2015
PENDAHULUAN
Dasar Hukum
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 tentang
Kesehatan (Lembaran Negara RI Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan
Lembaran Negara RI Nomor 4437)
2. Undang-Undang Nomor1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja (Lembaran
Negara RI Tahun 1970 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor
2918)
3. Keputusan Menkes No. 1405/Menkes/SK/XI/2002 tentang Persyaratan
Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri
4. Keputusan Menkes No. 876/Menkes/SK/VIII/2001 tentang pedoman Teknis
Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan
5. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan lingkungan Rumah
Sakit
6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara
RI Nomor 4437)
7. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
(Lembaran Negara RI Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara
RI Nomor 3637)
8. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenaga Kerjaan (Lembaran
Negara RI Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor
4729)
9. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisa Mengenai
Dampak Lingkungan (Lembaran Negara RI Tahun 1999 Nomor 59,
Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3838)
GAMBARAN UMUM
RUMAH SAKIT ROYAL PROGRESS
Pada saat berdiri tanggal 29 Juni 1990 dinamakan Rumah Sakit Medika Griya
(RSMG) yang beralamat di jl. Danau Sunter Utara, Sunter Paradise Jakarta Utara dan
diresmikan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia yaitu Bapak Adhiyatma MPH.
Selanjutnya sebagai Soft Opening pada tanggal 1 Maret 2003 terjadi perubahan nama
yaitu Royal Progress International Hospital dan pada tanggal 17 Juli 2007 secara resmi
ditetapkan perubahan nama tersebut oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Dengan berjalannya waktu dan peraturan yang ada dari pemerintah tahun 2009 menjadi
Rumah Sakit Royal Progress.
Gedung Rumah sakit Royal Progress terdiri dari delapan lantai dan saat ini
membuka kamar perawatan sebanyak 130 tempat tidur yang terdiri dari VIP (VIP, VIP
Deluxe, VIP Executive), kelas I, II, III, NICU, PICU, ICU .
Disamping itu juga terdapat Poli rawat jalan Spesialis, Poli Umum, IGD, MCU dan
Penunjang Medik ( Laboratorium, Radiologi, Apotik ), Rekam Medik. Dimana pada saat
ini rumah sakit menyerap tenaga kerja baik medis maupun non medis sebanyak 300
orang.
VISI :
Meningkatkan kualitas kehidupan lahir batin manusia secara seimbang beserta
lingkungan hidupnya berjalan dengan waktu
MISI :
Menyelenggarakan pelayanan kesehatan paripurna (preventif, promotif, kuratif
dan rehabilitatif) yang berkualitas tinggi, sesuai dengan standar yang berlaku dan
berorientasi pada kepuasan pelanggan.
LANDASAN NILAI
Nilai Royal Progress secara umum adalah PROGRESS
PRO : Proaktif dalam mewujudkan visi, misi dan tujuan Royal Progress
S : Saling menguntungkan.
TUJUAN (GOAL)
Penyebab utama kecelakaan kerja, yakni perbuatan berbahaya atau tindakan tidak
aman dan kondisi yang tidak aman. Selain itu penyebab kesalahan antara lain karena
kurangnya pengetahuan atau keterampilan, cacat tubuh yang tidak kentara, keletihan dan
kelesuhan. Tingkah laku dan kebiasaan yang ceroboh, sembrono, berani tanpa
pertimbangan dan tidak memperdulikan petunjuk secara instruksi (tidak sesuai dengan
SPO), tidak menggunakan APD atau menggunakan APD secara tidak benar serta
lemahnya pengawasan.
URAIAN PANITIA K3
KETUA K3
5. Tanggung Jawab :
Secara administratif dan fungsional bertanggung jawab seluruhnya
terhadap pelaksanaan Program K3 di RS.
3. Pengertian :
Seseorang yang ahli dalam bidang K3 dan mampu dalam menjalankan
pelaksanaan Program K3
4. Persyaratan dan Kualifikasi :
a. Pendidikan Formal :
Berijazah K3 dari semua institusi yang disyahkan oleh pemerintah atau
yang berwenang
b. Pendidikan Non Formal :
Memiliki sertifikat kursus sesuai bidang
c. Pengalaman Kerja :
Memiliki pengalaman sebagai tenaga K3
d. Ketrampilan :
Memiliki bakat dan minat serta dedikasi tinggi, berkepribadian
mantap dan emosional yang stabil
e. Berbadan sehat jasmani dan rohani
5. Tanggung Jawab :
Secara administratif dan fungsional bertanggung jawab kepada ketua K3
6. Tugas Pokok :
Ikut berperan serta dalam pelaksanaan kegiatan Program K3
7. Uraian Tugas :
a. Mengatur rapat dan jadwal rapat K3
Anggota K3
3. Pengertian :
Seseorang yang diberi tugas oleh ketua K3 dalam mengidentifikasi
sumber bahaya yang ada pada masing – masing bagian/unit kerja.
4. Persyaratan dan Kualifikasi :
a. Pendidikan Formal :
Berijasah K3/mengetahui tentang K3 dari semua institusi yang
disyahkan oleh pemerintah atau yang berwenang
b. Pendidikan Non Formal :
Memiliki sertifikat kursus sesuai unit kerja masing - masing
c. Pengalaman Kerja :
Memiliki pengalaman sebagai tenaga K3
5. Tanggung Jawab :
Secara administratif dan fungsional bertanggung jawab kepada Ketua dan
Sekretaris K3
6. Tugas Pokok :
Membantu pelaksanaan semua kegiatan di Program K3
7. Uraian Tugas :
a. Mengidentifikasi potensi bahaya yang ada di unit kerja masing - masing
b. Melaporkan potensi bahaya yang ada di unit kerja masing – masing
c. Melakukan safety patroll di unit kerja masing - masing
8. Uraian Wewenang :
Meminta informasi dan petunjuk kepada atasan
9. Hasil Kerja
Identifikasi potensi bahaya perunit kerja
Penerapan APD
YANMEDIS
UMUM
Keterangan :
Panitia K3 saling berkoordinasi dengan bagian Perawatan, Yanmedis, Umum
dan Kesling dalam pelaksanaaan kegiatan program K3, khususnya dalam
mengidentifikasi potensi bahaya yang ter jadi di bagian/unit masing – masing
kerja.
BAB VII
1. Pengertian
1. Upaya Kesehatan kerja adalah upaya antara kapasitas kerja, beban kerja dan
lingkungan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa
membahayakan dirinya sendiri maupun masyarakat di sekelilingnya, agar
diperoleh produktivitas kerja yang optimal (UU Kesehatan tahun 1992 Pasal
23)
2. Upaya Kesehatan Kerja di Rumah Sakit menyangkut tenaga kerja,
cara/metode kerja, alat kerja, proses kerja dan lingkungan kerja.Upaya ini
meliputi peningkatan, pencegahan, pengobatan dan pemilihan.
3. Konsep dasar dari Upaya Kesehatan Kerja ini adalah : Identifikasi
Permasalahan, Evaluasi dan dilanjutkan dengan tindakan Pengendalian.
4. Pekerja RS adalah pekerja dilingkungan RS terdiri dari :
a. Tenaga Medis :
- Dokter
- Perawat
- Bidan
b. Tenaga non medis :
- Insinyur
- Teknisi
- Apoteker
- Asisten apoteker
- Ahli gizi
- Fisiotherapi
- Penata Anasthesi
- Penata Rontgen
- Analis Kesehatan
Kesehatan Kerja meliputi berbagai upaya penyerasian anatara pekerja dengan pekerjaan
dan lingkungan kerjanya baik fisik maupun psikis dalam hal cara/metode kerja, proses
kerja dan kondisi yang bertujuan untuk :
Kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja merupakan tiga komponen
utama dalam kesehatan kerja, dimana hubungan interaktif dan serasi antara ketiga
komponen tersebut akan menghasilkan kesehatan kerja yang baik dan optimal.
Kapasitas kerja yang baik seperti status kesehatan kerja dan gizi kerja yang baik
serta kemampuan fisik yang prima diperlukan agar seorang pekerja dapat
melakukan pekerjaannya dengan baik.
Kondisi atau tingkat kesehatan pekerja sebagai (modal) awal seseorang untuk
melakukan pekerjaan harus pula mendapat perhatian. Kondisi awal seseorang
untuk bekerja dapat dipengaruhi oleh kondisi tempat kerja, gizi kerja dan lain-
lain.
Beban kerja meliputi beban kerja fisik maupun mental. Akibat beban kerja yang
terlalu berat atau kemampuan fisik yang terlalu lemah dapat mengakibatkan
seorang pekerja menderita gangguan atau penyakit akibat kerja.
Kondisi lingkungan kerja (misalnya panas, bising, debu, zat-zat kimia dan lain-
lain) dapat merupakan beban tambahan terhadap pekerja. Beban-beban tambahan
SKEMA BLUM
Pelayanan
Kesehatan Kerja
Penyakit akibat dan atau berhubungan dengan pekerjaan dapat disebabkan oleh
pemaparan di lingkungan kerja. Dewasa ini terdapat kesenjangan antara
pengetahuaan ilmiah tentang bagaimana bahaya-bahaya kesehatan berperan dan
usaha-usaha untuk mencegahnya.
Misalnya antara penyakit yang sudah jelas penularannya dapat melalui darah dan
pemakaian jarum suntik yang berulang-ulang, atau perlindungan yang belum baik
pada para pekerja rumah sakit dengan kemungkinan terpajan melalui kontak
langsung.
Untuk mengantisipasi permasalahan ini maka langkah awal yang penting adalah
Pengenalan/Identifikasi bahaya yang bisa timbul dan di evaluasi, kemudian
dilakukan Pengendalian.
⃝-----------------------⃝-------------------------⃝---------------------⃝
A B C D
- Pelayanan Promotif
- Pelayanan Preventif
- Pelayanan Kuratif
- Pelayanan Rehabilitatif
C. Perilaku Pekerja
Perilaku dan sikap para pekerja yang tidak sesuai dengan prinsip kesehatan dapat
mempengaruhi status kesehatan pekerja yang bersangkutan, sehingga didalam
pelaksanaan upaya kesehatan kerja diperlukan langkah-langkah mengubah
perilaku pekerja untuk keberhasilan program
Sehubungan dengan hal tersebut, dewasa ini telah banyak tenaga dan dana yang
dikeluarkan dalam bidang percobaan toksikologis, dimana bahaya potensial dapat
di evaluasi dan tindakan-tindakan pencegahan dapat dilakukan sebelum mulai
digunakan di bidang industri.
Untuk dapat mengenal bahaya dan risiko lingkungan kerja dengan baik
dan tepat, sebelum dilakukan survaii pendahuluan perlu didapatkan segala
informasi mengenai proses dan cara kerja yang digunakan, bahan baku dan
Parameter penting lainnya untuk penentuan penyerapan dari zat-zat kimia ke dalam
tubuh manusia (yang merupakan pelengkap dari evaluasi bahaya-bahaya lingkungan
kerja) ialah Indeks Pemaparan Biologis (Biological Exposure Indices) dari para pekerja.
Spesimen biologis tersebut dapat berupa aiar seni, darah, udara pernapasan, atau
spesimen biologis lainnya yang berasal dari pekerja terpapar. Hasil pengukuran tersebut
kemudian dibandingkan dengan standar berupa Indeks Pemaparan Biologis yang
merupakan nilai-nilai acuan yang digunakan sebagai panduan dalam mengevaluasi
bahaya-bahaya kesehatan yang potensial dalam praktek kesehatan lingkungan kerja.
Higiene lingkungan kerja pada dasarnya meliputi identifikasi, evaluasi dan pengendalian
berbagai proses dan bahan-bahan yang mungkin dapat membahayakan manusia,
menyebabkan ketidak-nyamanan atau merusak lingkungan mereka. Di banyak negara,
langkah awal dari identifikasi masalah diperoleh dari informasi dan masukan dari
kalangan masyarakat tentang adanya bahaya yang berasal dari industri-industri serta
penggunaan bahan-bahan baik tradisional ataupun baru. Untuk mengantisipasi timbulnya
bahay-bahaya tersebut diperlukan suatu pendekatan sistematik dalam investigasi dan
pengendalianya. Pada dasarnya pengendalian terhadap bahaya-bahaya lingkungan kerja
dapat dikelompokkan ke dalam 2 katagori yaitu Pengendalian lingkungan dan
Pengendalian perorangan.
Pengendalian lingkungan meliputi perubahan dari proses kerja dan/atau lingkungan kerja
dengan maksud untuk pengendalian terhadap bahaya kesehatan baik dengan meniadakan
zat/bahan yang bertanggung jawab atau mengurangi zat/bahan tersebut sampai tingkat
yang tidak membahayakan kesehatan, serta mencegah kontak antara zat/bahan dengan
para pekerja.
Situasi yang ideal ialah keadaan dimana aspek kesehatan dan keselamatan kerja
diperhitungkan pada tahap disain dan tata letak dari peralatan, proses dan tempat kerja.
Setelah sebuah tempat kerja selesai dibuat, biasanya sulit diadakan perubahan untuk
mengurangi bahaya kesehatan. Dengan demikian pada saat pemilihan proses dan
peralatan, kemungkinan menghasilkan bahaya-bahaya harus diperhitungkan untung
ruginya dengan faktor-faktor lain yang mempengaruhi keputusan akhir . Sebagai contoh,
bila ada sebuah proses yang “bebas debu” dapat digunakan, proses ini yang dipilih,
walaupun biayanya lebih mahal.
Cara lain yang digunakan adalah penghapusan atau pengurangan zat/bahan berbahaya
pada sumbernya. Suatu proses yang diduga menghasilkan atau membentuk zat-zat yang
berbahaya dapat dipertimbangkan untuk dihentikan (Discontinuation ot the process)
Penggantian bahan-bahan yang kurang beracun (pelarut, bahan bakar, bahan baku, bahan-
bahan lainnya) dapat merupakan cara yang efektif untuk pengendalian pemaparan bahan-
bahan berbahaya. Misalnya trichloroethylene dapat menggantikan carbon tetrachloride
(CC14) dalam penggunaannya sebagai bahan pelarut atau pembersih gemuk; juga toluol
dan xylol dapat dipakai untuk subsitusi benzene, serta fiberglas sebagai penganti asbestos
(Subsitution).
Cara isolasi dapat digunakan terhadap zat-zat yang berbahaya untuk mencegah kontak
dengan pekerja. Berbagai cara isolasi yang dapat digunakan antara lain : sistem tertutup
untuk bahan-bahan kimia beracun, adanya dinding pemisah antara daerah yang berbahaya
dan tidak berbahaya, penutupan terhadap seluruh atau sebagian dari proses untuk
mencegah kontaminasi terhadap udara ruang kerja (Isolation).
Ventilasi di tempat kerja dapat digunakan antara lain untuk menjamin suhu yang nyaman,
sirkulasi udara segar di ruang kerja; sehingga dapat melarutkan zat pencemar ke tingkat
yang diperkenankan, serta mencegah zat pencemar di udara mencapai daerah pernafasan
para pekerja (Ventilation).
Cara basah, digunakan untuk mengendalikan dispersi debu yang mengotori lingkungan
kerja dengan mengg,unakan air atau bahan-bahan basah lainnya. Cara ini banyak
digunakan di dalam industri-industri kecil misalnya kayu, peleburan logam, asbes (Wet
methods)
Pemeliharaan dan kebersuhan ruang dan peralatan penting untuk diperhatikan termasuk
kebersihan di tempat kerja dan mesin-mesin , pembuangan sampah yang adekuat dan
kontribusi terhadap upaya mempertahankan pemeparan yang rendah terhadap zat-zat
kimia dan debu (Good housekeeping and maintenance).
Pembatasan waktu selama bekerja terpapar terhadap zat tertentu yang berbahaya dapat
menurunkan risiko terkenanya bahaya kesehatan dilingkungan kerja. Hal ini dapat dicapai
melalui penerapan cara kerja, rotasi pekerja atau pengendalian administratif.
Pengendalian administratif merupakan prosedur yang memungkinkan dilakukan
penyesuaian jadwal kerja untuk mengurangi pemaparan (Limitation of the exposure
time).
Kebersihan perorangan yang meliputi kebersihan diri dan pakaiannya, merupakan hal
yang penting, terutama untuk pekerja yang dalam pekerjaannya berhubungan dengan
bahan kimia serta partikel lain. Disanping itu terdapat hal lain yang penting untuk
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan para pekerja yaitu pemeriksaan kesehatan
sebelum kerja, penempatan kerja yang adekuat, pemeriksaan kesehatan berkala termasuk
pemanyauan biologis dari penemuan dini gangguan kesehatan, disamping pendidikan
kesehatan untuk pekerja dan manajemen, serta penerapan prinsip-prinsip keselamatan dan
ergonomik di lingkungan kerja (Personal hygiene)
Sebagian besar dari bahaya di lingkungan kerja diakibatkan oleh terhirupnya berbagai
jenis zat kimia dalam bentuk uap, gas, debu, dan aerosol, atau kontak kulit dengan zat-zat
tersebut. Tingkat risiko yang diakibatkan tergantung dari besar, luas dan lama pemaparan.
BAB VIII
Kiprah pembangunan kesehatan pada saat ini sudah mulai beralih dari upaya pelayanan
kesehatan kuratif kearah preventif dan promotif.
Kondisi lingkungan kerja di rumah sakit di masa mendatang akan berkembang secara
mekanik, otomatis, kimiawi dengan teknologi canggih yang dapat berpengaruh langsung
terhadap kesehatan.
Penerapan ilmu pengetahuaan dan teknologi membutuhkan tenaga ahli dan terampil.
Tanpa tenaga kerja yang berkualitas, maka kesehatan yang makin canggih justru dapat
menimbulkan kesulitan.
Pekerja yang ada di sarana kesehatan sangat bervariasi baik jenis maupun jumlahnya,
sesuai dengan fungsi sarana kesehatan tersebut. Masyarakat pekerja di rumah sakit dalam
melaksanakan tugasnya selalu berhubungan dengan berbagai bahaya potensial yang bila
tidak di antisipasi dengan baik dan benar dapat menimbulkan dampak negatif terhadap
keselamatan dan kesehatannya, yang pada akhirnya akan mempengaruhi produktivitas
kerjanya.
Kinerja dari pekerja merupakan resultante dari 3 komponen kesehatannya, yaitu kapasitas
kerja, beban kerja dan lingkungan kerja yang dapat merupakan beban tambahan pada
pekerja. Bila ke 3 komponen tersebut serasi, maka dapat dicapai suatu derajat kesehatan
yang optimal dan peningkatan produktivitas. Sebaliknya bila terdapat ketidak sesuaian
dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja berupa penyakit ataupun kecelakaan akibat
kerja yang dapat menurunkan produktivitas
Kapasitas Kerja
Kinerja Pekerja
Kapasitas Kerja
Kualitas sumberdaya manusia di Indonesia masih sangat rendah, hal ini tercermin
dalam pendidikan pencari kerja. Studi menunjukkan 30-49 % angkatan kerja
kurang kalori dan protein, 30 % menderita anemia gizi dan 35 % kekurangan besi
tanpa anemia.
Beban Kerja
Pelayanan rumah sakit menuntut adanya pola kerja bergilir / tugas jaga malam.
Tenaga yang bertugas jaga malam dapat mengalami kelelahan yang meningkat
akibat terjadinya perubahan bioritmik.
Lingkungan Kerja
Lingkungan kegiatan rumah sakit dapat mempengaruhi kesehatan kerja dalam 2
bentuk yaitu kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.
a. Faktor Biologis
b. Faktor Kimia
Kontak pekerja rumah sakit dengan bahan kimia dan obat-obatan yang
dipakai di rumah sakit dapat memberikan dampak negatif terhadap
kesehatannya; dermatosis kontak merupakan 95 % dari seluruh dermatosis
akibat kerja.
Pemaparan dengan antiseptik dalam waktu lama dapat menyebabkan
dermatitis, eczema, alergi dan sebagainya. Formaldehid merupakan
komponen dari banyak antiseptik dan desinfektans untuk mensterilkan alat
seperti sarung tangan karet. Zat ini bersifat karsinogenik (Suspected
Human Carcinogen, ACGIH, 1994)
Penelitian MJ Saurel dan kawan-kawan pada perawat wanita di Paris
menemukan adanya hubungan yang bermakna antara kehamilan ektopik
pada perawat wanita dengan pemaparan terhadap obat anti neoplasma.
c. Faktor Ergonomi
Sebagian besar tenaga di rumah sakit bekerja dalam posisi yang tidak
ergonomis, misalkan operator peralatan medis.
Peralatan medis yang digunakan di rumah sakit pada umumnya barang
import. Posisi tubuh yang salah atau tidak alamiah, apalagi dalam sikap
Dari hasil penelitian pada 1505 tenaga kerja wanita di rumah sakit di Paris
tahun 1986 :
Penyebab utama cuti sakit
- Gangguan muskuloskeletal ( 16 % ) dimana 47 % dari gangguan
tersebut berupa nyeri didaerah tulang punggung dan pinggang.
- Karakteristik kondisi kerja di rumah sakit yang menyebabkan
gangguan muskulo skeletal adalah :
d. Faktor Fisik
Komitmen diwujudkan dalam bentuk kebijakan (policy) tertulis, jelas dan mudah
dimenggerti serta diketahui oleh seluruh karyawan RS. Manajemen RS
mengidentifikasikan dan menyedi akan semua sumber daya esensial seperti
pendanaan, tenga K3 dan sasaran untuk terlaksanakannya program K3 di RS.
Kebijakan K3 di RS diwujudkan dalam bentuk wadah K3 RS dalam struktur
organisasi RS.
Untuk melaksanakan komitmen dan kebijakan K3 RS, perlu disusun strategi antara
lain:
1. Advokasi sosialisasi program K3 RS.
2. Menetapkan tujuan yang jelas.
3. Organisasi dan penugasan yang jelas.
4. Meningkatkan SDM professional di bidang K3 RS pada setiap unit kerja di
lingkungan RS.
5. Sumberdaya yang harus didukung oleh manajemen puncak.
6. Kajian risiko secara kualitatif dan kuantitatif.
7. Membuat program kerja K3 RS yang menggutamakan upaya peningkatan dan
pencegahan.
8. Monitoring dan evaluasi secara internal dan eksternal secara berkala.
Perencanaan meliputi:
1. Identifikasi sumber bahaya, penilaian dan penggendalian faktor resiko. RS harus
melakukan kajian dan identifikasi sumber bahaya, penilaian serta pengendalian
faktor resiko.
Getaran Ruang mesin-mesin dan peralatan yang Perawat, cleaning service dll
Menghasilkan getaran (ruang gigi dll)
Debu Genset, bengkel kerja, laboratorium gigi, Petugas sanitasi, teknisi gigi, petugas
gudang rekam medis, incinerator IPS dan rekam medis
Panas CSSD, dapur, laundry, incinerator, boiler Pekerja dapur, pekerja laundry,
petugas sanitasi dan IP-RS
Radiasi X-Ray, OK, yang menggunakan C-arm, Ahli radiologi, radioterapi, dan
ruang fisioterapi, unit gigi radiographer, ahli fisioterapi dan
petugas roentgen gigi.
2 KIMIA:
Disinfektan Semua area Petugas kebersihan, perawat
Gas-gas anastesi Ruang operasi gigi, OK, ruang pemulihan Dokter gigi, perawat, dokter bedah,
(RR) dokter/perawat anastesi
3 BIOLOGIK:
AIDS, Hepatitis B IGD, kamar Operasi, ruang pemeriksaan Dokter, dokter gigi, perawat, petugas
Dan Non A-Non B gigi, laboratorium, laundry laboratorium, petugas sanitasi dan
laundry
4 ERGONOMIK:
Pekerjaan yang
dilakukan secara Area pasien dan tempat penyimpanan Petugas yang menaggani pasien dan
manual barang (gudang) barang
5 PSIKOSOSIAL:
Sering kontak
Dengan pasien,
kerja bergilir, kerja Semua area Semua
berlebihan,
ancaman secara fisk
1. Membuat peraturan
3. Indikator kinerja
4. Program K3
C. Pengorganisasian
a. Tugas pokok :
Memberi rekomendasi dan pertimbangan kepada direktur RS mengenai
masalah-masalah yang berkaitan dengan K3.
Merumuskan kebijakan,peraturan,pedoman,petunjuk pelaksanaan dan
prosedur..
Membuat program K3RS
b. Fungsi
Mengumpulkan dan mengolah seluruh data dan informasi serta
permasalahan yang berhubungan dengan K3.
Membantu direktur RS mengadakan dan meningkatkan upaya promosi
K3,pelatihan dan penelitian K3 di RS.
Pengawasan terhadap pelaksanaan program.
Memberikan saran dan pertimbangan berkaitan dengan tindakan korektif.
Koordinasi dengan unit-unit lain yang menjadi anggota K3RS.
Memberi nasehat tentang manajemen K3 di tempat kerja,kontrol bahaya,
mengeluarkan peraturan dan inisiatif pencegahan.
Investigasi dan melaporkan kecelakaan dan merekomendasikan sesuai
kegiatannya.
Berpatisipasi dalam perencanaan pembeliaan peralatan baru, pembangunan
gedung dan proses.
Keanggotaan :
3. Mekanisme kerja
D. Langkah-langkah penyelenggaraan
Peningkatan
Berkelanjuta Kebijakan
n K3
MFK, dr Panudju, RSRP
Tinjauan
Ulang Perencanaan
Pengendalian Pelaksanaan
1. Tahap Persiapan
a.Menyatakan komitmen
Anggota kelompok kerja sebaiknya terdiri atas seorang wakil dari setiap
unit kerja,biasanya manajer unit kerja.Peran tanggung jawab dan tugas
anggota kelompok kerja perlu ditetapkan. Sedangkan mengenai kualifikasi
dan jumlah anggota kelompok kerja disesuiakan dengan kebutuhan RS.
2. Tahap pelaksanaan
Perbaikan dan pencegahan didasarkan atas hasil temuan dari audit, identifikasi,
penilaian risiko direkomendasikan kepada manajemen puncak.
PENUTUP