Anda di halaman 1dari 5

Dalil-Dalil Akal (Dalil ‘Aqli) yang Menunjukkan Tercelanya

Bid’ah (Bag. 1)

Di antara perkara yang senantiasa Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam peringatkan


kepada umatnya adalah bahaya terjerumus dalam bid’ah. Rasulullah shallallahu ‘alahi wa
sallam pun mengingatkan hal tersebut dalam berbagai waktu dan kesempatan. Hal ini
menunjukkan bahwa perkara bid’ah adalah perkara yang tidak bisa dianggap remeh,
namun perkara yang sangat berbahaya. Sayangnya, tidak sedikit di antara umat ini yang
bermudah-mudah dan meremehkannya, sehingga pun akhirnya terjerumus ke dalam
perbuatan bid’ah.

Dalil-dalil dari dari Al-Qur’an dan As-Sunnah (dalil naqli) sangatlah banyak yang
menunjukkan tercelanya perbuatan bid’ah. Di samping itu, terdapat dalil-dalil berdasarkan
akal sehat (dalil ‘aqli) yang juga menunjukkan bahwa bid’ah adalah perbuatan yang
sangat tercela dan harus dijauhi. Dalam tulisan ini, akan kami sampaikan dalil-dalil akal
sehat yang menunjukkan tercelanya bid’ah, agar kita semakin meningkatkan kewaspadaan
darinya.

Ahlu bid’ah berarti meralat dan mengoreksi syariat Islam


yang sudah sempurna

Hal ini karena konsekuensi yang bisa disimpulkan dari ucapan dan keadaan orang yang
gemar berbuat bid’ah (diistilahkan dengan ahlul bid’ah atau mubtadi’) adalah bahwa
syariat Islam ini belum sempurna, dan masih tersisa sesuatu (baik sedikit atau pun
banyak) yang wajib atau dianjurkan untuk diralat dan dikoreksi. Seandainya dia meyakini
bahwa syariat ini sudah sempurna dari semua sisi, tidak mungkin dia berbuat bid’ah dan
meralat syariat tersebut. Orang yang mengatakan bahwa syariat ini belum sempurna, tentu
saja telah tersesat dari jalan yang lurus.

Syariat Islam ini sudah sempurna, sehingga tidak perlu lagi penambahan dan
pengurangan. Hal ini karena Allah Ta’ala berfirman,

ً‫ت ملمكمم اسلدسسملمم دديِننا‬ ‫ت ملمكسم دديِمنمكسم موأمستممسم م‬


‫ت معملسيِمكسم دنسعممدتيِ مومر د‬
‫ضيِ م‬ ‫اسلميِ سومم أمسكممسل م‬
“Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan
kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (QS. Al-Maidah
[5]: 3)

Demikian pula dalam hadits yang diriwayatkan dari sahabat ‘Irbadh bin
Sariyah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫ش دمسنمكسم‬ ‫ٌ مل ميِدزيِمغ معسنمهاً مبسعدديِ إدلل مهاًلد ك‬،ً‫ضاًدء لمسيِلممهاً مكمنمهاًدرمها‬


‫ٌ ممسن ميِدع س‬،‫ك‬ ‫مقسد متمرسكمتمكسم معملىَ اسلمبسيِ م‬
‫ٌ مومسلندة اسلمخلممفاًدء اللرادشدديِمن‬،ِ‫ٌ مفمعلمسيِمكسم دبمماً معمرسفمتسم دمسن مسلندتي‬،‫مفمسميِمرىَ اسخدتملنفاً مكدثيِنرا‬
‫ٌ مع ض‬،‫اسلممسهدديِيِيِمن‬،
‫ضوا معلمسيِمهاً دباًللنموا د‬
‫جدذ‬
“Aku tinggalkan kepada kalian (jalan petunjuk) yang terang benderang, malamnya
bagaikan siang. Tidak ada yang berpaling darinya setelahku, kecuali akan binasa.
Barangsiapa di antara kalian yang masih hidup nanti, dia akan melihat perselisihan yang
banyak. Maka wajib atas kalian untuk berpegang dengan apa yang kalian ketahui dari
ajaranku, dan sunnah (ajaran) khulafaur rasyidin yang mendapatkan petunjuk (baik
petunjuk dalam ilmu maupun amal, pen.). Gigitlah ajaran tersebut dengan gigi geraham
kalian (yaitu, gigi yang paling kuat untuk menggigit, pen.) … “ (HR. Ibnu Majah no. 43,
hadits shahih)

Demikian pula, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengabarkan bahwa beliau telah
menyampaikan semua yang dibutuhkan oleh seorang hamba berkaitan dengan kehidupan
akhirat dan agamanya. Artinya, semua hal yang mendekatkan ke surga dan menjauhkan
dari nereka telah diajarkan dan ditunjukkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫ٌ موميِسندذمرمهسم‬،‫إدلنمه لمسم ميِمكسن مندبييِ مقسبدليِ إدلل مكاًمن مح قنقاً معلمسيِده أمسن ميِمدلل أ ملممتمه معملىَ مخسيِدر مماً ميِسعملمممه ملمهسم‬
‫مشلر مماً ميِسعملمممه ملمهسم‬
“Sesungguhnya tidak ada satu pun Nabi sebelumku, melainkan wajib baginya untuk
menunjukkan kebaikan yang dia ketahui kepada umatnya dan memperingatkan umatnya
dari keburukan yang dia ketahui.” (HR. Muslim no. 1844)

Diriwayatkan dari sahabat Abu Dzarr Al-Ghifari radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,
‫ٌ إدلل مومهمو‬،‫ب مجمناًمحسيِده دفيِ اسلمهموادء‬
‫ٌ مومماً مطاًدئكر ميِمقليِ م‬،‫صللىَ ام معلمسيِده مومسللمم‬ ‫متمرسكمناً مرمسومل د‬
‫ا م‬
ً‫ميِمذيِكمرمناً دمسنمه دعسلنما‬
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggalkan kami dan tidak ada seekor burung
pun yang mengepakkan kedua sayapnya di udara, kecuali beliau telah mengajarkan
ilmunya kepada kami.”

Kalimat tersebut menggambarkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah


mengajarkan semua hal yang berkaitan dengan ajaran agama Islam, bukan tentang ilmu
duniawi.

Kemudian sahabat Abu Dzarr Al-Ghifari radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,

‫ٌ إدلل مومقسد مبيِيِمن لممكسم‬،‫ٌ وميِمباًدعمد دممن اللناًدر‬،‫ب دممن اسلمجلندة‬


‫مماً مبدقميِ مشسيِكء ميِمقيِر م‬
“Tidak tersisa satu pun yang mendekatkan ke surga dan menjauhkan dari neraka, kecuali
telah aku jelaskan kepada kalian.” (HR. Ath-Thabrani dalam Mu’jam Al-Kabir no. 1647,
shahih)

Oleh karena itu, siapa saja yang lancang berbuat bid’ah, konsekuensinya dia telah
menuduh bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak amanah (berkhianat) dalam
menyampaikan wahyu kenabian. Hal ini sebagaimana ditegaskan oleh Imam Malik bin
Anas rahimahullah,

‫ٌ زعم أن محمدا صلىَ ا عليِه وسلم خاًن‬،‫من ابتدع فيِ السلم بدعة يِراهاً حسنة‬
‫ٌ فل يِكون‬،ً‫ٌ فماً لم يِكن يِومئذ ديِنا‬، {‫ }اليِوم أكملت لكم ديِنكم‬:‫ٌ لن ا يِقول‬،‫الرساًلة‬
ً‫اليِوم ديِنا‬
“Barangsiapa yang membuat-buat bid’ah dalam agama ini dan dia pandang baik, maka
sesungguhnya dia telah menuduh bahwa Muhammad shallallahu ‘alaihi wa
sallam berkhianat ketika menyampaikan risalah (wahyu). Karena Allah Ta’ala berfirman,
’Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu’. Maka segala sesuatu yang
tidak menjadi bagian dari agama pada hari itu, tidak akan pula menjadi bagian dari
agama pada hari ini.” (Al-I’tisham, 1: 49)
Ahlu bid’ah berarti menentang dan melawan syariat

Hal ini karena syariat telah menentukan jalan yang harus ditempuh oleh setiap hamba
yang ingin menuju kepada Rabb-nya dan syariat telah membatasi bahwa hanya ada satu
jalan yang dapat mengantarkan seseorang menuju surga Allah Ta’ala. Syariat pun telah
menjelaskan bahwa kebaikan adalah dengan mengikuti dan meniti jalan tersebut,
sedangkan sumber kejelekan dan kebinasaan adalah dengan menentang jalan tersebut
dan memilih jalan-jalan yang lainnya.

Allah Ta’ala berfirman,

‫موأملن مهمذا د‬
‫صمرادطيِ ممسسمتدقيِنماً مفاًلتدبمعوهم مومل متلتدبمعوا الضسمبمل مفمتمفلرمق دبمكسم معسن مسدبيِلدده مذلدمكسم‬
‫صاًمكسم دبده لممعللمكسم متلتمقومن‬
‫مو ل‬
“Dan bahwa (yang kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah
dia. Dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu
mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu
bertakwa.“ (QS. Al-An’am [6]: 153)

Dalam ayat di atas, Allah menggunakan kata tunggal (singular) untuk menyebutkan jalan
yang lurus (shirath), yang mengisyaratkan bahwa jalan kebenaran menuju Allah itu hanya
ada satu jalan. Yaitu jalan (cara dan metode beragama) yang ditempuh oleh
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama para sahabatnya radhiyallahu
‘anhum. Sedangkan untuk jalan kesesatan, Allah gunakan kata jamak (plural), yang
menunjukkan bahwa jalan kesesatan (subul) itu banyak dan berbilang.

Konsekuensi dari bid’ah yang dilakukan oleh ahlu bid’ah adalah bahwa mereka menolak
dan menentang ini semua. Karena konsekuensinya, mereka menyangka bahwa di sana
ada jalan kebaikan yang lain, tidak terbatas pada satu jalan yang telah dikhususkan dan
digariskan oleh syariat tersebut. Seolah-olah pembuat syariat itu tidak mengetahui adanya
jalan kebaikan yang lain, sedangkan dia-lah (ahlu bid’ah) yang mengetahuinya, dan kita
pun juga tidak tahu, hanya dia-lah (ahlu bid’ah) yang mengetahuinya.

Oleh karena itu, ketika sahabat Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu mengingkari orang yang
berbuat bid’ah dalam tata cara berdzikir, beliau mengatakan,
‫ضململةَة‬
‫ب م‬ ‫إدلنمكسم لممعملىَ دمللةَة دهميِ أمسهمدىَ دمسن دمللدة مممحلمةَد م‬
‫صللىَ ام معلمسيِده مومسللمم أ سو ممسفمتدتمحو مباً د‬
“Apakah kalian berada di atas agama yang lebih mendapatkan petunjuk daripada agama
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, atau sebenarnya kalian sedang membuka pintu-
pintu kesesatan?” (Diriwayatkan oleh Ad-Darimi dalam Sunan-nya no. 204 dengan
sanad yang hasan)

Benarlah apa yang beliau katakan. Hal ini karena hanya ada dua kemungkinan bagi ahlu
bid’ah:

Pertama, mereka menyangka bahwa mereka lebih mendapatkan petunjuk dari agama
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan keyakinan semacam ini, tentu saja kekafiran.

Ke dua, mereka sedang membuka pintu-pintu kesesatan dalam agama ini.

[Bersambung]

***

@Sint-Jobskade 718 NL, 22 Syawwal 1439/ 6 Juli 2018

Oleh seorang hamba yang sangat butuh ampunan Rabb-nya,

Penulis: M. Saifudin Hakim

Artikel: Muslim.Or.Id

Baca selengkapnya. Klik https://muslim.or.id/42221-dalil-dalil-akal-dalil-aqli-yang-


menunjukkan-tercelanya-bidah-bag-1.html

Anda mungkin juga menyukai