Anda di halaman 1dari 16

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Infark Miokard

a. Definisi

Infark miokard umumnya dikenal sebagai serangan jantung, adalah

nekrosis ireversibel otot jantung sekunder akibat iskemia berkepanjangan.

Hal ini biasanya akibat dari ketidakseimbangan antara pasokan dan

kebutuhan oksigen, penyebab utamanya adalah pecahnya plak dengan

pembentukan trombus di pembuluh koroner, yang mengakibatkan

penurunan akut suplai darah ke sebagian dari miokardium (Maziar, 2014).

Infark miokard didefinisikan sebagai keadaan patologis kematian

sel miokard akibat iskemia berkepanjangan. Setelah terjadinya iskemi,

kematian sel jantung secara histologis tidak langsung terjadi, tapi dapat

bertahan sedikitnya 20 menit atau kurang sebelum terjadinya kematian sel.

Nekrosis sel miokard secara keseluruhan membutuhkan waktu setidaknya

2-4 jam atau lebih lama, tergantung pada keberadaan sirkulasi kolateral ke

zona iskemik, jenis oklusi arteri koroner persisten atau intermiten,

sensitivitas miosit pada iskemia, dan kebutuhan oksigen dan nutrisi

individu. Proses penyembuhan infark biasanya dapat memakan waktu

setidaknya 5-6 minggu (Thygesen et al., 2012).

commit to user

4
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Infark Miokard merupakan salah satu bagian dari Sindroma

Koroner Akut (SKA). Sindroma Koroner Akut merupakan kumpulan

sindroma klinis nyeri dada disebabkan oleh kerusakan miokard yang

diakibatkan oklusi arteri koroner. SKA terdiri dari Unstable Angina (UA)

atau angina pektoris tidak stabil (APTS), infark miokard dengan ST-

elevasi (STEMI) dan tanpa ST-elevasi (NSTEMI). Ketiga keadaan

tersebut merupakan keadaan kegawatan dalam kardiovaskuler yang

memerlukan tatalaksana yang baik untuk menghindari terjadinya sudden

death (Bender et al., 2011; Braunwald dan Elliott, 2006)

Data dari Global Registry of Acute Coronary Events (GRACE)

terhadap pasien yang datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri dada

ternyata diagnosis ST-Elevasi Miokard Infark (STEMI) yang terbanyak

(34%), Non ST-Elevasi Miokard Infark (NSTEMI) (31%) dan Unstable

Angina (UA) (29%) (Budaj et al., 2003).

1) Unstable Angina Pectoris (UAP)

UAP merupakan angina yang timbul saat istirahat dan

semakin lama angina yang timbul semakin berat dengan gambaran

EKG abnormal pada segmen ST atau EKG normal dan tidak terdapat

peningkatan troponin. Secara klinis Angina pektoris tidak stabil

memiliki diagnosis yang sama dengan NSTEMI tetapi pada APTS

tidak dijumpai kerusakan miokard dan dijumpai pada gambran EKG

yang abnormal atau EKG normal dan juga tidak terjadi peningkatan

troponin (Braunwald dan Elliott, 2006).


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

2) Non ST-Elevasi Miokard Infark (NSTEMI)

Pengertian dari NSTEMI adalah pasien yang mengalami

gejala nyeri dada khas di atas 20 menit, menunjukkan pemeriksaan

biokimia kardiak marker yang positif atau perubahan segmen ST pada

pemeriksaan EKG tanpa elevasi segmen ST yang persisten

(Alexander et al, 2007).

3) ST-Elevasi Miokard Infark (STEMI)

Definisi dari ST elevasi miokard infark (STEMI) adalah nyeri

dada yang khas yaitu dengan nyeri di atas 20 menit dan tidak

berkurang dengan istirahat dan dengan pemberian nitrat dan juga

ditandai dengan gambaran elektrokardiogram elevasi segmen ST

(Hamm et al., 2011; Irmalita, 1996).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Untuk mengetahui diagnosis infark miokard maka harus dibedakan

menurut jenis Sindroma Koroner Akut (SKA) seperti pada bagan di

bawah.

Gejala Nyeri Dada

Diagnosis Kerja Sindrom Koroner Akut

EKG Elevasi ST Abnormalitas EKG Normal


ST/T

Biokimia Troponin (-)


Troponin (+)

Diagnosis STEMI NSTEMI UAP

Gambar 2.1 Spektrum dan Definisi dari SKA (PERKI, 2012).

b. Etiologi dan Faktor Risiko

Menurut Alpert et al. (2010), Braunwald dan Elliott (2006), infark

miokard terjadi oleh penyebab yang heterogen. Ada berbagai macam jenis

infark miokard, yaitu: spontan, ketidakseimbangan iskemik, kematian sel

jantung mendadak dan prosedur revaskularisasi. Infark miokard spontan

terjadi karena ruptur plak, fisura, atau diseksi plak aterosklerosis. Selain

itu, peningkatan kebutuhan dan ketersediaan oksigen dan nutrien yang

inadekuat memicu munculnya infark miokard. Infark miokard jenis

ketidakseimbangan iskemik disebabkan karena ketidakseimbangan antara

pasokan oksigen dan atau kebutuhan oksigen tubuh. Biomarker mungkin

akan meningkat karena efek toksik dari katekolamin. Tipe ini juga bisa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

disebabkan oleh vasokonstriksi dan spasme arteri yang menurunkan aliran

darah miokard. Pada jenis kematian sel pasien mungkin memiliki penyakit

jantung koroner yang cukup parah tetapi tidak terdeteksi di angiografi

yang terjadi pada sekitar 6 % pasien Akut Miokard Infark (AMI), biasanya

terjadi pada wanita. Cedera atau infark miokard periprosedural juga dapat

terjadi pada beberapa tahapan dalam instrumentasi yang diperlukan selama

prosedur revaskularisasi mekanik jantung, baik karena Percutaneous

Coronary Intervention (PCI) atau Coronary Artery Bypass Grafting

(CABG).

Menurut Santoso dan Setiawan (2007), ada empat faktor risiko

biologis infark miokard yang tidak dapat diubah yaitu usia, jenis kelamin,

ras, dan riwayat keluarga. Risiko aterosklerosis koroner meningkat seiring

bertambahnya usia. Penuaan merupakan faktor risiko utama untuk

penyakit aterosklerosis karena proses degeneratif yang berhubungan

dengan penuaan dan dampak kumulatif dari faktor risiko lain yang

berkembang dengan bertambahnya usia. Faktor risiko lain masih dapat

diubah, sehingga berpotensi dapat memperlambat proses aterogenik.

Faktor - faktor tersebut adalah abnormalitas kadar serum lipid, hipertensi,

merokok, diabetes, obesitas, faktor psikososial, diet dan alkohol, dan

kurang aktivitas fisik.

Menurut Anand et al. (2008), penyakit infark miokard lebih

cenderung terjadi pada usia sembilan tahun lebih dini pada pria

dibandingkan pada perempuan. Insiden pada wanita meningkat pesat saat


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

menopause dan sebanding dengan laki-laki pada umur lebih dari 65 tahun.

Meskipun begitu, penyakit ini tetap menjadi penyebab utama kematian

pada wanita. Kematian akibat penyakit jantung 4-6 kali lebih tinggi dari

kematian akibat kanker payudara.

Abnormalitas kadar lipid serum yang merupakan faktor risiko

adalah hiperlipidemia. Hiperlipidemia adalah peningkatan kadar kolesterol

atau trigliserida serum di atas batas normal. The Coronary Primary

Prevention Trial (CPPT) memperlihatkan bahwa penurunan kadar

kolesterol juga menurunkan mortalitas akibat infark miokard. Sedangkan

pada orang hipertensi, akibat kerja jantung bertambah, sehingga ventrikel

kiri hipertrofi untuk meningkatkan kekuatan pompa. Bila proses

aterosklerosis terjadi, maka penyediaan oksigen untuk miokard berkurang.

Tingginya kebutuhan oksigen karena hipertrofi jaringan tidak sesuai

dengan rendahnya kadar oksigen yang tersedia (Brown, 2006).

Obesitas meningkatkan risiko terkena penyakit jantung koroner.

Sekitar 25-49% penyakit jantung koroner di negara berkembang

berhubungan dengan peningkatan Indeks Masa Tubuh (IMT). Overweight

didefinisikan sebagai IMT lebih dari 25-30 kg/m2 dan obesitas dengan

IMT lebih dari 30 kg/m2. Obesitas ditandai dengan meningkatknya kadar

kolesterol total dan LDL kolesterol. Risiko PJK akan jelas meningkat bila

berat badan mulai melebihi 20% dari berat badan ideal (Waspadji, 2003).

Aktivitas fisik yang rendah berpengaruh kuat pada terjadinya penyakit

jantung koroner. Aktivitas fisik yang tinggi berefek pada penurunan berat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

10

badan, penurunan tekanan darah dan meingkatnya profil lipid (terutama

HDL) sehingga menurunkan risiko PJK. Konsumsi Alkohol lebih dari dua

gelas perhari dapat meningkatkan risiko terjadinya PJK (Bender et

al.,2011).

Intoleransi terhadap glukosa telah diketahui sebagai predisposisi

penyakit pembuluh darah. Penelitian menunjukkan laki-laki yang

menderita Diabetes Mellitus meningkatkan risiko PJK 50% dan pada

perempuan risikonya menjadi 2 kali lipat. Orang yang stres 5 kali lebih

besar mendapatkan risiko PJK. Stres di samping dapat menaikkan tekanan

darah juga dapat meningkatkan kadar kolesterol darah (Anwar, 2004).

c. Patofisiologi

Kejadian infark miokard diawali dengan terbentuknya plak

aterosklerosis. Faktor-faktor seperti usia, genetik, diet, merokok, Diabetes

Mellitus tipe II, hipertensi, Reactive Oxygen Species dan inflamasi

diketahui menyebabkan disfungsi dari endotel pembuluh darah. Proses

aterogenik ini ditandai dengan disfungsi lapisan endotel pembuluh darah

koroner, terkait dengan proses inflamasi dari dinding pembuluh darah. Ini

diakibatkan karena penumpukan kolesterol, sel inflamasi, dan puing-puing

selular di dalam lapisan intima dan subintimal pembuluh darah, sehingga

membentuk plak dan mempersempit dinding arteri. Proses ini kompleks,

melibatkan serangkaian interaksi antara sel otot endotel dan halus, leukosit

dan trombosit dalam dinding pembuluh darah (Bender et al., 2011).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

11

Pada sebagian besar kasus, infark terjadi bila plak aterosklerosis

mengalami fisur, ruptur atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik

memicu trombogenesis sehingga terjadi trombus mural pada lokasi ruptur

dan mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histologis

menunjukkan bahwa plak di arteri koroner cenderung mengalami ruptur

jika mempunyai fibrous cap yang tipis dan kaya akan lipid (Alwi, 2009).

Akibat adanya oklusi pembuluh darah koroner maka akan terjadi

iskemia miokard. Hal ini dapat dikompensasi dengan mengubah

metabolisme menjadi anaerob. Namun jika terlalu lama maka akan

mengakibatkan fungsi ventrikel berkurang karena adanya hipoksia dan

asidosis. Iskemia yang berlangsung lebih dari 30-45 menit akan

mangakibatkan kerusakan irreversible dan kematian sel otot (Brown,

2006).

d. Gejala Klinis

Onset dari iskemia miokard adalah langkah awal dalam

pengembangan kasus infark miokard karena ketidakseimbangan antara

suplai dan kebutuhan oksigen. Iskemia miokard dalam manifestasi klinis

biasanya dapat diidentifikasi dari riwayat pasien dan dari hasil

Elektrokardiograf (EKG). Gejala iskemik yang mungkin terjadi adalah

nyeri dada yang menjalar ke ekstremitas atas dan rahang bawah dan juga

ketidaknyamanan epigastrium (saat aktivitas ataupun saat istirahat) serta

sesak atau kelelahan. Nyeri yang berhubungan dengan infark miokard akut

biasanya berlangsung lebih dari 20 menit. Seringkali rasa nyeri tersebut


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

12

menyebar tidak terlokalisasi dan itu bisa disertai dengan diaforesis, mual

atau sinkop. Namun gejala-gejala ini tidak spesifik untuk iskemia miokard.

Karena bisa misdiagnosis dengan penyakit pencernaan, saraf, paru atau

gangguan muskuloskeletal. Pada infark miokard dapat muncul dengan

gejala atipikal seperti palpitasi atau bahkan tanpa gejala; misalnya pada

wanita, orang tua, penderita diabetes, atau pasca-operasi dan pasien kritis.

Evaluasi yang cermat pada pasien sangat disarankan, terutama bila ada

kenaikan atau penurunan biomarker jantung (Thygesen et al., 2012).

e. Diagnosis

Menurut Alwi (2009) diagnosis infark miokard didasarkan pada

riwayat nyeri dada yang khas pasien dan perubahan EKG. Peningkatan

enzim jantung, terutama troponin T, dapat memperkuat diagnosis.

Menurut Bender et al. (2011), pemeriksaan penunjang yang

dibutuhkan pada diagnosis infark miokard antara lain:

1) Pemeriksaan Laboratorium

Tes laboratorium yang digunakan dalam diagnosis infark

miokard mencakup pemeriksaan biomarker/enzim jantung.

Pemeriksaannya antara lain, berikut ini :

a) Kadar troponin

Troponin adalah protein kontraktil yang biasanya tidak

ditemukan dalam serum dan dilepaskan hanya ketika nekrosis

miokard terjadi. Tingkat serum mulai meningkat tiga jam pasca

serangan infark miokard dan dapat bertahan hingga 7-14 hari.


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

13

b) Tingkat Creatine Kinase ( CK )

Tingkat CK – MB (CK-2) meningkat dalam 3-12 jam

setelah serangan infark miokard dan mencapai nilai puncak dalam

waktu 24 jam kemudian kembali ke awal setelah 48-72 jam.

2) Elektrokardiograf

EKG adalah alat yang paling penting dalam evaluasi awal dan

triase pasien pada Sindrom Koroner Akut (SKA) seperti infark

miokard. EKG dapat mendiagnosis di sekitar 80 % kasus. Menurut

Bender et al. (2011), gambaran perubahan EKG pada infark miokard

menurut lokasi dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.1 Lokasi Infark Menurut Perubahan Gambaran EKG.

No. Lokasi Perubahan gambaran EKG


1 Anterior Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V4/V5
2 Anteroseptal Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V3
Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V6 dan I
3 Anterolateral dan aVL
Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V5-V6 dan
4 Lateral inversi gelombang T/elevasi ST/gelombang Q di I dan aVL
Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, aVF,
5 Inferolateral dan V5-V6 (kadang-kadang I dan aVL)
Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, dan
6 Inferior aVF
Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, aVF,
7 Inferoseptal V1-V3
Gelombang R tinggi di V1-V2 dengan segmen ST depresi
8 True di V1-V3. Gelombang T tegak di V1-V2
posterior Elevasi segmen ST di precordial lead (V3R-V4R).
9 RV infarction Biasanya ditemukan konjungsi pada infark inferior.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

14

Keadaan ini hanya tampak dalam beberapa jam pertama


infark.
(Bender et al., 2011).

Ada dua jenis gambaran EKG pada infark miokard yaitu S-T

Elevasi Miokard Infark (STEMI) dan Non S-T Elevasi Miokard Infark

(NSTEMI). Diagnosis STEMI ditegakkan jika ditemukan angina akut

disertai elevasi segmen ST. Nilai elevasi segmen ST bervariasi,

tergantung kepada usia, jenis kelamin, dan lokasi miokard yang

terkena. (Tedjasukmana et al., 2010).

Gambaran EKG pasien Non STEMI beragam, bisa berupa

depresi segmen ST, inversi gelombang T, gelombang T yang datar atau

pseudo-normalization, atau tanpa perubahan EKG. Untuk menegakkan

diagnosis Non STEMI, perlu dijumpai depresi segmen ST ≥ 0,5 mm di

V1-V3 dan ≥ 1 mm di sandapan lainnya. Selain itu dapat juga dijumpai

elevasi segmen ST tidak persisten (lebih dari 20 menit), dengan

amplitudo lebih rendah dari elevasi segmen ST pada STEMI. Inversi

gelombang T yang simetris ≥ 2 mm semakin memperkuat dugaan Non

STEMI (Tedjasukmana et al., 2010).

3) Pencitraan Jantung

Bagi individu dengan perkiraan Sindrom Koroner Akut (SKA),

angiogram koroner dapat digunakan untuk definitif mendiagnosis atau

menyingkirkan diagnosis penyakit jantung koroner (Maziar, 2014).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

15

2. Kebiasaan Merokok

Rokok adalah silinder dari kertas berukuran panjang antara 70 hingga

120 mm (bervariasi di setiap negara) dengan diameter sekitar 10 mm yang

berisi daun-daun tembakau yang telah dicacah dan bahan-bahan tambahan

lainnya, seperti cengkeh. Rokok dibakar pada salah satu ujung dan dibiarkan

membara agar asapnya dapat dihirup lewat mulut pada ujung lain (Saktyowati,

2008).

Asap rokok yang terkandung dalam tembakau merupakan salah satu

zat yang dapat mengganggu kerja tubuh dan memengaruhi metabolisme

kolesterol di dalam tubuh, merusak dinding saluran darah sehingga

memudahkan lemak-lemak menempel di dinding. Kadar HDL akan berkurang

karena merokok, dan juga mengurangi kemampuan HDL menyingkirkan

kolesterol darah yang berlebihan dari daerah-daerah yang terpengaruh oleh

arterosklerosis (Graha, 2010).

Asap rokok mengandung lebih dari 4000 senyawa kimia. Menurut

Departement of Health and Aging (2008) beberapa senyawa kimia toksik

ditemukan di asap rokok seperti dalam tabel berikut:

Tabel 2.2 Kandungan Zat dalam Asap Rokok.

Kandungan asap rokok Kegunaan


Nikotin Agen adiktif pada asap rokok
Formaldehid Digunakan pada pengawetan spesimen laboratorium
Amonia Digunakan pada pembersih toilet
Hidrogen sianida Digunakan pada racun tikus
Aseton Digunakan pada pembersih cat kuku
Karbon monoksida Ditemukan pada
commit to knalpot
user mobil
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

16

Tar Biasa terdapat pada asap rokok


Toluen Ditemukan pada cat tiner
Fenol Digunakan pada pupuk
(Department of Health and Aging, 2008).

Menurut Department of Health and Aging (2008) walaupun perokok

mengetahui kandungan berbahaya dalam rokok seperti senyawa kimia, tetapi

perokok tidak tahu bahwa senyawa tersebut dapat merusak tubuh. Contohnya

adalah karbon monoksida yang dapat mengikat sel darah merah dan

mengurangi kemampuan darah untuk mengikat oksigen. Selain itu, hidrogen

sianida juga dapat membunuh silia yang merupakan bagian penting dalam alat

pernafasan.

Karbon Monoksida (CO) tak berbau dan tak berasa sehingga

kehadirannya tidak disadari. Kehadiran CO dalam darah mengganggu

pengikatan oksigen pada hemoglobin (Hb) karena afinitas Hb terhadap CO

lebih kuat daripada afinitasnya terhadap oksigen. Karbon monoksida juga

diketahui sebagai penyebab terjadinya plak lemak pada pembuluh darah. Zat

yang satu ini erat kaitannya dengan penyakit jantung koroner (GSA, 2006).

Nikotin meningkatkan tekanan darah dalam waktu cepat dan

menyebabkan penyempitan pembuluh darah. Nikotin meningkatkan

konsentrasi norepinefrin dalam sirkulasi dan peningkatan pelepasan

vasopressin, endorphin-beta, hormon adrenokortikotropik (ACTH), dan

kortisol (Kaplan, 1997). Perangsangan simpatis melalui peningkatan

norepinefrin pada jantung akan meningkatkan seluruh aktivitas jantung. Pada

tekanan arteri perangsangan simpatis meningkatkan daya dorong oleh jantung


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

17

dan tahanan terhadap aliran darah yang biasanya menyebabkan peningkatan

pada tekanan arteri. Vasopressin merupakan hormon yang disekresikan oleh

sel nukleus hipotalamus dan disimpan dalam hipofise posterior, hormon ini

berfungsi untuk mengkonstriksikan pembuluh darah dan meningkatkan

tekanan darah. Kortisol menyebabkan hipertensi kemungkinan karena efek

ringan mineralkortikoid. Begitu juga dengan peningkatan ACTH dan

endhorpin-beta di mana hal tersebut merupakan hormon yang mengatur

sekresi kortisol (Guyton, 2008).

Merokok menyebabkan kematian lebih dari 90% akibat penyakit paru

obstruktif kronis dan 80% sampai 90% kematian kanker pada wanita.

Merokok merupakan faktor risiko utama menyebabkan penyakit jantung

koroner, stroke, dan infeksi saluran napas bawah yang merupakan penyebab

utama kematian pada usia lebih dari 50 tahun (Department of Health and

Human Services, 2004).

3. Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Infark Miokard

Merokok merupakan salah satu faktor risiko terbesar untuk terjadinya

infark miokard. Kejadian iskemia miokard dapat terjadi karena agregasi

platelet dan destabilisasi plak yang terjadi di dalam arteri koroner. Mekanisme

destabilisasi plak menunjukkan adanya peningkatan drastis jika ada paparan

rokok (Basel et al., 2014).

Asap rokok mengandung lebih dari 4.000 zat kimia, termasuk

hidrokarbon aromatik polisiklik dan gas oksidatif, yang sebagian besar

merupakan zat berefek kardiotoksik. Namun bagaimana mekanisme zat-zat


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

18

tersebut meracuni jantung belum sepenuhnya diketahui. Mekanisme yang

terjadi dalam proses menyebabkan kejadian penyakit kardiovaskular

(atherogenesis-trombosis) pada perokok meliputi: peningkatan

hiperkoagulabilitas yang menyebabkan trombosis (aktivasi dan agregasi

platelet, aktivasi faktor koagulasi, peningkatan fibrinogen, peningkatan faktor

pembentukan jaringan), disfungsi endotel dengan penurunan pelepasan dan

bioavibilitas NO, menyebabkan keadaan peradangan kronis (kenaikan jumlah

sel darah putih dan nilai protein C-reaktif) (Pyrgakis, 2009).

Menurut Neal dan Judith (2013), kebiasaan merokok dapat

menyebabkan disfungsi endotel, konstriksi pembuluh darah, mengaktifkan

trombosit, menciptakan inflamasi kronis, dan menyebabkan dislipidemia. Hal-

hal tersebut dapat mempercepat proses aterosklerosis, destabilisasi plak arteri

koroner, meningkatkan kejadian koroner akut dan bahkan mengakibatkan

kematian tiba-tiba (sudden death). Penghentian aktivitas merokok adalah hal

yang paling penting pada pasien perokok yang menderita infark miokard

untuk dapat meningkatkan kualitas kesehatan di masa depan.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

19

B. Kerangka Pemikiran

Perokok
Faktor Risiko :

1. Usia
Jumlah rokok Lama merokok 2. Obesitas
3. Diabetes
4. Hipertensi
Derajat berat 5. Aktivitas fisik
merokok 6. Jenis Kelamiin
7. Stres

Adanya CO dan Nikotin


dalam tubuh

Peningkatan faktor
inflamasi dan kerusakan
endotel

Sumbatan arteri
koroner

Infark Miokard

Diteliti :

Tidak diteliti :

Gambar 2.2 Bagan Hubungan Derajat Berat Merokok dengan Kejadian Infark Miokard.

C. Hipotesis

Ada hubungan antara derajat berat merokok dengan kejadian infark miokard.

commit to user

Anda mungkin juga menyukai