.

2. Arachnoid
Jaringan ikat tipis dan lebih halus non vaskuler Membran arachnoid dan trabekulanya,
tersusun dari serat-serat kolagen halus dan serat elastis.

3. Piamater
Lapisan piamater yang lebih superfisial, tersusun dari anyaman-anyaman jaring serat kolagen,
yang berhubungan dengan arachnoid. Lapisan dalam terdiri dari serat-serat retikular dan elastin
yang halus yang melekat langsung pada permukaan otak dan medulla spinalis. Lapisan ini
mengandung banyak pembuluh darah spinal anterior dan posterior dengan berbagai ukuran.

LI.2 Memahami Dan Menjelaskan Fisiologi LCS (Liquor Cerebro Spinalis)


a. Definisi
Cerebrospinal Fluid (CSF) merupakan cairan yang mengelilingi ruang subarakhnoid sekitar
otak dan medulla spinalis, serta mengisi ventrikel dalam otak. Cerebrospinal Fluid merupakan
cairan tidak berwarna yang melindungi otak dan spinal cord dari cedera yang disebabkan oleh
faktor kimia dan fisika. Cairan ini mengangkut oksigen, glukosa, dan bahan kimia yang
dibutuhkan dari darah ke neuron dan neuroglia. Volume total dari CSF adalah 80-150ml.
b. Penghasil
Cairan CSF dibentuk rata-rata sekitar 500 ml setiap hari. Sebanyak 2/3 CSF dihasilkan dari
plexus choroideus dan 1/3-nya dihasilkan dari sel ependim yang ada di permukaan ventrikel.
Darah yang masuk ke dalam otak mengalami ultrafiltrasi pada plexus choroid dan diubah
menjadi CSF.
CSF dihasilkan oleh :
1. Plexus choroid : jaring-jaring kapiler berbentuk bunga kol yang menonjol dari piamater
pada ventrikel ke-3 dan ke-4.
2. Disekresikan oleh sel-sel ependimal : single layer yang mengitari pembuluh darah
cerebral dan melapisi kanal sentral medulla spinalis. Sel-sel ependimal ini pun menutupi
choroid plexus sebagai blood-brain barrier sehingga berfungsi untuk mengatur komposisi
CSF.

c. Sirkulasi CSF
Keterangan:

Cairan bergerak dari ventrikel lateral  melalui foramen interventrikular (Munro) → menuju
ventrikel ke-3 otak (tempat cairan semakin banyak karena ditambah oleh plexus koroid) →
melalui aquaductus cerebral (Sylvius)  menuju ventrikel ke-4 (tempat cairan ditambahkan
kembali dari pleksus koroid) → melalui tiga lubang pada langit-langit ventrikel ke-4 →
bersirkulasi melalui ruang subarakhnoid, di sekitar otak dan medulla spinalis → direabsorsi
di vili arakhnoid (granulasi) →ke dalam sinus vena pada duramater  kembali ke aliran darah
tempat asal produksi cairan tersebut.
Mekanisme sekresi CSS oleh pleksus choroideus adalah sebagai berikut:
Natrium dipompa/disekresikan secara aktif oleh epitel kuboid pleksus khoroideus sehingga
menimbulkan muatan positif di dalam CSS. Hal ini akan menarik ion-ion bermuatan negatif,
terutama clorida ke dalam CSS. Akibatnya terjadi kelebihan ion di dalam cairan neuron
sehingga meningkatkan tekanan somotik cairan ventrikel sekitar 160 mmHg lebih tinggi dari
pada dalam plasma. Kekuatan osmotik ini menyebabkan sejumlah air dan zat terlarut lain
bergerak melalui membran khoroideus ke dalam CSS. Bikarbonat terbentuk oleh karbonik
anhidrase dan ion hidrogen yang dihasilkan akan mengembalikan pompa Na dengan ion
penggantinya yaitu Kalium. Proses ini disebut Na-K Pump yang terjadi dgn bantuan Na-K-
ATP ase, yang berlangsung dalam keseimbangan. Obat yang menghambat proses ini dapat
menghambat produksi CSS. Penetrasi obat-obat dan metabolit lain tergantung kelarutannya
dalam lemak. Ion campuran seperti glukosa, asam amino, amin danhormon tyroid relatif tidak
larut dalam lemak, memasuki CSS secara lambat dengan bantuan sistim transport membran.
Juga insulin dan transferin memerlukan reseptor transport media. Fasilitas ini (carrier) bersifat
stereospesifik, hanya membawa larutan yang mempunyai susunan spesifik untuk melewati
membran kemudian melepaskannya di CSS.

Natrium memasuki CSS dengan dua cara, transport aktif dan difusi pasif. Kalium disekresi ke
CSS dgnmekanisme transport aktif, demikian juga keluarnya dari CSS ke jaringan otak.
Perpindahan Cairan, Mg dan Phosfor ke CSS dan jaringan otak juga terjadi terutama dengan
mekanisme transport aktif, dan konsentrasinya dalam CSS tidak tergantung pada
konsentrasinya dalam serum.
Perbedaan difusi menentukan masuknya protein serum ke dalam CSS dan juga pengeluaran
CO2. Air dan Na berdifusi secara mudah dari darah ke CSS dan juga pengeluaran CO2. Air
dan Na berdifusi secara mudah dari darah ke CSS dan ruang interseluler, demikian juga
sebaliknya. Hal ini dapat menjelaskan efek cepat penyuntikan intervena cairan hipotonik dan
hipertonik.
Ada 2 kelompok pleksus yang utama menghasilkan CSS: yang pertama dan terbanyak terletak
di dasar tiap ventrikel lateral, yang kedua (lebih sedikit) terdapat di atap ventrikel III dan IV.
Diperkirakan CSS yang dihasilkan oleh ventrikel lateral sekitar 95%. Rata-rata pembentukan
CSS 20 ml/jam. CSS bukan hanya ultrafiltrat dari serum saja tapi pembentukannya dikontrol
oleh proses enzimatik.
CSS dari ventrikel lateral melalui foramen interventrikular monroe masuk ke dalam ventrikel
III, selanjutnya melalui aquaductus sylvii masuk ke dlam ventrikel IV. Tiga buah lubang dalam
ventrikel IV yang terdiri dari 2 foramen ventrikel lateral (foramen luschka) yang berlokasi pada
atap resesus lateral ventrikel IV dan foramen ventrikuler medial (foramen magendi) yang
berada di bagian tengah atap ventrikel III memungkinkan CSS keluar dari sistem ventrikel
masuk ke dalam rongga subarakhnoid. CSS mengisi rongga subarakhnoid sekeliling medula
spinalis sampai batas sekitar S2, juga mengisi keliling jaringan otak. Dari daerah medula
spinalis dan dasar otak, CSS mengalir perlahan menuju sisterna basalis, sisterna ambiens,
melalui apertura tentorial dan berakhir dipermukaan atas dan samping serebri dimana sebagian
besar CSS akan diabsorpsi melalui villi arakhnoid (granula Pacchioni) pada dinding sinus
sagitalis superior.
Yang mempengaruhi alirannya adalah: metabolisme otak, kekuatan hidrodinamik aliran darah
dan perubahan dalam tekanan osmotik darah. CSS akan melewati villi masuk ke dalam aliran
darah vena dalam sinus. Villi arakhnoid berfungsi sebagai katup yang dapat dilalui CSS dari
satu arah, dimana semua unsur pokok dari cairan CSS akan tetap berada di dalam CSS, suatu
proses yang dikenal sebagai bulk flow. CSS juga diserap di rongga subrakhnoid yang
mengelilingi batang otak dan medula spinalis oleh pembuluh darah yang terdapat pada
sarung/selaput saraf kranial dan spinal. Vena-vena dan kapiler pada piameter mampu
memindahkan CSS dengan cara difusi melalui dindingnya.
Perluasan rongga subarakhnoid ke dalam jaringan sistem saraf melalui perluasaan sekeliling
pembuluh darah membawa juga selaput piametr disamping selaput arakhnoid. Sejumlah kecil
cairan berdifusi secara bebas antara cairan ekstraseluler dan css dalam rongga perivaskuler dan
juga sepanjang permukaan ependim dari ventrikel sehingga metabolit dapat berpindah dari
jaringan otak ke dalam rongga subrakhnoid. Pada kedalaman sistem saraf pusat, lapisan pia
dan arakhnoid bergabung sehingga rongga perivaskuler tidak melanjutkan diri pada tingkatan
kapiler.

d. Fungsi CSF
1. Menyokong dan melindungi otak dan spinal cord
2. Sebagai shock absorber antara otak dan tulang cranium (otak dan CSF memiliki gaya berat
spesifik yang kurang-lebih sama sehingga otak dapat dengan aman terapung dalam cairan
ini)
3. Menjaga agar otak dan spinal cord tetap basah sehingga memungkinkan pertukaran zat
antara CSF dan sel saraf
4. Mempertahankan tekanan intracranial
5. Transportasi nutrisi bagi jaringan saraf mengangkut produk sisa
6. Sebagai buffer / lingkungan yang baik bagi jaringan saraf
7. Menjaga hemeostatis dengan cara:
i. Mechanical protection (sebagai bantalan untuk jaringan lunak otak & medulla
spinalis.)
ii. Sirkulasi (sebagai tempat pertukaran nutrien dan zat buangan antara darah dan
jaringan saraf)
iii. Chemical protection (melindungi otak & medulla spinalis dari bahan kimia yang
berbahaya)

e. Normal performance of CSF


1. Jernih (tidak berwarna) seperti air.
2. Ditemukan sel-sel mononuclear (limfosit 2 – 5 sel/ml dan monosit).
3. Tidak ditemukan mikroorganisme
4. Sifatnya basa / alkali
5. Tidak berbau

f. Perubahan performa CSF karena infeksi


1. Infeksi bakteri  bakteri mengeluarkan zat kimia yang sesuai dengan reseptor pada
neutrofil  neutrofil tertarik  kadar neutrofil dalam CSF meningkat
2. Infeksi bakteri  bakteri menggunakan glukosa sebagai bahan bakar energi  kadar
glukosa dalam CSF menurun
3. Infeksi bakteri  terjadi peradangan  permeabilitas sawar darah otak terganggu 
protein berukuran besar dapat masuk  terjadi peningkatan kadar protein dalam CSF
4. Infeksi bakteri  terjadi pendarahan  warna CSF akan berubah

g. Konstituen CSF
Komposisi dari CSF menyerupai plasma darah dan cairan interstitial, mengandung glukosa,
protein, asam laktat, urea, kation (Na+, K++, Ca2+, Mg2+), anion (Cl-, HCO3-), sel darah putih,
tetapi tidak mengandung protein.
1. Protein  Normal : sedikit protein, karena sawar darah otak tidak bisa ditembus oleh
protein yang molekulnya besar (akan meningkat bila terjadi penurunan permeabilitas
BBB)
2. Glukosa  Normal : 40-70mg/dl (2/3 gula darah).
3. Asam laktat  Normal : 10 -20 mg/dl (akan meningkat bila terjadi perombakan glukosa)
4. Ureum  Normal : 10-15 mg/dl, hampir sama dengan darah

5. Glutamine  Normal : 20 mg/dl


6. Enzim  enzim yang terdapat dalam serum(seperti : LDH, ALT, dan AST) juga terdapat
dalam CSF dengan jumlah lebih rendah
7. Zat-zat lain :
i. Konsentrasi Na sama dengan pada plasma
ii. Konsentrasi Cl 15 % lebih besar daripada plasma
iii. Konsentrasi K 40 % lebih kecil daripada plasma
iv. Sedikit ion bikarbonat.

Tabel Karakteritik CSF Dewasa Normal


kadar CSF relatif terhadap kadar
plasma
- Tekanan 75-200 mmH2O
- pH 7,32-7,35 Sedikit lebih rendah
- Protein total 15-45 mg/dl 0,2-0,5 %
- Imunoglobin 0,75-3,5 mg/dl < 0,1 %
- Albumin / globulin 8:1 3-4 kali lebih tinggi
- Glukosa 40-70 mg/dl 50-80 % dari kadar dalam
darah 30-60 menit
sebelumnya
- Asam Laktat 10-20 mg/dl Hampir sama
- Urea (sebagai nitrogen urea) 10-15 mg/dl Hampir sama
- Glutamin < 20 mg/dl Hampir sama
- Limfosit 2-5/ml

LI.3 Memahami Dan Menjelaskan Meningoensefalitis


3.1 Definisi
Meningitis adalah radang umum pada arakhnoid dan piamater yang dapat terjadi secara akut
dan kronis. Meningitis sering terjadi pada anak usia 1 bulan – 2 tahun. Dan jarang terjadi pada
dewasa kecuali jika memiliki factor khusus. Sedangkan ensefalitis adalah radang jaringan otak.
Encephalitis adalah suatu proses inflamasi pada parenkim otak yang biasanya merupakan suatu
proses akut, namun dapat juga terjadi postinfeksi encephalomyelitis, penyakit degeneratif
kronik, atau slow viral infection. Encephalitis merupakan hasil dari inflamasi parenkim otak
yang dapat menyebabkan disfungsi serebral.
Meningoensefalitis adalah peradangan pada meningen dan otak. Penderita dengan
meningoensefalitis dapat menunjukkan kombinasi gejala meningoencephalitis dan ensefalitis.

3.2 Etiologi
Meningoencephalitis dapat disebabkan oleh bakteri, virus, atau beberapa kasus yang jarang
disebabkan oleh jamur. Dan penyebab lain seperti obat-obatan dan tumor dapat menjadi
pemicu terjadinya meningitis.

UMUR ORGANISME PENYEBAB YANG UMUM


Neonatus Streptococcus Group B atauD
Streptococcus non Group B
Escherichia coli, L. Monocytogenes.
Infant & anak-anak H. Influenzae (48%)
S. Pneumoniae (13%).
N. Meningitidis, Diplococcus pneumonia
Dewasa S. pneumoniae (30-50%), H. Influenzae (1-3%),
N. meningitidis (10-35%), Basil gram negatif(1-
10%),
Staphylococcus (5-15%), Streptococcus (5%),
Species Listeria (5%).

BAKTERI
Bakteri yang sering menyebabkan meningoencephalitis bacterial sebelum ditemukannya
vaksin Hib : S.pneumoniae, dan N. meningitidis. Bakteri yang menyebabkan
meningoencephalitis neonatus adalah bakteri yang sama yang menyebabkan sepsis neonatus.
Resiko meningoencephalitis bacterial meningkat pada keadaan penyalahgunaan alcohol, telah
menjalani splenektomi dan penderita dengan infeksi telinga hidung menahun.

Tabel Bakteri penyebab meningoencephalitis


Golongan Bakteri yang paling sering Bakteri yang jarang menyebabkan
usia menyebabkan meningoencephalitis
meningoencephalitis
Neonatus Group B streptococcus Staphylococcus aureus
Escherichia coli Coagulase-negative staphylococci
Klebsiella Enterococcus faecalis
Enterobacter Citrobacter diversus
Salmonella
Listeria monocytogenes
Pseudomonas aeruginosa
Haemophilus influenzae types a, b, c,
d, e, f, dan nontypable
>1 bulan Streptococcus pneumonia H. influenzae type b
Neisseria meningitides Group A streptococci
Gram-negatif bacilli
L. monocytogenes

VIRUS
Virus yang menyebabkan meningoencephalitis pada prinsipnya adalah virus golongan
enterovirus dimana termasuk didalamnya adalah coxsackieviruses, echovirus dan pada pasien
yang tidak vaksinasi (poliovirus). Virus golongan enterovirus dan arbovirus (St. Louis,
LaCrosse, California vencephalitis viruses) adalah golongan virus yang paling sering
menyebabkan meningoencephalitis. Selain itu virus yang dapat menyebabkan
meningoencephalitis yaitu HSV, EBV, CMV lymphocytic choriomeningoencephalitis virus,
dan HIV. Virus mumps adalah virus yang paling sering menjadi penyebab pada pasien yang
tidak tervaksinasi sebelumnya. Sedangkan virus yang jarang menyebabkan
meningoencephalitis yaitu Borrelia burgdorferi (lyme disease), B. hensalae (cat-scratch virus),
M. tuberculosis, Toxoplasma, Jamus (cryptococcus, histoplasma, dan coccidioides), dan
parasit (Angiostrongylus cantonensis, Naegleria fowleri, Acanthamoeba).

Tabel Virus penyebab meningoencephalitis


Akut Subakut
Adenoviruses HIV
1. Amerika utara JC virus
 Eastern equine encephalitis Prion-associated encephalopathies
 Western equine encephalitis (Creutzfeldt-Jakob disease, kuru)
 St. Louis encephalitis
 California encephalitis
 West Nile encephalitis
 Colorado tick fever
2. Di luar amerika utara
 Venezuelan equine
encephalitis
 Japanese encephalitis
 Tick-borne encephalitis
 Murray Valley encephalitis
Enteroviruses
Herpesviruses
 Herpes simplex viruses
 Epstein-Barr virus
 Varicella-zoster virus
 Human herpesvirus-6
 Human herpesvirus-7
HIV
Influenza viruses
Lymphocytic
choriomeningoencephalitis virus
Measles virus (native atau vaccine)
Mumps virus (native atau vaccine)
Virus rabies
Virus rubella

JAMUR
Jamur patogen, termasuk Coccidioides immitis, Blastomyces dermatitidis, dan Histoplasma
capsulatum, dapat menyebabkan meningoencephalitis. Invasi oportunistik dengan
Cryptococcus neoformans dan Aspergillus spp juga telah dijelaskan dalam beberapa spesies
mamalia. Terkadang, jamur lain, seperti Candida spp, Cladosporium trichoides, Paecilomyces
variotii, Chryseobacterium meningosepticum, dan Geotrichum candidum, menyebabkan
meningoencephalitis.

3.3. Parofisiologi

Ada jalur utama dimana agent infeksi (bakteri, virus, fungi, parasit) dapat mencapai system
saraf pusat (CNS) dan menyebabkan penyakit meningeal. Awalnya, agent infeksi berkolonisasi
atau membentuk suatu fokal infeksi pada tuan rumah. Kolonisasi ini bisa berbentuk infeksi
pada kulit, infeksi telinga, gigi, nasopharynx, traktus respiratorius, traktus gastrointestinal atau
traktus urinarius. Kebanyakan pathogen meningeal ditransmisikan melewati rute respiratorik.

Dari area kolonisasi ini, organism menembus submucosa melawan pertahanan tuan rumah
(misalnya, barier fisik, imunitas lokal, fagosit/makrofag) dan mencapai akses ke system saraf
pusat melalui (1) invasi kedalam sirkulasi darah (bakteremia, viremia, fungemia, dan
parasitemia) dan selanjutnya secara hematogenous dilepaskan ke system saraf pusat, dimana
ini merupakan mode yang penyebaran yang paling sering untuk kebanyakan agent (misalnya,
meningokokkus, cryptococcal, syphilitic, dan pneumococcal meningoencephalitis); (2)
kerusakan neuronal (misalnya, nervus olfactory dan peripheral) dengan agent penyebab
misalnya, Naegleria fowleri, Gnathostoma spinigerum; atau (3) kontak langsung (misalnya,
sinusitis, otitis media, congenital malformations, trauma, inokulasi langsung selama
manipulasi intrakranial).

Sekali berada di dalam system saraf pusat, agent-agent infeksi ini akan dapat bertahan hidup
oleh karena pertahanan tuan rumah (misalnya, immunoglobulin, neutrophil, komponen
komplement) terbatas dalam kompartemen tubuh ini. Adanya agent dan replikasi yang
dilakukan tidak terkontrol dan mendorong terjadinya suatu cascade inflamasi meningeal.
Kunci patofisiologi dari meningoencephalitis termasuk peran penting dari cytokines (mis,
tumor necrosis factor-alpha [TNF-alpha], interleukin [IL]–1), chemokines (IL-8), dan molekul
proinflamasi lain dalam pathogenesis pleocytosis dan kerus akan neuronal selama bakterial
meningoencephalitis. Peningkatan konsentrasi TNF-alpha, IL-1, IL-6, dan IL-8 dalam cairan
serebrospinal adalah temuan khas pasien meningoencephalitis bakterial.

Port de entry: kebanyakan masuk melewati rute respiratorik sehingga menyebabkan infeksi pada
traktus respiratorik. Rute gastrointestinal atau traktus urinarius juga menjadi rute infeksi.
Selanjutnya terjadi fokal infeksi. Dari fokal infeksi akan menembus submukosa dan mencapai
susunan saraf pusat melalui: invasi kedalam sirkulasi darah, dari saraf yang rusak misalnya nervus
olfactorius dan perifer. Port de entry yang lain adalah kontak langsung dari fokal infeksi sinusitis,
otitis media, atau dari malformasi congenital, trauma, inokulasi langsung saat operasi kepala.
3.4. Manifestasi Klinis

 Meningoensephalitis
Temuan pada pemeriksaan fisik bervariasi berdasarkan pada usia dan organisme penyebab
infeksi. Penting untuk diingat bahwa anak muda, jarang menunjukan gejala spesifik.
- Pada bayi muda temuan yang pasti mengarah ke meningitis jarang spesifik:
a. Hipotermia atau mungkin bayi demam
b. Ubun-ubun membumbung, diastasis (pemisahan) pada sutura jahitan, dan kaku kuduk
tapi biasanya temuan ini muncul lambat.
- Saat anak tumbuh lebih tua, pemeriksaan fisik menjadi lebih mudah dicari.
a. tanda-tanda meningeal lebih mudah di amati (misalnya, kaku kuduk, tanda kernig
positif dan Brudzinski juga positif)
b. tanda fokal neurologis dapat ditemukan sampai dengan 15% dari pasien yang
berhubungan dengan prognosis yang buruk
c. Kejang terjadi pada 30% pasien dengan meningitis bakteri
d. Kesadaran berkabut (obtundation) dan koma terjadi pada 15-20 % dari pasien dan lebih
sering dengan meningitis pneumokokus.
Dapat ditemukan tanda peningkatan tekanan intrakranial dan pasien akan mengeluhkan
sakit kepala, diplopia, dan muntah. Ubun-ubun menonjol, ptosis, saraf cerebral keenam,
anisocoria, bradikardia dengan hipertensi, dan apnea adalah tanda-tanda tekanan
intrakranial meningkat dengan herniasi otak. Papilledema jarang terjadi, kecuali ada oklusi
sinus vena, empiema subdural, atau abses otak

 Meningitis Bakterial
Pada bayi baru lahir dan prematur :Pasien tampak lemah dan malas,tidak mau
minum,muntah-muntah,kesadaran menurun,ubun-ubun besar tegang dan membonjol,leher
lemas,respirasi tidak teratur,kadang disertai ikterus jika sepsis.
Pada bayi berumur 3 bulan – 2 tahun :Demam, muntah,gelisah,kejang berulang,high
pitched cry (pada bayi) ubun-ubun tegang dan membonjol.
Pada anak besar :Meningitis kadang-kadang memberikan gambaran klasik.Terdapat
demam,menggil,muntah dan nyeri kepala.Kadang –kadang gejala pertama adalah
kejang,gelisah,gangguan tingkah laku.Penurunan kesadaran dapat terjadi.

Tanda klinis yang biasa didapat adalah kaku kuduk,tanda Brudzinski dan kerning.saraf
kranial yang sering mangalami kelainan adah N VI,VII dan IV. Bila terdapat trombosis
vaskular dapat timbul kejang dan hemiparesis.
- Meningitis Tuberkulosis
1. Stadium pertama : gejala demam,sakit perut,nausea,muntah,apatis kelainan
neurologis belum ada
2. Stadium kedua : tidak sadar,sopor,terdapat kelaianan neurologis ada tanda
rangsang meningeal,saraf otak yang biasa terkena adalah N III,IV,VI dan VII
3. Stadium ketiga : koma,pupil tidak bereaksi,kadang timbul spasme klonik pada
ekstremitas,hidrosefalus.

- Ensefalitis
1. Masa prodromal berlangsung antara 1 – 4 hari,ditandai dengan demam,sakit
kepala,pusing,muntah,nyeri tenggorokan,malaise,nyeri ekstremitas dan pucat.
2. Berat ringanya tergantung dari distribusi dan luas lesi pada neuron
3. Gejalanya berupa gelisah,iritabel,screamingattack,perubahan perilaku,gangguan
kesadaran dan kejang
4. Kadang – kadang disertai neurologis fokal berupa
afasia,hemiparesis,hemiplegia,ataksia,dan paralisis saraf otak
5. Tanda rangsang meningeal dapat terjadi bila peradangan mencapai meningen.

3.5 Diagnosis dan Diagnosis Banding


1. Anamnesis
Dapat dilakukan dengan autoanamnesis atau alloanamnesis bila pasien tidak koperatif
2. Pemeriksaan fisik
Perhatikan tanda rangsang meningeal positif: Kaku kuduk,Kernig sign dan Burdzinsky.
Papil edema, gejala neurologis fokal, terutama ggn pd saraf kranialis III, IV, VI, VII 
10-20% Px. Infeksi ekstrakranial sbg sumber, misal : OMP, dll. Artritis, terutama bila
N. meningitidis sbg penyebab, kejang, penurunan kesadaran  koma

Pemeriksaan Rangsangan Meningeal

Pemeriksaan Kaku Kuduk

Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa fleksi dan rotasi kepala.
Tanda kaku kuduk positif (+) bila didapatkan kekakuan dan tahanan pada pergerakan fleksi
kepala disertai rasa nyeri dan spasme otot. Dagu tidak dapat disentuhkan ke dada dan juga
didapatkan tahanan pada hiperekstensi dan rotasi kepala.

Pemeriksaan Tanda Kernig


Pasien berbaring terlentang, tangan diangkat dan dilakukan fleksi pada sendi panggul
kemudian ekstensi tungkai bawah pada sendi lutut sejauh mengkin tanpa rasa nyeri. Tanda
Kernig positif (+) bila ekstensi sendi lutut tidak mencapai sudut 135° (kaki tidak dapat di
ekstensikan sempurna) disertai spasme otot paha biasanya diikuti rasa nyeri.

Pemeriksaan Tanda Brudzinski I ( Brudzinski Leher)

Pasien berbaring terlentang dan pemeriksa meletakkan tangan kirinya dibawah kepala dan
tangan kanan diatas dada pasien kemudian dilakukan fleksi kepala dengan cepat kearah dada
sejauh mungkin. Tanda Brudzinski I positif (+) bila pada pemeriksaan terjadi fleksi involunter
pada leher.

Pemeriksaan Tanda Brudzinski II ( Brudzinski Kontra Lateral Tungkai)

Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha pada sendi panggul (seperti pada
pemeriksaan Kernig). Tanda Brudzinski II positif (+) bila pada pemeriksaan terjadi fleksi
involunter pada sendi panggul dan lutut kontra lateral.

Glasgow Coma Scale (GCS)


Secara kuantitatif, kesadaran dapat dinilai dengan menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS)
yang meliputi pemeriksaan untuk Penglihatan/Mata (E), Pemeriksaan Motorik (M) dan Verbal
(V). Pemeriksaan ini mempunyai nilai terendah 3 dan nilai tertinggi 15. Pemeriksaan derajat
kesadaran GCS untuk penglihatan/mata:

3. Pemeriksaan Penunjang

a. Laboratorium darah: darah lengkap: HB, HT, LED, eritrosit, leukosit, elektrolit
darah.
b. Pungsi lumbal untuk pemeriksaan LCS (indikasi infeksi: peningkatan sel darah
putih, protein, tekanan CSF > 180 mmHg, dan penurunan glukosa).
c. Biopsi
Biopsi otak mungkin diperlukan untuk diagnosis definitif dari penyebab ensefalitis,
terutama pada pasien dengan temuan neurologik fokal. Biopsi otak mungkin cocok

untuk pasien dengan ensefalopati berat yang tidak menunjukkan perbaikan klinis
jika diagnosis tetap tidak jelas. Lesi kulit petechial, jika ada, harus dibiopsi. Ruam
hasil meningococcemia dari dermal pembenihan organisme dengan kerusakan
endotel vaskular, dan biopsi dapat mengungkapkan organisme pada Gram
stain.Untuk melihat ada lesi desak ruang akibat progresi inflamasi seperti abses,
dan penumpukan cairan LCS (hidrosefalus).
d. Neuroimaging
Hampir semua pasien dengan meningoencephalitis bakteri akan memiliki
neuroimaging studi yang dilakukan selama mereka sakit. MRI lebih disukai
daripada CT karena sifatnya superioritas dalam menunjukkan daerah edema
serebral dan iskemia. Pada pasien dengan meningoencephalitis bakteri, difus
peningkatan meningeal sering terlihat setelah administrasi gadolinium.
Peningkatan meningeal tidak diagnostik meningoencephalitis, tetapi terjadi dalam
SSP penyakit yang berhubungan dengan peningkatan permeabilitas BBB.

Diagnosis Banding

Beberapa diagnosis banding untuk meningoencephalitis adalah Kejang demam,


Meningoencephalitis, Encephalitis, Intracranial abscess, Sekuele dari edema otak, Infark
cerebral, Perdarahan cerebral, Vaskulitis, Measles, Mumps.

3.6 Tatalaksana

FARMAKOLOGI
Dilakukan sedini mungkin setelah diagnosa pasti.
a. Terapi umum : Tirah baring total. Dan perawatan 5B  jangan sampai terjadi dekubitus.
b. Terapi spesifik : Antibiotika sesuai dgn hasil pemeriksaan LP. Bila ada kontra indikasi LP
 diberikan Antibiotika sesuai dgn Antibiotika empiris. Lama pemberian Antibiotika
sesuai dgn jenis bakteri. Pemberian Antiviral, Anti Jamur dan OAT.
Antibiotik
BAKTERI ANTIBIOTIKA
NEONATUS Streptococcus grup B atau Ampicillin + Cefotaxime
D, E. Coli, L. Ampicillin + Gentamycin
monocytogenes Acyclovir  H. simplex encephalitis
INFANT Ampicillin + Cefotaxime/ Ceftriaxone.
Chloramphenicol + Gentamycin
+ Vancomycin.
+ Dexamethason.
3 bln – 7 th S. pneumoniae, N. Cefotaxime / Ceftriaxone.
meningitidis, H. Influenzae + Vancomycin pd S. pneumoniae resistent
Cephalosporin.
Chloramphenicol + Vancomycin.
+ Dexamethason.
Anak-Dws S. pneumoniae, N. Cefotaxime/ Ceftriaxone+Ampicillin
7 thn – 50 thn meningitidis, L. Chloramphenicol+Trimethoprim/sulfamethoxaz
monocytogenes ole.
Bila prevalensi S. pneumonia resistent
cephalosporin > 2% diberikan:
Cefotaxime/ Ceftriaxone+Vancomycin
Chloramphenicol/ Clindamycin/ Meropenem.
Dws > 50 thn S. pneumoniae, H. Cefotaxime/ Ceftriaxone + Ampicillin
influenzae, spesies Bila prevalensi S. pneumonia resistent
Listeria, Pseudomonas cephalosporin > 2% diberikan:
aeruginosa, N. Cefotaxime/ Ceftriaxone+Vancomycin.
meningitidis. Ceftazidime.

Management Meningoencephalitis Jamur


Obat yang sering dipakai pada penanganan meningitis jamur diantaranya:
1. Amfoterisin B untuk terapi infeksi kriptokokal, antifungal spektrum luas.
2. Flusitosin efektif untuk infeksi jamur pada SSP yang disebabkan oleh Candida dan
Cryptococcus sp. Penetrasi ke cairan serebrospinal baik, mencapai 75% konsentrasi serum.
Diberikan sebagai kombinasi dengan Amfoterisin B atau Flukonasol, tidak diberikan
sebagai obat tunggal, mudah terjadi resistensi.
3. Flukanosol  Triazol spektrum luas yang digunakan untuk terapi kriptokokal
meningoencephalitis dan infeksi Candida. Dapat melalui sawar darah otak dengan mudah
dan memiliki waktu paruh tinggi dalam cairan serebrospinal.
4. Vorikonasol Triasol baru yang mempunyai aktivitas antifungal. Obat pilihan untuk
infeksi Aspergillus, Fusarium, Scedosporium yang sulit diterapi dengan Amfoterisin.
5. Kombinasi Obat
Dengan tujuan memperbaiki efikasi dan meminimalkan toksisitas
a. Amfoterisin B 0,7 mg/kgBB/hari iv + Flusitosin 100 mg/kgBB/hari per oral semala 2
minggu dilanjutkan Flukonasol 400-800 mg/hari per oral selama 8-10 minggu lalu
dilanjutkan Flukonasol 200 mg/hari per oral, baik untuk infeksi oleh Cryptococcus
neoformans.
b. Amfoterisin B 0,5 – 0,7 mg/kgBB/hari iv selama 4 minggu diteruskan Flukonasol 400-
800 mg/hari per oral seumur hidup untuk infeksi Coociodes immitis.
c. Amfoterisin B 0,7 mg/kgBB/hari iv + Flusitosin 100 mg/kgBB/hari per oral semala 2
minggu dilanjutkan Flukonasol 400-800 mg/hari per oral atau iv selama 4-6 minggu
untuk infeksi karena Candida Albicans.

Management Meningoencephalitis TB
1. Pengobatan umum  sama dengan meningitis bakterial akut.
2. Pengobatan spesifik, digunakan kombinasi tuberkulostatika :
a. INH.
b. Ethionamid/ Pyrazynamid.
c. Streptomycin.
d. Rifampicyn.
Management Meningoencephalitis Viral
1. Penatalaksanaan umum (5B)
2. Penatalaksanaan khusus : Tidak perlu antibiotic. Diberikan Acyclovir 10 mg/kgBB setiap
8 jam selama 3 minggu

NON FARMAKOLOGI

• Menurunkan demam pada anak dengan tepid sponging


• Menjaga nutrisi dengan baik
• Makanan diberikan melalui NGT (nasogastric tube) pada pasien koma
• Pastikan jalan nafas tetap bersih

3.7 Komplikasi
Neurologi :
1. Gangguan cerebrovaskuler  infark  nekrosis otak.
2. Edema otak
3. Hidrosefalus
4. Perdarahan otak
5. Kejang-kejang.
6. Efusi subdural  sering terjadi pd anak
7. Parese nervi cranialis (N. III, VI, VII, VIII)
Non Neurologi :
1. Septik shok
2. Respiratory distress syndrome
3. DIC
4. Pneumonia.
5. Miokarditis, endokarditis.
3.9 Prognosis
Prognosis bergantung pada penegakan diagnosis secara dini, penentuan organisme
penyebab serta pemberian obat yang tepat dan segera.Penderita meningoencephalitis dapat
sembuh, baik sembuh dengan cacat motorik atau mental atau meninggal tergantung :
a. umur penderita.
b. Jenis kuman penyebab
c. Berat ringan infeksi
d. Lama sakit sebelum mendapat pengobatan
e. Kepekaan kuman terhadap antibiotic yang diberikan
f. Adanya dan penanganan penyakit.
LI.4 Memahami Dan Menjelaskan Kejang Demam
4.1 Definisi
Kejang demam adlah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal diatas 38°C ) yang di sebabkan oleh suatu proses ekstrakranium

4.2 Etiologi
Semua jenis infeksi yang bersumber di luar susunan saraf pusat yang menimbulkan demam
dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang paling sering menimbulkan kejang
demam adalah infeksi saluran pernafasan atas, otitis media akut, pneumonia, gastroenteritis
akut, exantema subitum, bronchitis, dan infeksi saluran kemih .Selain itu juga infeksi diluar
susunan syaraf pusat seperti tonsillitis, faringitis, forunkulosis serta pasca imunisasi DPT
(pertusis) dan campak (morbili) dapat menyebabkan kejang demam.
Faktor lain yang mungkin berperan terhadap terjadinya kejang demam adalah :
- Produk toksik mikroorganisme terhadap otak (shigellosis, salmonellosis)
- Respon alergi atau keadaan imun yang abnormal oleh karena infeksi.
– Perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit.
– Gabungan dari faktor-faktor diatas

4.3 Klasifikasi

Menurut sub bagian syaraf anak FK-UI membagi tiga jenis kejang demam, yaitu :

1. Kejang demam kompleks


Diagnosisnya :
- Kejang berlangsung lebih dari 15 menit
- Kejang bersifat fokal/parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial
- Didapatkan kelainan neurologis
- berulang >1 kali dalam 24 jam

2. Kejang demam sederhana


Diagnosisnya :
- Serangan kejang kurang dari 15 menit atau singkat umumnya berhenti sendiri
- Kejang bersifat umum (tonik/klonik) tanpa gerakan fokal
- Tidak didapatkan kelainan neurologis sebelum dan sesudah kejang
- Frekuensi kejang kurang dari 3 kali / tahun
- kejangtidak berulang dalam waktu 24 jam
- merupakan 80% diantara seluruh kejang demam

3. Kejang demam berulang


Diagnosisnya :
- Kejang demam timbul pada lebih dari satu episode demam
- kejang 2 kali atau lebih dlam sehari

29
4.4 Patofisiologi
Untuk mempertahankan hidupnya, sel otak membutuhkan energi yaitu senyawa glukosa
yang didapat dari proses metabolisme sel. Sel - sel otak dikelilingi oleh membran yang
dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion Kalium
(K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natrium (Na+) dan elektrolit lain kecuali Clorida (Cl-
). Akibatnya konsentrasi ion K+ di dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi ion Na+ rendah.
Keadaan sebaliknya terjadi di luar sel neuron. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion
di dalam dan di luar sel tersebut maka terjadi beda potensial yang disebut “Potensial
Membran Sel Neuron”.
Untuk menjaga keseimbangan potensial membran sel diperlukan energi dan enzim Na-K-
ATP ase yang terdapat di permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini dapat
diubah oleh :
- Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular
- Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran listrik
dari sekitarnya
- Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan

Sebuah potensial aksi akan terjadi akibat adanya perubahan potensial membran sel yang
didahului dengan stimulus membrane sel neuron. Saat depolarisasi, channel ion Na+ terbuka
dan channel ion K+ tertutup. Hal ini menyebabkan influx dari ion Na+, sehingga menyebabkan
potensial membran sel lebih positif, sehingga terbentuklah suatu potensial aksi.
Dan sebaliknya, untuk membuat keadaan sel neuron repolarisasi, channel ion K+ harus
terbuka dan channel ion Na+ harus tertutup, agar dapat terjadi efluks ion K+ sehingga
mengembalikan potensial membran lebih negatif atau ke potensial membrane istirahat.
Renjatan listrik akan diteruskan sepanjang sel neuron. Dan diantara 2 sel neuron, terdapat
celah yang disebut sinaps, yang menghubungkan akson neuron pre-sinaps dan dendrite neuron
post sinaps. Untuk menghantarkan arus listrik pada sinaps ini, dibutuhkan peran dari suatu
neurotransmitter
Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1o C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme
basal 10-15% dan peningkatan kebutuhan oksigen sampai 20%. Jadi pada kenaikan suhu
tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran dan dalam waktu yang singkat
terjadi difusi ion Kalium dan Natrium melalui membran sel, dengan akibat lepasnya muatan
listrik yang demikian besar sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel
tetangga dengan bantuan neurotransmitter dan terjadilah kejang.
30
Pada anak dengan ambang kejang yang rendah kenaikan suhu sampai 38o C sudah terjadi
kejang, Namun pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu
diatas 40o C. Terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada anak dengan ambang kejang
rendah.
Kejang demam yang berlangsung singkat umumnya tidak berbahaya dan tidak
meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang demam yang berlangsung lama (>15 menit) biasanya
disertai dengan apneu, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot
skeletal yang mengakibatkan hipoksemia, hiperkapneu, dan asidosis laktat. Hipotensi arterial
disertai dengan aritmia jantung dan kenaikan suhu tubuh disebabkan meningkatnya aktivitas
berakibat meningkatnya metabolisme otak

4.5 Manifestasi Klinis


Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan
suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf pusat,
otitis media akuta, bronkitis, furunkulosis dan lain-lain. Serangan kejang biasanya terjadi
dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat
berbentuk tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri.
Namun anak akan terbangun dan sadar kembali setelah beberapa detik atau menit tanpa adanya
kelainan neurologik.
Gejala yang timbul saat anak mengalami kejang demam antara lain : anak mengalami
demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang terjadi secara tiba-tiba), kejang
tonik-klonik atau grand mal, pingsan yang berlangsung selama 30 detik - 5 menit (hampir selalu
terjadi pada anak-anak yang mengalami kejang demam). Kejang dapat dimulai dengan
kontraksi yang tiba-tiba pada otot kedua sisi tubuh anak. Kontraksi pada umumnya terjadi pada
otot wajah, badan, tangan dan kaki. Anak dapat menangis atau merintih akibat kekuatan
kontaksi otot. Anak akan jatuh apabila dalam keadaan berdiri.5
Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya berlangsung selama
10-20 detik), gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama, biasanya
berlangsung selama 1-2 menit), lidah atau pipinya tergigit, gigi atau rahangnya terkatup rapat,
inkontinensia (mengeluarkan air kemih atau tinja diluar kesadarannya), gangguan pernafasan,
apneu (henti nafas), dan kulitnya kebiruan. 5
Saat kejang, anak akan mengalami berbagai macam gejala seperti :
1. Anak hilang kesadaran
2. Tangan dan kaki kaku atau tersentak-sentak
3. Sulit bernapas
4. Busa di mulut
5. Wajah dan kulit menjadi pucat atau kebiruan
6. Mata berputar-putar, sehingga hanya putih mata yang terlihat.

4.6 Diagnosis Dan Diagnosis Banding


1. Anamnesis
- Adanya kejang, jenis kejang, kesadaran sebelum dan sesudah kejang , lama kejang
- Suhu sebelum / saat kejang, frekuensi dalam 24 jam, interval kejang, keadaan anak
pasca kejang, penyebab demam di luar infeksi susunan saraf pusat ( gejala infeksi
saluran napas akut / ISPA, infeksi saluran kemih (ISK), otitis media akut (OMA) dll,
- Riwayat perkembangan, riwayat kejang demam dan epilepsi dalam keluarga,
- Kesadaran sebelum dan sesudah kejang (menyingkirkan diagnosis meningoensefalitis)

31
- Singkirkan penyebab kejang yang lain ( misalkan diare, muntah yang mengakibatkan
gangguan elektrolit, sesak yang mengakibatkan hipoksemia, asupan kurang yang dapat
menyebabkan hipoglikemik.
2. Pemeriksaan Fisik
- Tanda vital terutama suhu
- Manifestasi kejang yang terjadi, misal : pada kejang multifokal yang berpindah-pindah
atau kejang tonik, yang biasanya menunjukkan adanya kelainan struktur otak.
- Kesadaran tiba-tiba menurun sampai koma dan berlanjut dengan hipoventilasi, henti
nafas, kejang tonik, posisi deserebrasi, reaksi pupil terhadap cahaya negatif, dan
terdapatnya kuadriparesis flasid mencurigakan terjadinya perdarahan intraventikular.
- Pada kepala apakah terdapat fraktur, depresi atau mulase kepala berlebihan yang
disebabkan oleh trauma. Ubun –ubun besar yang tegang dan membenjol menunjukkan
adanya peninggian tekanan intrakranial yang dapat disebabkan oleh pendarahan
sebarakhnoid atau subdural. Pada bayi yang lahir dengan kesadaran menurun, perlu
dicari luka atau bekas tusukan janin dikepala atau fontanel enterior yang disebabkan
karena kesalahan penyuntikan obat anestesi pada ibu.
- Terdapatnya stigma berupa jarak mata yang lebar atau kelainan kraniofasial yang
mungkin disertai gangguan perkembangan kortex serebri.
- Ditemukannya korioretnitis dapat terjadi pada toxoplasmosis, infeksi sitomegalovirus
dan rubella. Tanda stasis vaskuler dengan pelebaran vena yang berkelok – kelok di
retina terlihat pada sindom hiperviskositas.
- Transluminasi kepala yang positif dapat disebabkan oleh penimbunan cairan subdural
atau kelainan bawaan seperti parensefali atau hidrosefalus.
- Pemeriksaan umum penting dilakukan misalnya mencari adanya sianosis dan bising
jantung, yang dapat membantu diagnosis iskemia otak.
- Pemeriksaan untuk menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam (ISPA,
OMA, GE)
- Pemeriksaan refleks patologis
- Pemeriksaan tanda rangsang meningeal (menyingkirkan diagnosis meningoensefalitis)

3. Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi
dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan
lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaa laboratorium yang
dapat dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah.
- Pungsi lumbal
Pungsi lumbal adalah pemeriksaan cairan serebrospinal yang dilakukan untuk
menyingkirkan menigitis terutama pada pasien kejang demam pertama. Sangat
dianjurkan pada anak berusia di bawah 12 bulan, dianjurkan pada anak usia 12 - 18
bulan, dan dipertimbangkan pada anak di atas 18 bulan yang dicurigai menderita
meningitis
 Bayi < 12 bulan: diharuskan (pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan
atau menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasinya tidak jelas)
 Bayi antara 12-18 bulan: dianjurkan
 Bayi > 18 bulan: tidak rutin, kecuali bila ada tanda-tanda meningitis

Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal

32
- CT Scan atau MRI
Jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan hanya diindikasikan pada keadaan:
a. Adanya riwayat dan tanda klinis trauma kepala.
b. Kemungkinan adanya lesi struktural diotak (mikrosefali, spastik).
c. Adanya tanda peningkatan tekanan intrakranial (kesadaran menurun, muntah
berulang, fontanel anterior menonjol, paresis saraf otak VI, edema papil)

- EEG (Electro Encephalography)


EEG adalah pemeriksaan gelombang otak untuk meneliti ketidak normalan
gelombang dan dipertimbangkan pada kejang demam kompleks. Pemeriksaan ini tidak
dianjurkan untuk dilakukan pada kejang demam yang baru terjadi sekali tanpa adanya
defisit neurologis, EEG ini tidak dapat memprediksi berulangnya kejang atau
memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pasien kejang demam.

DIAGNOSIS BANDING
Menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang, harus dipikirkan apakah
penyebab kejang itu di dalam atau diluar susunan saraf pusat. Kelainan di dalam otak
biasanya karena infeksi, misalnya meningitis, ensefalitis, abses otak, dan lain-lain. Oleh
sebab itu perlu waspada untuk menyingkirkan dahulu apakah ada kelainan organis di otak.

Tabel Diagnosa Banding


No Kriteri Banding Kejang Epilepsi Meningitis
Demam Ensefalitis
1. Demam Pencetusnya Tidak berkaitan Salah satu
demam dengan demam gejalanya demam
2. Kelainan Otak (-) (+) (+)
3. Kejang berulang (+) (+) (+)
4. Penurunan kesadaran (+) (-) (+)

4.7 Tatalaksana

Pemberian obat saat kejang

Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang kejang sudah
berhenti. Apabila datang dalam keadaaan kejang, obat paling cepat unutuk menghentikan
kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Dosis diazepam intravena adalah
0,3 – 0,5 mg/kgBB perlahan–lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5
menit, dengan dosis maksimal 20 mg.

Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang lagi dengan
cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila setelah 2 kali pemberian
diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke Rumah Sakit. Di Rumah Sakit dapat
diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3 – 0,5 mg/kgBB.

33
Bila kejang tetap belum berhenti dapat diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis awal
10–20 mg/kgBB/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya
adalah 4-8 mg/kg/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal. Bila dengan fenitoin kejang masih
belum berhenti maka pasien harus dirawat diruangan intensif. Bila kejang telah berhenti
maka pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis demam.

Pemberian obat pada saat demam

1. Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko terjadinya kejang
demam, namun para ahli di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap diberikan. Dosisi
parasetamol yang digunakan adalah 10 – 15 mg/kgBB/kali diberikan 3 kali sehari dan tidak
lebih dari 5 kali. Dosis ibuprofen 5 – 10 mg/kgBB/kali diberikan 3 - 4 kali sehari.

2. Antikonvulsan
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kgBB setiap 8 jam pada saat demam menurunkan
risiko berulangnya kejang pada 30% - 60% kasus, begitu pula dengan diazepam rektal dosisi
0,5 mg/kgBB setiap 8 jam pada suhu >38,5 oC. Dosis tersebut cukup tinggi dan
menyebabkan ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25 – 39 % kasus.

Pemberian obat rumatan

Indikasi pemberian obat rumatan

Pengobatan rumatan hanya diberikan bila kejang demam menunjukan ciri sebagai berikut
(salah-satu):

 Kejang demam lama >15 menit.


 Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya
hemiparesis, paresisi todd, cerebral palsy, retardasi mental dan hidrosefalus.
 Kejang fokal.
34
 Pengobatan rumatan dipertimbangkan bila:
- Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 2 jam.
- Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan.
- Kejang demam ≥ 4 kali per tahun.

Jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumatan

Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam menurunkan risiko
berulangnya kejang. Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan
penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping, maka pengobatan hanya diberikan
terhadap kasus selektif dan dalam jangka pendek. Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat
menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar pada 40-50% kasus. Obat pilihan saat
ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus, terutama yang berumur kurang dari 2
tahun asam valproat dapat menyebabkan gangguan hati. Dosis asam valproat 15 – 40
mg/kgBB/hari dalam 2 - 3 dosis, dan fenobarbital 3 – 4 mg/kgBB/hari dalam 1 – 2 dosis.

Lama pengobatan rumatan

Pengobatan diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara ertahap
selama 1 – 2 bulan.

4.8 Komplikasi
1. Kerusakan sel otak
2. Penurunan IQ pada kejang demam yang berlangsung lama lebih dari 15 menit dan
bersifat unilateral
3. Kelumpuhan
4.9 Pencegahan
 Bila suhu udara panas, kenakan pakaian seminimal/setipis mungkin, atau tanggalkan
pakaiannya.
 Jangan selimuti anak dengan selimut tebal, karena justru akan meningkatkan suhu
tubuh dan menghalangi penguapan.
 Kompres dengan lap basah (suhunya kurang lebih sama dengan suhu badan anak).
Jangan gunakan alkohol atau air dingin (penggunaan alkohol amat berpeluang
menyebabkan iritasi pada mata dan keracunan/intoksikasi).
 Seka seluruh permukaan tubuh anak untuk menurunkan suhu di permukaan tubuh.
Penurunan suhu yang drastis justru tidak disarankan.
 Beri obat penurun panas.
 Beri banyak minum.
 Namun jika anak akhirnya terkena kejang demam, segera bawa ke dokter jika kejang
berulang atau terjadi lebih dari 5 menit.

4.10 Prognosis
Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, perjalanan penyakitnya baik dan tidak
menimbulkan kematian.Kejang demam pada umumnya dianggap tidak berbahaya dan
sering tidak menimbulkan gejala sisa, akan tetapi bila kejang berlangsung lama sehingga
menimbulkan hipoksia pada jaringan SSP, dapat menyebabkan adanya gejala sisa di

35
kemudian hari. Dan apabila tidak diterapi dengan baik, kejang demam dapat berkembang
menjadi:
a) Kejang demam berulang (rekurensi). Faktor resiko kejang demam berulang:
• Usia < 15 bulan saat kejang demam pertama
• riwayat kejang demam pada keluarga
• riwayat adanya demam yang sering
• kejang pertama adalah CPS
• kejang demam terjadi segera setelah mulai demam/saat suhu sudah relatif normal
b) Epilepsi
c) Kelainan motorik

LI.5 Memahami Dan Menjelaskan Lumbal Pungsi


Alasan dilakukannya lumbal pungsi:
1. Untuk menguji cairan cerebrospinal pada 4 penyakit, yaitu
a. Meningitis
b. Hemoragik subarachnoid
c. Keganasan system saraf pusat (kanker meningeal, tumor metastasis)
d. Penyakit autoimun dan sklerosis multipel
2. Untuk menentukan tekanan cairan cerebrospinal
3. Untuk mengetahui adanya penyakit yang berhubungan dengan immunoglobulin pada
neurotuberkulosis, neuroborreliasis, atau infeksi oportunistik
4. Untuk memperkenalkan ilmu anestesi, obat, media kontras pada radiografi dan nuclear
scans pada medulla spinalis
5. Untuk mengatahui seberapa luas infark pada otak atau stroke
6. Untuk mengetahui protein pada otak, contohnya saat mengalami trauma pada otak
ditemukan neuron spesifik enalase
Hal-hal yang harus diperhatikan sebelum lumbal pungsi:
1. Kadar darah
2. Memeriksa ada atau tidaknya papilledema
3. Memeriksa ada atau tidaknya lesi massa dengan CT scan sebelum melakukan lumbal
pungsi
4. Memeriksan ada atau tidaknya peningkatan pada tekanan cairan cerebrospinal
Prosedur Lumbal Pungsi
1. Minta pasien berbaring dengan posisi miring serta kepala difleksikan ke dada dan kaki
ditekuk, serta abdomen membungkuk. Posisi ini membantu meningkatkan ruang antar
lumbal terendah dan mempermudah masuknya jarum. Posisi duduk bisa digunakan
dengan kepala fleksi ke dada. Pasien diminta relaks dan bernapas perlahan
2. Tentukan tempat yang akan dilakukan lumbal pungsi, biasanya antara L4 dan L5 atau
lebih rendah lagi. Kemudian sterilkan daerah yang akan dimasukan jarum
3. Beri anestesi lokal perlahan di sekitas dermis yang akan dilakukan lumbal pungsi
4. Masukan jarum dengan styley didalamnya di pertengahan antara tulang belakang pada
lumbal dan masukan sampai ruang arachnoid secara perlahan. Setelah pasien merasa
36
ada sensasi “pop” atau masuknya jarum ke ruang subarachnod, pasien diminta untuk
meluruskan kaki secara perlahan untuk menurunkan kompersi abdomen
5. Keluarkan stylet tanpa ikut megeluarkan jarum. Kemudian pasang manometer untuk
mengukur tekanan pembukaan
6. Ambil empat sampel dan masukan ke dalam tabung steril. Masing-masing tabung
dimasukan 2-3 ml. tabung pertama untuk menguji kimia dan serologi, tabung kedua
untuk menguji mikrobiologi, tabung ketiga untuk menguji hematologi, tabung keempat
untuk antigen cryptococcal, tes sifilis (VDRL), protein elektroforesis. Kemudian baca
tekanan penutup sebelum mengeluarkan jarum. Jikan terjadi peningkatan, tidak boleh
mengambil cairan cerebrospinal > 2 ml karena berisiko bergesernya batang otak
7. Setelah mengeluarkan jarum, sterilkan kembali daerah lumbal pungsi
8. Beri label pda masing-masing tabung, nama pasien, waktu pengambilan. Specimen
harus segera dikirim ke laboratium untuk diperiksa. Untuk pemeriksaan bakteriologik
dan fungi, specimen tidak boleh dimasukan ke dalam lemari pendingin karena dapat
merubah hasil. Untuk memeriksa virus, specimen harus dalam keadaan beku
9. Catat waktu prosedur sampai waktu penyelesaian, status pasien, tampilan cairan
cerebrospinal, dan tekanan cairan cerebrospinal
Hal-hal yang harus diperhatikan saat lumbal pungsi:
1. Jika tekanan pembukaan > 200 mmH2O pada pasien yang sudah dalam keadaan relaks,
tidak boleh mengambil cairan cerebrospinal >2 ml
2. Jika tekanan pertama normal, lakukan uji Queckenstedt (pada pasien dengan tumor
sistem saraf pusat tidak boleh dilakukan uji ini). Pada uji ini, kedua vena jugularis diberi
tekanan yang bertujun untuk mendapatkan peningkatan tekanan cairan cerebrospinal
akut. Jika tekanan gagal meningkat saat vena jugularis diberi tekanan atau sempat
tekanan sempat meningkat kemudian setelah > 20 detik tekanan langsung turun setelah
kompresi dilepas, pasien didiagnosa cairan spinal terhalang total atau sebagian.
PEMERIKSAAN LCS

MAKROSKOPIS

Untuk pemeriksaan makroskopis selalu bandingkan cairan serebrospinal dengan aquadest


untuk melihat kelainan yang ringan.
1. Warna
Cairan otak normalnya jernih seperti aquadest. Jika ada warna kemungkinannya antara
lain :
a. Merah
Warna merah disebabkan karena adanya darah. Harus dibedakan antara darah
karena trauma pungsi atau perdarahan subarachnoidal. Jika darah berasal dari
pungsi, maka dalam tabung pertama terdapat yang terbanyak, tabung kedua dan
ketiga makin kurang jumlahnya. Jika dibiarkan atau di sentrifugasi cairan
serebrospinal jernih dan darah akan membentuk bekuan. Pada perdarahan
subarachnoidal, darah pada ketiga tabung sama jumlahnya dan tidak akan membeku
serta cairan serebrospinal berwarna kuning.
b. Coklat

37
Warna coklat menunjukkan adanya perdarahan yang tua dan disebabkan oleh
eritrosit yang mengalami hemolisis. Cairan serebrospinal berwarna kuning setelah
disentrifugasi.
c. Kuning (xanthokromi)
Disebabkan karena adanya perdarahan tua, mungkin juga karena ikterus berat oleh
kadar protein yang tinggi.
d. Keabu-abuan
Disebabkan oleh leukosit dalam jumlah besar seperti didapat pada radang purulen.

2. Kekeruhan
Untuk menguji kekeruhan, cairan serebrospinal dibandingkan dengan tabung berisi aqua
destillata. Pada keadaan normal, cairan otak sejernih aquadest. Umumnya kekeruhan
dapat disebabkan oleh darah, sel-sel peradangan (epitel dan leukosit) dan oleh kuman-
kuman. Penambahan jumlah sel (pleiositosis) tidak selalu disertai dengan kekeruhan.
Seperti pada ensefalitis, meningoencephalitis tuberkulosa, meningoencephalitis sifilitika
dan poliomyelitis.
Pada umumnya sebanyak 200 sel/ul atau kurang tidak menyebabkan kekeruhan yang
dapat dilihat. Kadar 200-500 sel/ul membuat cairan sedikit keruh dan kadar lebih dari
500 sel/ul menimbulkan kekeruhan. Kekeruhan yang jelas terjadi pada
meningoencephalitis purulenta. Laporan untuk hasil pemeriksaan : jernih, agak keruh,
keruh atau sangat keruh.

3. Sedimen
Cairan otak normal walaupun disentrifugasi tidak akan menimbulkan sedimen
sedikitpun. Adanya sedimen merupakan adanya abnormalitas. Jumlah sedimen
berbanding lurus dengan kekeruhan otak.

4. Bekuan
Cairan otak normal walaupun didiamkan tidak akan membentuk bekuan karena tidak
mengandung fibrinogen. Jika terjadi bekuan, laporkan wujud bekuan apakah halus sekali,
menyusun keping-keping, menyusun serat-serat, berupa selaput atau ada bekuan yang
kasar dan besar. Bekuan terjadi apabila terdapat fibrinogen di cairan serebrospinal dan
biasanya disertai dengan bertambanya protein (albumin dan globulin).Pada
meningoencephalitis tuberkulosa terbentuk bekuan yang sangat halus dan sangat
renggang. Bekuan yang merupakan selaput tipis di atas permukaan juga mungkin didapat
pada peradangan yang menahun.Adanya bekuan yang besar atau kasar mengarah kepada
meningoencephalitis purulenta. Bekuan en masse, yaitu cairan otak yang membeku
seluruhnya ditemukan pada sindroma Froin dan pada perdarahan besar. Pada ensefalitis
dan poliomyelitis biasanya tidak terjadi bekuan.

MIKROSKOPIS

1. Menghitung Jumlah Sel


Pemeriksaan ini harus segera dilakukan sebaiknya dalam waktu setengah jam setelah
mendapat cairan serebrospinal karena leukosit-leukosit sangat cepat rusak. Dalam
keadaan normal didapat 0-5 sel/ul cairan karena itu dipakai pengenceran dan kamar
hitung yang berlainan dengan cara menghitung leukosit dalam darah. Kamar hitung yang
sering dan sebaiknya digunakan ialah menurut Fuchs-Rosenthal, tinggi kamar hitung 0,2
mm dan luasnya 16 mm2. Larutan pengencer adalah larutan Turk pekat. Dalam keadaan
38
normal didapat 0-5 sel/ul cairan serebrospinal. Jika terdapat eritrosit, eritrosit tersebut
tidak dihitung. Bila ditemukan 6-10 sel/ul cairan termasuk batas keadaan abnormal,
sedangkan lebih dari 10 sel/ul berarti abnormal. Pada anak-anak di bawah umur 5 tahun
sampai 20 sel/ul masih dalam kisaran normal.

Jika ada lesi setempat yang bersifat menahun dan degeneratif yang tidak disertai radang
atau radang yang sangat ringan, jumlah sel tidak meningkat atau hanya meningkat sedikit
saja. Misalnya pada keadaan meningismus, tumor otak tanpa komplikasi dan sklerosis
multipel. Poliomyelitis, ensefalitis dan neurosifilis disertai pleiositosis ringan sampai 200
sel/ul, begitu juga dengan meningoencephalitis tuberkulosa. Jumlah sel yang besar sekali
didapat pada meningoencephalitis acuta purulenta.

2. Menghitung Jenis Sel


Meskipun dalam cairan serebrospinal ada lebih dari dua jenis sel, namun hanya dibuat
perbedaan antara sel yang berinti satu (limfosit) dan yang polinuklear (segmen). Jika
jumlah sel tidak terlalu banyak, yaitu kurang dari 50/ul sudah cukup untuk membuat
hitung jenis dari kamar hitung saja dengan hanya membedakan limfosit dari segmen. Jika
jumlahnya lebih besar, cara tersebut tidak dapat digunakan. Dalam keadaan normal hanya
ditemukan limfosit saja. Pada infeksi ringan yang menahun dan disertai pleiositosis
sedang, meningoencephalitis tuberkulosa dan meningoencephalitis sifilitika ditemukan
terutama sel limfosit. Pada peradangan mendadak oleh causa manapun (misalnya
meningococci dan pneumococci) ditemukan sel-sel segmen. Jumlah segmen besar dapat
ditemukan pula pada infeksi pyogen setempat seperti abses serebral atau ekstradural.
Jumlah segmen yang meningkat menandakan proses sedang menghebat sedangkan bila
limfosit bertambah maka proses tersebut mereda.
3. Bakterioskopi
Kuman yang paling sering terdapat di dalam cairan serebospinal adalah M. tuberculosis,
meningococci, pneumococci, streptococci dan H. influenzae. Pemeriksaan bakteriologi
berguna untuk mengetahui etiologi radang. Pewarnaan yang dipakai adalah pulasan
menurut Gram dan Ziehl-Nielsen atau Kinyoun. Sedimen merupakan bahan
pemeriksaan. Pulasan terhadap batang tahan asam baik dilakukan dengan bekuan halus
atau dengan selaput permukaan sebagai bahan pemeriksaan pada meningoencephalitis
tuberkulosa.

LI. 6 Memahami Dan Menjelaskan Keabsahan Haji Menurut Islam


Syarat Umroh
1. Islam
Ibadah umroh ini merupakan salah satu ibadah dalam agama Islam. Berumroh memang bagi
orang Islam yang mampu, sedangkan bagi orang non muslim tentu saja hal ini tidak
disyariatkan.
2. Berakal
Umroh disyariatkan bagi muslim yang berakal sehat. Tidak diperintahkan umroh bagi orang
gila dan tidak sah umroh yang dilakukan oleh orang gila.
3. Istitaah

39
Istitaah artinya mempunyai kemampuan dari segi fisik, biaya maupun keamanan.
4. Baligh
Telah mencapai usia Baligh adalah salah satu rukun umroh. Oleh karena itu anak kecil yang
belum baligh tidak disyariatkan melaksanakan umroh.
5. Merdeka
Bukan dari salah seorang dari hambah sahaya (budak) karena ibadah umroh ini memerlukan
waktu yang panjang yang dikahawatirkan kepentingan tuannya akan terbengkalai.
Rukun Umroh
1. Ihram
Memakai pakaian ihram, bagi laki laki adalah terdiri dari 2 lembar kain yang tidak berjahit.
1 helai melilit mulai pinggang sampai bawah lutut. sehelai lagi diselempangkan mulai dari
bahu kiri kebawah ketiak kanan. Jamaah umroh laki-laki tidak boleh mengenakan celana,
kemeja, tutup kepala dan juga tidak boleh menutup mata kaki.
Bagi wanita pakaian ihram lebih bebas tetapi disunatkan yang berwarna putih, yang penting
menutup seluruh tubuh, kecuali wajah dan telapak tangan mereka, yang penting tidak ada
jahitan. Lengan baju mesti sepanjang pergelangan tangan Kerudung yang digunakan harus
panjang, tidak jarang serta menutupi bagian dada. Baju, gaun atau rok harus sepanjang tumit.
Memakai kaos kaki. Sepatu sebaiknya tidak bertumit dan terbuat dari karet.
2. Tawaf
Adalah mengelilingi Baitulloh / Kabah 7 kali.
3. Sai
Sai dilakukan dari sudut shafa menuju Marwah (dihitung satu kali) dan dari Marwah
kembali ke Shafa dihitung satu kali. Semuanya dilakukan tujuh kali putaran. Sai berawal
dari shafa dan akan terakhir di marwah.
4. Tahalul
Tahalul artinya bercukur sebagian dari rambut di kepala. biasanya dikerjakan setelah selesai
sai, tanda bahwa kita telah sempurna melakukan umroh.
5. Tertib
Wajib Umroh
1. Ihram (Niat Ihram dari Miqot).
2. Meninggalkan yang dilarang dalam ihram sah.
3. Melaksanakan Tawaf Wada.
Tawaf wada adalah tawaf perpisahan sebelum kembali ke tanah air. Setelah Tawaf Wada
kita dilarang kembali ke Masjidil Haram dan Kabah. Oleh karena itu biasanya Tawaf wada
dilaksanakan dini hari setelah tahajud kemudian bisa dilanjutkan sholat subuh berjamaah.
Setelah itu jamaah umroh bisa berkemas perlengkapan umrohnya untuk pulang ke tanah air.
40
Berikut ini larangan ihrom bagi jamaah umroh:
Bagi laki-laki:
1. Berpakaian yang berjahit.
2. Memakai sepatu yang menutupi mata kaki.
3. Menutup kepala yang sifatnya melekat di kepala seperti topi (payung diperbolehkan).
Bagi wanita:
1. Berkaus tangan (menutup telapak tangan).
2. Menutup muka (bercadar).
Bagi laki-laki dan wanita:
1. Memakai wangi-wangian (kecuali yang dipakai sebelum ihrom dan sudah kering
sebelum berpakaian ihrom).
2. Memotong kuku dan bercukur atau mencabut bulu badan.
3. Memburu atau menganggu atau membunuh hewan dengan cara apapun.
4. Memotong atau merusak pepohonan tanah haram.
5. Meminang, menikah atau menikahkan serta bersaksi.
6. Bercumbu atau berjimak suami istri.
7. Mencaci, bertengkar atau mengucapkan kata-kata kotor.

Meninggalkan salah satu dari rukun-rukun tersebut, maka ibadahnya belum selesai kecuali
dengan melakukannya. Seandainya seseorang dalam umrahnya tidak melakukan thawaf, maka
ia harus tetap dalam keadaan ihram sampai melakukan thawaf. Dan orang yang tidak (belum)
melakukan sa’i, maka harus tetap dalam keadaan ihram sampai melakukan sa’i. Demikian pula
dalam ibadah haji, barang siapa yang tidak mengerjakan rukun-rukunnya, maka hajinya tidak
sah. Barangsiapa yang tidak wuquf di Arafah hingga matahari terbit pada keesokan harinya
(hari raya Qurban), maka ia telah ketinggalan ibadah haji dan hajinya tidak sah, maka ia
bertahallul dengan melakukan umrah, yaitu thawaf dan sa’i lalu mencukur rambut atau
memendekkannya. Setelah itu pulang ke negeri asalnya dan pada tahun berikutnya
mengerjakan ibadah haji kembali.

Demikian halnya bila halangan menyempurnakan haji atau umrah berupa sakit, suatu
peristiwa tak diduga, atau kehilangan bekal, maka jamaah harus bersabar, siapa tahu halangan
tersebut akan segera hilang. Apabila tidak bisa bersabar, dia dikategorikan orang yang
terhalang.

Maka, hendaknya dia menyembelih kurban (hadyu), mencukur atau memendekkan rambut
dan bertahalul. seperti firman Allah “Sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah.
Tetapi jika kalian terkepung (oleh musuh atau karena sakit), maka (sembelihlah) hadyu yang
mudah didapat, dan jangan kalian mencukur kepala kalian, sebelum hadyu sampai di tempat
penyembelihannya.” (QS. Al-Baqarah: 196).

Akan tetapi, jika orang yang terhalang tadi pada saat ihram sudah mengatakan, “Jika ada
sesuatu yang menghalangiku, tempat tahalulku adalah tempat di mana aku ditakdirkan terkena
halangan,” maka ihramnya tetap sah dan dia tidak perlu menyembelih hadyu.

41
DAFTAR PUSTAKA

Baehr M, Frotscher M. 2010. Diagnosis Topik Neurologi DUUS. Jakarta: EGC.

Pusponegoro HD, dkk. 2006. Konsensus Pentalaksanaan Kejang Demam. UKK Neurologi
IDAI.
Eroschenko V P. 2010. Atlas histologi diFiore: dengan korelasi fungsional.edisi 11..
Jakarta : EGC.

Mansjoer,Arif. Suprohaita, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media


Aesculapius (FKUI). Jilid 2. Edisi Ketiga.

Sherwood L. 2014. Fisiologi Manusia: dari sel ke sistem.edisi 8. Jakarta: EGC.

Jawetz et all.2012. Mikrobiologi Kedokteran.edisi 25. Jakarta: EGC

Guyton dan HALL.2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.edisi 12.Sngapore:Alseiver

Snell,Richard.2010..Neuroanatomi. Edisi 7. Jakarta : EGC

Fishbach, A Manual of Laboratory and Diagnostic Tests 7th edition 2003


Nelson,Behrmen, Kliegman,dkk.2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson edisi 15. Jakarta :
EGC

https://emedicine.medscape.com/article/232915-overview

Standard Treatment Guideline Ministry of Health Republic of Ghana, Sixth Edition, 2010

42

Anda mungkin juga menyukai