Anda di halaman 1dari 27

Sifilis

Sifilis telah dikenal sebagai kelainan yang berbeda sejak akhir abad kelima belas.
Ia termasuk dalam satu dari lima penyakit pertama yang dikenal sebagai penyakit
kelamin, bersama dengan gonorhea, limfogranuloma venereu, chancroid, dan
donovanosis (granuloma inguinalis). Sifilis ditandai dengan riwayat alamiah
kompleks yang sebagian besar ditentukan dengan katakter yang unik dari
spirocheta penyebabnya, Treponema pallidum, dan respon imunologi
terhadapnya. Patogenensisnya mirip dengan yang terjadi pada tuberkulosis.
Infeksi keduanya disebabkan oleh patogen intraselular yang bereplikasi perlahan
dimana penahanannya bergantung pada imunitas cell-mediated, keduanya ditandai
dengan penampakkan infeksi primer yang ringan bersama dengan bakteremia
yang tak terdeteksi dengan penyebaran dari organisme patogen ke berbagai organ
dan dengan hasil infeksi granulomatosa destruktif jika terjadi reaktivasi infeksi,
sering terjadi beberapa tahun kemudian, karena kegagalan pertahanan tubuh atau
imunodefisiensi yang nyata.
Sifilis memiliki tingkat primer, sekunder, tersier yang saling tumpang
tindih selama bertahun-tahun bahkan dekade, diselingi dengan periode infeksi
inaktif (laten). Secara umum, dampak paling serius dari penyakit ini berasal dari
infeksi kongenital, tetapi manifestasi serius yang paling sering terjadi pada dewasa
adalah neurosifilis. Meskipun sering dianggap manifestasi dari infeksi tersier
beberapa tahun hingga dekade dari infeksi awal, baik keterlibatan neurologis
subklinis atau overt sering pada sifilis dengan durasi kurang dari satu tahun.
Seorang penderita HIV yang menderita sifilis mungkin memiliki hasil yang
menyimpang dari tes serologis sifilis, respon yang buruk terhadap antibiotik terapi
sifilis, dan kemungkinan peningkatan risiko neurosifilis, tetapi efek ini jarang
terjadi. Dalam pandangan ini, alur infeksi sifilis pada penderita AIDS berbeda
secara substansial dibandingkan dengan tuberkulosis, meskipun paralel dalam
patogenesisnya.
Insiden infeksi sifilis (infeksi primer, sekunder, dan laten selama durasi
satu tahun) berfluktuasi secara besar di Amerika Serikat dan Eropa sepanjang abad
kedua puluh, karena peningkatan dalam pengenalan kasus, pelaporan, dan
mungkin peningkatan insidensi yang sesungguhnya pada setengah abad tersebut,
diikuti dengan peningkatan dan penurunan insidensi pada setengah abad sisanya
karena berbagai kelompok risiko muncul dan menunjukkan variabilitas besar
dalam frekuensi perilaku berisiko. Yang paling dramatis terjadi pada 25 tahun
yang lalu, tingkat sifilis pada negara industri secara besar-besaran terjadi akibat
pergeseran dari perilaku seksual dari laki-laki yang berhubungan seks dengan
laki-laki (LSL) sebagai respon terhadap penyebaran HIV dan perbaikan dari terapi
dan ketahanan hidup pada orang dengan HIV. Pada pertengahan 1990an, insidensi
sifilis di Amerika Serikat dan banyak negara industri lain telah menurun hingga ke
tingkat terendahnya sejak saat dibuatnya statistik nasional, dan pada 1999 Center
for Disease Control and Prevention (CDC) mengumumkan rencana untuk
mengeliminasi sifilis di berbagai area geografis Amerika Serikat, meskipun,
kebangkitan yang bermakna dimulai sekitar tahun 2000 dan terus berlanjut hingga
saat ini, dengan lebih dari dua kali lipat kasus yang dilaporkan sepanjang tahun
2009, terutama diantara LSL, banyak dari mereka yang juga terinfeksi HIV.
Sebagai tambahan pada LSL, tingkat sifilis di seluruh dunia paling tinggi
pada populasi yang sangat tidak menguntungkan. Kekebalan tingkat populasi
telah diusulkan sebagai penjelasan parsial untuk tingkat sifilis yang bervariasi,
tetapi kebanyakan ahli percaya bahwa variasi ini disebabkan hanya karena
penjelasan perilaku dan pengaruh sosial pada perilaku dan akses terhadap
perawatan kesehatan. Lebih dari IMS lainnya, kecuali mungkin HIV/AIDS, sifilis
tumbuh subur dalam lingkungan seksualitas yang belum diketahui atau secara
sembunyi-sembunyi dan pada kondisi ekonomi dan sosial, termasuk akses yang
buruk ke perawatan kesehatan, yang paling bermasalah. Di Amerika Serikat, sifilis
yang ditransmisikan dari hubungan heteroseksual terus berlanjut tinggi pada
kelompok minoritas, terutama di tenggara dan sepanjang perbatasan Amerika
Serikat dengan Meksiko, dimana sifilis kongenital terus muncul dalam tingkat
yang sangat tinggi. Oleh karena tren ini, eliminasi sifilis di Amerika Serikat tetap
menjadi harapan yang sulit dicapai untuk kedepannya. Usaha internasional untuk
mengendalikan sifilis secara besar-besaran dikendalikan oleh tingginya infeksi
kongenital pada banyak negara berkembang yang berlangsung terus-menerus.
EPIDEMIOLOGI
Insidensi
 Di Amerika Serikat, 13.997 kasus sifilis sekunder dan primer (P&S) dilaporkan
pada tahun 2009, termasuk kasus laten dini (durasi <1 tahun), insidensi di
Amerika Serikat sekitar 31.000 kasus per tahunnya.
 Insidensi yang dilaporkan dari sifilis P&S meningkat 119% dari 2000 (2,1
kasus per 100.000) menjadi 2009 (4,6 per 100.000)
 Variabilitas geografis sangat besar; 70% dari daerah di A.S melaporkan tidak
adanya kasus pada 2009.
 Uni Eropa memiliki 17.603 kasus yang dilaporkan (semua fase) pada 2007 (4,4
per 100.000); kebanyakan negara memiliki tingkat sekitar 1 sampai 8 per
100.000; di banyak negara, peningkatan tingkat terbaru pada tren A.S LSL
paralel
 Tingkat tertinggi ada di Afrika Selatan dan beberapa bagia Asia

Transmisi
 Transmisi seksual hanya terjadi selama fase primer, sekunder, dan awal fase
laten
 Membutuhkan paparan terhadap lesi mukokutaneus yang lembab (chancre,
bercak mukoid, kondiloma lata) dan mengandung koloni spirocheta
 Sifilis kongenital berasal dari infeksi transplasenta
 Kasus transmisi non-seksual yang jarang terjadi, biasanya akibat kontak
langsung dengan penderita dengan lesi non-genital (mis. perawatan dan
premastikasi dari makanan bayi pada beberapa kebudayaan)

Usia
 Semua usia dapat terinfeksi
 Tingkat tertinggi pada usia lebih tua dibanding IMS lain; di Amerika Serikat.
57% dari kasus P&S yang dilaporkan pada 2009 berusia ≥30 tahun (vs 12%
kasus chlamydia dan 20% kasus gonorhea)
 Sifilis yang terlambat biasa didiagnosa pada pasien dengan usia ≥50 tahun

Jenis kelamin dan Orientasi Seksual


 Kedua jenis kelamin dapat terinfeksi
 Distribusi jenis kelamin pada tingkat populasi secara garis besar mencerminkan
proporsi dari kasus pada LSL; rasio pria:wanita dari sifilis P&S yang
dilaporkan meningkat dari 1.2 banding 1 pada 1996 menjadi 5-6 banding 1 dari
2007 ke 2009; tren ini sama pada banyak negara industri lain, terutama di
Eropa Barat.
 Di Kabupaten King, Washingtin tingkat sifilis tahap awal per tahun pada 2009
diestimasi sekitar 342 per 100.000 LSL dan 1,169 kasus per 100.000 LSL yang
terinfeksi HIV (vs 0,4 per 100.000 laki-laki heteroseksual)
 Tingkat yang tinggi pada LSL terinfeksi HIV mungkin terlibat dalam bagian
pemilihan pasangan dengan status HIV (sensorting)
 Jarang terjadi secara khusus pada wanita homoseksual

Ras/Etnis
 Ras dan etnis merupakan penanda status sosioekonomi, akses terhadap
pelayanan kesehatan, edukasi, dan pola hubungan seksual (Bab.1)
 Kasus sifilis P&S yang dilaporkan, di Amerika Serikat, 2009
o Kulit putih 4.256 kasus (2,1 per 100.000)
o Keturunan Afrika-Amerika 7.335 kasus (19,2 per 100.000)
o Hispanik 2.112 kasus (4,5 per 100.000)
o Keturunan Kepulauan Pasifik/ Asia 225 kasus (1,6 per 100.000)
o Penduduk asli Amerika 61 kasus (2,4 per 100.000)

Faktor Risiko Lain


 Hubungan seksual yang tidak jelas
 Penyalahgunaan obat
 Seks komersil atau yang dipaksakan
 Sosial-ekonomi dan pencapaian pendidikan yang rendah
 Migrasi populasi
 Perang dan kondisi gangguan sosial lain
 Imigran gelap di Amerika Serikat

MANIFESTASI KLINIS
Epidemiologi dan Riwayat Paparan
 Hampir semua orang yang menderita infeksi sifilis mengakui memiliki
pasangan seks baru atau pasangan yang memiliki pasangan seksual lain.
 Seks tanpa perlindungan, terutama dengan pasangan seks komersial atau
pasangan yang tidak diketahui
 Diantara laki-laki, seks dengan laki-laki lain
 Laki-laki dan perempuan heteroseksual yang dipengaruhi kondisi sosial
yangtelah disebutkan di atas

Gejala dan Pemeriksaan


Sifilis primer
 Masa inkubasi 2-6 minggu, terkadang hingga 3 bulan, dari paparan awal
hingga ditemukannya bukti klini sifilis primer
 Chancre sering ditemukan sebagai sebuah lesi tunggal atau ulkus bulat atau
oval yang tidak nyeri, biasanya dengan tepi yang meninggi, dengan dasar
“bersih” sedikit atau tidak ada eksudat purulen
 Adanya chancre klasik tidak sensitif tetapi sangat spesifik untuk diagnosis
sifilis; mis. banyak chancre penampilannya kurang klasik, tetapi kebanyakan
chancre yang tipikal merupakan lesi sifilitik
 Lokasi : terutama pada lokasi yang sering terpapar selama aktivitas seksual
o Genital eksterna (glands dan batang penis, labia minor, introitus vagina)
o Lesi intravagina atau anal juga sering ditemukan
o Chancre oral biasanya muncul, bergantung pada aktivitas seksual yang
dilakukan
 Sering didapatkan limfadenopati regional, biasanya bilateral, dengan nodul
keras, tanpa fluktuasi, tidak nyeri atau sedikit nyeri, tanpa dasar eritema
 Tidak didapatkan gejala sistemik
 Infeksi yang asimptomatik sering terjadi, terutama karena chancre berada pada
lokasi yang tidak terlihat (mis, vagina, anal, oral, atau rektal)
 Semua manifestasi klinis dan gejala sangat bervariasi; kondisi atipikal juga
sering

Sifilis sekunder
 Bisa bertumpang tindih dengan sifilis primer, mis. chancre yang persisten pada
pasien dengan manifestasi sekunder
 Kebanyakan gambaran klinis adalah lesi papuloskuamos generalisata, bercak
kemerahan kulit yang tidak gatal, sering pada telapak tangan dan kaki
 Bercak merah atipikal, termasuk lesi pruritik dapat muncul
 Manifestasi yang beragam (sifilis telah dikenal “the great imitator”): bercak
pada mukosa (lesi pada membran mukosa tidak nyeri), kondiloma lata (papul
berbongkol-bongkol pada genital atau perianal), alopesia bercak-bercak
(“mouth eaten”), limfadenopati generalisata, hepatosplenomegali, nyeri perut
akibat ulkus gaster, demam, malaise, nyeri kepala, poliartritis kompleks imun,
dan lain-lain.

Neurosifilis
 Neurosifilis awal muncul selama infeksi fase sekunder dan fase laten awal
 Manifestasi klinis yang utama dari neurosifilis menggambarkan keterlibatan
meningovaskular: kelemahan nervus kranialis, nyeri kepala, hilang
pendengaran, disfungsi vestibular (mis. vertigo), oklusi arteri (biasanya
melibatkan arteri berukuran sedang) menyebabkan stroke
 Iritis dan uveitis sering terjadi; kelainan sifilis okular selalu ada pada
neurosifilis dan membutuhkan tatalaksana yang serupa

Sifilis Tersier (Akhir)


 Sifilis tersier yang klasik sekarang jarang pada sebagian besar wilayah di
dunia; hampir tidak pernah didengar di Amerika Serikat dan Eropa
Barat,mungkin karena banyak orang dengan sifilis laten yang menerima terapi
antibiotik secara tidak sengaja.
 Gambaran utamanya adalah lesi granulomatosa lokal yang destruktif (gumma)
pada kulit, hepar, tulang, atau organ lain
 Tanda dari neurosifilis akhir yaitu tabes dorsalis dan demensia, sering bersama
dengan gambaran paranoid (“paresis generalis”)
 Manifestasi kardiovaskular mis. aneurisma aorta ascenden dan insufisiensi
katup aorta, sekarang jarang terjadi

Sifilis laten
 Secara definisi, infeksi asimptomatik kapanpun setelah sifilis primer
 Hanya dapat dideteksi secara serologis
 Laten awal (≤1 tahun, infeksius) dan laten lambat (>1 tahun, biasanya tidak
menular)
 Perbedaan sifilis laten awal dan lambat masih sering menjadi perdebatan
karena sulit untuk membedakannya

Sifilis kongenital
 Keparahan bervariasi dari mulai asimtomatis hingga fatal
 Manifestasi awal yang sering yaitu abortus spontan, stillbirth¸ensefalitis,
kemerahan pada kulit secara general, rhinitis (“sengau”), gangguan hepar,
konsumsi koagulopati, kegagalan berbagai organ
 Manifestasi selanjutnya, biasanya tidak muncul pada saat lahir, yaitu osteitis
pada tulang panjang, malformasi tulang maksilofasial atau gigi geligi, keratitis,
hilang pendengaran tipe neurosensoris, defisit neuropsikologikal kronik

DIAGNOSIS LABORATORIUM
Identifikasi dari T.pallidum
 T.pallidum tidak dapat ditumbuhkan secara in vitro, tidak ada uji kultur yang
tersedia
 Deteksinya bergantung pada deteksi visualm antigen, dan genetik
 Visualisasi membutuhkan mikroskop medan gelap atau fase, atau teknik
pengecatan khusus (mis. silver stain, imunofluoresensi)

Mikroskop medan gelap


 Spesimen yang cocok yaitu kerokan saline dari chancre atau lesi mukokutan
sifilis sekunder, atau aspirasi nodul limfatikus
 Ditemukannya spirocheta yang motil khas T.pallidum : panjang 10-13 um, satu
putaran spiran per um, motilitas rotasional dan fleksi yang khas.
 Kemampuan mikroskop medan gelap tidak begitu baik bagi lesi oral dan
anorektal karena organisme spiral komensalisme yang sering mirip dengan
T.pallidum

Deteksi imunologis dan genetik


 Tes fluoresensi antibodi poliklonal spesifik dan cukup sensitif menggantikan
mikroskop medan gelap, tetapi tidak tersedia secara luas
 Tes fluoresensi antibodi poliklonal sensitif dan spesifik serta uji polymerasi
chain reaction (PCR) telah dikembangkan, tetapi secara komersial tidak
tersedia

Histopatologi
 Pengecatan silver stain atau mikroskopik imunofluoresensi dari jaringan yang
terinfeksi
 Tidak sensitif tetapi spesifik, terkadang manjadi alat diagnosis
Serologi
Uji antibodi serologis merupakan uji laobraorium diagnosis utama pada semua
fase sifilis selain sifilis primer

Uji non-treponema
 Uji Venereal Disease Research Laboratory (VDRL) dan variannya, termasuk
rapid plasma reagin (RPR) dan toluidine red unheated serum reagin test
(TRUST)
 Merupakan turunan dari tes serologis terdahulu (mis. Wassermann)
 Mendeteksi antibodi terhadap kardiolipin (difosfotidilkonin), sebuah
komponen membran normal dan tergabung dalam T.pallidum
 Sensitif terhadap semua fase kecuali sifilis primer
 Non-spesifik; hasil yang positif membutuhkan konfirmasi dengan uji
treponema
 Titer bervariasi dengan aktivitas infeksi; berguna untuk menilai respon terapi

Uji antibodi treponema


 Antibodi terhadap antigen T.pallidum
 Tes aglutinasi, mis. T.pallidum partikel agluttination (TPPA), T.pallidum
hemmagglutination (TPHA), dan microhemagglutination assay for T.pallidum
(MHA-TP)
 Fluorescent treponemal antibody-absorbed (FTA-ABS) merupakan baku emas
terdahulu; padat karya dan saat ini jarang digunakan, tetapi masih berguna
ketika tes lain memberikan hasil yang tidak pasti.
 Enzyme immunoassay (EIA), otomatis mudah dan cocok dalam efisiensi tes
untuk spesimen dalam jumlah besar, saat ini tersedia secara luas dan
penggunaannya meningkat untuk uji saring
 Uji cepat menggunakan teknologi aliran cairan (mis. dipstick); secara
komersial belum tersedia di Amerika Serikat.

Kegunaan dan interpretasi tes serologis


Kebanyakan pada abad kedua puluh, tes diagnostik awal dan uji saring serologis
dilakukan dengan uji non-treponema seperti VDRL, RPR, atau TRUST. Hasil
positif baru dengan tes ini membutuhkan konfirmasi menggunakan uji antibodi
spesifik T.pallidum seperti MHA-P, TPPA, atau FTA-ABS. Bagaimanapun, dalam
beberapa tahun ini perkembangan dan adopsi cepat dari tes spesifik T.pallidum
yang murah seperti dengan EIA dan teknologi lainnya, dan tes dipstick pada
beberapa kondisi, telah membawa kita untuk menggunakan uji treponema untuk
uji saring dan diagnostik. RPR, VDRL, dan TRUST masih memiliki
keuntungannya sendiri mengenai kuantitais mudah dari titer dilusi, yang
dibutuhkan untuk klasifikasi stage klinis dan untuk memonitor respon terapi. Jadi,
alur tesnya sekarang berbalik: tes spesifik T.pallidum seperti EIA dilakukan di
awal pertama kali, diikuti dengan uji kuantitaif VDRL, RPR, atau TRUST untuk
menilai aktivitas penyakit. Sehubungan dengan urutan uji, mereka dengan hasil
positif yang baru baik pada uji apapun membutuhkan pengulangan tes dengan
metode yang berbeda.
Uji non-treponema menjadi reaktif selama sifilis primer, dan sekitar 70%
dari penderita sifilis primer dengan hasil yang positif. Puncak titer non-treponema
ada pada fase sekunder biasanya pada titer 1:16 hingga 1:256, dan menurun
setelahnya, biasanya menurun menjadi 1:4 atau lebih rendah pada infeksi laten
lambat yang tidak diobati. Titer tersebut biasanya akan naik kembali jika ada
perkembangan menjadi sifilis tersier, meskipun sering terjadi pengecualian dan
beberapa pasien dengan sifilis tersier memiliki titer yang rendah. Reaktivasi non-
treponema menurun sebagai respon terhadap kesuksesan pengobatan. Untuk sifilis
primer dan sekunder yang terobati secara sukses, titer tersebut menurun
setidaknya 2 dilusi (mis. dari 1:16 menjadi 1:4, atau dari 1:64 menjadi 1:16 atau
lebih rendah) dalam 3 bulan, dan pada 90% pasien VDRL/RPR menjadi negatif
dalam 12 bulan. Pada sifilis akhir, berkebalikan, titer yang rendah (1:1-1:4) dapat
bertahan setelah kesuksesan terapi. Titer VDRL dan RPR sering bervariasi satu
dengan yang lain yaitu 1-2 dilusi, dan penting bahwa tes yang sama dilakukan,
dan lebih baik dilakukan di laboratorium yang sama, yang digunakan untuk
menilai respon terapi secara serologis.
Hasil biologi postif palsu (mis. reaktif VDRL, RPR, atau TRUST dengan
hasil uji treponema negatif) biasanya muncul, dan berhubungan dengan kehamilan
atau gangguan sistem imun; titer biasanya 1:8 atau lebih rendah. Hasil biologi
postif palsu yang klasik mungkin akan menjadi jarang pada uji spesifik T.pallidum
seperti EIA atau uji lainnya yang digunakan untuk uji saring; dengan hasil negatif,
uji non-treponema tidak akan dilakukan.
Uji treponema FTA-ABS, MHA-TP, dan TPPA kembali negatif dalam 25%
pasien yang diobati sebagai sifilis primer, tetapi tetap positif tanpa batas ketika
pengobatan ditunda pada fase kedua atau lebih. Sekali uji antibodi treponema
positif, uji ulang jarang diindikasikan; hanya uji kuantitatif non-treponema yang
akan digunakan untuk memonitor aktivitas perkembangan penyakit. Di luar fase
primer, sifilis aktif jarang jika VDRL atau RPR-nya negatif. Bagaimanapun,
durasi dan durabilitas dari seropositif EIA dan uji antibodi treponema terbaru
lainnya masih belum dipelajari secara lebih lanjut. Maka dari itu, status klinis,
prognosis, dan kebutuhan terapi masih tidak diketahui diantara orang-orang yang
telah diuji saring sifilis dan ditemukan reaktif EIA tetapi negatif pada VDRL,
RPR, atau TRUST, terutama pada mereka yang nampak memiliki risiko kecil
teradap sifilis. Banyak pasien juga memiliki hasil negati dari MHA-TP, TPPA, dan
FTA-ABS, menyebabkan dilema diagnosis dna terapi, terutama pada mereka yang
terlihat kurang berisiko untuk sifilis. Penelitian telah memecahkan ketidakpastian
ini sebagai prioritas utama.

Pemeriksaan Cairan Serebrospinal


Neurosifilis merupakan komplikasi yang paling sering dari sifilis dan muncul
terutama selama fase awal sifilis <1 tahun lamanya. Pemeriksaan cairan
serebrospinal (LCS), didapatkan dari pungsi lumbal, dan merupakan alat
diagnosis utama.Tidak ada baku emas untuk daignosis LCS dari neurosifilis. Hasil
reaktif LCS-VDRL sangat spesifik dan dipertimbangkan sebagai bukti
neurosifilis, tetapi tidak sensitif, hilangnya proprosi substansial dari kasus.
Peningkatan leukosit mononuklear pada LCS atau protein LCS merupakan
indikator yang kuat dari neurosifilis probable pada pasien dengan hasil tes darah
positif dari sifilis. Uji serologis spesifik T.pallidum pada LCS (mis. TPPA atau
FTA-ABS) dipercaya tidak spesifik dan tidak dapat mengkonfirmasi diagnosis
neurosifilis. Klinisi mengevaluasi pasien untuk neurosifilis dimotivasi untuk
berkonsultasi dengan seorang ahli.
Indikasi primer dari pemeriksaan LCS adalah gejala neurologis atau tanda
pada seseorang dengan sifilis dari berbagai fase atau durasi. Pemeriksaan LCS
juga diindikasikan pada pasien dengan titer VDRL atau RPR tidak turun minimal
2 dilusi setelah pengobatan sifilis, karena penisilin dosis rendah (i.e benzatin
penicilin) mungkin tidak mengeradikasi sekuester dari T.pallidum pada sistem
saraf pusat. Untuk pasien dengan sifilis >1 tahun lamanya, tanpa gejala neurologis
, indikasi pemeriksaan LCS adalah titer VDRL atau RPR ≥ 1:32; infeksi HIV;
tanda dan gejala lain dari sifilis aktif; atau pengobatan dengan antibiotik selain
penisilin. Apakah pemeriksaan LCS harus dilakukan secara rutin pada beberapa
pasien dengan sifilis <1 tahun, absen dari gejala atau tanda neurologis – i.e., untuk
mendeteksi neurosifilis subklinis dan memberikan terapi lebih baik, terutama pada
pasien yang terinfeksi HIV- masih menjadi perdebatan.

TATALAKSANA
Prinsip
Kadar antibiotik cukup untuk menghentikan T.pallidum harus dijaga dalam darah
dan jaringan yang terinfeksi setidaknya selama 10 hari pada sifilis awal dan 4
minggu pada sifilis lambat. Organisme tersebut sensitif terhadap penisilin, yang
secara cepat membunuh treponema, dan penisilin G tetap menjadi pilihan obat
utama untuk semua fase penyakit. Penisilin lain, seperti ampicilin dan amoxicilin,
aktif tetapi membutuhkan beberapa kali dosis per harinya untuk periode jangka
panjang, membuat kepatuhan minum obat sulit, dan beberapa studi klinis
menyatakan efikasi klinis. Doksisiklin dan tetrasiklin lain agak kurang aktif
terhadap T.pallidum, tetapi memiliki farmakokinetik dan frekuensi dosis yang
menguntungkan, biasanya digunakan ketika penicilin tidak dapat diberikan.
Ceftriakson sangat aktif terhadap T.pallidum dan terkadang digunakan penicilin
tidak dapat diberikan, tetapi bukti klinisnya masih terbatas. Azitromisin
merupakan terapi oral alternatif yang cukup menarik, yang telah terbukti efektif
melawan sifilis primer dengan dosis tunggal 2 gram. Sayangnya, frekuensi dari
strain T.pallidum resisten terhadap antibiotik makrolida, jarang, sedang meningkat
pada beberapa area geografis, termasuk beberapa area di Amerika Utara dan
Eropa. Aztromisin mungkin berguna dalam beberapa kondisi dimana resistensi
belum muncul, tetapi semua makrolida harus digunakan dengan kehati-hatian, jika
seluruh, pada kebanyakan kondisi klinis. Antibiotik kelas lain, termasuk
fluorokuinolon, silfonamida, dan aminoglikosida tidak memiliki aktivitas
antitreponema.
Banyak pasien dengan sifilis awal dan beberapa pada sifilis lambat
mengalami reaksi Jarisch-Herxheimer segera setelah onset terapi, dengan demam,
menggigil, malaise, nyeri kepala, dan terkadang peningkatan peninggian chancre,
kemerahan pada kulit, atau limfadenopati. Reaksi ini dipercaya berasal dari
pelepasan antigen treponema mengikuti pembunuhan cepat dari T.pallidum; secara
tipikal dimulai saat 6-12 jam setelah pengobatan dan membaik dalam kurun waktu
24 jam. Obat anti inflamasi non-steroid seperti ibuprofen mungkin akan
mempercepat perbaikan simtomatik.

Regimen Rekomendasi
Pilihan terapi infeksi primer, sekunder, dan laten awal
 Benzatin penisilin G 2,4 juta unit IM, dosis tunggal

Regimen alternatif untuk pasien yang alergi penisilin


 Doksisiklin 100 mg PO dua kali sehari selama 2 minggu
 Tetrasiklin HCl 500 mg PO empat kali sehari selama 2 minggu
 Regimen alternatif harus dihindari untuk pasien dengan HIV; mereka yang
alergi terhadap penisilin harus di desensitasi dan diterapi dengan penisilin

Pilihan terapi sifilis onset lambat (>1 tahun), kecuali Neurosifilis


 Benzatin penisilin G 2,4 juta unit IM sekali seminggu untuk 3 dosis
Regimen alternatif
 Doksisiklin 100 mg PO dua kali sehari selama 4 minggu
 Tetrasiklin HCl 500 mg PO empat kali sehari selama 4 minggu

Neurosifilis
Pilihan terapi
 Aqueous penisilin G 3-4 juta unit IV setiap 4 jam selama 10-14 hari

Regimen Alternatif
 Prokain penisilin G 2,4 juta unit IM sekali sehari, ditambah probenesid 500 mg
PO empat kali sehari selama 10-14 hari
 Hanya pensilin yang diketahui efektif; pasien yang alergi penisilin harus
didesensitisasi dan diterapi dengan penisilin

Sifilis pada wanita hamil


 Terapi dengan penisilin, sesuai dengan fase klinis
 Pasien yang alergi harus didesensitisasi dan diterapi dengan penisilin
 Tetrasiklin kontraindikasi pada kehamilan dan eritromisin tidak mengobati
infeksi pada janin

Sifilis kongenital
 Masalah terapi kompleks
 Terapi dengan pensilin dan konsultasi dengan ahli

FOLLOW UP
Sifilis primer, sekunder, laten fase awal
 Periksa ulang dan lakukan uji kuantitaif VDRL, RPR, atau TRUST pada bulan
ke 1,3,6, dan 12 setelah pengobatan atau hingga hasil negatif
 Jika uji kuantitaif VDRL, RPR, atau TRUST masih reaktif pada titer
berapapun, ulangi dengan interval 6-12 bulan selama 1-2 tahum.

Sifilis fase akhir


 Periksa ulang dan lakukan uji kuantitaif VDRL, RPR, atau TRUST pada bulan
ke 3,6, dan 12
 Jika tes masih reaktif pada bulan ke-12, ulangi dengan interval 12 bulan selama
2-3 tahun
Pasien dengan infeksi HIV
 Periksa ulang dan lakukan uji kuantitaif VDRL, RPR, atau TRUST pada bulan
ke 1,3,6,9,12 dan 24 setelah pengobatan, meskipun hasil tes sudah negatif
sebelum 24 bulan

Neurosifilis
 Ikuti terapi yang sesuai dengan fase klinis dan status HIV
 Jika LCS abnormal sebelum pengobatan, ulangi pemeriksaan LCS dengan
interval 6 bulan hingga jumlah sel dalam batas normal dan hasil VDRL LCS
negatif
Tatalaksana untuk pasangan seks
 Periksa dan lakukan uji serologis sifilis untuk semua pasangan seks yang
terpapar selama periode infeksi, biasanya dari awal paparan hingga awal
pengobatan.
 Obati pasangan dengan hasil seronegatif yang berhubungan seks dengan kasus
infeksius selama 3 bulan dengan menggunakan benzatin penisilin atau regimen
lain yang efektif untuk sifilis tahap awal
 Di Amerika Serikat dan Eropa Barat, badan kesehatan lokal maupun regional
biasanya akan membantu mengidentifikasi dan memberitahu pasangan-
pasangan tersebut

PENCEGAHAN
Uji saring
 Serologi rutin untuk mereka yang berisiko, terutama mereka yang mencirikan
sebagai transmiter utama
 Kebanyakan badan kesehatan negara bagian dan area merekomendasikan atau
melakukan uji pada semua wanita hamil

Pelaporan
 Dibutuhkan secara hukum di seluruh bagian dari Amerika Serikat dan badan
kesehatan regional pada kebanyakan negara industri
 Pelaporan dan analisis epidemiologi dibutuhkan untuk mengalokasi sumber,
progam pencegahan terbesar, dan fasilitas konseling serta pelayanan
tatalaksana pasangan
Gambar 5-1 Chancre penis pada sifilis primer
KASUS
Profil pasien : usia 25 tahun, LSL, programmer komputer

Riwayat : Luka lecet pada penis yang tidak nyeri dirasa selama 10 hari; belum
lama ini berhubungan seks dengan pasangan yang tidak diketahui; “biasanya”
menggunakan kondom saat anal seks tetapi tidak saat oral seks; hasil tes HIV 3
bulan lalu negatif

Pemeriksaan : Ulkus dengan indurasi, tidak nyeri pada penis, tanpa eksudat
purulen; limfadenopati inguinal bilateral dengan ukuran 2-3cm kenyal, sedikit
nyeri

Diagnosis banding : Chancre klasik sangat spesifik untuk sifilis, tetapi


pertimbangkan herpes dan chancroid; kemungkinan kecil untuk kanker, infeksi
piogenik, dan kondisi lain yang tidak ditransmisi secara seksual

Laboratorium : Mikroskop medan gelap positif untuk T.pallidum; status RPR


positif; VDRL positif (titer 1:8), TPPA reaktif, kultur lesi untuk herpes simpleks
virus (negatif), rektal NAATs untuk N.gonorhoeae dan C.trachomatis, faringeal
kultur untuk N.gonorrhoeae (semuanya negatif); serologi HIV (negatif)

Diagnosis: Sifilis primer

Terapi : Benzatin penisilin G 2,4 juta unit IM

Tatalaksana pasangan : Pasien diwawancarai oleh konsultan dari departemen


kesehatan, pasangan tidak teridentifikasi

Komentar : Presentasi klinis dari sifilis primer, pengobatan dipastikan meskipun


mikroskop medan gelap dan uji serologi negatif untuk sifilis; pasien
dikonsultasikan mengenai risiko HIV dan pencegahannya; follow-up serologi
sifilis dijadwalkan setelah bulan ke-1,3,6, dan 12
Gambar 5-2. Dua buah lesi chancre penis pada sifilis primer
KASUS
Profil pasien : usia 32 tahun, menikah, pekerja perakitan dengan riwayat herpes
genitalis rekuren sejak 4 tahun lalu

Riwayat : dua luka pada penis sejak 3 minggu; “saya rasa herpes saya kambuh”;
diobati 5 tahun sebelumnya untuk sifilis sekunder; terkadang berhubungan seks
dengan pria lain yang tidak dikenal di bar atau taman

Pemeriksaan : dua buah lesi indurasi (+), sedikit nyeri, dengan eksudat keputihan
yang melekat kuat, limfadenopati inguinal bilateral, shotty, tidak nyeri

Diagnosis banding : Sifilis primer, herpes rekuren, kemungkinan chancroid

Laboratorium : Mikroskop medan gelap positif terdapat spirocheta, status RPR


positif, VDRL raktif titer 1:64, kultur HSV negatif, serologi HIV negatif

Diagnosis: Sifilis primer

Terapi : Benzatin penisilin G 2,4 juta unit

Tatalaksana pasangan : Pasien menyarankan istrinya, dengan VDRL negatif,


diobati dengan benzatin penisilin G

Komentar : Datang dengan klinis dua lesi, riwayat sebelumnya herpes genitalis,
dan eksudat purulen curiga herpes genitalis, tetapi herpes jarang bertahan > 2
minggu, dan chancre yang multipel biasanya terjadi pada sifilis. Tes antibodi
sifilis konfirmasi dilakukan, karena hasil positif diduga akibat sifilis sekunder
sebelumnya. Pasien dijadwalkan mengulang serologi HIV setelah 3 bulan dan,
dengan permintaannya, dirujuk untuk konsultasi dengan ahli berkaitan dengan
perilaku seks berisikonya yang berulang.

Gambar 5-3 Sifilis primer: chancre positif medan gelap,


nyeri atipikal, lesi non-indurasi
KASUS
Profil pasien : Usia 22 tahun, tidak bekerja, kecanduan kokain, menyangkal
berhubungan seks tetapi beberapa tahun belakangan “terkadang” menerima uang
atau obat dari pasangannya

Riwayat : Luka pada genital yang nyeri selama 5 hari, pasangan seks terakhirnya
dalah pacarnya, yang juga menggunakan kokain

Pemeriksaan : ulkus vestibula superfisial dan nyeri, tidak ada limfadenopati dan
kemerahan pada kulit

Diagnosis banding : Herpes genitalis, chancroid, sifilis, trauma; sedikit dicurigai


untuk penyakit Behcet, SSJ, dll

Laboratorium : mikroskop medan gelap positif untuk T.pallidum; RPR stat


negatif; kultur lesi untuk HSV negatif, kultur servikal untuk N.gonorrhoeae dan
C.trachomatis (keduanya negatif); serologi HIV negatif

Diagnosis: Sifilis primer

Terapi : Benzatin penisilin G 2,4 juta unit IM


Tatalaksana pasangan : Pasangan dirujuk dan ditemukan memiliki sifilis fase
laten durasi tidak diketahui, dengan VDRL titer 1:16 dan TPPA reaktif; diobati
dengan benzatin penisilin G

Komentar : Presentasi klinis mengarah pada herpes atau chancroid, berdasar pada
ulkus genital non-indurasi yang nyeri, menggambarkan chancre yang non-
spesifik, Lebih dari 40% pasien sifilis primer datang sebelum memiliki hasil
serologi yang positif, terutama jika tes dilakukan 2 minggu sejak onset. Pasien
dianjurkan untuk kembali untuk follow-up tes serologi sifilis setelah bulan k-1,3,6
dan 12.

Gambar 5-4. Kondiloma lata pada sifilis sekunder, lesi seperti ini
mengandung banyak T.pallidum (biasanya mikroskopis
medan gelap positif) dan sangat menular
KASUS
Profil pasien : usia 19 tahun, single, pegawai kecantikan

Riwayat : Dirujuk untuk konsultasi karena didapatkan papul pada genital dan
perianal sejak 6 minggu lalu, tidak respon terhadap terapi podophyllin; memiliki 2
pasangan seks dalam 6 bulan terakhir; ada riwayat “reaksi parah” yang belum
terkonfirmasi terhadap penisilin pada saat anak-anak.

Pemeriksaan : Beberapa papul keras, agak datar, sedikit kemerahan pada


perineum dan perianal; beberapa lesi perianal berupa ulkus superfisial;
limfadenopati inguinal bilateral, tidak nyeri; pemeriksaan oral, kulit kepala,
badan, dan ekstremitas dalam batas normal
Diagnosis banding : Sifilis sekunder, genital wards, herpes

Laboratorium : Mikroskopis medan gelap negatif, stat RPR positif, VDRL


positif titer 1:128; TPPA positif; serologi HIV, PCR untuk HSV, NAATS untuk
C.trachomatis dan N.gonorrhoeae (semua negatif)

Diagnosis: Sifilis sekunder dengan kondiloma lata

Terapi : Doksisiklin 100 mg PO dua kali sehari selama 2 minggu

Tatalaksana pasangan : dua orang pasangan dari 3 pasangan seksnya


sebelumnya ditemukan dan diterapi; salah seorang memiliki sifilis laten dengan
onset tidak diketahui dan yang lain tidak terinfeksi, yang ketiga tidak ditemukan

Komentar : Diagnosis ditunda karena serologi sifilis tidak dilakukan karena


klinisi sebelumnya meyakini bahwa pasien menderita genital wards akibat HPV.
Doksisiklin diresepkan karena didapatkan riwayat alergi penisilin. Semua lesi
sembuh dalam 1 minggu. Serologi follow-up sifilis dijadwalkan pada bulan ke-
1,3,6 dan 12

Gambar 5-5. Rash sifilis sekunder pada penis dan telapak tangan

KASUS
Profil pasien : Usia 36 tahun, tidak bekerja, pengguna obat IV

Riwayat : kemerahan yang tidak gatal, dan tidak nyeri pada telapak tangan,
badan, dan penis sejak 3 bulan; anoreksia dengan penurunan BB 10lb; mengaku
pernah mengalami luka pada penis “beberapa bulan lalu” yang kemudian
menghilang; “beberapa” pasangan seks wanita dalam 1 tahun belakangan
Pemeriksaan : Kurus, tampak sakit, erupsi papuloskuamus pada badan, genital,
ekstremitas, telapak tangan dan telapak kaki; limfadenopati generalisata tidak
nyeri (servikal, inguinal, supraclavular)

Diagnosis banding : Sifilis sekunder, ptyriasis rosea, sindrome infeksi virus, rash
alergi, infeksi HIV

Laboratorium : Stat RPR positif; VDRL reaktif titer 1:512; TPPA positif;
serologi HIV positif; viral load HIV 1,2 juta, limfosit CD4 sejumlah 320 sel per
mm3 , pernah mengalami lumbal pungsi untuk pemeriksaan LCS : protein dan sel
normal, VDRL-LCS negatif

Diagnosis: Sifilis sekunder, infeksi HIV

Terapi : Benzatin penisilin G 2,4 juta unit IM, dosis tunggal

Tatalaksana pasangan : Pasien bekerjasama dengan departemen kesehatan


berkonsultasi untuk mengidentifikasi, menemukan dan mengobati 3 pasangan
seks atau teman berbagi jarumnya; satu diantaranya menderita sifilis fase laten
tidak diketahui onsetnya dengan titer VDRL 1:4; selebihnya negatif

Komentar : kemerahan hilang setelah terapi penisilin, tetapi limfadenopati


menetap dan diduga diakibatkan karena HIV daripada sifilis. Pemeriksaan LCS
dilakukan atas rekomendasi beberapa ahli untuk menyingkirkan neurosifilis
asimptomatik pada pasien dengan HIV dengan titer antibodi treponema ≥ 1:32 dan
CD4 terhitung <350 sel per mm3. Serologi follow-up sifilis pada bulan ke
1,2,3,6,9,12, dan 24

a b
5-6. Treponema pallidum. a. Dilihat dengan mikroskop medan gelap.
b. Dilakukan pengecatan dengan fluorsens-antibodi monoklonal terkonjugasi
terhadap T.pallidum, dengan pengecatan pembanding Evans Blue, dilihat dengan
mikroskop fluoresensi. (dokumentasi oleh Sheila A. Lukehart, Ph.D.)

5-7. Tes kartu Rapid plasma reagin (RPR). Serum reaktif (kiri) menunjukan
aglutinasi dari partikel karbon; spesimen kontrol (kanan) tidak menunjukkan
tanda aglutinasi. Tes kartu RPR membutuhkan waktu 10 menit.

5-8. Sifilis primer: multipel chancre pada penis, dibawah dari kulit yang teretraksi.
Multipel chancre terkadang muncul,mungkin dengan peningkatan frekuensi pada
area yang lembab seperti kantung preputium. Papul bentuk seperti pear pada penis
juga muncul pada corona.
5-9. Sifilis sekunder : chancre hipertrofi atipikal pada serviks. Pasien datang
dengan keluhan perdarahan post coitus dan awalnya diperkirakan menderita ca
serviks, tetapi diagnosa sifilis ditegakkan dengan mikroskop medan gelap,
serologi, rapid tes dari lesi diikuti terapi Benzatin penisilin.

5-10. Chancre perianal sifilis primer dengan mikroskop medan gelap positif,
atipikal dan non-indurasi.

5-11. Sifilis primer: chancre pada bibir bawah. Meskipun lebih jarang
dibandingkan dengan lesi genital atau perianal, tetapi oral chancre tidak jarang
ditemukan
5-12. Sifilis primer dan sekunder pada laki-laki dengan HIV, tampak dua lesi
chancre yang positif pada pemeriksaan mikroskop medan gelap (panah putih) dan
lesi papular dati sifilis sekunder (panah hitam). Pasien juga mengalami
makulopapular rash generalisata yang konsisten dengan sifilis sekunder dan
VDRL reaktif dengan titer 1:64. Laporan anekdot mengatakan kemungkinan
progresifitas dari sifilis primer ke sekunder meningkat pada pasien dengan infeksi
HIV.

5-13. Sifilis sekunder: erupsi papular pada penis dan scrotum.


Lesi depigmentasi sering terjadi pada orang dengan kulit gelap.

5-14. Sifilis sekunder: lesi kemerahan papuloskuamous pada penis.


Perlu dicatat bahwa lesi mirip scabies (lihat gambar 14-2)
dan psoriasis (lihat gambar 22-5 dan 22-6)

5-15. Sifilis sekunder : lesi kemerahan papular pada telapak kaki

5-16.Sifilis sekunder: rash hiperkeratotik luas pada plantar pada pasien dengan
HIV dan infeksi sifilis sekunder. Perlu dicatat bahwa mirip dengan lesi
keratoderma blennorhargika dari artritis reaktif. (lihat gambar 17-3).

a
b c

5-17. Lesi di lidah pada pasien sifilis sekunder. A. Bercak pada mukosa. B bercak
mukosa multipel. C. Bercak pada mukosa dan ulserasi.

5-18. Sifilis sekunder : ekzema atipikal seperti rash pada bokong. Meskipun
dengan penampakan yang kering Lesi ini positif pada pemeriksaan medan gelap
dan membaik dengan pengobatan Benzatin penisilin G
5-19. Sifilis sekunder: papul hiperpigmentasi pada hidung dan lipatan nasolabial

5-20. Sifilis sekunder: kondiloma lata ulseratif superfisial pada anus

5-21 Sifilis sekunder: ruam papuloskuamosa melibatkan punggung dan


ekstremitas. Pasien terinfeksi HIV ini juga memiliki ulkus nekrotik penis yang
besar dengan selulitis streptokokus, kemungkinan merupakan infeksi sekunder
dari chancre yang asli. Sebelum infeksi penis terjadi, dokter tidak awas kalau
pasiennya terus aktif melakukan hubungan seksual dengan banyak partner yang
tidak diketahui dan dokter gagal melakukan pemeriksaan serologi sifilis, karena
yakin bahwa ruam tersebut akibat alergi terhadap antiretrovirus. ini adalah pasien
yang sama dengan gambar 22-16
5-22 Ulserasi kulit yang meluas di lengan dari pasien terinfeksi HIV dengan sifilis
maligna (lues maligna). Komplikasi yang jarang dari sifilis awal, sifilis maligna
memiliki karakteristik yang mirip dengan sifilis tersier terkait dengan gumma.
Laporan kasus terbaru menyatakan bahwa sifilis maligna mungkin relatif lebih
sering pada pasien terinfeksi HIV

5-23 Sifilis sekunder: makula hipopigmentasi pada palmar

5-24 Bercak (moth-eaten) alopesia pada sifilis sekunder

5-25 sifilis sekunder: nodul kulit hidung. Nodul membaik setelah terapi penisilin

Anda mungkin juga menyukai