Anda di halaman 1dari 6

Review Jurnal Subversi Kriminal dalam Demokrasi Mexico

Karya Andreas Shedler

M. Dias Anang Setiawan F1D015031


Ferdy Agus Nugroho F1D015035
Zadat Taqwa F1D015036
Stefanus Kris Indarto F1D015043
Yohanes Pradipta F1D015044
Galang Kris Nanda F1D015057

Andreas Shedler merupakan seorang pemikir yang lahir di Austria pada


tahun 1964. Dia memperoleh gelar PhD di University of Vienna yang terletak di
Austria. Sejak tahun 1997 dia telah menjadi profesor ilmu politik di Center for
Economic Teaching and Research (CIDE) yang berada di Meksiko. Penelitian
yang dia lakukan adalah mengenai pendirian partai-partai anti-politik,
akuntabilitas, konsolidasi demokrasi dan transisi, pemilihan umum, dan
otoritarianisme.1
Dalam karyanya yang berjudul The Criminal Subversion of Mexican
Democracy, dia bercerita tentang bagaimana kriminalitas dalam bentuk tindak
kekerasan yang kemudian merusak proses demokrasi di Meksiko. Setelah sebelas
tahun berjuang untuk memperoleh kemerdekaan, dan kemudian tujuh tahun
perjuangan revolusi dimana keduanya merupakan proses pertumpahan darah yang
cukup besar. Saat ini setelah beberapa dekade dari “kedamaian otoriter” yang
relatif, Meksiko kembali lagi dilanda oleh epidemi kekerasan. Kemenangan
Vicente Fox yang diusung oleh National Action Party (PAN) dengan latar
belakang ideologi konservatif telah mengakhiri kekuasaan hegemoni yang berasal
dari partai oposisi yaitu Institutional Revolutionary Party (PRI). Meski jalan
menuju demokrasi telah ditemukan, Meksiko sudah terlebih dahulu “terpleset”

1
1 Andreas Schedler, “International Forum For Democratic Studies Research Council
Member”, Ned.org, Diakses pada tanggal 2 Juni 2018, https://www.ned.org/experts/andreas-
schedler/.
dalam perang sipil. Dalam hal ini Meksiko telah mengalami peningkatan wabah
kekerasan yang berkaitan dengan tindak kejahatan terorganisir.
Pada tahun 2006, di tengah krisis keamanan yang berkepanjangan Filipe
Calderon (PAN) memenangkan pemilihan presiden. Selama masa jabatannya,
persaingan bisnis antar organisasi narkoba (kartel) telah menjadi penyebab atas
lebih dari seribu pembunuhan pertahun dimana jumlahnya terus meningkat. Atas
permasalahan tersebut, Calderon memutuskan untuk membuat sebuah kebijakan
guna memerangi kartel narkoba dengan cara menurunkan kekuatan militer.
Namun, hal tersebut menjadi keliru ketika Calderon tidak turut meningkatkan
penegakan hukum melalui sistem peradilan. Akibatnya adalah tindakan semena-
mena oleh militer tanpa dilandasi oleh strategi yang jelas guna menghentikan
wabah kekerasan tersebut.
Kebijakan Calderon saat itu tidak mampu menghentikan wabah kekerasan
yang sebelumnya terjadi, namun yang terjadi justru menjadi lebih buruk seiring
dengan berjalannya waktu. Wabah kekerasan yang begitu besar dan terus berjalan
dalam waktu yang cukup lama justru mengakibatkan masyarakat Meksiko
cenderung “terbiasa” dengan berbagai kekerasan yang terjadi. Kehebohan dunia
internasional atas apa yang terjadi di Meksiko justru dianggap oleh masyarakat
Meksiko sebagai sesuatu yang “dilebih-lebihkan”.
Kebijakan yang cenderung memperbolehkan swasta (dalam hal ini kartel)
berperang secara bebas justru mengakibatkan masing-masing pengusaha kartel
saling memperkuat “militer pribadi” mereka. Secara teori mereka memiliki akses
monopoli atas penggunaan kekerasan yang sah. Hal tersebut kemudian berujung
pada tindakan kejahatan lainnya seperti pemerasan (jaminan keselamatan yang
berasal dari para mafia), penculikan, dan perdagangan manusia. “Militer pribadi”
kartel menjadi semakin kuat setelah mereka mendapatkan akses sumberdaya
(senjata dan personil) yang tidak terbatas. Pasca berakhirnya Undang-Undang
Federal Amerika Serikat yang melarang senjata serbu pada tahun 2004. Para kartel
kemudian berlomba-lomba untuk saling memperkuat persenjataannya. Terlebih
lagi kemiskinan yang terjadi dan kurangnya lapangan pekerjaan kemudian
memberikan sumber daya manusia yang tidak terbatas bagi para kartel guna
menambah jumlah pesonelnya. Kekayaan yang diperoleh atas “pembiaran” selama
ini yang mengakibatkan para kartel mampu melakukan hal tersebut.
Tidak sampai disitu, kekerasan dan teror yang dilakukan oleh pengusaha
narkoba di Meksiko kemudian juga merusak demokrasi Meksiko itu sendiri.
Perampasan kebebasan atas hak-hak politik yang dimiliki oleh masyarakat sipil
menjadi akibat dari masuknya kegiatan pengusaha tersebut ke dalam ranah politik.
Pejabat negara dan organisasi kekerasan telah melakukan pertukaran korup guna
melanggengkan kekuasaan mereka. Pertama-tama yang terjadi adalah pertukaran
antara uang yang diberikan oleh para kartel kepada pejabat negara dengan jaminan
berupa perlindungan resmi tindakan kriminal mereka dengan syarat mengikuti
aturan-aturan tertentu yang ditentukan oleh pejabat negara. Setelah para kartel
sadar bahwa hubungan yang mereka jalin hanyalah berupa hubungan jangka
pendek dengan para pejabat negara. Kemudian mereka memutuskan untuk secara
langsung masuk kedalam aktivitas-aktivitas politik, yakni mempengaruhi proses
elektoral.
Seperti diketahui, para kartel ini tidak memiliki ‘alat’ yang dapat
digunakan untuk memperkuat posisi mereka. Seperti partai politik yang bisa
menjadi alat untuk memperoleh kekuasaan yang nantinya mampu mempengaruhi
kebijakan. Sebagai sebuah private company yang ilegal, tentunya kebijakan
pemegang kekuasaan akan sangat berpengaruh terhadap keberlangsungan aktivitas
para kartel. Namun karena posisi mereka yang ilegal dan mengedepankan
kekerasan, sangat sulit bagi mereka untuk turut andil dalam mempengaruhi proses
kebijakan. Untuk menanggulangi masalah ini, akhirnya mereka mencoba masuk
ke dalam proses elektoral.
Setidaknya ada beberapa cara yang digunakan para kartel dalam
mempengaruhi proses elektoral. Pertama, pemilihan kandidat, cara ini digunakan
melalui mekanisme kooptasi dengan partai. Setidaknya sebagian besar partai
terindikasi bekerja sama dengan para kartel melalui dana kampanye. Sehingga
masyarakat Mexico kesulitan mengidentifikasi kandidat yang kotor. Kedua,
eliminasi calon, cara ini setidaknya merupakan cara lain, bila proses kooptasi
dengan kandidat pejabat publik gagal atau terancam diketahui oleh publik.
Melalui tindakan yang intimidatif, kandidat lawan sering menjadi sasaran para
kartel agar kandidat yang kooperatif dengan mereka menang. Cara ini dilakukan
biasanya menjelang pemilihan kandidat, bahkan dari berbagai kasus hampir rata-
rata kandidat pejabat publik mengundurkan diri satu hari sebelum pemilihan.
Ketiga, agenda setting, cara ini digunakan untuk menciptakan atmosfer pemilihan
tetap pada status quo-nya. Menciptakan sebuah keadaan di mana peran mereka
tidak boleh sampai muncul ke permukaan. Sehingga terdapat semacam kode etik
ketika rangkaian proses pemilihan –debat publik, pidato, hingga agenda kultural–
agar tidak ada penyebutan peran para kartel. Keempat, intimidasi pemilih,
sebetulnya ini merupakan cara yang lazim digunakan. Lazim di sini artinya
mengintimidasi pemilih sudah hampir sering terjadi. Selain pejabat publik, warga
sipil selaku pemilih juga didorong untuk memilih pejabat publik yang kooperatif
dengan para kartel. Beberapa cara ini sesungguhnya telah dilakukan sejak
kesadaran para kartel tentang peran mereka dalam politik begitu besar. Seperti
orang di balik layar, kebanyakan kontestasi politik dari nasional hingga lokal telah
terkontaminasi dengan para kartel. Tentunya hal ini dapat terjadi karena terdapat
keuntungan yang diperoleh bagi masing-masing pihak.
Lebih lanjut, para kartel juga merusak pilar utama proses elektoral yang
lain, yaitu ketegasan. Lewat pemilihan yang dilakukan, para warga memilih
pejabat pengambil keputusan yang dianggap paling kuat di negara bagian. Agar
terlihat demokratis, maka proses pemilihan tersebut juga harus terlihat sangat
menentukan dan kemudian memicu transfer kekuasaan yang efektif pada para
pemenang. Pemegang kekuasaan secara de facto akan dianggap melanggar
ketentuan ini saat mereka menghapus bidang-bidang area kebijakan dari otoritas
terpilih dan saat mereka mencegah pemenang pemilihan dari mengambil alih
kantor pemerintah. Organisasi kriminal Meksiko kontemporer sering melakukan
dua hal tersebut.
Kemudian muncul Enrique Peña Nieto, seorang gubernur muda dari partai
PRI. Dia menyesuaikan kebijkannya terhadap kekerasan yang terorgaisir dengan
cara yang lebih halus. Kebijakan-kebijakan pendahulunya ia pertahankan setelah
ia mengoreksi apa yang salah dengan kebijakan. Hal yang paling utama adalah
mengenai pergeseran fokus dari menangkap kriminal kelas teri (seperti pengguna
narkoba dalam jumlah kecil) ke menangani kriminal kekerasan yang berbahaya
(seperti pembunuhan dan penculikan). Presiden baru ini telah menetapkan aparat
keamanan sipil; dia merencanakan untuk membuat polisi federal yang baru. Hal
itu menandakan bahwa ada komitmen yang besar dalam upaya menegakkan hak
asasi manusia (HAM) dan hak-hak para korban. Dia sendiri berjanji untuk
menyelidiki ribuan orang hilang yang belum terselesaikan kasusnya serta
merombak kembali kantor jaksa penuntut umum.
Secara umum, banyak isu-isu akan pelaksanaan administrasi dan
strateginya, namun hanya sedikit hal yang jelas tentang konten yang ada di
dalamnya. Dapat dikatakan, pemerintahan yang baru ini hanya ingin sedikit
berbicara tentang kriminal dan kejahatan serta jika bisa, pembicaraan tentang
kriminal dan kejahatan ini tidak menjadi agenda maupun diskusi secara publik.
Presiden yang baru ini mengumumkan pada pemerintahannya akan fokus pada
kebijakan sosial dan ekonomi, seperti kebijakan energi, pendidikan, dan reformasi
pajak. Maka kemudian muncul ungkapan, “Buatlah masalah mengilang dengan
membuatnya menghilang dari diskusi publik”. Selain itu, juga ada ungkapan lain,
“Percaya padaku dan para jendralku, dan biarkan kami yang mengurus ini”.
Dengan menerapkan ‘hukum diam’ pada publik serta mempercayakan perdamaian
dan keadilan pada militer, presiden yang baru ini memutuskan untuk tidak
meyakini solusi dan mungkin satu-satunya obat jangka panjang untuk Meksiko
sendiri, yaitu masyarakat sipil.
Daftar Pustaka
Mastur, Amalia. "Kartel Narkoba dan Defisit Demokrasi Meksiko."
web.unair.ac.id. Diakses pada tanggal 1 Juni 2018. http://amaliamastur-
fisip13.web.unair.ac.id/artikel_detail-141544-Globalization%20and%20Stra
tegyKartel%20Narkoba%20dan%20Defisit%20Demokrasi%20Meksiko.html
Schedler, Andreas. “International Forum For Democratic Studies Research
Council Member.” Ned.org. Diakses pada tanggal 2 Juni 2018.
https://www.ned.org/experts/andreas-schedler/.
Schedler, Andreas. “The Criminal Subversion of Mexican Democracy.” Journal of
Democracy Vol. 25 No. 1 (2014): 5-18.

Anda mungkin juga menyukai