Anda di halaman 1dari 38

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Industri ritel modern di Indonesia telah mengalami perkembangan, hal ini
karena industri ritel modern merupakan industri yang strategis dalam
kontribusinya terhadap perekonomian Indonesia. Bisnis ritel adalah salah
satu aktivitas usaha yang menjual barang-barang kebutuhan sehari-hari baik
dalam bentuk produk dan jasa yang ditujukan pada konsumen untuk
kegunaan pribadi atau keluarga. Adanya pertumbuhan atas keragaman
pasar ritel berbentuk toko-toko modern ini seperti: Swalayan dan
Minimarket, diikuti oleh Supermarket, Convenience Store dan Traditional
Grocery Stores, menjadi factor pemicu utama timbulnya berbagai
ekspektasi pelanggan terhadap pelayanan maupun fasilitas yang diberikan
toko-toko tersebut. Ekspektasi atau harapan pelanggan dan aplikasi bauran
promosi ternyata dapat mempengaruhi terhadap keputusan pembelian.
Fenomena munculnya beragam klasifikasi perusahaan pengecer di
indonesia dalam bentuk toko-toko modern ini berlaku juga di kota
Padang. hal ini mendorong perusahaan pengecer untuk tetap melakukan
penelitian terhadap perilaku pelanggan guna memberi masukan bagi pihak
manajemen dalam menyusun pengembangan strategi persaingan yang cukup
ketat. Salah satu toko ritel yang bersaing di kota Padang adalah Supermarket
Robinson.
Supermarket merupakan toko dengan operasi yang relatif besar, biaya
yang rendah, margin rendah tetapi dengan volume tinggi, sehingga harga
jual produknya relative terjangkau oleh masyarakat. Supermarket
Robinson merupakan salah satu Supermarket yang ada di kota Padang,
toko ini menjual produk dengan kombinasi produk makanan antara 60-70%
dan merchandise lainnya sebesar 30-40 %.
Saat ini fungsi ritel modern, bukan hanya sekedar tempat belanja,
melainkan juga sebagai tempat rekreasi bagi keluarga. Tentunya keadaan
ini membuat para produsen lebih mudah dalam memasarkan produknya
dan bagi peritelnya sendiri akan senantiasa berlomba untuk melakukan

1
2

hal-hal yang lebih kreatif dalam upaya untuk menarik para konsumen yang
dianggap potensial.
Dalam hal ini tentu saja strategi pemasaran yang digunakan
perusahaan dalam mempromosikan produknya kepada konsumen akan
berperan sangat penting dan strategi ini pun harus dilakukan terintegrasi dan
komprehensif agar sebuah pesan dapat tersampaikan dengan menyeluruh dan
konsisten pada targetnya. Dengan menggunakan bauran promosi yang
tepat, tujuan tersebut akan tercapai. Bauran promosi terdiri dari
periklanan (advertising), hubungan masyarakat (public relations), promosi
penjualan (sales promotion), pemasaran langsung (direct marketing),
penjualan personal (personal selling), serta pemasaran interaktif (interactive
marketing) (Belch & Belch, 2007). Banyaknya media yang dapat digunakan
akan semakin meningkatkan persaingan, yang pada akhirnya komunikasi
pemasarannya akan lebih ditekankan pada aktivitas promosi penjualan (sales
promotion), khususnya promosi yang bersifat dalam toko, (in-store
promotion), yang dapat lebih merangsang konsumen untuk melakukan
pembelian impulsif.
Promosi penjualan (sales promotion), merupakan kegiatan yang
mengarahkan pada pemberian insentif dari produsen untuk menstimuli
pedagang (wholesalers, peritel, atau jaringan distribusi lainnya) dan atau
konsumen untuk membeli brand / produk dan meningkatkan penjualan secara
agresif. (Shimp ,2003).
Dengan promosi di dalam toko , ritel kini merupakan tempat untuk
menjual sekaligus membangun merek dan juga dapat menciptakan
atmosfer yang lebih hidup dan memperkaya pengalaman berbelanja bagi
konsumennya. Dengan keadaan toko yang mendukung kegiatan promosi di
dalam toko ini, maka perilaku impulse buying dari konsumen akan semakin
mudah terbentuk.
Implusse buying merupakan suatu kondisi yang terjadi ketika individu
mengalami perasan terdesak secara tiba-tiba yang tidak dapat di
lawan.kecendrungan untuk membeli secara spontan ini umumnya dapat
menghsilkan pembelian ketika konsumen percaya bahwa tindakan tersebut
3

adalah hal yang wajar (Rook & Fisher 1995 dalam Solomon 2009). Hal ini
biasa terjadi pada produk-produk low involvement yang selalu tidak
memerlukan pertimbangan yang rumit untuk membelinya. Menurut
Ndubisi & Moi (2006), produk low involvement adalah produk yang
dibeli secara rutin dengan pemikiran dan usaha yang minimum, karena
bukan merupakan suatu hal yang vital dan juga tidak memberikan
pengaruh yang besar terhadap gaya hidup konsumen.
Perilaku pembelian tersebut saat ini semakin marak terjadi.Hal ini
dikarenakan oleh salah satu faktornya, yaitu semakin sempitnya waktu
bagi konsumen mencari informasi untuk barang-barang kebutuhannya dan
juga tidak direncanakannya kegiatan berbelanja membuat mereka lebih
memilih merek yang memberikan daya tarik atau manfaat lebih bagi
dirinya pada saat itu.
Berdasarkan hasil survey oleh AC Nielsen, 85 % konsumen ritel
modern di Indonesia melakukan keputusan pembelian barang saat berada
di dalam toko (Majalah Marketing, 2007). Dari hal tersebut para peritel
tentunya akan melakukan strategi promosi penjualan yang bersifat promosi
di dalam toko yang dapat memanfaatkankeadaan tersebut dan pada
akhirnya mempengaruhi konsumen untuk melakukan pembelian yang tidak
direncanakan sebelumnya.
(X1) Penelitian Diah kenangah Dwirani Herukalpiko Apriatni Endang

Prihatini & Widayonto (2013) memperoleh simpulan bahwa kebijakan harga,

atmosfer toko, dan pelayanan toko memiliki pengaruh positif dan signifikan

terhadap pembelian implusif oleh konsumen yang berbelanja di Robinson

Dapertement Store Semarang. Artinya jika kebijakan harga semakin menarik,

atmosfer toko semakin baik, dan pelayanan toko semakin baik maka aktifitas

pembelian implusif pada konsumen akan meningkat.


4

(X2) Menurut Belch & Belch (2009) bonus pack menawarkan konsumen

sebuah muatan ekstra dari sebuah produk dengan harga normal. Promosi ini

biasa digunakan untuk meningkatkan pembelian impulsif (impulse buying)

oleh konsumen.

(X3) Ngadiman (2008:329) menyatakan bahwa Display tata letak barang

dengan memperhatikan unsur pengelompokan jenis dan kegunaan barang,

kerapihan dan keindahan agar terkesan menarik dan mengarahkan konsumen

untuk melihat , mendorong, dan memutuskan untuk membeli.

(X4) Mohan, et al (2011) mengenai pengaruh lingkungan toko sebagai

bentuk dari store atmospherics menyatakan hasil ada pengaruh positif dengan

impulse buying. Hal ini memiliki arti bahwa store atmospherics yang semakin

tinggi akan menyebabkan pengaruh yang lebih tinggi pula terhadap impulse

buying.

karena itu, penelitian ini dimaksudkan untuk meneliti sikap konsumen

terhadap kegiatan promosi yang dilakukan dalam toko dan pengaruhnya

terhadap perilaku pembelian impulsif, maka penulis tertarik untuk

membahasnya lebih jauh lagi dan mengangkatnya dalam bentuk

proposal yang berjudul: PENGARUH PRICE DISCOUNT, BONUS

PACK, IN-STORE DISPLAY DAN STORE ATMOSPHERE TERHADAP

IMPULSE BUYING PADA SUPERMARKET ROBINSON DI KOTA

PADANG.
5

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka masalah yang akan diteliti
adalah :
1. Semakin banyaknya Persaingan bisnis yang semakin sengit

2. Banyaknya supermarket sejenis yang masuk industri ritel di indonesia

3. Industri ritel di kota padang dengan berbagai macam bentuk yang

memiliki perbedaan dengan pesaingnya.

C. Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, penulis membatasi permasalahan
penelitian pada pengaruh price discount, bonus pack, in-store display dan
store atmosphere terhadap implus buying di supermarket robinson di kota
padang.

D. Rumusan Masalah
Menurut data AC Nielsen, tingkat pertumbuhan penjualan barang
konsumsi di Indonesia pada tahun 2003 meningkat 7% dari tahun 2002.
Angka ini kembali meningkat menjadi 14% pada taun 2004 dan
menjadikan Indonesia yang tertinggi tingkat pertumbuhannya dibanding
Negara-negara di Asia Tenggara. Hal ini berkaitan dengan salah satu
dari sepuluh karakter unik konsumen Indonesia, yaitu konsumen
Indonesia cendrung tidak memiliki rencana dalam melakukan pembelian
(Majalah Marketing Edisi Khusus,2008). Oleh sebab itu, dalam
menghadapi kondisi persaingan di industry sector ritel modern yang
semakin kompetitif, menuntut para peritel untuk mengembangkan strategi
pemasaran yang efektif dalam merangsang pembelian impulsive konsumen.
Oleh karena itu , untuk mempengaruhi konsumen sehingga dapat
memicu timbulnya keinginan untuk melakukan pembelian yang tidak
direncanakan sebelumnya, dilakukan strategi pemasaran yang dapat
meningkatkan kegiatan usaha dengan menciptakan ketertarikan konsumen
6

terhadap produk, melalui kegiatan promosi di dalam toko. Hal tersebut


dapat dilakukan dengan melakukan program coupon, price discount, free
sample, dan bonus pack, serta penataan in-store display (Ndubisi dan Moi,
2006).
Di Indonesia, pemakaian coupon dan free sample dalam strategi
promosi penjualan tidak banyak dilakukan. Hal ini didasarkan dari hasil
observasi peneliti terhadap sejumlah ritel, yang memperlihatkan bahwa hanya
beberapa ritel modern saja yang menggunakan variable coupon dan free
sample sebagai salah satu strategi promosi penjualannya.Sebagian besar
Supermarket Robinson di Padang bahkan lebih sering menggunakan
program promosi penjualan price discount, bonus pack, serta penataan in-store
display dibanding dengan coupon dan free sample.
Pada akhirnya permasalahan yang ingin dijawab adalah
1. Apakah penggunaan sarana price discount, bonus pack, in-store display
dan store atmosphere dapat memicu terjadinya Impulse buying oleh
konsumen?
E. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan pokok permasalahan di atas, tujuan dari penelitian ini
adalah:
1. Mengetahui apakah ada pengaruh positif dari variable price discount
terhadap variabel Impulse buying.
2. Mengetahui apakah ada pengaruh positif dari variable bonus pack
terhadap variabel Impulse buying.
3. Mengetahui apakah ada pengaruh positif dari variable in-store display
terhadap variabel Impulse buying.
4. Mengetahui apakah ada pengaruh positif dari variable store atmosphere
terhadap variabel Impulse buying.
5. Mengetahui apakah ada pengaruh positif dari variable price discount,
bonus pack, in-store display dan store atmosphere terhadap variabel
Impulse buying.
7

F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat baik bagi perusahaan
maupun pihak lainnya. Dengan adanya penelitian ini, Supermarket Robinson
akan dapat mengetahui bagaimana cara mendorong keputusan pembelian
impulsif dan mengetahui kegiatan promosi penjualan mana yang dapat secara
signifikan memicu tingkat pembelian dari konsumen sebagai bentuk
keputusan pembelian impulsif. Dengan demikian, Supermarket Robinson
nantinya dapat merancang strategi promosi penjualan yang tepat dan lebih
efektif ke depannya.
Dilihat dari sisi lainnya, manfaat dari penelitian ini akan dapat dijadikan
bahan untuk menambah pengetahuan maupun perbandingan untuk membuat
penelitian selanjutnya dengan topik promosi penjualan.
8

BAB II
LANDASAN TEORI

A. Kajian Teori
1. Defenisi Impluse Buying
Implusse buying merupakan suatu kondisi yang terjadi ketika individu
mengalami perasan terdesak secara tiba-tiba yang tidak dapat di
lawan.kecendrungan untuk membeli secara spontan ini umumnya dapat
menghsilkan pembelian ketika konsumen percaya bahwa tindakan tersebut
adalah hal yang wajar (Rook & Fisher 1995 dalam Solomon 2009).
Verplanken & Herabadi (2001) mendefenisikan pembelian impulsif
sebagai pembelian yang tidak rasional dan di asosiasikan dengan pembelian
yang cepat dan tidak di rencanakan, diikuti oleh adanya konflik fikiran dan
dorongan emosional. Dorongan emosional tersebut terkait dengan adanya
perasaan yang intens yang di tunjukan dengan melakukan pembelian karena
adanya dorongan untuk membeli suatu produk dengan segera, mengabaikan
konsekuensi negative, merasakan kepuasan mengalami konflik dalam
pemikiran (Rook dalam Verplanken,2001).
Cobb & Chair dalam Semuel (2006), mengklasifiksikan suatu pembelian
implusif terjadi apabila tidak terdapat tujuan pembelian merek tertentu atau
kategori produk tertentu pada saat masuk kedalam toko.
Hirschman dan Stern dalam Sumarwan (2011:163) mendefinisikan
impulsive buying yaitu kecenderungan konsumen untuk melakukan
pembelian secara spontan, tidak terefleksi, terburu-buru, dan didorong oleh
aspek psikologis emosional terhadap suatu produk serta tergoda oleh
persuasi dari pemasar. Menurut Mowen dan Minor (2012:10), impulse
buying didefinisikan sebagai tindakan membeli yang sebelumnya tidak
diakui secara sadar sebagai hasil dari suatu pertimbangan atau niat membeli
yang terbentuk sebelum memasuki toko.
Beberapa penelitian pemasaran beranggapan bahwa impulse bersinonim
dengan unplanned ketika para psikolog dan ekonom memfokuskan pada
aspek irasional atau pembelian impulse murni (Bayley dan Nancarrow
dalam Semuel, 2006) namun Solomon dan Rabbolt (2009) menyatakan

7
9

bahwa tidak sepenuhnya impulse buying di sebut irsional karena justru


sering nya pembelian impulse justru di dasarkan kebutuhan. Thomson et al,
dalam Semuel,2006, juga mengemukakan bahwa ketika terjadi pembelian
impulsive akan memberikan pengalaman akan kebutuha emosional,
sehingga tidak dilihat sebagai suatu sugesti, dengan dasar ini maka
pembelian impulsif lebih di pandang sebagai keputusan rasional di banding
irasional.
Perspektif mengenai impulse buying yang paling dasar berfokus pada
faktor eksternal uang mungkin menyebabkan gejala tersebut. menurut
Buedincho (2003) faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi pembelian
impulsif antara lain adalah harga, kebutuhan terhadap produk atau merek,
distribusi masal. Peayanan terhadap diri sendiri, iklan, display toko yang
menyolok, siklus hidup prooduk yan pendek, ukura yang kecil dan kesengan
untuk mengolkesi.
2. Kriteria Impulse Buying
Menuerut Rook & Fisher (dalam fadhri 2011) impulse nuying memilki
beberapa karakteristik yaitu sebagai berikut.
a) Spontanitas
pembelian ini tidak di harapkan dan memotifasi konsumeen untuk
membeli sekarang, sering sebagai respon terhdap stimulasi visual yang
langsung di tempat penjualan.
b) Kekuatan,kompulsi,an intensits
mungkin ada motivasi untuk mengesampingkan semua yang lain dan
bertindak seketika.
c) Kegairahan dan Stimulasi
desakan mendadak untuk membeli sering disertai emosi yang di
cirikan sebagai menggairahkan”.”menggetarkan atau liar”.
d) Ketidakpedulian akan akibat desakan
untuk memebeli untuk memebeli dapat menjadi begitu sulit di tolak
sehingga akibat yang mungkin negative di abaikan.
Bayley danNancarrow (1998) dalam Yistiani (2012)
mengelompokkan pembelian impulsif menjadi empat indikator:
10

a) Pembelian spontan, merupakan keadaan dimana pelanggan seringkali


membeli sesuatu tanpa direncanakan terlebih dahulu.
b) Pembelian tanpa berpikir akibat, merupakan keadaan dimana pelanggan
sering melakukan pembelian tanpa memikirkan terlebih dahulu mengenai
akibat dari pembelian yang dilakukan.
c) Pembelian terburu-buru, merupakan keadaan dimana pelanggan
seringkali merasa bahwa terlalu terburu-buru dalam membeli sesuatu.
d) Pembelian dipengaruhi keadaan emosional, adalah penilaian pelanggan
dimana pelanggan melakukan kegiatan berbelanja dipengaruhi oleh
keadaan emosional yang dirasakan.
Penelitian ini sesuai dengan karakteristik impulse buying behavior
berdasarkan pada karakteristik Rooks, karena karakteristik dari Rooks
sesuai dengan subjek yang spontan, lebih menggunakan emosi. Hal ini
juga di perkuat dengan sifat subjek ang cendrung juga tidak memikirkan
hal lain pada saat pembelian termasuk akibat negative yang di abaikan.

3. Tipe-tipe pembelian implusif (Implusive Buying)


Menurut Stern (dalam Utami,2012:68) menyatakan bahwa ada 4 tipe
pembelian implusif yaitu:
a. Pure impulse ( pembelian implus murni)
Pembelian di lakukan murni tanpa rencana atau terkesan mendadak.
Biasanya terjadi setelah melihat barang yang di pajang di toko dan
muncul keinginan memilikinya aat itu juga.
b. Reminder impulse (impulse pengingat)
Pembelian di lakukan tanpa rencana setelah diingatkan ketika melihat
iklan yang ada di toko atau tempata pembelanjaan.
c. Suggestin impulse (impulse saran)
Pembelian di lakukan tanpa terencana pada saat belanja pada pusat
perbelanjaan. Pembelian terpengaruh karena di yakinkan oleh penjual atau
teman yang di temuinya pada saat berbelanja.
11

d. Planned impulse ( impulse terencana)


Pembeli melakukan pembelian karena sebenarnya sudah di
rencanakan tetapi karena barag yang di maksud habis atau tidak sesuai
dengan apa yang diinginkan maka pembelian di lakukan dengan membeli
jenis barang yang sama tetapi dengan merek atau ukuran yang berbdea.
Berdsarkan paparan di atas terdapat empat tipe pembelian impulsif (
implusive buying) yng seluruhnya merupakan pembelian yang di lakukan
secara tiba-tiba dan keputusan pmbelian tersebut brada di dalam toko karena
berbagai faktor yang menarik konsumen ntuk melakukan penelitian.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Implus Buying


Menurut Buedhincho (fitriani 2010), faktor-faktor yang mempengaruhi
pembelian impulsif antara lain adalah harga kebutuhan terhadap produk atau
merek , distribusi masal, pelayanan terhadap diri sendiri, iklan, display toko
yang mencolok, siklus hidup produk yang pendek, ukuran yang kecil dan
kesengan untuk mengoleksi.
Loudon & Bitta (dalam Anim,2010) mengungkapkan faktor-faktor yang
mempengaruhi pembelian implusif (implusive buying) yaitu:
a. Produk dengan karakteristik harga murah, kebutuhan kecil atau marginal,
produk jangka pendek, ukuran kecil, dan tokoh yang mudah di jangkau.
b. Pemasaran dan marketing yang meliputi distribusi dalam jumlah banyak
outlet yang self service , iklan melalui media massa yang sangat
suggestibal dan terus menerus, iklan di titik penjualan, posisi display dan
lokasi yag menonjol.
c. Karaketristik kosumen seperti kepribadian, jenis kelamin, sosial
demografi atau karaketristik sosial ekonomi.

Selain faktor di atas terdapat faktor lain yang mempengaruhi pembelian


implusif, yaitu:
a. Price Discount
Menurut Tjiptono (2008:166) diskon merupakan potongan
harga yang diberikan oleh penjual kepada pembeli sebagai
12

penghargaan atas aktivitas tertentu dari pembeli yang menyenangkan


bagi penjual. Sedangkan menurut Kotler dan Amstrong (2008:317)
diskon yaitu pengurangan harga yang diberikan kepada konsumen
untuk pembayaran cepat atau atas promosi yang dilakukan oleh provider
itu sendiri.
b. Bonus pack
Menurut Belch & Belch (2009) bonus pack menawarkan
konsumen sebuah muatan ekstra dari sebuah produk dengan harga
normal. Promosi ini biasa digunakan untuk meningkatkan pembelian
impulsif (impulse buying) oleh konsumen.
c. In-store display
Menurut William J. Sshultz yang dikutip dalam buku Bhucari Alma
(2009) mendefinisikan display sebagai usaha mendorong perhatian dan
minat konsumen pada toko atau barang dan mendorong keinginan
membeli melalui daya tarik penglihatan langsung (direct visual appead).
d. Store atmosphere
Menurut Meldarianda (2010:103) “suasana toko (store atmosphere)
merupakan kombinasi darikarateristik fisik toko seperti arsitektur, tata
letak, pencahayaan, pemajangan, warna,temperatur, musik, aroma yang
secara menyeluruh akan menciptakan citra dalambenak konsumen”.

B. Teori Dasar
1. Teori price Discount
Menurut Tjiptono (2008:166) diskon merupakan potongan harga
yang diberikan oleh penjual kepada pembeli sebagai penghargaan atas
aktivitas tertentu dari pembeli yang menyenangkan bagi penjual.
Sedangkan menurut Kotler dan Amstrong (2008:317) diskon yaitu
pengurangan harga yang diberikan kepada konsumen untuk pembayaran
cepat atau atas promosi yang dilakukan oleh provider itu sendiri.
Berdasarkan Sutisna (2002:299) menjelaskan bahwa hal yang
penting dalam upaya pemasaran melalui promosi penjualan dilakukan
dalam jangka pendek. Potongan harga dapat dilakukan untuk menarik
13

perhatian konsumen dan mendorong konsumen untuk melakukan


pembelian. Perusahaan harus menaikkan tingkat potongan harga agar
mampu membangkitkan perhatian konsumen yang selanjutnya dapat
menarik perhatian konsumen.
Menurut Sutisna (2002:303) tujuan pemberian potongan harga adalah:
1. Mendorong pembelian dalam jumlah besar.
2. Mendorong agar pembelian dapat dilakukan dengan kontan atau waktu
yang lebih pendek.
3. Mengikat pelanggan agar tidak berpindah ke perusahaan lain.

2. Teori Bonus Pack


Menurut Belch & Belch (2009) bonus pack menawarkan
konsumen sebuah muatan ekstra dari sebuah produk dengan harga
normal. Promosi ini biasa digunakan untuk meningkatkan pembelian
impulsif (impulse buying) oleh konsumen.
Belch & Belch (2009:535) menyebutkan manfaat dari penggunaan
strategi bonus pack ini, yaitu:
a. Memberikan pemasar cara langsung untuk menyediakan nilai ekstra.
b. Merupakan strategi bertahan yang efektif terhadap kemunculan
promosi produk baru dari pesaing.
c. Menghasilkan pesanan penjualan yang lebih besar.

3. Teori In-store Display


Penelitian Hulten dan Vanyushyn (2011) yang dilakukan di Negara
Perancis dan Swedia mengenai keputusan pembelian tidak terencana
terhadap berbagai jenis produk makanan, menemukan kecenderungan
aspek lain yang mempengaruhi keputusan pembelian tidak terencana
seperti potongan harga, daftar belanja (shopping list) dan penataan
produk (display).
Ngadiman (2008:329) menyatakan bahwa Display tata letak barang
dengan memperhatikan unsur pengelompokan jenis dn kegunaan barang,
14

kerapihan dan keindahan agar terkesan menarik dan mengarahkan


konsumen untuk melihat , mendorong, dan memutuskan untuk membeli.

4. Teori Store Atmosphere


Gilbert dalam Foster (2008: 61) mendefinisikan Store atmosphere
merupakan kombinasi dari pesan secara fisik yang telah direncanakan,
Store atmosphere dapat digambarkan sebagai perubahan terhadap
perencanaan lingkungan pembelian yang menghasilkan efek emosional
khusus yang dapat menyebabkan konsumen melakukan tindakan
pembelian.
Menurut Utami (2010: 51) impulse buying adalah pembelian yang
terjadi ketika konsumen melihat produk atau merek tertentu, kemudian
konsumen menjadi tertarik untuk mendapatkannya, biasanya karena
adanya rangsangan yang menarik dari toko tersebut .
Hal ini dapat diukur melalui indikator berikut: pelanggan sering
membeli barang di luar rencana, pelanggan sering membeli barang tanpa
memikirkannya lebih dahulu.

C. Penelitian Relavan
Berdasarkan kajian teori yang telah di kemukakan mengenai pengaruh

Price discount, bonus pack, in-store display dan store atmosphere pada

supermarket robinson di kota padang . Berikut ini adalah kaitanya dengan

variable yang diteliti yaitu:

Tabel 1 Penelitian Terdahulu


No Nama Tahun Judul penelitian Hasil penelitian Perbedaan
peneliti peneliti penelitian

1. Yessica Pengaruh bonus Terdapat Tempat


(Jurnal) pack dan price pengaruh secara penelitian dan
discount terhadap simultan antara waktu
impulse buying bonus pack dan penelitian.
pada konsumen price discount
giant hypermarket terhadap impulse
di ponogoro buying pada
15

surabaya konsumen Giant


Hypermarket
Diponegoro
Surabaya.
.
2. cintya 2014Pe pengaruh suasana Suasana Tempat
(jurnal) toko (store toko (store penelitian dan
atmosphere) atmosphere) waktu
terhadap minat berpengaruh penelitian.
beli konsumen signifikan secara
pada toserba nusa simultan
permai di terhadap minat
kecamatan nusa beli konsumen
penida pada Toserba
Nusa Permai
di Kecamatan
Nusa Penida
Tahun 2014.
3. Febrisa Pengaruh discount Variabel discount Tempat
(Jurnal) merchandising,da berpengaruh penelitian dan
positif dan waktu
n hedonic shoping signifikan penelitian.
motives terhadap terhadap impulse
impulse buying. buying konsumen
Robinson
Department Store
Mal Ciputra
Semarang.
Besarnya
sumbangan
pengaruh discount
dalam
menjelaskan
impulse buying
adalah sebesar
33,5%.

4. Boy 2013 Pengaruh Semakin baik Tempat


(jurnal) penataan strategi penataan penelitian dan
pruduk,jenis produk yang waktu
kelamin dan dilakukan oleh penelitian
daftar belanja pihak yang
terhadap berkecimpung
keputusan pada bisnis ritel
pembelian tidak maka
terncana. kemungkinan
konsumen dalam
melakukan
impulse buying
16

akan semakin
meningkat
5. Wayan 2016 “pengaruh price menunjukkan Tempat
(jurnal) discount dan store bahwa pengaruh penelitian dan
atmosphere Price waktu
terhadap Discount penelitian
emotional shoping terhadap Impulse
dan implus buying Buying bernilai
positif dan
signifikan.
Pengaruh Store
Atmosphere
terhadap Impulse
Buying bernilai
positif dan
signifikan

D. Kerangka Penelitian
Model terdiri dari empat variabel independen yaitu Price Discount,
Bonus Pack, Instore Display dan Store Atmosphere serta satu variabel
dependen yaitu Impluse Buying.

Price Discount (X1)

Bonus Pack (X2)

In-Store Display (X3) Implus Buying (Y)

Store Atmosphere
(X4)

Gambar. 2. Kerangka Pemikiran Penelitian


17

E. Hipotesis penelitian
1. H1 =Diduga Price Discount,Bonus Pack,in-store Display dan Store
Atmospere secara bersama-sama berpengaruh terhadap impulse buying.
2. H2 = Diduga Price Discount berpengaruh terhadap Impluse Buying.
3. H3 = Diduga Bonus Pack berpengaruh terhadap Impluse Buying.
4. H4 = Diduga In-store Display berpengaruh terhadap Impluse Buying.
5. H5 = Diduga Store Atmosphere berpengaruh terhadap Impluse Buying.
18

BAB III
METEDOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Sesuai dengan masalah yang diteliti, maka jenis penelitian ini adalah

penelitian deskriptif dan asosiatif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang

dimaksudkan untuk menyelidiki keadaan, kondisi, atau hal-hal lain terhadap

suatu objek atau wilayah yang diteliti. Sedangkan penelitian Asosiatif adalah

suatu penelitian yang mencari hubungan antara satu variabel dengan variabel

lain, yaitu simetris kausal dan interaktif. Dengan desain penelitian deskriptif

dan asosiatif, maka penelitian memungkinkan untuk menggambarkan

hubungan antar variabel, menguji hipotesis, mengembangkan generalisasi, dan

mengembangkan teori yang memiliki validitas yang universal (Arikunto, 2010:

3).

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini akan dilakukan pada konsumen yang melakukan


pembelian pada Supermarket Robinson di kota Padang Penelitian ini
direncanakan pada bulan juni 2016.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi
Sugiyono (2013) menyatakan bahwa populasi adalah wilayah
generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kuantitas dan
karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudian ditarik kesimpulannya.
Menurut Arikunto (2002: 108) Populasi adalah keseluruhhan subjek
penelitian untuk memperoleh informasi sesuai dengan tujuan penelitian.
Populasi dalam penelitian ini adalah konsumen yang melakukan
pembelian di Supermarket Robinson di Kota Padang. Jumlah populasi

17
19

dalam penelitian ini tidak diketahui secara pasti maka untuk mengetahui
pelaksanaan penelitian perlu ditetapkan sampel.

2. Sampel
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini

adalah purposive sampling. Dalam penelitian ini peneliti tidak dapat

menentukan sampel berdasarkan atas besarnya populasi hal ini disebabkan oleh

tidak diketahuinya jumlah konsumen yang melakukan pembelian di

Supermarket Robinson Kota Padang. Oleh karena itu peneliti mengambil

pendapat yang dikemukakan oleh Rescoe dalam Sekaran (2006:160) yang

mengusulkan aturan ukuran sampel yang layak dalam penelitian ini adalah

antara 30 sampai dengan 500 dan dalam penelitian multivariat (termasuk

analisis regresi berganda) maka jumlah anggota sampel minimal 10 kali atau

lebih dari jumlah variabel yang diteliti.

Jumlah variabel dalam penelitian ini sebanyak empat yang terdiri atas

deferensiasi produk, kualitas layanan, sikap konsumen dan kepercayaan. Oleh

karena itu berdasarkan pendapat Rescoe, sampel minimal untuk penelitian ini

(5 x 20 = 100), dengan menggunakan empat variabel, dalam satu variabel

ditetapkan untuk 20 sampel. Untuk itu dalam penelitian ini peneliti menetapkan

responden sebanyak 100 dengan pertimbangan tingkat kevalidan jawaban

responden semakin tinggi.


20

D. Jenis dan Sumber Data

1. Jenis Data
1. Data Primer

Data primer merupakan data yang di dapat dari sumber pertama baik

dari individu maupun perorangan seperti hasil dari wawancara atau hasil

pengisisan kuisioner yang biasa dilakukan oleh peneliti (Umar, 2005:41).

Data primer dalam penelitian ini adalah data yang didapat dari jawaban

responden terhadap rangkaian pertanyaan tentang indikator tentang price

discount, bonus pack, in-store display dan store atmosphere

2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data primer yang telah diolah lebih

lanjut dan disajikan baik oleh pihak pengumpul data primer atau oleh

pihak lain (Umar, 2005:41). Data sekunder dari penelitian ini di peroleh

dari hasil penelitian-penelitian terdahulu, dan literatur-literatur terkait

dengan judul penelitian yang diperoleh dari buku dan internet.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah pencatatan peristiwa-peristiwa

atau hal-hal atau keterangan-keterangan atau karakteristik-karakteristik

sebagian atau keseluruhan elemen populasi yang akan menunjang atau

mendukung penelitian.Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah:

a. Metode Angket

Untuk memperoleh data sesuai dengan tujuan penelitian dengan

menggunakan teknik pengumpulan dengan menggunakan metode

angket. Angket menurut Suharsimi Arikunto (2006:124) adalah


21

sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh

informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau

hal-hal yang ia ketahui. Angket yang digunakan dalam penelitian ini

adalah jenis angket langsung tertutup karena responden hanya

tinggal memberikan tanda checklist (√) pada salah satu jawaban yang

dianggap benar.

b. Teknik Dokumentasi

Teknik Dokumentasi yaitu mngumpulkan data yang

berhubungan dengan permasalahan penelitian berupa data jumlah

konsumen yang melakukan pembelian di Supermaket Robinson di

Kota Padang.

4. Defenisi Operasional

Untuk lebih memudahkan dalam penelitian ini dan untuk

menghidari penafsiran yang berbeda pada penelitia ini, maka penulis

perlu menjelaska defenisi operasional variabel sebagai berikut:

a. Impulse buying (Y)

Menurut Mowen dan Minor (2012:10), impulse buying


didefinisikan sebagai tindakan membeli yang sebelumnya tidak diakui
secara sadar sebagai hasil dari suatu pertimbangan atau niat membeli
yang terbentuk sebelum memasuki toko.
Menuerut Rook & Fisher (dalam fadhri 2011) impulse nuying
memilki beberapa karakteristik yaitu sebagai berikut.
a) Spontanitas
pembelian ini tidak di harapkan dan memotifasi konsumeen
untuk membeli sekarang, sering sebagai respon terhdap stimulasi
visual yang langsung di tempat penjualan.
22

b) Kekuatan,kompulsi,an intensits
mungkin ada motivasi untuk mengesampingkan semua yang
lain dan bertindak seketika.
c) Kegairahan dan Stimulasi
desakan mendadak untuk membeli sering disertai emosi yang di
cirikan sebagai menggairahkan”.”menggetarkan atau liar”.
d) Ketidakpedulian akan akibat desakan
untuk memebeli untuk memebeli dapat menjadi begitu sulit di
tolak sehingga akibat yang mungkin negative di abaikan.

b. Price Disount (X1)

Menurut Tjiptono (2008:166) diskon merupakan potongan


harga yang diberikan oleh penjual kepada pembeli sebagai
penghargaan atas aktivitas tertentu dari pembeli yang
menyenangkan bagi penjual. Sedangkan menurut Kotler dan
Amstrong (2008:317) diskon yaitu pengurangan harga yang
diberikan kepada konsumen untuk pembayaran cepat atau atas
promosi yang dilakukan oleh provider itu sendiri.
Menurut Sutisna (2002:303) tujuan pemberian potongan
harga adalah:
1. Mendorong pembelian dalam jumlah besar.
2. Mendorong agar pembelian dapat dilakukan dengan kontan
atau waktu yang lebih pendek.
3. Mengikat pelanggan agar tidak berpindah ke perusahaan lain.
.
c. Bonus pack (X2)

Menurut Belch & Belch (2009) bonus pack menawarkan konsumen

sebuah muatan ekstra dari sebuah produk dengan harga normal.

Promosi ini biasa digunakan untuk meningkatkan pembelian impulsif

(impulse buying) oleh konsumen.


23

d. In-store Display (X3)

Ngadiman (2008:329) menyatakan bahwa Display tata letak

barang dengan memperhatikan unsur pengelompokan jenis dan

kegunaan barang, kerapihan dan keindahan agar terkesan

menarik dan mengarahkan konsumen untuk melihat ,

mendorong, dan memutuskan untuk membeli.

e. Store Atmosphere (X4)

Mohan, et al (2011) mengenai pengaruh lingkungan toko

sebagai bentuk dari store atmospherics menyatakan hasil ada

pengaruh positif dengan impulse buying. Hal ini memiliki arti

bahwa store atmospherics yang semakin tinggi akan

menyebabkan pengaruh yang lebih tinggi pula terhadap impulse

buying.

5. Instrument Penelitian

Instrument digunakan untuk mempermudah dalam penelitian dan

hasilnya lebih cermat, lengkap dan sistemnatis sehingga lebih mudah

diolah. Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket

(kuisioner) “yaitu sejumlah pernyataan tertulis yang digunakan untuk

memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang

pribadinya atau hal-hal yang ia ketahui”. (Arikunto, 2010:194.


24

Tabel.3. Skala Pengukuran

Sifat
Option Pernyataan Pernyataan
Positif
Selalu (SL) 5
Sering (SR) 4
Kadang- Kadang (KD) 3
Jarang (JR) 2
Tidak Pernah (TP) 1
Sumber: Arikunto (2010:194)

6. Penyusunan Instrumen

Langkah dalam penyusunan instrumen kuesioner atau angket

adalah pembuatan indikator selanjutnya penyusunan pernyataan sesuai

dengan indikator yang telah dibuat. Pernyataan kuesioner atau angket

diusahakan mempertimbangkan kemudahan pengisian oleh responden.

7. Pengujian Instrument Penelitian

1. Uji Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat

ke validan suatu instrumen., sebuah instrumen dikatakan valid atau sahih

mempunyai validitas tinggi. Sebaliknya, instrumen yang kurang valid

berarti memiliki validitas rendah. ( Arikunto,2006:168 ). Noor

(2011:130) uji validitas adalah indeks yang menunjukan sejauhmana

suatu alat pengukuran betul -betul mengukur apa yang akan diukur .

kriteria untuk menentukan valid atau tidaknya angket tersebut adalah

dengan membandingkan dengan koefisien korelasi yang dihasilkan

dengan kriteria kritis pada α=0,05 dari r tabel = 0,361. Jika r0 ≥ rtabel maka
25

angket dikatakan valid . Penelitian ini dilakukan dengan product

Moment sebagai berikut:

𝑟𝑥𝑦 = 𝑛 ∑ 𝑥𝑦−(∑ 𝑥)−(∑ 𝑦)


√{𝑛 .∑ 𝑥2 − (∑ 𝑥)2 }{𝑛 . ∑ 𝑦2 –(∑ 𝑦)2 }

𝑟𝑥𝑦= koefisien korelasi antara variabel X dan Y

n = jumlah responden
∑ 𝑥𝑦 = jumlah hasil skor X dan skor Y
X = jumlah skor seluruh item dalam setiap indikator (skor variabel
X)
Y = jumlah skor tiapmitem ( skor variabel Y )

Suatu angket dikatakan valid apabila pernyataan dalam angket

tersebut mampu mengungkapkan sesuatu yang diukur oleh angket

tersebut, untuk menguji tingkat validitas, dapat dilihat tampilan SPSS

dengan kriteria:

Jika 𝑟ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 ≥ r tabel : berarti instrumen valid


Jika 𝑟ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 < r tabel : berarti instrumen tidak valid.

2. Uji Realibilitas

Reliabilitas menunjukkan pada suatu pengertian bahwa suatu


instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat
pengumpul data karna instrumen tersebut sudah baik ( arikunto,
2006:178 ) pengujian reliabilitas instrumen dihitung menggunakan rumus
Alpha sebagai beriku:
𝑟 𝑘 ∑𝜎 2
11=[𝑘 ] [1− 2𝑏 ]
𝑘−1 𝜎𝑡

𝑟11= reliabilitas instrument


K = banyaknya butir pertanyaan/ banyaknya soal
2
∑ 𝜎𝑏= jumlah varians butir
2
𝜎𝑡= varians total.
26

Kriteria pengujian adalah sebagai berikut:


Jika 𝑟ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > r tabel pada tarap signifikan 5% berarti item ( butir soal )
reliabel.
Jika 𝑟ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 < r tabel pada tarap signifikan 5% maka butir soal tidak
reliabel.
Untuk r yang kurang dari 0,61 dinyatakan gugur atau tidak
reliabel. Bagi item pernyataan kuesioner yang telah dinyatakan valid,
dilanjutkan dengan melakukan analisi reliabilitas.

8. Teknik Analisis Data

1. Analisi Deskriptif

Menurut Siregar (2012:221) analisis deskriptif merupakan bentuk

analisis data penelitian untuk menguji generalisasi hasil penelitian

berdasarkan satu sampel. Penyajian analisis deskriptif bertujuan agar dapat

dilihat profil dari data penelitian dengan hubungan yang ada antar variabel

yang digunakan dalam penelitian tersebut.

Analisis ini digunakan untuk melihat gambaran secara umum

tentang variabel yang diteliti dengan analisis persentase. Adapun proses

pengolahan datanya adalah sebagai berikut:

a. Menghitung frekuensi dari jawaban yang diberikan responden atas


setiap item pertanyaan/pernyataan yang diajukan. Kemudian dihitung
persentasenya dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
frekuensi (f)
P= X 100%
jumlah responden (N)
27

Dimana:
P = persentase hasil yang diperoleh
f = frekuensi hasil yang diperoleh
N= jumlah responden yang akan dijadikan sampel
100% = angka tetap persentase

b. Menghitung nilai rata-rata skor masing-masing pertanyaan/pernyataan


dalam kuisioner digunakan rumus sebagai berikut:
Untuk pernyataan positif

(5. SL) + (4. SR) + (3. KD) + (2. JR) + (1. TP)
Rata − rata skor =
n

Dimana:
SL = Selalu
SR = Sering
KD = Kadang-Kadang
JR = Jarang
TP = Tidak Pernah
n = Jumlah Responden

a. Menghitung nilai TCR masing-masing kategori dari deskriptif

variabel, maka dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

Rs
TCR = 100%
n

Dimana : TCR = Tingkan Capaian Responden


Rs = Rata-rata skor jawaban responden
N = Jawaban responden
Kriteria jawaban responden (TCR) menurut Arikunto

(2010:196) adalah sebagai berikut:

Tabel 4. Rentang Skala TCR


No Rentang Skala TCR
1 90 - 100% Sangat Baik
2 80 - 89% Baik
3 65 - 79% Sedang
4 55- 64% Rendah
5 0 - 54% Sangat Buruk
28

2.Analisis Induktif

a. Uji Kelayakan Model

1) Uji Maksimum Likelihood (ML)

Fungsi likelihood didefinisikan sebagai fungsi densitas peluang

bersama dari n variabel acak X1, .......Xn yang dipandang sebagai fungsi 𝜃.

Jika X1, .......Xnsampel acak dengan fungsi densitas peluang ƒ (x; ), maka

fungsi likelihood dapat L (𝜃) didefenisikan sebagai:

𝐿(𝜃) = 𝑓(𝑥1 , 𝜃) … . 𝑓(𝑥𝑛 , 𝜃)

Untuk mengilustrasikan metode maximum likelihood, kita

mengasumsikan bahwa populasi tersebut memiliki suatu fungsi

kepadatan yang mengandung suatu parameter populasi, misalnya 𝜃 yang

harus ditentukan dengan menggunakan suatu statistik tertentu. Kemudian

fungsi kepadatan dapat dilambangkan sebagai f (x; 𝜃) dengan

mengasumsikan terdapat pengamatan yang independen X1,.....Xn. fungsi

likelihood untuk pengamatan-pengamatan ini adalah:

𝐿(𝜃) = 𝑓(𝑥1 , 𝜃)𝑓(𝑥2 , 𝜃) … . 𝑓(𝑥𝑛 , 𝜃)

Estimator maximum likelihood dapat diperoleh dengan menentukan

turunan dari L terhadap 𝜃 dan menyatakan sama dengan nol atau dapat

𝑑
ditulis sebagai 𝐿 (𝜃) = 0 Dalam hal ini akan lebih mudah untuk
𝑑𝜃

terlebih dahulu menghitung logaritma dan kemudian menentukan

turunannya:

𝑑
𝐿 (𝜃) = 0
𝑑𝜃
29

b. Untuk Pengurangan Variabel

Selain mengunakan uji f dan uji t, deteksi adanya masalah variabel

yang tidak penting dalam model bias dilakukan dengan uji Likelihood

Ratio (LR) kerena tidak dapat membuat batasan didalam persamaan, uji

statistika LR dapat dihitung dengan mengunakan formula sebagai

berikut:

LR = 2 ( ULLF – RLLF)

Dimana:
ULLF = Unrestricted Log Likelihood Function
RLLF = Restricted Log Likelihood Function
Uji LR ini mengikuti distribusi Chi Square (X2) dengan degree of

freedom (df) sebesar jumlah variabel yang dihilangkan. Jika nilai hitung

statistik X2 lebih besar dari nilai kritisnya, maka kita menolak hipotesis

nol yang berarti penghilangan salah satu variabel yang dibenarkan.

c. Untuk Penambahan Variabel

Uji LR selain bisa digunakan untuk uji menghilangkan variabel

yang tidak penting, juga bisa digunakan untuk penambahan variabel

yang relevan didalam sebuah model regresi. Uji statika LR dihitung

dengan menggunakan formula sebagai berikut:

LR = 2 (ULLF – RLLF )
Dimana:
ULLF = Unrestricted Log Likelihood Function
RLLF = Restricted Log Likelihood Function

Uji LR ini mengikuti distribusi Chi Square (X2) dengan degree of

freedom (df) sebesar jumlah variabel yang ditambahkan dalam model.

Jika nilai hitung statistik X2 lebih besar dari nilai kritisnya, maka

signifikan. Berarti kita menerima memasukan salah satu variabel lainya


30

dalam model. Sebaliknya, jika bila nilai hitung statistik 2 lebih kecil

dari nilai kritisnya maka tidak signifikan yang berarti kita tidak

memerlukan penambahan variabel di dalam model.

1. Uji Ramsey

Uji ini dikembangkan oleh ramsey pada tahun 1969. Berkaitan

dengan masalah spesifikasi kesalahan, ramsey menyarankan suatu uji

yang disebut dengan general test of spesification error/RESET. Untuk

menerapkan uji ini kita harus membuat suatu asumsi atau keyakinan

bahwa fungsi yang benar adalah fungsi linier.

Yt = β0 + β1X1t + β2X2t + β3X3 + Ut .....................(1)

Untuk menerapkan uji RESET ada beberapa langkah yang harus

ditempuh yaitu:

a) Lakukan regresi dengan menggunakan persamaan (1) diatas untuk

mendapatkan nilai fitted dari variabel tidak bebas (FYt)

b) Lakukan regresi dengan memasukkan nilai fitted Yt, FYt sebagai

variabel tambahan variabel bebas dengan model persamaan

regresinya sebagai berikut:

Yt = β0 + β1X1t + β2X2t + β3X3Fyt2+ Ut ............ (2)

Dimana FYRt adalah nilai fitted dari Yt

c) Dapatkan nilai R2 dari persamaan (2) yang selanjutnya diberi

nama dengan R2new dan dapatkan nilai R2 dari persamaan (1) yang

selanjutnya diberi nama R2old. Setelah nilai R2 kedua persamaan

tersebut ditemukan kemudian hitunglah nilai Fhitung atau Ftes

dengan rumus berikut:


31

2
(𝑅 2
𝑛𝑒𝑤 −𝑅𝑜𝑙𝑑 )/𝑚
𝐹 = (1−𝑅 2 .......................... (3)
𝑛𝑒𝑤 )/(𝑛−𝑘)

Dimana:
m = Jumlah variabel bebas yang baru masuk
n = Jumlah data atau observasi
k = Banyaknya parameter dalam persamaan baru

Dari hasil perhitungan nilai Fhitung dengan mengunakan

persamaan (3) diatas kemudian bandingkan nilai Fhitung dengan

nilai Ftabel dengan pedoman bila nilai Fhitung ≥ nilai Ftabel, maka

hipotesis nol (Ho) yang menyatakan bahwa spesifikasi model

digunakan dalam bentuk fungsi linier adalah benar ditolak dan

sebaliknya, bila nilai Fhitung ≤ nilai Ftabel maka hipotesis Ho yang

menyatakan bahwa spesifikasi model digunakan dalam bentuk

fungsi linier adalah benar tidak dapat ditolak.

2. Uji Asumsi Klasik

Pengujian asumi klasik dilakukan untuk mengetahui kondisi data

yang ada agar dapat menentukan model analisis yang tepat.Sebelum

memulai model regresi terlebih dahulu dilakukan uji asumsi klasik yang

terdiri dari:

1) Uji Normalitas

Pengujian normalitas mempunyai tujuan untuk menguji apakah

dalam model regresi, apakah variabel penggangu atau residual memiliki

distribusi normal. Menurut Ghozali (2011:160) uji normalitas bertujuan

untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau

residual memiliki distribusi normal. Uji ini merupakan uji normalitas

dengan berdasarkan pada koefisien keruncingan (Kurtosis) dan


32

koefisien kemiringan (skewness). Uji ini dilakukan dengan

membandingkan statistik Jarque-Bera (JB) dengan nilai X2 tabel

(Suliyanto 2011:75). Untuk menghitung nilai statistik Jarque-Bera (JB)

digunakan rumus sebagai berikut:

JB = N [ S2 + (K – 3)2 ]
6 24
Dimana: JB = Statistik Jarque-Bera

S = Koefisien Skewness

K = Koefisien kurtoris

2) Uji Multikolinieritas

Uji Multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah model

regresi ditemukan adanya kolerasi antara variabel bebas (Ghozali,

20011:105). Uji multikolinearitas digunakan karena pada analisis

regresi terdapat asumsi yang mengisyratkan bahwa variabel

independen harus terbebas dari gejala multikolonieritas atau tidak

terjadi korelasi antara variabel independen.

Cara untuk mengetahui apakah terjadi multikolonieritas atau

tidak yaitu dengan melihat nilai tolerance dan variance inflation

(VIF). Nilai varian inflation(VIF) tidak lebih dari 10 dan nilai

tolerance tidak kurang dari 0,1 maka model dapat dikatakan terbebas

dari multikolonieritas. VIF=1/ Tolerance jika VIF=10 maka

Tolerance= 1/10=0,1

Dimana jika nilai VIF di bawah 10 maka tidak ada gejala

multikoloniaritas. Nilai VIF dapat dicari dengan rumus:

1
VIF = ................................(8)
1−𝑅 2
33

Dimana :

VIF = Variance Inflation Factor

R2 = Koefisien Determinasi

3) Uji Heteroskedastisitas

Pengujian ini memiliki tujuan untuk menguji apakah dalam

model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu

pengamatan ke pengamatan yang lain atau untuk melihat penyebaran

data. Jika variance dari residual satu pengamatan kepengamatan lain

maka disebut heteroskedastisitas.

Uji heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan Uji Gljser. Uji

glejser yaitu pengujian dengan meregresikan nilai absolut residual

terhadap variabel independen, Uji Gljser juga dapat digunakan untuk

mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas.

Suliyanto (2011:102) pengujian ini dilakukan untuk

memprediksi regresi yang digunakan cocok atau tidak. Dalam SPSS

metode yang sering digunakan untuk mendeteksi adanya

heterokedastisitas yaitu dengan metode Park meregresikan semua

variabel bebas terhadap nilai mutlak residualnya. Persamaan yang

digunakan metode Park adalah sebagai berikut:

[∪𝑖 ] = 𝛼 + 𝛽𝑥1 +∪𝑖 ...........................................(9)

Dimana :

[∪𝑖 ] = Nilai residual mutlak

X1 = Variabel Bebas
34

Jika 𝛽 signifikan maka terdapat pengaruh variabel bebas

terhadap nilai residual mutlak sehingga dinyatakan bahwa terdapat

gejala heteroskedastisitas, demikian pula sebaliknya.

4) Uji Autokorelasi

Menurut Ghozali (2011:110) uji autokorelasi bertujuan untuk

menguji apakah dalam model regresi linier ada korelasi antara

keselahan pengganggu pada periode sakarang dengan kesalahan

pengganggu pada periode sebelumnya. Uji statistik yang digunakan

untuk menguji autokorelasi adalah uji Durbin-Watson (DW) dengan

menggunakan bantuan program SPSS versi 16. Adapun kriteria uji

autokorelasi adalah sebagai berikut .

Tabel . 3
Kriterian Pengujian Autokorelasi Dengan Menggunakan
Uji Durbin Watson
No Dw Keteragan
1 <Dl Ada autokorelasi positf
2 dL s.d.Du Tanpa kesimpulan
3 dU s.d. 4-dU Tidak ada autokorelasi
4 4-dU s.d. 4-dL Tanpa kesimpulan
5 >4-dL Ada autokorelasi negatif
Sumber suliayanto (2011:127)
Keterangan : DW : Hasil Perhitungan Durbin Watson Statistik

dU : nilai batas atas (didapat dari tabel)

dL : nilai batas bawah (di dapat dari tabel)


35

c. Analisis Regresi Linear Berganda

Analisis Regresi Berganda adalah suatu metode analisa yang

digunakan untuk menentukan ketepatan prediksi dari pengaruh yang terjadi

antara variabel independen (X) terhadap variabel dependen (Y) (Arikunto,

2010: 338). Secara umum regresi linear berganda dapat dirumuskan sebagai

berikut:

Y= α + b1X1 + b2X2 +b3X3 + b4X4 + e

Dimana:

Y = Keputusan pembelian (variabel dependen)


X1 =Variabel deferensiasi produk (variabel independen)
X2 =Variabel kualitas layanan (variabel independen)
X3 =Variabel sikap konsumen (variabel independen)
X4 = Variabel kepercayaan konsumen (Variabel independen)
a = Nilai Konstanta
b1 = Koefisien regresi deferensiasi produk
b2 = Koefisien regresi kualitas layanan
b3 = Koefisien regresi sikap konsumen
b4 = Koefisien regresi Variabel kepercayaan konsumen
e = Kesalahan (error)

d. Koefisien Determinasi (R2)

Pada intinya Koefisien Determinasi (R2) digunakan untuk mengukur

seberapa jauh kemampuan model (deferensiasi produk, kualitas layanan,

Sikap Konsumen, dan kepercayaan konsumen) dalam menerangkan variasi

variabel terikat (Keputusan Pembelian).

Koefisien determinasi (adjusted R-squaere) menunjukan besarnya

variasi variabel-variabel independen dalam mempengaruhi variabel dependen.

Nilai R2 semakin besar berarti besar variasi variabel dependen yang dapat

dijelaskan oleh variasi variabel-variabel independen. Sedangkan semakin


36

kecil nilai R2 berarti semakin kecil variasi variabel dependen yang dapat

dijelaskan oleh variasi variabel-variabel independen.

Informasi yang dapat diperoleh dari koefisien determinasi R2 adalah untuk

mengetahui seberapa besar variabel independen dalam menjelaskan variabel-

variabel dependen (Ghozali, 20011:97).

Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai R2

sebesar 1 berarti suatu kecocokan sempurna, sedangkan R2 yang bernilai nol

berarti tidak ada hubungan antara variabel independen dengan variabel

dependen. Koefisien determinasi menggunakan rumus:


𝐸𝑆𝑆
R2 = 𝑇𝑆𝑆

Dimana :
ESS = Explaned Sum Square (Jumlah kuadrat yang dijelaskan)
TSS = Total Sum Square (Jumlah total kuadrat).
R2 =Koefisien determinasi

e. Pengujian Hipotesis

Perhitungan statistik disebut signifikan secara statistik apabila nilai uji

statistiknya berada dalam daerah kritis (daerah dimana Ho ditolak).

Sebaliknya disebut tidak signifikan bila nilai uji statistiknya berada dalam

daerah dimana Ho diterima (Ghozali,2011:98). Ada berapa bentuk pengujian

hipotesis yaitu sebagai berikut:

1. Uji t

Uji t pada dasarnya menunjukan seberapa jauh pengaruh satu variabel

independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel

independen (Ghozali, 2001:98). Uji statistik t ini digunakan untuk


37

memperoleh keyakinan tentang kebaikan model regresi dalam

memprediksi. Nilai t dapat diperoleh dengan menggunakan rumus (Irianto,

2010:204) sebagai berikut:

t bi
k=
sbi
Keterangan:
tk = Koefisien Nilai Tes
bi = Koefisien Regresi
Sb i = Standar Kesalahan Koefisien Regresi
Kriteria pengambilan keputusannya adalah sebagai berikut:

a) Jika thitung ≥ ttabel atau sig ≤ α = 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima,

artinya variabel bebas signifikan mempengaruhi variabel terikat

b) Jika thitung ≤ ttabel atau sig ≥α = 0,05 maka Ho diterima Ha ditolak,

artinya variabel bebas tidak signifikan mempengaruhi variabel terikat.

2. Uji F

Uji F pada dasarnya menunjukan apakah semua variabel

independen atau bebas yang dimasukan dalam model mempunyai

pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen

(Ghozali,2011:99). Cara untuk mengetahuinya yaitu dengan

membandingkan nilai F hitung dengan nilai F tabel dengan α=0.05 dengan

rumus sebagai berikut:

𝑅 2 ⁄𝑘
F hitung = (1−𝑅2 )⁄(𝑛−𝑘−1) ........ (Priyatno,2009:81)
Ketrangan :
R2 = koefisien determinasi
n = jumlah data atau kasus
k = jumlah variabel independen
Kriteria pengujian:
38

a) Jika Fhitung ≥ Ftabel atau sig ≤ α = 0,05 maka Ho ditolak dan Ha

diterima, artinya secara bersam-sama variabel bebas mempengaruhi

variabel terikat

b) Jika Fhitung ≤ Ftabel atau sig ≥ α = 0,05 maka Ho diterima Ha ditolak,

artinya secara bersama-Sama variabel bebas tidak mempengaruhi

variabel terikat.

Anda mungkin juga menyukai