Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berdasarkan hasil cohort study yang melibatkan 1.532 peresepan pasien anak-

anak di Intensive Care Unit (ICU) 12 Rumah Sakit di Amerika yang disampling

secara random, diketahui sekitar 14% di antaranya mengalami medication error yang

terinci menjadi prescribing error (10.1%) dan drug administration error (3,9%). Atas

dasar ini farmasis dituntut untuk memberikan pelayanan yang lebih baik guna

mengurangi angka kejadian medication error. Perubahan orientasi obat menjadi

orientasi pada pasien (pharmaceutical care) menuntut seorang farmasis untuk

memiliki bekal pengetahuan dan keterampilan yang lebih baik(1).

Ada beberapa sebab terjadinya medication error yaitu kesalahan dalam

komunikasi, kurangnya distribusi obat, kesalahan dosis, adanya masalah terkait obat

dan penyampaian obat, ketidaktepatan dalam administrasi obat, serta kurangnya

pengetahuan pasien(2).

Pengatasan terhadap kejadian medication error dapat dilakukan dengan

pelayanan kefarmasian yang berorientasi pada pasien. Pelayanan yang berorientasi

pada pasien ini menuntut seorang farmasis untuk dapat melakukan pelayanan

kefarmasian terhadap pasien secara lebih baik sehingga diharapkan mampu

meminimalkan terjadinya medication error. Pelayanan kepada pasien ini meliputi

komunikasi dengan pasien, pemberian informasi obat pada pasien serta monitoring

penggunaan obat kepada pasien. Orientasi menjadi pharmaceutical care ini sekaligus

meminimalkan kejadian medication error yang sering terjadi dalam instansi

kesehatan, dengan kata lain meminimalkan kejadian medication error yang erat
hubungannya dengan Drug Related Problems (DRP). Medication error yang terjadi

pada fase apapun tentu akan merugikan pasien dan dapat menyebabkan kegagalan

terapi, bahkan kejadian medication error ini dapat menimbulkan efek obat yang tidak

diharapkan bagi pasien(3).

Karena kejadian medication error yang cukup tinggi seperti uraian di atas, maka

perlu adanya penelitian mengenai pengaruh pemberian informasi dan alat bantu

ketaatan terhadap perilaku pasien yang pada akhirnya diusulkan menjadi suatu judul

Pengaruh Pemberian Informasi dan Alat Bantu Ketaatan terhadap Perilaku Pasien

ISPA di puskesmas Pabuaran Tumpeng Kota Tangerang.

Penelitian dengan judul Pengaruh Pemberian Informasi dan Alat Bantu Ketaatan

terhadap Perilaku Pasien ISPA di puskesmas Pabuaran Tumpeng Kota Tangerang ini

dilakukan di Puskesmas dengan alasan tingginya angka kejadian medication error di

Instansi Kesehatan di Indonesia, yaitu sebesar 63,6%(4). Pada tahun 2014, 2015 dan

2016 pasien ispa menjadi penyakit terbanyak yang ada di Puskesmas Kota Tangerang

yakni pada tahun 2014 23%, tahun 2015 8,85% dan tahun 2016 17,08%.(5)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah profil pasien ISPA rawat jalan di Puskesmas Pabuaran Tumpeng

periode Mei-Juni 2018?

2. Adakah perbedaan perilaku (pengetahuan, sikap dan tindakan) dan ketaatan

minum obat (antibiotik) pasien ISPA di Puskesmas Pabuaran Tumpeng pada

pasien ISPA yang mendapatkan alat bantu ketaatan dan informasi obat dengan

yang tidak mendapatkan alat bantu ketaatan dan informasi obat?


3. Apakah pemberian alat bantu ketaatan dan informasi obat saat home visit

menyebapkan perbedaan perilaku terhadap pasien ISPA Puskesmas Pabuaran

Tumpeng periode Mei-Juni 2018 yang menerima alat bantu ketaatan dan

informasi obat dan yang tidak mendapatkan alat bantu dan informasi obat.

C. Tujuan Penelitian

Penelitihan ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui profil pasien ISPA rawat jalan di Puskesmas Pabuaran Tumpeng

periode Mei-Juni 2018.

2. Mengetahui perbedaan perilaku (pengetahuan, sikap dan tindakan) dan ketaatan

minum obat (antibiotik) pasien ISPA di Puskesmas Pabuaran Tumpeng antara

pasien ISPA yang mendapatkan alat bantu ketaatan dan informasi obat.

3. Mengetahui ada tidaknya perbedaan perilaku pasien ISPA Puskesmas Pabuaran

Tumpeng periode Mei-Juni 2018 akibat pemberian alat bantu ketaatan dan

informasi obat saat home visit.

D. Pembatasan Masalah

Penelitihan ini dibatasi pada pengujian alat bantu ketaatan dan informasi obat saat

home visit terhadap antibiotik pasien ISPA.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk mengetahui pengaruh

pemberian alat bantu ketaatan dan informasi terhadap perubahan perilaku pasien ISPA

Puskesmas Pabuaran Tumpeng Mei-Juni 2018 terhadap alat bantu dan informasi yang

diberikan serta untuk mengetahui profil ketaatan pasien ISPA masyarakat Pabuaran
Tumpeng kota Tangerang dan dapat mendukung peningkatan kualitas kesehatan

masyarakat dengan meningkatkan mutu dan kualitas pelayanan obat dalam

masyarakat khususnya di Puskesmas Pabuaran Tumpeng.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Medication Error

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor

1027/MENKES/SK/IX/2004 medication error adalah kejadian yang merugikan

pasien, yang diakibatkan karena pemakaian obat selama dalam penanganan tenaga

kesehatan, yang sebetulnya dapat dicegah. Kejadian medication error dibagi dalam 4

fase, yaitu fase prescribing, fase transcribing, fase dispensing dan fase administration

oleh pasien.

Tabel I. Fase-Fase Kejadian Medication Error (National Coordinating Council for Medication

Error Reporting and Prevention, 1998)

FASE DEFINISI KETERANGAN

Obat yang diresepkan tidak

tepat indikasi, tidak tepat

pasien atau ontraindikasi,


Error yang terjadi pada fase
Prescribing tidak tepat obat atau ada obat
penulisan resep
yang tidak ada indikasinya,

tidak tepat dosis dan aturan

pakai

Salah membaca resep karena


Error yang terjadi saat
tulisan yang tidak jelas,
Transcribing pembacaan resep untuk
misalnyaLosec®
proses dispensing
(omeprazole) dibaca Lasix®
(furosemide), aturan pakai 2

kali sehari 1 tablet terbaca 3

kali sehari 1 tablet. Salah

dalam menterjemahkan order

pembuatan resep dan

signature juga dapat terjadi

pada fase ini

Salah dalam mengambil obat

dari rak penyimpanan karena

kemasan atau nama obat

Error yang terjadi pada saat yang mirip atau dapat pula

penyiapan hingga terjadi karena berdekatan


Dispensing
penyerahan resep oleh letaknya. Selain itu, salah

petugas apotek dalam menghitung jumlah

tablet yang akan diracik,

ataupun salah dalam

pemberian informasi

Fase ini dapat melibatkan

petugas apotek dan pasien

atau keluarganya pasien.

Error yang terjadi pada Misalnya salah menggunakan


Administration
proses penggunaan obat. supositoria yang seharusnya

melalui dubur tapi dimakan

dengan bubur, salah waktu

minum obatnya seharusnya 1


jam sebelum makan tetapi

diminum bersama makan.

Seorang pasien dapat melakukan beberapa cara untuk mengurangi

kemungkinan terjadinya medication error selama pengobatan. Pemberian informasi

pada pasien adalah hal yang dapat membantu meningkatkan keamanan dalam minum

obat serta mencegah terjadinya medication error pada fase administration(2).

Dari fase-fase medication error tersebut, dapat dikemukakan bahwa faktor

penyebabnya dapat juga berupa :

1. Komunikasi yang buruk baik secara tertulis dalam bentuk kertas resep

maupun secara lisan (antara pasien, dokter dan apoteker)

2. Sistem distribusi obat yang kurang mendukung (sistem komputerisasi,

sistem penyimpanan obat dan lain sebagainya)

3. Sumber daya manusia (kurang pengetahuan, pekerjaan yang berlebihan

dan lain-lain)

4. Edukasi kepada pasien kurang

5. Peran pasien dan keluarga kurang

B. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)

1. Definisi

Menurut DepKes RI (2005) istilah Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)

mengandung 3 unsur, yaitu infeksi; saluran pernapasan; dan akut. Pengertian atau

batasan masing-masing unsur adalah sebagai berikut ini.

a. Yang dimaksud dengan infeksi adalah masuknya kuman atau

mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga


menimbulkan gejala penyakit (DepKes.RI, 2005).

b. Yang dimaksud dengan saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung

hingga alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga

telinga tengah dan pleura. Dengan demikian ISPA secara anatomis

mencakup saluran pernafasan bagian atas, bawah (termasuk jaringan paru-

paru) dan organ adneksa saluran pernapasan (DepKes.RI, 2005).

c. Yang dimaksud dengan infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung

sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari ini diambil untuk menunjukkan

proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan

dalam ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari

(DepKes.RI,2005).

Saluran pernapasan pada manusia adalah alat-alat tubuh yang digunakan

untuk bernafas, yaitu mulai dari hidung, hulu kerongkongan, tenggorokan,

batang tenggorokan samapai paru-paru(6).

Gambar I. Sistem Respirasi Pada Manusia (kiri) dan Struktur Alveolus (kanan)
Berdasarkan data di USA, medication error (kesalahan dalam pengobatan) di

RS terjadi satu di antara 200 pasien. Sementara di Indonesia sendiri medication

error di ICU mencapai 96% dan puskesmas 80%(7)

Di pelayanan kesehatan primer (Puskesmas), studi tentang medication error

sangat jarang dilakukan, padahal jika diamati secara lebih mendalam di area

inilah biasanya medication error berpotensi untuk terjadi karena pelayanan

kesehatan primer umumnya tidak hanya melibatkan dokter tetapi juga perawat,

bidan dan petugas obat yang sebagian besar tidak memiliki kompetensi memadai

dalam penatalaksanaan pasien, khususnya dalam hal peresepan obat(8).

Berdasarkan data penggunaan obat ISPA yang dikumpulkan secara

retrospektif dari 20 Puskesmas yang terdapat di 5 kabupaten/kota di Provinsi

Kalimantan Timur diketahui bahwa 2.585 resep menunjukkan 90% diantaranya

tidak lengkap atau mengalami medication error. Bentuk medication error yang

paling sering dijumpai adalah pemilihan obat keliru, cara pemberian obat yang

keliru, frekuensi pemberian keliru dan sediaan keliru(8).

Secara umum terdapat 3 faktor resiko terjadinya ISPA yaitu faktor

lingkungan, faktor individu, serta faktor perilaku. Yang dimaksud dengan faktor

lingkungan meliputi pencemaran udara dalam rumah, ventilasi rumah, serta

kepadatan hunian rumah. Faktor individu meliputi umur dan berat badan lahir

rendah (BBLR) artinya bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2500

gram sedangkan faktor perilaku adalah peran aktif keluarga atau masyarakat

dalam menangani ISPA(9).

2. Klasifikasi

Secara umum, Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dibagi ke dalam 2

kelompok yakni infeksi saluran pernapasan atas dan infeksi saluran pernapasan
bawah. Infeksi saluran pernapasan atas meliputi rinitis akut; faringitis akut;

tonsilitis akut; epiglotitis akut; laringotrakeo-bronkitis; tonsilitis, faringitis,

laringitis difteri sedangkan infeksi saluran pernafasan bawah meliputi bronkitis

akut dan pnemonia(8).

C. Pharmaceutical Care

Pharmaceutical care atau asuhan kefarmasian adalah suatu bentuk pelayanan dan

tanggung jawab langsung profesi apoteker yang berpusat/berorientasi kepada pasien.

Salah satu bentuk Pharmaceutical Care adalah pelayanan residensial (Home visit)

dalam hal ini Apoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat melakukan

pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok

lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Untuk aktivitas ini

apoteker harus membuat catatan berupa catatan pengobatan (medication record)(10).

Selama proses Pharmaceutical care, Farmasis dapat melakukan pengambilan

keputusan secara rasional yang disebut Pharmacotherapy Workup dengan tujuan

untuk membuat suatu penilaian tentang kebutuhan obat pasien, mengidentifikasi Drug

Therapy Problem (DTP), membuat perencanaan pengobatan, dan mengadakan

evaluasi untuk memastikan bahwa semua obat yang digunakan efektif dan aman untuk

terapi(11).

Dengan adanya Pharmaceutical care, diharapkan dapat meningkatkan kesadaran

pasien akan efek samping yang merugikan dari obat serta dapat mencegah timbulnya

Drug Therapy Problem (DTP).

D. Ketaatan pasien (Patient Compliance)

Ketaatan terhadap aturan pengobatan dapat didefinisikan sebagai tingkat

ketepatan perilaku seorang individu dengan nasihat medis atau kesehatan. Ketaatan
ini mencakup beberapa perlakuan khusus, seperti: istirahat; diet; berapa lama obat

tersebut harus dikonsumsi; bagaimana cara menggunakannya; kapan waktu

penggunaan yang tepat; kapan obat harus dihentikan; kapan harus mengunjungi

dokter lagi dan lain-lain.

Suatu kejadian yang tidak diharapkan yang mengganggu terapi pengobatan

meliputi, membutuhkan tambahan terapi obat, salah obat, dosis kurang, ketidaktaatan

pasien dan lain-lain. Sering juga pasien tidak menerima aturan pemakaian obat yang

tepat (penulisan obat, pemberian dan pemakaian), pasien tidak mematuhi rekomendasi

yang diberikan dokter, pasien tidak mengambil obat yang diresepkan karena sudah

merasa sehat (12).

Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi ketidaktaatan

penggunaan obat, yaitu:

1. Bertanya kepada pasien apakah ada kesulitan untuk memakai obat, atau untuk

mengikuti petunjuk-petunjuk pemakaian;

2. Pengamatan terhadap sisa obat, cara ini sangat mudah dilakukan terutama

untuk obat-obat yang gampang dihitung, misalnya tablet dan sirup, sedangkan

untuk jenis aerosol mungkin sulit;

3. Penilaian terhadap efek farmakologik yaitu dengan melihat apakah obat yang

diberikan bermanfaat atau tidak;

4. Pengukuran kadar obat, cara ini lebih pasti namun memerlukan biaya karena

pengukuran kadar secara kuatitatif harus dilakukan di laboratorium(13).

Untuk meningkatkan ketaatan pasien dapat dilakukan upaya-upaya antara lain

identifikasi faktor risiko, pengembangan rencana pengobatan, alat bantu kepatuhan,

pemantauan terapi, komunikasi yang baik antara apoteker dengan pasien. Dalam

banyak hal, ketidaktaatan akan mengakibatkan penggunaan suatu obat yang kurang.
Dengan cara demikian, pasien kehilangan manfaat terapi yang diharapkan dan

kemungkinan mengakibatkan kondisi yang diobati secara bertahap menjadi buruk(6).

E. Informasi

Informasi adalah data yang penting yang memberikan pengetahuan yang berguna

(Terry, 1962). Definisi lain mengatakan bahwa informasi merupakan fungsi penting

untuk membantu mengurangi rasa cemas seseorang(14).

F. Edukasi

Edukasi adalah upaya yang dilakukan agar masyarakat berperilaku atau

mengadopsi perilaku kesehatan dengan cara persuasi, bujukan, himbauan, ajakan,

memberikan informasi, memberikan kesadaran, dan sebagainya melalui kegiatan yang

disebut pendidikan atau penyuluhan kesehatan. Pendidikan kesehatan sendiri pada

hakikatnya adalah suatu kegiatan atau usaha menyampaikan pesan kesehatan kepada

masyarakat, kelompok, atau individu. Dengan adanya pesan tersebut diharapkan dapat

memperoleh pengetahuan tentang kesehatan yang lebih baik. Pengetahuan tersebut

akhirnya dapat berpengaruh terhadap perilaku individu (15).

G. Perilaku

Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah respon seseorang (organisme) terhadap

stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan,

makanan serta lingkungan. Batasan ini mempunyai dua unsur pokok, yakni respon

dan stimulus atau perangsangan. Respon atau reaksi manusia, baik bersifat aktif

(tindakan yang nyata atau practice); sedangkan stimulus rangsangan disini terdiri dari

empat unsur pokok, yakni sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan dan
lingkungan (15).

Menurut Notoatmodjo (2003), sebelum orang berperilaku baru, di dalam diri

orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yaitu:

1. awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui

stimulus atau obyek terlebih dahulu.

2. interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus.

3. evaluation, yakni mempertimbangkan baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya, hal

ini menunjukkan sikap responden yang lebih baik lagi.

4. trial, yakni orang telah mulai mencoba perilaku baru.

5. adoption, yakni subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,

kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus. Faktor lingkungan serta pengalaman

masa lalu sangat mempengaruhi individu dalam kehidupan. Lingkungan dan

pengalaman ini kemudian akan menentukan perilaku individu tersebut yang

nantinya perilaku ini dapat dijabarkan dalam 3 bagian yaitu pengetahuan, sikap

serta tindakan.

a. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan

terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan,

pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan

manusia diperoleh melalui mata dan telinga(15).

Tabel II. Tingkat pengetahuan yang tercakup di dalam domain kognitif

TINGKATAN KETERANGAN

I
Tahu diartikan sebagai kemampuan untuk
tahu
mengingat suatu materi yang telah dipelajari
(know)
sebelumnya.
Memahami diartikan sebagai kemampuan
II
untuk menjelaskan secara benar tentang obyek
Memahami
yang diketahui dan dapat menginterpretasikan
(comprehension)
materi tersebut secara benar.
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk
menggunakan materi yang telah dipelajari
III
pada situasi atau kondisi yang sebenarnya
Aplikasi
(missal : penggunaan hukum-hukum, masalah,
(application)
metode, prinsip, dalam konteks atau situasi
yang lain).
Analisis merupakan kemampuan untuk
IV menjabarkan materi atau suatu obyek ke dalam
analisis komponen-komponen, tetapi masih di dalam
(analysis) satu struktur organisasi, dan masih ada
kaitannya satu sama lain.
Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan
untuk meletakkan atau menghubungkan
V bagian-bagian di dalam suatu bentuk
Sintesis keseluruhan yang baru. Secara definitif,
(synthesis) sintesis adalah suatu kemampuan untuk
menyusun formulasi baru dari formulasi-
formulasi yang ada.
VI Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk
evaluasi melakukan justifikasi atau penilaian terhadap
(evaluation) suatu materi atau obyek.
b. Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari

seseorang terhadap suatu stimulus atau obyek. Dapat dikatakan sikap

adalah penilaian (bisa berupa pendapat) seseorang terhadap stimulus atau

obyek (dalam hal ini adalah masalah kesehatan, termasuk penyakit).

Setelah orang tersebut mengalami stimulus atau obyek, proses selanjutnya

akan menilai atau bersikap terhadap stimulus atau obyek kesehatan di

mana indikator untuk sikap kesehatan sejalan dengan pengetahuan

kesehatan(15)

Sikap terdiri dari berbagai tingkatan yakni:

1) menerima (receiving)

2) merespon (responding)

3) menghargai (valuing)
4) bertanggung jawab (responsible)(15).

Pernyataan sikap mungkin berisi atau mengatakan hal-hal yang positif

mengenai obyek sikap, yaitu kalimatnya bersifat mendukung atau

memihak pada obyek sikap. Pernyataan ini disebut dengan pernyataan

yang favourable. Sebaliknya pernyataan sikap mungkin pula berisi hal-hal

negatif mengenai obyek sikap yang bersifat tidak mendukung maupun

kontra terhadap obyek sikap. Pernyataan seperti ini disebut dengan

pernyataan yang unfavourabel.

Pengukuran sikap dapat dilakukan dengan menilai pernyataan sikap

seseorang yang dapat dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung.

Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat/ pernyataan

responden terhadap suatu obyek. Secara tidak langsung dapat dilakukan

dengan pernyataan-pernyataan hipotesis kemudian ditanyakan pendapat

responden melalui kuisioner(15).

c. Tindakan

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt

behaviour). Untuk mewujudkan sikap menjadi perbuatan nyata diperlukan

faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain

adalah fasilitas. Selain itu, diperlukan juga faktor dukungan dari pihak

lain(15).

Tindakan mempunyai beberapa tingkatan, yaitu persepsi, respon

terpimpin, mekanisme, dan adopsi(15).

1) Persepsi (perception), mengenal dan memilih berbagai obyek yang

sehubungan dengan tindakan yang diambil.

2) Respon terpimpin (guided response), dapat melakukan sesuai


dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh adalah

indikator tindakan yang kedua.

3) Mekanisme (mechanism), apabila seseorang telah dapat

melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu

yang sudah merupakan kebiasaan, maka sudah mencapai tindakan

tingkat tiga.

4) Adopsi (adoption), merupakan suatu tindakan yang sudah

berkembang dengan baik. Artinya tindakan tersebut sudah

dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.

H. Kuisioner

Kuisioner merupakan teknik pengumpulan data yang efisien bila peneliti tahu

pasti variabel yang akan diukur dan tahu apa yang bisa diharapkan dari responden

yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan maupun pernyataan

tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Kuisioner dapat berupa

pertanyaan/pernyataan tertutup atau terbuka, dapat diberikan kepada responden secara

langsung atau tidak langsung (dikirim melalui pos atau internet) (16).

I. Landasan

Perilaku pasien dalam menggunakan obat selama pengobatan sangat berpengaruh

terhadap keberhasilan suatu terapi. Hal ini sangat dipengaruhi oleh komunikasi,

informasi dan edukasi yang diterima oleh pasien, oleh karena itu diperlukan interaksi

yang baik antara pasien dan tenaga kesehatan, dalam hal ini adalah Pemberi Layanan

Obat dan Kesehatan. Penggunaan obat oleh pasien bergantung dari informasi yang

diperoleh, terkadang pasien tidak menggunakan obat secara tepat karena kurangnya
informasi referensi tertulis maupun dari tenaga kesehatan yang bertanggung jawab

terhadap pemahamannya akan penggunaan obat yang benar.

Farmasis merupakan tenaga kesehatan yang bertanggung jawab memberikan

informasi obat kepada pasien. Pemberian informasi oleh farmasis dapat dilakukan

dengan beberapa cara, yaitu informasi verbal, demonstrasi dengan alat visual,

multimedia, maupun dengan form kepatuhan.

Pemberian informasi disertai alat bantu ketaatan berupa kotak obat dan label

kepatuhan akan lebih mempermudah pemberian informasi dan meningkatkan

pemahaman pasien tentang penggunaan obat yang tepat. Pemberian alat bantu

ketaatan lebih melibatkan banyak indera sehingga pasien lebih mudah mengingat

informasi yang diberikan. Dengan label kepatuhan, pasien akan lebih mudah

mengingat penggunaan obat yang teratur dan benar, alat bantu berupa kotak obat akan

membantu pasien untuk lebih taat dalam menggunakan obat. Dengan demikian alat

bantu akan meningkatkan ketaatan dan dampak terapi, selain itu akan mengurangi

biaya terapi serta meningkatkan kualitas hidup pasien.

Kerangka Konsep

Pengetahuan, Peningkatan pengetahuan,


Sikap, dan Informasi +Alat sikap, dan tindakan
tindakan Bantu tindakan

Gambar II. Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Sebelum dan Setelah
Diberikan Informasi Disertai Pemberian Alat Bantu Terhadap Peningkatan
Pengetahuan, Sikap dan Tindakan

J. Hipotesis

Adanya perbedaan perilaku dan ketaatan minum obat setelah pemberian alat bantu

ketaatan dan informasi saat home visit terhadap pasien ISPA Puskesmas Pabuaran

Tumpeng periode 21 Mei- 21 Juni 2018.


BAB III

METODE PENELITIHAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitihan

Desain atau rancangan penelitian eksperimen ini termasuk dalam penelitian

eksperimental semu dengan rancangan eksperimental semu non-equivalent control

group(14).

Penelitian ini mengambil tempat di masyarakat, oleh karenanya penelitian ini

merupakan penelitian lapangan atau komunitas.

Dalam pengambilan sampel, teknik sampling yang digunakan adalah teknik non

random sampling atau non probability yaitu quota sampling.

Data yang diambil merupakan data hasil perbandingan antara kelompok

perlakuan dan kelompok kontrol. Proses pengambilan data melalui kunjungan ke

rumah pasien (home visit)(14).

Tabel III. Bentuk Rancangan Non-Equivalent Control Group

Posttest Perlakuan Pretest

Kelompok Eksperimen 01 X 02

Kelompok Kontrol 01 - 02

B. Variabel Penelitihan

Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah:

1. Variabel bebas (independent) dalam penelitian ini adalah pemberian informasi

dan pemberian alat bantu.


2. Variabel tergantung (dependent) dalam penelitian ini adalah perilaku yang

meliputi pengetahuan, sikap, dan tindakan pada pasien ISPA Puskesmas

Pabuaran Tumpeng periode Mei-Juni 2018.

C. Definisi Operasional

1. Kriteria inklusi subyek uji adalah pasien ISPA rawat jalan di Puskesmas

Pabuaran Tumpeng yang didiagnosis ISPA pada periode Mei-Juni 2018 yang

meliputi: pasien yang datang untuk berobat ketika ada keluhan tertentu seperti

rasa sakit saat menelan, batuk, pusing dan demam dengan kategori usia

dewasa (17 hingga 65 tahun) yang menderita Infeksi Saluran Pernapasan Akut

(ISPA) yang menerima obat dalam bentuk sediaan padat, dimana obat yang

diuji adalah obat yang tidak bersifat simptomatik (dalam hal ini antibiotik).

Pasien yang merupakan subyek uji adalah pasien yang bersedia bekerja sama

berdasarkan persetujuan dengan peneliti dan menandatangani Informed

Consent.

2. Obat yang dibandingkan ketaatannya adalah obat-obat non simtomatis yaitu

antibiotik.

3. Informasi yaitu keterangan umum tentang obat dan cara penggunaannya yang

disampaikan oleh petugas ruang obat Puskesmas Pabuaran Tumpeng periode

Mei-Juni 2018 yang dapat mendukung tercapainya tujuan pengobatan meliputi

waktu dan cara penggunaan obat.

4. Informasi tambahan yang diberikan kepada pasien kelompok perlakuan saat

home visit yaitu informasi tambahan mengenai nama obat, indikasi obat,

waktu dan cara penggunaan obat, serta efek samping yang mungkin terjadi

selama pengobatan.

5. Alat bantu ketaatan berupa kotak obat yang bersekat 7 untuk mengingatkan
pasien dalam meminum obat setiap harinya. Kotak obat disertai dengan kartu

pengingat yang digunakan selama penelitian untuk tujuan meningkatkan

ketaatan pasien dalam pengobatan.

6. Pengetahuan merupakan hal-hal umum tentang obat dan cara penggunaan obat

yang diketahui oleh pasien ISPA Puskesmas Pabuaran Tumpeng periode Mei-

Juni 2018.

7. Sikap merupakan pendapat pasien ISPA Puskesmas Pabuaran Tumpeng

periode Mei-Juni 2018 tentang hal-hal umum tentang obat dan cara

penggunaannya.

8. Tindakan merupakan hal-hal yang dilakukan pasien yang berkaitan dengan

obat dan cara penggunaan obat.

9. Yang dimaksud pasien yang taat adalah apabila tidak memiliki sisa obat di

hari terakhir terapi pengobatan. Jumlah pasien yang taat dihitung dengan

melihat ada tidaknya sisa obat pada hari terakhir terapi. Pasien yang tidak

memiliki sisa obat merupakan pasien yang taat, sedangkan pasien yang

memiliki sisa obat merupakan pasien yang tidak taat, dengan catatan bukan

obat simptomatis. Obat yang bersifat simptomatis tidak dihitung dalam

penelitian ini. Perbedaan ini akan menjadi pembanding yang menggambarkan

persentase jumlah pasien yang taat dan pasien yang tidak taat antara kelompok

kontrol dan kelompok perlakuan.

D. Subyek Penelitian

Subyek uji dibagi menjadi 2 kelompok yang totalnya berjumlah 60 pasien.

Pembagian kelompok penelitian menjadi kelompok perlakuan dan kelompok kontrol

(tanpa perlakuan). Pasien yang menjadi subyek uji pada kelompok kontrol berjumlah

30 dan kelompok perlakuan berjumlah 30 orang.


Cara pengambilan sampel menurut Notoatmodjo, 2005:

𝑁
𝑛=
1 + 𝑁 (𝑑2 )

150
𝑛=
1 + 150 (0,12 )

𝑛 = 60

Keterangan:

n : Jumblah Sampel

N : Jumblah populasi

d : Derajat kepercayaan

Jumlah populasi pasien dengan penyakit ISPA di puskesmas Pabuaran Tumpeng

keseluruhan adalah 1801 orang. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui rata-rata

jumlah pasien ISPA di Puskesmas Pabuaran Tumpeng sehingga dapat diketahui jumlah

sampel yang harus diambil. Rata-rata pasien ISPA per bulan adalah 150 orang.

Kelompok perlakuan yaitu kelompok yang diberikan informasi tambahan dan alat

bantu ketaatan minum obat yang berupa kotak obat dan kartu pengingat berupa daftar

tabel. Sedangkan kelompok kontrol yaitu kelompok yang hanya diberikan informasi

umum dari petugas apotek saja. Pada kelompok perlakuan, kotak obat yang diberikan

merupakan kotak obat bersekat 7, yang masing-masing sekat diberi sekat lagi sebanyak

3 yang akan memudahkan serta membantu mengingat pasien untuk mengkonsumsi obat

setiap pagi, siang dan malam hari.

Pemilihan responden dengan kategori umur dewasa dimaksudkan agar saat

pretest dan posttest serta pemberian informasi, data yang didapat murni dari responden,

bukan didapat dari orang lain. Selain itu pembatasan responden yakni kategori dewasa

saja diasumsikan bahwa semua responden memiliki karakteristik yang sama sehingga

akan memudahkan dalam pemberian perlakuan jalannya penelitian. Selama berjalannya


penelitian tidak ada responden yang mengundurkan diri ataupun dikeluarkan dalam

penelitian ini.

Pasien Pabuaran Tumpeng


periode Mei-Juni 2018

KRITERIA INKLUSI

Kelompok Perlakuan Kelompok Kontrol

Diberi alat ketaatan minumobat Tidak diberi alat ketaatan minum


obat

HOME VISIT + informasi HOME VISIT

Evaluasi perbedaan perilaku pasien ISPA


Pabuaran Tumpeng periode Mei-Juni 2018
pasien yang diberi informasi dan alat bantu ketaatan
vs pasien yang tidak diberi informasi dan alat bantu
ketaatan

Gambar 3. Skema Pembagian Kelompok Kontrol Dan Perlakuan Untuk Melihat Pengaruh

Pemberian Informasi Dan Alat Bantu Ketaatan Terhadap Perilaku Pasien ISPA puskesmas

Pabuaran Tumpeng
E. Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar resep pasien ISPA

rawat jalan atau pasien ISPA yang datang untuk berobat ketika ada keluhan tertentu di

Puskesmas Pabuaran Tumpeng periode Mei-Juni 2018. Data hasil home visit pasien

Puskesmas Pabuaran Tumpeng periode Mei-Juni 2018 yang dilakukan minimal tiga

kali baik memberikan gambaran ketaatan pasien dalam menggunakan obat.

F. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini mengambil tempat di Pabuaran Tumpeng khususnya di Ruang obat

dan ruang tunggu pengambilan resep dan dilanjutkan di rumah pasien dengan tujuan

(home visit). Waktu penelitian dilakukan setiap hari Senin hingga Jumat pukul 08.00-

12.00. Penelitian dilakukan mulai tanggal 14 Mei hingga 23 Juni 2018 sedangkan

waktu home visit dilakukan berdasarkan pada hari pertama, kedua dan hari terakhir

pengobatan dengan waktu yang disesuaikan dengan responden dalam penelitian.


G. Instrumen Penelitian

Gambar 4. Alat Bantu Ketaatan Kelompok Perlakuan Pasien ISPA Puskesmas Pabuaran

Tumpeng periode Mei-Juni 2018

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini meliputi kotak obat beserta kartu

pengingat yang dirancang sendiri oleh peneliti; dan kuisioner yang berisi daftar

pertanyaan yang akan diajukan pasien untuk mengukur tingkat perilaku (pengetahuan,

sikap dan tindakan) pasien serta panduan wawancara terstruktur.

H. Tata Cara Pelaksanaan Penelitian

Tata cara pelaksanaan penelitian ini terdiri dari beberapa proses yang dilakukan untuk

mengetahui Pengaruh Pemberian Informasi dan Alat Bantu Ketaatan terhadap

Perilaku Pasien ISPA Puskesmas Pabuaran Tumpeng periode Mei-Juni 2018, yaitu

persiapan; pengambilan data dan pengolahan data.

1. Persiapan

Persiapan merupakan tahap awal penelitian yang meliputi pengurusan

perijinan penelitian, survey tempat, pembuatan kartu pengingat minum obat,

Informed Consent dan pembuatan kuisioner, serta panduan wawancara.

Pengurusan perijinan untuk pengambilan data dan penelitian ke Dinas

Kesehatan Kota Tangerang dan Puskesmas Pabuaran Tumpeng mengenai apa

saja yang akan dilakukan dalam penelitian, yaitu ijin untuk melihat data resep

di ruang obat, penetapan subyek uji dan kriteria inklusi dalam penelitian.
Pembuatan kartu pengingat minum obat yang diharapkan dapat membantu

pasien dalam mengingat dan taat untuk meminum obat.

Pembuatan kuisioner dan informed consent yang dimaksudkan untuk

membantu menggambarkan perilaku yang meliputi pengetahuan, sikap, dan

tindakan pasien ISPA Puskesmas Pabuaran Tumpeng selama penelitian.

Kuisioner yang dibuat harus dapat mewakili perilaku pasien (pengetahuan,

sikap dan tindakan) yang sebelumnya divalidasi secara komputerisasi.

Sebelumnya kuisioner diujikan pada 20 orang yang memiliki kriteria yang

menyerupai subyek uji, yaitu kategori usia dewasa (17 hingga 65 tahun) untuk

melihat apakah kuisioner valid dan reliable atau tidak. Informed consent

dibuat agar menjadi bukti bahwa subyek uji telah resmi bersedia menjadi

bagian dari penelitian.

Kuisioner berisi 12 pertanyaan yang mencakup sikap, tindakan dan

pengetahuan subyek uji serta dibedakan menurut jenis pertanyaannya.

Tabel IV. Tabel Pembagian Jenis Pertanyaan (Favorable atau Unfavorable) Pada Setiap

Bagian Pertanyaan Perilaku Pasien (Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan)

Jenis Pertanyaan
Variabel No Pertanyaan
Favorable Unfavorable

Sikap 1,2,3 1,2,3

Tindakan 4,5,6,7 4,6,7 5

Pengetahuan 8,9,10,11,12 10,12 8,9,11

Sistem penilaian dibagi menjadi dua cara yaitu pernyataan favorable dan

unfavorable. Penilaian untuk pernyataan yang favorable adalah SS = 4, S = 3,


TS = 2, STS = 1 sedangkan untuk pernyataan yang unfavorable adalah SS = 1,

S = 2, TS = 3, STS = 4.

2. Tahap Pengambilan Data

Penelitian ini terdiri dari 2 bagian. Bagian pertama berisi ada tidaknya

perbedaan akibat pengaruh pemberian informasi terhadap perubahan

pengetahuan, sikap, dan tindakan antara pasien ISPA rawat jalan Puskesmas

Pabuaran Tumpeng periode Mei-Juni 2018 yang diberi informasi dan pasien

ISPA rawat jalan Puskesmas Pabuaran Tumpeng periode Mei-Juni 2018 yang

tidak diberi informasi.

Bagian kedua berisi ada tidaknya perbedaan pengaruh pemberian alat

bantu ketaatan terhadap perubahan pengetahuan, sikap, dan tindakan antara

pasien ISPA rawat jalan Puskesmas Pabuaran Tumpeng periode Mei-Juni

2018 yang diberi kotak obat dan pasien ISPA rawat jalan Puskesmas Pabuaran

Tumpeng periode Mei-Juni 2018 yang tidak diberi kotak obat.

Penelitian ini dilakukan dengan membandingkan dua kelompok, yaitu:

kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Profil pasien ISPA rawat jalan

Puskesmas Kalibawang yang menerima obat periode Juni-Juli 2010 meliputi

profil pasien berdasarkan kelompok jenis kelamin, pendidikan terakhir serta

jenis pekerjaan. Berdasarkan jenis kelamin dikelompokkan menjadi laki-laki

dan perempuan, berdasarkan pendidikan terakhir dikelompokkan menjadi

tidak dikelompokkan menjadi tidak bekerja, buruh, pegawai swasta, dan PNS.

Pada penelitian ini diharapkan kondisi awal penelitian antara kelompok

perlakuan dan kelompok kontrol sama agar perbedaan ketaatan benar-benar

dipengaruhi oleh perbedaan perlakuan yang diberikan selama penelitian.

Untuk mendapatkan kondisi awal yang sama, maka umur responden dibatasi
dalam tingkat dewasa yaitu antara umur 17 tahun hingga 65 tahun yang

diasumsikan kondisinya sama.

Pada tahap pengambilan data, pengambilan data dimulai tanggal 14 Mei 2018.

Cara untuk menetapkan subyek uji adalah pada minggu ganjil (minggu

pertama, ketiga dan kelima) pengambilan data, subyek uji yang dikumpulkan

adalah subyek uji untuk kelompok perlakuan. Sedangkan pada minggu genap

(minggu kedua, keempat dan keenam) pengambilan data, subyek uji yang

dikumpulkan adalah subyek uji untuk kelompok kontrol. Adanya aturan main

ini diharapkan subyek uji yang digunakan adalah subyek uji yang memiliki

persebaran merata.

Pengambilan data dilakukan di 2 tempat yaitu di Ruang obat dan ruang

tunggu pengambilan resep. Pengambilan data di Ruang obat dengan tujuan

skrining resep. Apabila resep sesuai dengan kriteria, maka pasien yang berada

di ruang tunggu selanjutnya diminta untuk ikut serta dalam penelitian. Pasien

yang bersedia menjadi subyek uji, selanjutnya dibagi menjadi kelompok

kontrol dan kelompok perlakuan ditetapkan berdasarkan minggu pengambilan

subyek uji. Kelompok kontrol hanya diberi informasi umum dari petugas

instalasi apotek saja sedangkan untuk kelompok perlakuan diberikan informasi

tambahan dan alat bantu ketaatan minum obat beserta kartu pengingat

didalamnya. Selanjutnya peneliti akan menatakan obat yang telah diresepkan

ke dalam kotak obat dan meminta subyek uji untuk mencentang kolom pada

kartu pengingat setiap meminum obat, sehingga akan membantu pasien untuk

mengingat apakah obat sudah diminum atau belum. Dalam penelitian, semua

pasien yang menjadi subyek uji wajib mengisi kuisioner yang akan dihitung

sebagai nilai pretest-posttest.


Kemudian dilakukan kunjungan ke rumah pasien (home visit) dilakunan

terhadap semua subyek uji baik kelompok kontrol maupun kelompok

perlakuan. Ketaatan pasien dalam minum obat diamati dengan cara

menghitung jumlah obat diakhir jangka waktu pengobatan. Setiap kali home

visit, juga dilakukan wawancara terhadap pasien (kelompok perlakuan dan

kelompok kontrol) tentang pengetahuan, sikap, dan tindakan pasien terhadap

informasi penggunaan obat. Sedangkan saat home visit terakhir, dilakukan

posttest dengan meminta subyek uji untuk mengisi lembar kuisioner yang

sama saat pretest yang hasilnya akan menjadi data pembanding dengan nilai

pretest yang akan menjadi gambaran hasil perilaku ketaatan pasien dalam

meminum.

3. Tahap Pengolahan Data

Pada tahap pengolahan data ini, data diperoleh dari kuisioner (pretest,

posttest). Pretest dilakukan untuk mengetahui perilaku yang meliputi

pengetahuan, sikap dan tindakan subyek uji sebelum perkaluan (perilaku

awal). Pretest diberikan kepada semua subyek uji sebelum dilakukan

pemberian informasi dan alat bantu (bagi kelompok perlakuan) maupun

pemberian informasi saja (bagi kelompok kontrol). Posttest dilakukan saat

home visit terakhir kepada semua subyek uji penelitian. Posttest terhadap

kelompok perlakuan dan kontrol bertujuan untuk mengetahui pengetahuan,

sikap dan tindakan subyek uji setelah menerima informasi umum penggunaan

obat, pemberian alat bantu (kotak obat dan kartu pengingat), dan home visit

(bagi kelompok perlakuan). Wawancara yang dilakukan terhadap subyek uji

dilakukan untuk membantu saat pemberian informasi dan untuk mengetahui

perubahan perilaku pasien serta alasan pasien terhadap segala bentuk


ketidaktaatan dalam meminum obat.

I. Analisis Data

Analisis data dilakukan untuk mengetahui apakah pemberian informasi dan alat

bantu berpengaruh terhadap perilaku pasien atau tidak selain itu analisa data juga

digunakan untuk melihat ada tidaknya perbedaan baseline pasien ISPA Puskesmas

Pabuaran Tumpeng periode Mei-Juni 2018. Analisis data untuk mengetahui ada

tidaknya pengaruh pemberian informasi terhadap perilaku (sikap, pengetahuan serta

tindakan) dilakukan secara statistik menggunakan secara statistik dengan Paired T-

test. Analisis data dilakukan dengan melihat selisih mean (nilai rata-rata) pretest-

posttest pada setiap bagian pertanyaan perilaku (pengetahuan, sikap, dan tindakan)

kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Selisih mean antara kelompok kontrol

dan kelompok perlakuan pada setiap bagian pertanyaan (pengetahuan, sikap, dan

tindakan) menunjukkan pengaruh pemberian informasi terhadap perubahan

pengetahuan, sikap, dan tindakan subyek uji. Selain itu, digunakan analisa data

Independent Samples Test untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan baseline pasien

ISPA Puskesmas Pabuaran Tumpeng periode Mei-Juni 2018. Untuk mengetahui ada

tidaknya perbedaan baseline ini dapat dilihat dengan membandingkan nilai pretest

dan posttest antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Uji Independent

Samples Test ini perlu dilakukan untuk membuktikan bahwa baseline profil ISPA

Puskesmas Pabuaran Tumpeng periode Mei-Juni 2018 adalah sama.

Sedangkan analisa data untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan ketaatan pasien

dalam minum obat antara pasien kelompok kontrol dan pasien kelompok perlakuan

dilakukan dengan menghitung sisa obat (antibiotik) dan diuji statistik menggunakan

Z-Test (two samples). alasan mengapa digunakan uji statistic Z-test adalah karena uji

Z-test digunakan untuk melihat ada tidaknya perbedaan antara 2 kelompok yang
memiliki karakteristik pembeda yang sama. Perbedaan yang diamati didalam

penelitian ini adalah ketaatan dalam minum obat (antibiotik) dan pembeda dalam

penelitian ini adalah jumlah pasien yang tidak taat minum obat (antibiotik).

Taraf kepercayaan yang digunakan adalah 90% (p>0,1) untuk menjamin

keakuratan data yang diperoleh. Sebenarnya dalam suatu penelitian sosial, taraf

kepercayaan 90% sudah dapat digunakan karena dalam penelitian sosial terdapat

berbagai faktor yang tidak dapat dikontrol satu per satu oleh peneliti. Apabila

digunakan taraf kepercayaan yang lebih tinggi dikhawatirkan data yang diperoleh

tidak masuk dalan range pada taraf kepercayaan karena variansi data yang tinggi.
Lampiran 1. Panduan Wawancara

Anda dimohon untuk menjawab pertanyaan di bawah ini dengan mengisi atau
memberi tanda silang (X) pada jawaban yang sesuai
1. Nama :
2. Alamat :
3. Umur :
4. Jenis Kelamin :
5. Pendidikan terakhir :
a. Tidak ada
b. SD
c. SLTP
d. SMA
e. Perguruan tinggi
Pekerjaan:
a. Pegawai Negeri Sipil/TNI/POLRI
b. Pegawai Swasta
c. Wiraswasta/Pedagang
d. Petani/Buruh
e. Lainnya (sebutkan) ........................
Penghasilan:
a. ≤ Rp 500.000
b. > Rp 500.000 – Rp 1.000.000
c. > Rp 1.000.000 – Rp 2.000.000
d. > Rp 2.000.000 – Rp 5.000.000
e. > Rp 5.000.000
Lampiran 2. Pretest dan Posttest

Pretest:
1. Jelaskan kembali cara pakai obat anda!
2. Apakah pernah salah minum obat?
Ceritakan kapan dan bagaimana?
Penyebabnya?
Pengatasannya?
3. Paling sering tahu cara pakai obat dari siapa? Dokter/Petugas Apotek?

Selanjutnya, bagi kelompok perlakuan, dijelaskan :


Kita ingin memberikan alat bantu ketaatan, jelaskan cara pakai alatnya!

Posttest:
1. Jelaskan kembali cara pakai obat anda!
2. Khusus kelompok perlakuan:
Bagaimana tanggapan anda tentang alat bantu ketaatan?
Apakah bermanfaat/tidak?
Lampiran 3. Kuisioner

Berilah tanda silang (X) pada jawaban yang anda anggap paling sesuai dengan keadaan anda

sebenarnya.

Keterangan :

SS = Sangat Setuju

S = Setuju

TS = Tidak Setuju

STS = Sangat Tidak Setuju

Jawaban
No Pernyataan
SS S TS STS

1. Saya yakin jika saya minum obat sesuai

dengan aturan maka manfaat obat lebih

besar

2. Menurut saya membaca informasi pada

label/etiket hanya membuang0buang

waktu saja

3. Sakit saya akan cepat sembuh jika saya

minum obat dua kali lebih banyak dari

aturan pakai

4. Saya akan minum obat sesuai perintah,

meskipun saya tidak suka minum obat

5. Saya mengubah aturan minum obat


sesuai dengan dosis yang saya butuhkan

tanpa bertanya dengan Dokter atau

Apoteker

6. Saya membaca aturan pakai sebelum

minum obat

7. Saya berusaha tidak lupa minum obat

8. Antibiotik tidak perlu diminum sampai

habis

9. Semua jenis obat harus diminum sampai

habis

10. Obat yang diresepkan oleh Dokter, jika

tidak diminum sesuai aturan pakai akan

menimbulkan dampak yang merugikan

11. Obat yang aturan minumnya sebelum

makan berarti obat tersebut harus

diminum sesaat sebelum makan

12. Saya berhak bertanya sejeas-jelasnya

pada petugas tentang obat saya


Lampiran 4. Kartu Pengingat Minum Obat

Waktu Minum Obat


No Nama Obat
Pagi Siang Malam

Anda mungkin juga menyukai