Anda di halaman 1dari 193

EVALUASI IMPLEMENTASI

KEBIJAKAN LAHAN PERTANIAN


PANGAN BERKELANJUTAN (LP2B)

DIREKTORAT PANGAN DAN PERTANIAN


KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN
NASIONAL/BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL
2015
EVALUASI IMPLEMENTASI KEBIJAKAN
LAHAN PERTANIAN PANGAN
BERKELANJUTAN (LP2B)

DIREKTORAT PANGAN DAN PERTANIAN


KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN
NASIONAL/BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN
NASIONAL
2015

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________i


Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan (LP2B)

Penanggungjawab : Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam

Penyusun : Nono Rusono


Anwar Sunari
Zulfriandi
Jarot Indarto
Ali Muharam
Noor Avianto
Dini Maghfirra
Puspita Suryaningtyas
Tejaningsih
Ifan Martino
Susilawati
Dian Hersinta

Editor : Ali Muharam


Dini Maghfirra

Cover Buku : http://kadek-elda.blogspot.co.id/2012/12/subak-sistim-


pengairan-irigasi-di-bali.html
http://posronda.net/2014/08/18/selamatkan-lahan-pertanian-
peneliti-kembangkan-teknologi-sawah-anti-theft/

Direktorat Pangan dan Pertanian,Bappenas


Gedung 2A, Lantai 5
Jl.Taman Suropati No.2
Jakarta Pusat,10310
Phone: 021-319-34323
Fax:021-391-5404
Email: pertanian@bappenas.go.id

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ii


KATA PENGANTAR

valuasi pelaksanaan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) yang

E dilaksanakan tahun ini bertujuan untuk melihat sejauhmana implementasi


dari regulasi yang telah ditetapkan sejak tahun 2009 yang terdiri atas UU
41/2009 Tentang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan serta peraturan-
peraturan turunannya. Regulasi ini muncul pertama kali dari kekhawatiran
banyaknya lahan-lahan pertanian yang berubah fungsi ataupun dimiliki oleh perusahaan
asing.Evaluasi ini diharapkan dapat menghimpun informasi-informasi terbaru terkait
pelaksanan LP2B di daerah, baik dari sisi perencanaan, penetapan, pengembangan,
penelitian, pengawasan, pembiayaan, pengendalian, dan peran serta masyarakat terhadap
pelaksanaan LP2B.Hasil evaluasi atas informasi-informasi pelaksanaan LP2B tersebut
dapat dijadikan sebagai bahan dalam perumusan kebijakan LP2B sehingga kebijakan ini
dapat operasional di tingkat lapangan.

Penyusunan hasil evaluasi ini tidak lepas dari berbagai kekurangan.Oleh karena itu,
masukan, kritik, ataupun saran bagi perbaikan tulisan sangat diharapkan.Terima kasih kami
ucapkan pula kepada pihak-pihak yang membantu penyusunan laporan evaluasi LP2B ini
khususnya kepada pihak Bappeda dan Dinas Pertanian di lokasi-lokasi yang menjadi
sampel kegiatan ini.

Jakarta, Desember 2015


Direktur Pangan dan Pertanian

Nono Rusono

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________iii


Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________iv
RINGKASAN EKSEKUTIF

ektor pertanian masih menjadi sektor unggulan di Indonesia. Selain tenaga

S kerja yang terserap cukup besar, sektor ini juga masih mampu memberikan
kontribusi pendapatan yang cukup besar bagi perekonomian nasional.Akan
tetapi, permasalahan yang paling mendasar dari sektor pertanian ini adalah
semakin menyusutnya lahan pertanian akibat alih fungsi lahan.Lahan merupakan faktor
utama dalam pengembangan pertanian.Oleh karena itu, pada tahun 2009 Pemerintah
bersama-sama dengan DPR mengesahkan lahirnya Undang-Undang No.41/2009 tentang
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B).Undang-undang ini diharapkan dapat
menahan laju konversi lahan sawah khususnya sawah dengan irigasi teknis sehingga dapat
menopang ketahanan pangan nasional dan Indonesia memiliki lahan pertanian abadi.

Adapun tujuan dari kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan (LP2B) adalah untuk:
1. mengidentifikasi perkembangan dan capaian pelaksanaan kebijakan LP2B;
2. mengidentifikasi hambatan pelaksanaan kebijakan LP2B; serta
3. menganalisis dan mengevaluasi capaian pelaksanaan kebijakan LP2B serta
rekomendasi kebijakan yang diperlukan.

Metode yang digunakan dalam kajian ini adalah metode survey dengan mengambil
beberapa sampel kabupaten yang menjadi sentra pertanian padi di provinsinya masing-
masing, yaitu Aceh Tamiang (NAD), OKU Timur (Sumsel), Lamongan (Jatim), Maros
(Sulsel), Garut (Jabar), Sleman (DIY), Magelang (Jateng), Lombok Tengah (NTB), dan
Tabanan (Bali). Metode analisis yang digunakan untuk menganalisis ini didasarkan pada
UU No. 41/2009 pasal 4, yaitu:
a. Perencanaan dan Penetapan
b. Pengembangan
c. Penelitian
d. Pemanfaatan
e. Pembinaan
f. Pengendalian
g. Pengawasan
h. Sistem Informasi
i. Perlindungan dan Pemberdayaan Petani
j. Pembiayaan
k. Peranserta Masyarakat
l. Dan ditambah dengan sanksi administrasi.

Aspek-aspek di atas diukur dengan menggunakan metode kualitatif berdasarkan hasil


implementasi dari undang-undang tersebut. Selanjutnya, untuk mengukur faktor-faktor
yang berpengaruh terhadap pelaksanaan LP2B digunakan Participatory System Analysis
(PSA) yang memetakan berbagai faktor tersebut ke empat diagram, yaitu symptom, critical
element, motor/leverage, dan buffer.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________v


Hasil evaluasi atas keseluruhan aspek LP2B yang diamanatkan didalam UU No.41 Tahun
2009 terhadap kabupaten yang menjadi target lokasi kajian adalah seperti pada tabel di
bawah ini.

Tabel 1. Rekapitulasi Evaluasi Seluruh Aspek LP2B terhadap Lokasi Kajian

No Aspek LP2B Pelakasanaan


1. Perencanaan dan Penetapan Tidak direncanakan secara matang, penetapan
LP2B sebagian besar di RTRW bukan di
RDTR
2. Pengembangan Sebagian besar merupakan program rutin
bukan LP2B
3. Penelitian 5 kabupaten telah melaksanakan, 1 kabupaten
akan dilaksanakan, dan 3 kabupaten belum
melaksanakan penelitian
4. Pemanfaatan Bagian dari rutinitas bukan LP2B
5. Pembinaan Bagian dari rutinitas bukan LP2B
6. Pengendalian Insentif belum dikaitkan dengan program
LP2B
7. Pengawasan Belum ada sistem pelaporan LP2B
8. Sistem Informasi Belum ada sistem informasi LP2B
9. Perlindungan dan Pemberdayaan Petani Cenderung program rutin bukan LP2B
10. Pembiayaan Pembiayaan Penelitian LP2B oleh 3
kabupaten, sumber APBD
11. Peranserta Masyarakat Belum terlibat
12. Sansi Administrasi Belum ada sanksi

Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan LP2B dapat dikatakan
belum berjalan sebagaimana mestinya.Hal ini disebabkan berbagai kendala yang dihadapi
oleh pemerintah daerah dalam melaksanakan amanat undang–undang tersebut.Berdasarkan
seluruh aspek yang dikaji, hanya ada dua aspek yang baru dilakukan, yaitu perencanaan
dan penetapan LP2B di dalam RTRW kabupaten, dan penelitian.Aspek perencanaan dan
penetapan pun masih berada pada koridor yang tidak tepat karena ada beberapa kabupaten
menempatkan LP2B di dalam RTRW, seharusnya LP2B dan Lahan Cadangan P2B
ditempatkan di dalam Rencana Detail Tata Ruang (RDTR).

Rekapitulasi atas faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pelaksanaan LP2B di kabupaten


sampel diuraikan pada tabel di bawah ini.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________vi


Tabel 2. Faktor dan Kriteria Faktor yang Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B

Kriteria Faktor yang Berpengaruh


Wilayah
No Critical
Studi Symptom Motor/Leverage Buffer
Elements
Regulasi daerah, Data pemilik
Aceh
petunjuk teknis lahan dan
Tamiang,
terkait LP2B, kerjasama
Provinsi
1. sosialisasi LP2B, instansi
Nanggroe
basis data lahan,
Aceh
rendahnya
Darussalam
kesadaran pelaku
Hukum, Perkebunan
OKU Timur,
kepemilikan lahan, rakyat dan
Provinsi
2. dan sarana dan sosialisasi LP2B
Sumatera
prasarana usaha
Selatan
tani
Alih Fungsi Lahan Sumber air baku,
Lamongan,
dan Tataniaga jaringan irigasi,
3. Provinsi
pupuk dan harga jual
Jawa Timur
panen
Tabanan, Alih Fungsi Lahan Sikap para petani serangan hama
4. Provinsi dan Kondisi Sosial terhadap LP2B penyakit
Bali Ekonomi dan dampak
perubahan iklim

Alih fungsi, Sumber air baku,


Sleman,
tataniaga pupuk, jaringan irigasi,
5. Provinsi
dan harga jual dan harga pupuk
Yogyakarta
panen
Kelompok tani, Pemetaan
Magelang, anggaran terbatas, wilayah dan
6. Provinsi dan sarana dan insentif dan
Jawa Tengah prasarana usaha disinsentif
tani
Rendahnya Peran serta Regulasi
Lombok
kepemilikan lahan, masyarakat dalam LP2B
Tengah,
teknologi alternatif, LP2B,
Provinsi
7. dan nilai ekonomi perkembangan
Nusa
pertanian pembangunan,
Tenggara
dan hamparan
Barat
sawah tersebar
Maros, SDM Dinas Anggaran, alih Sosialisasi
Provinsi fungsi, dan dan
8.
Sulawesi investor Koordinasi
Selatan LP2B
Anggaran SDM
terbatas, alih terbatas,
Garut,
fungsi, dan dan tidak
9. Provinsi
investor melirik ada
Jawa Barat
Garut wilayah
acuan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________vii


Berdasarkan tabel di atas telah dapat diidentifikasi bahwa tiap wilayah memiliki kriteria
faktor-faktor yang berbeda.Perbedaan kriteria dari masing-masing wilayah tersebut
disebabkan berbagai faktor, seperti kurangnya sosialisasi LP2B, LP2B bukan prioritas
wilayah, koordinasi antar SKPD dan sebagainya.

Berdasarkan hasil uraian, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:


1. Secara keseluruhan, perencanaan dan penetapan LP2B di dalam RTRW dilakukan
secara sepihak oleh pemerintah, tidak didasarkan pada pendapat atau usulan dari
masyarakat. Alasannya belum memiliki informasi yang cukup untuk mensosialisasikan
LP2B ke masyarakat.
2. Luasan lahan LP2B yang ditetapkan masih pada luasan kabupaten dan paling kecil
sampai pada tingkat kecamatan karena lebih aman jika terjadi perubahan lahan
dikemudian hari
3. Ada satu wilayah telah menetapkan Peraturan Bupati tentang LP2B, yaitu Kabupaten
Tabanan, dan Kabupaten Garut dan Maros sedang menyusun peraturan tersebut.
4. Ada 6 kabupaten telah melakukan penelitian terkait dengan LP2B dengan dana APBD
dimana hasil penelitian tersebut digunakan untuk penyusunan perencanaan LP2B
5. Aspek pengembangan, pemanfaatan, pembinaan, sampai dengan aspek sanksi belum
diterapkan karena semua wilayah masih terfokus pada proses perencanaan dan
penetapan LP2B
6. Permasalahan yang muncul terkait dengan LP2B adalah kurangnya sosialisasi LP2B
baik dari pusat maupun provinsi, dan ketidakmampuan pihak kabupaten dalam
mengontrol alih fungsi lahan dan alih fungsi komoditas

Adapun rekomendasi yang dapat disarankan atas hasil kajian ini adalah sebagai berikut:

1. Sebaiknya, Pemerintah Daerah (Pemda) penyusunan rencana LP2B terlebih dahulu


sebelum ditetapkan di dalam Perda
2. Sebaiknya dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan LP2B. Kendala utama
penyebab tidak jalannya pelaksanaan LP2B harus menjadi fokus perhatian sehingga
permasalahan-permasalahan tersebut dapat diselesaikan.
3. Evaluasi pasal-pasal yang ambigu dalam UU No. 41 Tahun 2009 beserta turunannya,
terutama untuk membedakan perlakuan antara kegiatan reguler dengan kegiatan LP2B.
4. Sebaiknya dilakukan koordinasi kembali terkait LP2B, terutama di tingkat pusat, yang
dikoordinasi oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian
Perencanaan Pembangunan Nasional untuk melakukan reposisi kembali atas tugas dan
fungsi masing-masing pada program LP2B
5. Pembagian tanggung jawab antara Pemerintah Pusat dan Daerah terkait kegiatan LP2B
antara lain:
a. Kementerian Pertanian harus melakukan sosialisasi lebih intensif,
b. Pemerintah Daerah dan DPRD melakukan revisi atas peraturan-peraturan daerah
yang tidak sesuai dengan regulasi LP2B,
c. Bappeda mengkoordinasikan pembentukan Tim LP2B di daerah,
d. Pendataan petani by name by addres diperlukan sebagai salah satu instrumen
pendukung pelaksanaan program LP2B yang dikoordinasikan oleh Bappenas dan
dilaksanakan oleh Kementerian Pertanian bekerjasama dengan BPS dan
Kementerian Dalam Negeri.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________viii


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. iii


RINGKASAN KAJIAN .......................................................................................... v
DAFTAR ISI ............................................................................................................ ix
DAFTAR TABEL.................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR............................................................................................... xiii

BAB 1 PENDAHULUAN ………………………………………………………


1.1. Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2. Tujuan............................................................................................. 3
1.3. Sasaran............................................................................................ 3
1.4. Ruang Lingkup............................................................................... 3
1.5. Keluaran.......................................................................................... 3

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN ……………………………………….. 5


2.1. Land Reform, Reformasi Agraria dan Kebijakan LP2B …………. 5
2.2. Alih Fungsi Lahan ……………………………………………….. 7
2.3. Hasil-hasil Penelitian Terkait dengan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan …………………………………………………….. 10

BAB 3 METODE KAJIAN ……………………………………………….......... 17


3.1. Kerangka Kajian ............................................................................. 17
3.2. Objek Kajian................................................................................... 17
3.3. Lokasi Kajian.................................................................................. 17
3.4. Teknik Pengumpulan Data.............................................................. 18
3.5. Metode Analisis.............................................................................. 18

BAB 4 IDENTIFIKASI DAN ANALISA REGULASI……………………… 23


4.1. Identifikasi Regulasi dan Analisis Kritis Regulasi......................... 23
4.2. Analisis Regulasi LP2B.................................................................. 30

BAB 5 GAMBARAN UMUM……….………………………………………… 39


5.1. Pemetaan Penetapan LP2B di dalam RTRW................................... 39
5.2. Gambaran Umum Luasan Sawah dan Produktivitas Padi di
44
Wilayah Studi …………………………………………………….

BAB 6 EVALUASI PERKEMBANGAN DAN CAPAIAN PELAKSANAAN


LP2B……….…………………………………………………………… 47
6.1. Aspek Perencanaan dan Penetapan LP2B..................................... 47
6.2. Aspek Pengembangan LP2B......................................................... 56
6.3. Aspek Penelitian LP2B................................................................. 59
6.4. Aspek Pemanfaatan LP2B............................................................. 61
6.5. Aspek Pembinaan LP2B ............................................................... 63

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ix


6.6. Aspek Pengendalian LP2B........................................................... 65
6.7. Aspek Pengawasan LP2B............................................................. 66
6.8. Aspek Sistem Informasi LP2B...................................................... 67
6.9. Aspek Perlindungan dan Pemberdayaan Petani............................ 68
6.10. Aspek Pembiayaan........................................................................ 71
6.11. Aspek Peranserta Masyarakat pada LP2B.................................... 72
6.12. Aspek Sanksi................................................................................. 72
6.13. Rekapitulasi Evaluasi Penilaian Seluruh Aspek LP2B ................. 73
6.14. Pendapat Petani terhadap LP2B.................................................... 75

BAB 7 PERMASALAHAN DAN FAKTOR YANG BERPENGARUH


TERHADAP PELAKSANAAN LP2B……………………….............. 83
7.1. Permasalahan Pelaksanaan LP2B................................................... 83
7.2. Faktor-faktor yang Berpengaruh Atas Pelaksanaan LP2B............. 85

BAB 8 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI……………………….......... 97


8.1. Kesimpulan ..................................................................................... 97
8.2. Rekomendasi ................................................................................... 97

DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................


LAMPIRAN ............................................................................................................. 101

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________x


DAFTAR TABEL
Tabel Hal
2.1. Kebijakan LP2B di dalam RTRW Kabupaten/Kota Kajian …………… 11
3.1. Lokasi Kajian Evaluasi LP2B …………………………………………. 18
3.2. Variabel Analisis Evaluasi Implementasi LP2B………………………. 18
4.1. Analisis Undang-undang No. 41 Tahun 2009……………….................. 31
5.1. Rekapitulasi Perda RTRW yang telah Mencantumkan LP2B di Daerah 39
5.2. Data LP2B yang Melebihi dari Baku Lahan Sawah Hasil Audit……… 40
5.3. Data LP2B yang kurang dari Baku Lahan Sawah Hasil Audit………... 42
5.4. Identifikasi Wilayah Studi……………………………………………... 44
6.1. Proses Perencanaan LP2B di Wilayah Studi…………………………... 48
6.2. Penetapan Kawasan P2B dan LP2B di dalam RTDR…………………. 53
6.3. Penilaian Aspek Pengembangan Kawasan P2B dan LP2B……………. 57
6.4. Penilaian Aspek Penelitian P2B ……………………………………….. 60
6.5. Penilaian Aspek Pemanfaatan LP2B …………………………………... 62
6.6. Penilaian Aspek Pembinaan LP2B …………………………………….. 64
6.7. Aspek Pengendalian LP2B …………………………………………….. 65
6.8. Penilaian Aspek Pengawasan LP2B …………………………………… 67
6.9. Penilaian Aspek Sistem Informasi LP2B ……………………………… 68
6.10. Penilaian Aspek Perlindungan dan Pemberdayaan Petani ……………. 70
6.11. Penilaian Aspek Pembiayaan LP2B …………………………………… 71
6.12. Penilaian Aspek Peranserta Masyarakat pada LP2B ………………….. 72
6.13. Penilaian Aspek Sanksi LP2B …………………………………………. 73
6.14. Rekapitulasi Evaluasi Seluruh Aspek LP2B terhadap Lokasi Kajian … 74
6.15. Pendapat Petani Tentang LP2B ……………………………………….. 76
7.1. Permasalahan Pelaksanaan LP2B di Wilayah Studi …………………... 83
7.2. Faktor-faktor Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten Aceh
Tamiang ……………………………………………………………….. 86
7.3. Faktor-faktor Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten Oku
Timur …………………………………………………………………... 87
7.4. Faktor-faktor Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten
Lamongan ……………………………………………………………… 87
7.5. Faktor-faktor Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten
Tabanan ……………………………………………………................... 88
7.6. Faktor-faktor Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten
Lombok Tengah ……………………………………………………….. 89
7.7. Faktor-faktor Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten Garut 90
7.8. Faktor-faktor Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten
Maros …………………………………………………………………... 91
7.9. Faktor-faktor Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten
Sleman …………………………………………………………………. 92
7.10. Faktor-faktor Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten
Magelang ………………………………………………………………. 93
7.11. Faktor dan Kriteria Faktor yang Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B 95

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________xi


Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Hal
2.1. Segitiga Lokasi Weber ………………………………………………… 8
2.2. Kurva Permintaan Losch dan Kerucut Permintaan …………………… 9
3.1. Kerangka Kajian Implementasi Kebijakan LP2B …………………….. 17
3.2. Contoh Diagram Participatory Sistem Analisis (PSA) ………………... 22
5.1. Luasan Baku Sawah Wilayah Studi (Ha) ……………………………… 45
5.2. Produktivitas Lahan Sawah Wilayah Studi (Ton/Ha) …………………. 46
7.1. Hubungan antar Faktor yang Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di
Kabupaten Aceh Tamiang ……………………………………………... 86
7.2. Hubungan antar Faktor yang Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di
Kabupaten OKU Timur ………………………………………………... 87
7.3. Hubungan antar Faktor yang Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di
Kabupaten Lamongan …………………………………………………. 88
7.4. Hubungan antar Faktor yang Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di
Kabupaten Tabanan …………………………………………………… 89
7.5. Hubungan antar Faktor yang Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di
Kabupaten Lombok Tengah …………………………………………… 90
7.6. Hubungan antar Faktor yang Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di
Kabupaten Garut ………………………………………………………. 91
7.7. Hubungan antar Faktor yang Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di
Kabupaten Maros ……………………………………………………... 92
7.8. Hubungan antar Faktor yang Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di
Kabupaten Sleman …………………………………………………….. 93
7.9. Hubungan antar Faktor yang Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di
Kabupaten Magelang ………………………………………………….. 94

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________xiii


Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________xiv
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Berbicara mengenai pertanian, tidak terlepas dari lahan. Lahan merupakan faktor utama
dalam pengembangan pertanian. Sebagai negara agraris yang memiliki serapan tenaga
kerja terbanyak dibandingkan sektor ekonomi lainnya, sektor pertanian menjadi salah satu
tumpuan pembangunan nasional, khususnya dalam penyediaan pangan. Pasokan pangan
lokal menjadi tumpuan bagi penyediaan pangan nasional. Namun, seiring dengan
peningkatan jumlah penduduk, peningkatan aktivitas ekonomi, serta peningkatan
kebutuhan pangan menyebabkan upaya mencapai ketahanan pangan nasional di masa
mendatang menjadi semakin berat. Apalagi ditunjang dengan kenyataan bahwa penyediaan
pangan lokal belum mampu memenuhi permintaan pangan nasional. Hal ini disebabkan
oleh meningkatnya permintaan dan turun naiknya produksi dan produktivitas pangan
nasional. Dengan kata lain, produksi pangan sangat dipengaruhi iklim, apalagi sekarang ini
pertanian dihadapkan pada fenomena iklim yang tidak menentu sebagai akibat terjadinya
perubahan iklim (climate change).

Tantangan berikutnya yang harus dihadapi oleh sektor pertanian adalah semakin
tergerusnya lahan-lahan pertanian oleh aktivitas ekonomi manusia, terutama untuk
permukiman, pembangunan infrastruktur (jalan, bendungan, dan sebagainya), ataupun
industri. Pembangunan yang terus dilaksanakan menyebabkan banyak lahan pertanian
yang harus beralih fungsi menjadi non-pertanian. Alih fungsi lahan semakin masif terjadi
di wilayah perkotaan. Data dari Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa selama periode
Juni 1998-Juni 2003, terjadi konversi lahan sawah menjadi lahan bukan pertanian
mencapai sekitar 12,7 ribu ha, sementara konversi dari lahan pertanian bukan sawah
menjadi lahan non pertanian mencapai sekitar hampir 30 ribu ha. Harga lahan yang cukup
tinggi menjadi salah satu faktor pemicu para petani untuk melepas kepemilikan lahannya
ke investor untuk dialihfungsikan. Artinya, motif ekonomi menjadi penyebab utama dari
alih fungsi lahan. Adapun petaninya itu sendiri memanfaatkan hasil penjualan lahannya
tersebut dalam berbagai keperluan, seperti pergi ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji,
warisan, membeli lahan baru di wilayah yang jauh dari perkotaan, dan sebagainya.
Akibatnya keadaan ini menyebabkan kemampuan lahan pertanian untuk memenuhi
kebutuhan makanan bagi penduduk semakin berkurang. Apabila hal ini dibiarkan, maka
akan terjadi penurunan produksi pangan, khususnya padi. Akibatnya, kemampuan produksi
pangan lokal semakin tidak mampu memenuhi tekanan demand pangan yang cukup tinggi,
selanjutnya pemerintah akan melakukan impor atas komoditas pangan. Dampak berikutnya
adalah semakin besar anggaran pemerintah untuk pengadaan pangan impor atau terjadinya
pengeluaran sumber daya kapital ke luar negeri (capital flight).

Menyadari kondisi yang semakin mengkhawatirkan atas konversi lahan tersebut,


Pemerintah bersama-sama dengan DPR mengesahkan lahirnya Undang-Undang
No.41/2009 Tentang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B). Undang-undang ini
diharapkan dapat menahan laju konversi lahan sawah khususnya sawah dengan irigasi

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 1


teknis sehingga dapat menopang ketahanan pangan nasional. Di samping itu, pemerintah
akan memiliki lahan pertanian abadi dalam rangka penyediaan pangan karena di dalam
undang-undang tersebut dijelaskan bahwa lahan-lahan yang termasuk di dalam kategori
lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B) tidak dapat dialihfungsikan ke peruntukan
lain. Dengan kata lain, pemerintah tidak akan memberi rekomendasi alih fungsi atas tanah
yang telah ditetapkan sebagai lahan LP2B. Dengan diterbitkannya undang-undang ini,
pemerintah berharap dapat melindungi lahan-lahan pertanian pangan dari konversi lahan
dan menjadikan lahan tersebut menjadi lahan abadi bagi pertanian. Namun, tentunya
undang-undang ini tidak dapat berjalan dengan baik apabila petani sebagai pemilik lahan
tidak mengetahui keberadaan dari undang-undang tersebut.

Guna memperkuat kedudukan UU No.41/2009, selanjutnya pemerintah mengeluarkan


peraturan perundangan yang berfungsi memperjelas fungsi dan kedudukan dari undang-
undang tersebut, yaitu (i) PP No.1/2011 Tentang Penetapan dan alih Fungsi Lahan
Pertanian; (ii) PP No.12/2012 Tentang Insentif Perlindungan Lahan; (iii) PP No.25/2012
Tentang Sistem Informasi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan; dan (iv) PP No.30/2012
tentang Pembiayaan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Peraturan
perundangan tentang alih fungsi lahan di lahan LP2B hanya dapat dilakukan untuk
kepentingan publik saja sedangkan alih fungsi lainnya tidak diperkenankan. Peraturan
tentang insentif dimaksudkan bahwa pemerintah memberikan insentif kepada lahan
pertanian yang terkena LP2B berupa perbaikan prasarana dan sarana serta bantuan input
produksi sampai dengan pasca panen, misalnya jaminan harga. Sedangkan peraturan
tentang sistem informasi LP2B dimaksudkan untuk memberikan arahan bahwa penetapan
LP2B harus dapat diakses ataupun diinformasikan ke masyarakat. Adapun peraturan
tentang pembiayaan pada dasarnya menjelaskan kegiatan-kegiatan LP2B yang didanai
serta sumber pendanaannya.

Peraturan perundangan terkait dengan LP2B ini masih dapat dikatakan relevan dengan
prioritas Nawa Cita yang disebutkan di dalam RPJMN Tahun 2015-2019. Pada Nawa Cita
ke-5 disebutkan bahwa “Meningkatkan kualitas hidup manusia dan masyarakat Indonesia”.
Artinya, salah satu wujud dari peningkatan kualitas hidup adalah dengan peningkatan
kesejahteraan penduduk. Peningkatan kesejahteraan hidup petani lebih dikaitkan pada
penguasaan lahan pertanian. Oleh karena itu, prioritas ini masih memiliki relevansi dengan
upaya perlindungan petani melalui LP2B.

Akan tetapi, seiring perjalanan waktu setelah ditetapkannya UU No. 41/2009 implementasi
dari regulasi tersebut belum mampu mengimbangi alih fungsi lahan yang terus terjadi.
Disisi lain, program pencetakan sawah baru yang menjadi salah satu tupoksi Kementerian
Pertanian acap tidak mencapai target dan masih menyisakan berbagai permasalahan seperti
ketersediaan sarana pendukungnya seperti petani, irigasi, dan juga akses usaha.
Persoalannya adalah apakah informasi LP2B tersebut telah sampai pada masyarakat yang
lahannya terkena LP2B. Apakah pemerintah daerah telah mengeluarkan peraturan
perundangan daerah terkait dengan LP2B dan sebagainya.

Oleh karena itu, diperlukan suatu evaluasi atau assessment untuk melihat implementasi
kebijakan LP2B dikaitkan dengan berbagai regulasi yang telah disusun selama ini.
Evaluasi ini menitikberatkan pada amanat yang ditelah ditetapkan di dalam UU No.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 2


41/2009, yaitu dimulai pada saat perencanaan sampai dengan implementasi dari
pelaksanaan LP2B tersebut.

1.2. Tujuan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B)


bertujuan bertujuan untuk:
1. mengidentifikasi perkembangan dan capaian pelaksanaan kebijakan LP2B;
2. mengidentifikasi hambatan pelaksanaan kebijakan LP2B; serta
3. menganalisis dan mengevaluasi capaian pelaksanaan kebijakan LP2B serta
rekomendasi kebijakan yang diperlukan.

1.3. Sasaran

Adapun yang menjadi sasaran dari kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) adalah:
1. Teridentifikasinya perkembangan dan capaian pelaksanaan kebijakan LP2B dan
permasalahan yang dihadapi, dan
2. Tersusunnya rekomendasi kebijakan percepatan pelaksanaan LP2B

1.4. Ruang Lingkup

Ruang lingkup kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan


Berkelanjutan (LP2B) meliputi:
1. Identifikasi peraturan perundangan;
2. Identifikasi dan evaluasi proses pelaksanaan; dan
3. Identifikasi permasalahan dan penyusunan rekomendasi kebijakan

1.5. Keluaran

Keluaran yang diharapkan dari kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan (LP2B) adalah tersusunnya sebuah laporan Evaluasi Implementasi
Kebijakan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan termasuk didalamnya rekomendasi
kebijakan yang terkait dengan LP2B

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 3


Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 4
BAB 2
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1. Land Reform, Reformasi Agraria dan Kebijakan LP2B

Berdasarkan laporan dari Foley (2014) yang ditulis di dalam National Geographic edisi
Mei 2014 bertopik “Masa Depan Pangan” menyebutkan bahwa lahan tanpa es yang terbagi
atas dua hal, yaitu lahan yang belum tersentuh sebesar 46,5% dan lahan yang telah diubah
manusia sebesar 53,5% dari total area permukaan bumi, termasuk air, seluas 509 triliun
Km2. Luas bumi yang telah diusahakan oleh manusia terbagi atas dua hal, yaitu untuk
pertanian seluas 50 triliun meter persegi (38,6%) dan lainnya seluas 19 triliun meter
persegi (14,9%). Lahan pertanian dimanfaatkan untuk penggembalaan dan lahan tanam,
sedangkan lahan lainnya terdiri dari lahan yang tergerus karena erosi, perumahan dan
bisnis pedesaan, area perkotaan, hutan tanaman, pembalakan, dan pertambangan, tambang
terbuka, jalanan, rel kereta api, penampungan air. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa
lahan pertanian mendominasi area bumi saat ini. Artinya, seluruh lahan tersebut
dimanfaatkan untuk penyediaan pangan bagi milyaran penduduk di muka bumi. Data
tersebut dapat menjelaskan bahwa lahan pertanian sangat krusial bagi penghidupan
penduduk dunia.

Seperti diketahui bahwa tanah memiliki dua sisi perspektif, yaitu sebagai barang ekonomi,
dan objek budaya yang memiliki nilai ikatan spiritual (Husein, 2014). Sebagai barang
ekonomi, tanah atau lahan dapat dimanfaatkan secara langsung untuk penghidupan, baik
untuk pertanian, permukiman, usaha, fasilitas publik dan sebagainya. Di sisi lainnya, lahan
dapat dialihkan status kepemilikannya dari satu orang/lembaga ke orang/lembaga lainnya,
atau dengan kata lain, lahan sebagai objek yang dapat diperjualbelikan sesuai peraturan
perundangan yang berlaku. Oleh karena lahan sebagai objek yang dapat dialihkan
statusnya atau diperjualbelikan, dan dapat dialihfungsikan dari pertanian ke non-pertanian,
hal ini yang menjadi titik dasar terjadinya permasalahan pertanahan hampir di seluruh
negara di dunia. Permasalahan yang muncul berikutnya adalah kesenjangan dalam
kepemilikan lahan. Orang-orang berkapital melakukan akuisisi atas lahan-lahan yang
dimiliki oleh orang-orang yang tergolong miskin atau berketidakmampuan, sehingga
terjadinya ketimpangan atas distribusi lahan. Hal ini menimbulkan gagasan di dunia untuk
melakukan “Land Reform”.

Sejarah Land Reform pertama kali dilakukan di jaman Yunani Kuno pada pemerintahan
Solon, 594 tahun Sebelum Masehi (Heryanti, 2011). Selanjutnya, melalui tonggak-tonggak
sejarah: “land reform” berhasil diterapkan di jaman Romawi Kuno (134 SM) oleh Tiberius
Gracchus; gerakan pencaplokan tanah-tanah pertanian oleh peternak di Inggris, selama ±5
abad; dan Revolusi Perancis (1789 – 1799), maka sejak itu hampir semua negara-negara di
Eropa melakukan “land reform”. Apalagi setelah Perang Dunia Kedua, terjadi
pembaharuan pertanahan di dunia. Dalam perkembangannya reforma agraria mengalami
perkembangan dan perubahan dimana ada negara yang berhasil dan membawa perubahan
dalam perkembangan pembangunan dalam negaranya namun ada pula yang gagal.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 5


Selanjutnya, program land reform pertama kali dipopulerkan oleh Amerika Serikat melalui
Bank Dunia, yang kemudian menyebar ke Asia,Afrika, dan Amerika Latin.

Pengertian land reform menurut Cohen (1978) adalah redistribusi tanah sebagai upaya
perbaikan struktur penguasaan dan kepemilikan lahan di tengah masyarakat sehingga
kemajuan dapat diraih dan lebih menjamin keadilan. Adapun reformasi agraria adalah
suatu upaya yang sistematik, terencana, dan dilakukan secara relatif cepat dalam jangka
waktu tertentu dan terbatas, untuk menciptakan kesejahteraan dan keadilan sosial serta
menjadi pembuka jalan bagi pembentukan masyarakat “baru” yang demokratis dan
berkeadilan yang mulai dengan langkah menata ulang penguasaan, penggunaan, dan
pemanfaatan tanah dan kekayaan alam lainnya, kemudian disusul oleh sejumlah program
pendukung lain untuk meningkatkan produktivitas petani khususnya dan masyarakat pada
umumnya (Bachriadi, 2007). Berdasarkan kedua pengertian tersebut, terjadi perbedaan
pengertian antara land reform dan reformasi agraria yang diterapkan di Indonesia.
Reformasi agraria di Indonesia di mulai pada tahun 1948 dengan dibentuknya Panitia
Agraria Yogyakarta melalui Penetapan Presiden No. 16 Tahun 1948. Selanjutnya,
perjuangan untuk mensahkan regulasi tentang agraria terus dilakukan, dan akhirnya pada
tahun 1960 Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) disahkan menjadi Undang-undang
No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria tanggal 24 September
1960. Baik land reform ataupun reformasi agraria lebih cenderung pada satu konsep, yaitu
redistribusi penguasaan dan pemilikan tanah yang berkeadilan.

Kaitan UUPA dengan pertanian, disebutkan pasal 7 dan 17 UUPA dimana terdapat
pembatasan penguasaan dan pemilikan tanah, serta batas-batas maksimum pemilikan
tanah. Pasal tersebut mendasari terbentuknya Undang-undang No. 56 Prp Tahun 1960
tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian dan PP No. 224 Tahun 1961 tentang Pelaksanaan
Pembagian Tanah Pertanian dan Pembagian Ganti Rugi. Pada dasarnya undang-undang
tersebut mengatur 3 masalah pokok, yaitu (1) penetapan luas maksimum penguasaan
tanah, (2) gadai tanah, dan (3) luas maksimum tanah pertanian (Mungkasa, 2014). Akan
tetapi, undang-undang landreform ini tidak dapat diterapkan di Pulau Jawa karena luas
lahan yang akan dibagikan tidak cukup. Berdasarkan Heryanti (2001) disebutkan bahwa
sejak tahun 1961 sampai dengan 2002, setidak-tidaknya sebanyak 840.227 hak tanah
obyek landreform sudah didistribusikan kepada 1,328 juta lebih keluarga petani yang
tersebar diseluruh Indonesia. Inti dari reformasi agraria ini adalah dalam rangka
peningkatan produksi pertanian melalui redistribusi tanah dan peningkatan taraf hidup
petani.

Bagaimana halnya kaitan antara UUPA dan UU No. 41 Tahun 2009 tentang LP2B. Kaitan
keduanya adalah saling melengkapi dimana Reformasi Agraria menetapkan luasan
kepemilikan dan penguasaan lahan, sedangkan UU LP2B lebih kepada upaya
mempertahankan status luasan lahan pertanian produktif agar tidak terjadi konversi lahan
ke non-pertanian, meskipun lahan tersebut dapat dialihkan status kepemilikan dan
kepenguasaannya, namun fungsinya tetap sebagai lahan pertanian. Basisnya adalah bahwa
pemerintah akan memagari lahan-lahan pertanian dan pangan agar tidak terjadi penyusutan
lahan-lahan tersebut sebagai akibat adanya konversi lahan pertanian menjadi non-
pertanian.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 6


2.2. Alih Fungsi Lahan

Sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa lahan atau tanah memiliki dua
perspektif, yaitu sebagai objek ekonomi dan objek budaya. Sebagai objek ekonomi, lahan
menjadi barang yang dapat dialihkan status kepemilikan dan penguasaannya atau dapat
diperjualbelikan karena memiliki nilai tukar. Tanah seringkali dijadikan sebagai barang
tabungan karena nilai objek tersebut tidak pernah turun bahkan cenderung meningkat dari
tahun ke tahun. Oleh karena itu, perorangan yang memiliki lahan yang cukup luas berarti
orang tersebut dapat dikatakan kaya.

Teori yang berkaitan erat dengan alih fungsi lahan adalah teori lokasi. Dalam laporan ini,
ada dua teori yang diungkap, yaitu teori Weber dan Losch. Kedua teori ini memiliki
prinsip yang sama dalam penentuan lokasi adalah adanya biaya terkecil. Penentuan lokasi
merupakan salah satu aspek penting dalam perencanaan pra- produksi sebab pemilihan
lokasi yang salah akan berdampak pada ketidakberhasilan usaha pertanian bahkan bisa
menimbulkan kebangkrutan pada usaha yang telah diinvestasikan. Untuk usaha agribisnis
yang berskala kecil mungkin saja pemilihan lokasi bukan merupakan prioritas utama
karena umumnya produksi dilakukan di daerah domisili para petani. Akan tetapi, jika
usaha agribisnisnya berskala besar, seperti dalam bentuk perusahaan, yang dikelola oleh
perusahaan dengan modal investasi yang cukup besar, maka aspek lokasi mempunyai
pengaruh yang cukup besar terhadap keberhasilan dan kesinambungan usaha.

Pengambilan keputusan tentang penentuan lokasi usaha oleh perusahaan terkait dengan
memaksimalkan keuntungan yang akan diperoleh terutama dalam meminimalisasi biaya
produksi (cost of production) dan biaya transportasi. Ada tiga hal yang menjadi
pertimbangan perusahaan dalam menentukan lokasi, yaitu kemudahan dalam pengumpulan
input produksi, proses produksi, dan pemasaran (Budiharsono, 1988).

Pertama, pertimbangan kemudahan dalam input produksi lebih ditekankan pada kedekatan
lokasi dengan sumber input produksi dan tenaga kerja. Ada dua sumber input produksi,
yaitu input lokal dan input yang dapat ditransfer. Input lokal adalah semua barang dan jasa
yang menjadi potensi sumberdaya dari lokasi tersebut. Input lokal ini tentunya didukung
oleh faktor-faktor lain sehingga potensi sumberdaya tersebut berlimpah di daerah itu,
seperti lahan, iklim, kualitas udara, kualitas air, keadaan lingkungan, infrastruktur jalan,
telekomunikasi, kelistrikan, dan sebagainya. Selanjutnya, input yang dapat ditransfer
adalah input produksi yang dapat ditransfer dari sumber-sumber di luar suatu lokasi atau
dari lokasi tersebut ke luar lokasi. Dengan adanya input yang dapat ditransfer dari dan ke
luar lokasi merupakan pencerminan adanya biaya transfer atau biaya transportasi.

Kedua pertimbangan terhadap lokasi produksi didasarkan pada pertimbangan biaya


terkecil. Pertimbangan lokasi produksi berdasarkan pada biaya terkecil dimaksudkan agar
perusahaan dapat mengurangi biaya yang tidak perlu dikeluarkan. Seperti halnya di
beberapa daerah di Indonesia, ongkos untuk pendirian usaha relatif cukup besar karena
banyak sekali pungutan dan biaya diluar perijinan pendirian usaha, seperti biaya
penghubung dan biaya percepatan perijinan. Di samping itu, perusahaan juga harus
meminimalkan biaya transportasi dengan penentuan lokasi tersebut karena masih
terdapatnya beberapa pungutan di jalan, baik atas nama PAD (penerimaan asli daerah)
disuatu wilayah ataupun untuk kelancaran transportasi. Beberapa penelitian telah

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 7


membuktikan betapa besarnya biaya transportasi yang harus dikeluarkan oleh perusahaan
untuk mendistribusikan barangnya ke wilayah lain. Bila kondisi ini terus dibiarkan dan
bahkan dipelihara, maka akan banyak perusahaan yang hengkang dari lokasi tersebut
bahkan banyak tidak akan memilih berinvestasi di lokasi itu karena pertimbangan tersebut
di atas.

Selain, biaya pembuatan perijinan yang murah, alternatif pemilihan lokasi juga ditentukan
oleh biaya transportasi. Berdasarkan Alfred Weber yang dikutip oleh Budiharsono (1988)
dan Richardson (1972) mengungkapkan bahwa pendekatan biaya terkecil sebagai salah
satu alternatif pemilihan lokasi. Dasar Teori Weber adalah bahwa penentuan lokasi untuk
suatu usaha didasarkan atas biaya transportasi terkecil atau meminimumkan biaya
transportasi. Weber mengemukakan ada tiga faktor utama yang mempengaruhi lokasi
usaha, yaitu biaya transportasi, biaya tenaga kerja, dan kekuatan aglomerasi (terpusatnya
industri yang memproduksi komoditas yang sama). Weber mengasumsikan bahwa biaya
transportasi berbanding lurus dengan jarak yang ditempuh dan berat barang sehingga titik
yang membuat biaya terkecil adalah bobot total pergerakan pengumpulan berbagai input
dan pendistribusian adalah minimum. Weber menggambarkan teorinya dengan segitiga
lokasi (lihat Gambar 2.1), di mana titik lokasi optimum (T) adalah titik keseimbangan
antara sumber bahan-bahan mentah (M1 dan M2) dengan pasar (Mk). Untuk menunjukkan
bahwa lokasi tersebut optimum terhadap sumber-sumber input produksi dengan pasar,
Weber mengemukakan suatu indeks yang disebut dengan indek bahan (material index)
yang dirumuskan sebagai berikut:

Berat Bahan Mentah Lokal


Indeks Bahan =
Berat Produk Akhir
X
Keterangan:
Mk
T = Lokasi usaha optimum

a M1 & M2 = Sumber bahan mentah

Mk = Pasar
T
b cx,y,z = bobot dari input atau output

M1 a,b,c M2= jarak antara lokasi input

Y dengan pasar
Z
Gambar 2.1.
Segitiga Lokasi Weber

Bila indeks bahan lebih dari satu (> 1) artinya bahwa perusahaan tersebut lebih berorientasi
ke bahan mentah (material oriented). Sedangan bila nilai indeks bahannya kurang dari satu
(< 1) berarti perusahaan tersebut lebih berorientasi kepada pasar (market oriented). Teori
Weber tersebut mempunyai kelemahan sebagai berikut:

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 8


1. Diasumsikan bahwa biaya transportasi dan biaya produksi bersifat konstan,
2. Tidak memperhatikan faktor kelembagaan, seperti kebijakan pemerintah berupa pajak
lokal,
3. Terlalu menekankan pada sisi input.
Terlepas dari kelemahan teori tersebut, Teori Weber dapat dimanfaatkan dengan
menggunakan asum-asumsi dari kelemahan teorinya.

Ketiga pemilihan lokasi berdasarkan kedekatan dengan pasar. Pendekatan lokasi


berdasarkan kedekatan dengan pasar diungkapkan oleh Losch yang menggunakan
pendekatan Kerucut Permintaan yang diturunkan menjadi kurva permintaan. Teori Losch
tersebut dikenal dengan teori Loschian Demand Curve atau kurva permintaan Losch
(Gambar 2.2). Teori Losch memperbaiki Teori Weber dengan beberapa asumsi perbaikan
sebagai berikut:
1. Penyebaran faktor input merata, seperti penyebaran bahan baku, tenaga kerja, dan
modal,
2. Penyebaran/kepadatan penduduk merata,
3. Selera masyarakat diasumsikan sama,
4. Tidak ada ketergantungan lokasi antar perusahaan, seperti yang diungkapkan oleh
Weber bahwa lokasi mempunyai kekuatan bila terjadi aglomerasi perusahaan.

Harga
Kurva
F
Q
Permintaan

S
R S P

R
P Q
F
O Kuantitas/ Jumlah
Barang (Q)

Gambar 2.2
Kurva Permintaan Losch dan Kerucut Permintaan

Pada kurva permintaan Losch diungkapkan bahwa pusat pasar adalah O sedangkan lokasi
yang berdekatan dengan pasar adalah P. Harga persatuan barang adalah OP dengan
permintaan sebesar PQ. Agak jauh dari pusat pasar, misalkan saja titik R, biaya
pengangkutan menyebabkan harga persatuan barang meningkat menjadi OR dengan
permintaan RS. Jauh dari pusat pasar, misalnya titik F, biaya pengangkutan menyebabkan
harga per satuan barang menjadi sangat tinggi sehingga permintaan sama dengan nol.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 9


Berdasarkan ilustrasi di atas dapat disimpulkan bahwa bila lokasi perusahaan tersebut
dekat dengan sumber input produksi atau pasar, maka biaya pengangkutan dapat
diminimalisasi oleh perusahaan. Tetapi bila lokasi perusahaan tersebut berjauhan dengan
sumber input produksi atau pasar, maka biaya transportasipun akan meningkat dan biaya
tersebut akan dibebankan pada produk yang dijual.

Uraian di atas mencoba menggambarkan pemilihan lokasi lebih ditekankan pada


minimalisasi biaya transportasi baik terhadap input produksi dan maupun terhadap
penjualan output ke pasar. Oleh karena itu dapat disimpulkan beberapa hal yang
mempengaruhi dalam pemilihan lokasi, yaitu:
1. Kedekatan dengan sumber input produksi,
2. Kedekatan dengan lokasi pemasaran,
3. Ketersediaan sumber tenaga kerja, baik dalam hal jumlah, spesifikasi, dan kualitas
tenaga kerja.
4. Kebijakan mengenai upah regional,
5. Ketersediaan sarana dan prasarana fisik penunjang, seperti transportasi, komunikasi,
penerangan, pengairan, dan sebagainya.
6. Insentif wilayah dalam hal kemudahan birokrasi terutama dalam perijinan usaha.

Berdasarkan kedua teori di atas dapat ditunjukkan pemilihan lokasi dalam rangka
pengembangan usaha ditentukan berdasarkan kedekatan dengan sumber bahan baku
produksi, pasar, dan biaya transfer. Hal tersebut dapat mempengaruhi keputusan individu,
kelompok, atau lembaga yang memiliki lahan dalam melepas status lahannya, terutama
jika lahan tersebut memiliki nilai jual yang tinggi.

2.3. Hasil-hasil Penelitian Terkait dengan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

Pada bagian ini diuraikan beberapa hasil penelitian terkait dengan implemtasi Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B). Ada tiga fokus pembahasan yang dihasilkan oleh
para peneliti sebelumnya, yaitu Implementasi Kebijakan LP2B, LP2B di dalam RTRW,
pemetaan LP2B, dan tanggapan petani terhadap LP2B. Hasil-hasil penelitian ini
diharapkan dapat memberikan gambaran pelaksanaan dari kebijakan LP2B seperti yang
diamanatkan dalam Undang-undang No. 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan.

Adapun penjelasan dari hasil-hasil penelitian terdahulu diuraikan di bawah ini:

1. Pelaksanaan Kebijakan LP2B

Kebijakan LP2B yang telah diundangkan melalui UU No. 41 Tahun 2009 menjadi kajian
menarik untuk diteliti. Salah satu peneliti yang membahas tentang pelaksanaan kebijakan
LP2B di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah dilakukan oleh Handari (2012) dan
menyimpulkan hal-hal sebagai berikut:
1. Pelaksanaan kebijakan perlindungan LP2B di Kabupaten Magelang baru sebatas
proses identifikasi lahan, dimana ditetapkan luas lahan pertanian berkelanjutan adalah
42.079,00 hektar yang terdiri dari lahan sawah dan lahan kering dan tersebar di 21
kecamatan di dalam Rencana Tata Ruang (RTR) Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 10


Berkelanjutan (LP2B) Bappeda Kabupaten Magelang. Hasil ini merupakan hasil
identifikasi dari data sawah lestari dari Kementerian Pertanian, sebaran lahan sawah
dari Badan Pertanahan Nasional, RTRW Kabupaten Magelang tahun 2010-2030, studi
interprestasi citra satelit Kabupaten Magelang tahun 2010, dan hasil survey tahun
2012.
2. Beberapa faktor yang mempengaruhi pelaksanaan kebijakan LP2B, yaitu sosialisasi,
petugas, dana, respon implementor, pemahaman terhadap kebijakan, peraturan
pendukung, Standard Operating Procedure (SOP), koordinasi antar instansi, tingkat
pendidikan, usia, kepemilikan lahan, alasan konversi, dukungan publik dan komitmen
pelaksana, menunjukkan hasil yang tidak signifikan. Sebagaimana telah disimpulkan
pada point 1 bahwa implementasi LP2B di Kabupaten Magelang baru sampai pada
tahap identifikasi lokasi dan belum ada suatu peraturan daerah yang mengatur tentang
hal tersebut.
3. Hasil analisis Analytical Hyrarchy Process (AHP) menunjukkan bahwa alternatif
strategi yang menjadi prioritas dalam perlindungan lahan pertanian berkelanjutan di
Kabupaten Magelang adalah dari aspek ekologi. Hal ini sangat terkati erat dengan
upaya pelestarian lingkungan dan kebijkaan LP2B mensyaratkan adanya upaya
konservasi tanah dan air, karena dampak dari kerusakan tanah berakibat pada
ketidakberlanjutan pertanian.

2. Kesesuaian LP2B di dalam RTRW

Sesuai dengan amanat UU No. 41 Tahun 2009, kebijakan LP2B harus ditetapkan di dalam
RTRW kabupaten/kota. Berdasarkan hasil kajian dari Direktorat Jenderal Prasarana dan
Sarana Pertanian, Kementerian Pertanian di tahun 2013 dan 2014 tentang Kajian
Inventarisasi LP2B dihasilkan hal-hal sebagai berikut.

Tabel 2.1. Kebijakan LP2B di dalam RTRW Kabupaten/Kota Kajian

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 11


Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 12
Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 13
Berdasarkan kajian di atas, tidak ada penjelasan mengenai penetapan LP2B di dalam
RTRW tersebut apakah sebelum ditetapkan LP2B tersebut disosialisasikan ke masyarakat
atau tidak. Selanjutnya juga tidak dijelaskan apakah LP2B yang ditetapkan tersebut telah
mengakomodasi usulan dari masyarakat yang terkena LP2B atau tidak. Kajian-kajian di
atas lebih memfokuskan pada penetapan LP2B di RTRW dan kesesuaiannya dengan
pemetaan sawah hasil audit 2012.

3. Pemetaan LP2B

Kajian Pemetaan LP2B di Kabupaten Purworejo dilakukan oleh Sakti, dkk (2013). Pada
penelitian ini dijelaskan bahwa terjadi alih fungsi lahan sawah ke non sawah dengan rata-
rata sebesar -0,0956% pertahun dari 2007–2011. Luas lahan sawah pada Tahun 2007
adalah 30.621,04 ha, namun di Tahun 2011 menjadi 30.504,02 ha atau terjadi penyusutan
seluas 117,2 ha selama 5 tahun atau rata-rata 24 ha lahan sawah dikonversi per tahun.
Adapun konversi pada lahan kering sebesar -0,0005% pertahun. Luas lahan kering di
Tahun 2007 tecatat seluas 51.598,15 ha, sedangkan pada Tahun 2011 tercatat seluas
51.597,13 ha. Jadi, terjadi konversi lahan 1 hektar selama 5 tahun. Artinya, laju konversi
lahan kering lebih lambat dibandingkan dengan lahan sawah.

Di dalam penelitian ini juga dijelaskan bahwa terdapat perbedaan antara hasil perhitungan
peta present landuse (2010) (data primer) dengan luas dari Perda Pemkab Purworejo No.
27/2011, BPS (2010) dan BPN (2010). Total luas lahan pertanian hasil analisis peta
present landuse adalah 38.561,82 ha; terdiri dari 27.850,18 ha lahan sawah (lowland) dan
10.711,00 ha lahan kering (upland). Pasal 52 ayat 2 Perda No. 27/2011 menyebutkan
bahwa total kawasan pertanian pangan Purworejo 40.149 ha, terdiri dari 29.891 ha untuk
lahan basah dan 10.258 ha lahan kering; sedangkan BPN Kabupaten Purworejo mencatat
luas lahan sawah Tahun 2010 adalah 30.505,46 ha, dan menurut BPS (2010) seluas
30.626,99 ha. Adapun hasil analisis penentuan luas kawasan pertanian pangan yang
dituangkan dalam bentuk peta LP2B dan LCP2B di Kabupaten Purworejo adalah total luas
kawasan pertanian pangan adalah 38.562 ha terdiri dari lahan basah 27.850 ha dan lahan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 14


kering 10.712 ha. Perbedaan ini disebabkan berbedanya kriteria-kriteria yang diterapkan
oleh masing-masing instansi ataupun yang melakukan penelitian.

Kajian lainnya yang terkait dengan pemetaan LP2B, LCP2B, dan KP2B dengan
menggunakan data citra penginderaan jauh dilakukan oleh Barus, dkk (2012) di Kabupaten
Garut dan Bogor menghasilkan penelitian sebagai berikut:
1. Secara umum Kabupaten Garut termasuk yang surplus lahan sawah, sedangkan
Kabupaten Bogor termasuk daerah yang defisit lahan sawah.
2. Hasil kajian ini berhasil mengidentifikasi bahwa penetapan kawasan pertanian pangan
berkelanjutan hanya mampu menyelamatkan lahan sawah sebesar 25% dari total area
sawah yang teridentifikasi.
3. Kesimpulan yang diperoleh dari hasil kajian ini adalah:
a. Penyebab lahan pangan belum terlindungi antara lain karena keterbatasan data
yang tersedia untuk pengambilan keputusan. Ketersediaan data lain untuk
penentuan lahan yang dilindungi bervariasi antar wilayah. Selain itu,
keterlambatan penyelamatan lahan pangan juga terkait dengan pertimbangan
ekonomi dan politis yang ada di kabupaten.
b. Variabel yang selama ini digunakan untuk penentuan prioritas lahan pangan yang
dilindungi perlu dijelaskan sampai proksi operasional yang spesifik. Pilihan
proksi operasional harus mempertimbangkan karakteristik lokal wilayah yang
sangat bervariasi. Oleh karena itu proksi ini tidak harus diseragamkan dalam
bentuk aturan di level pusat.
c. Upaya pembangunan basis data spasial harus dilakukan oleh pemerintah daerah
untuk dapat mengidentifikasi secara persis lokasi lahan pangan yang akan
menjamin tercukupinya kebutuhan pangan masa depan. Dukungan teknologi
penginderaan jauh dan sistem informasi geografis akan mempermudah proses
pemantauan dinamik penggunaan lahan, proses pembaruan dan analisis spasial
yang dibutuhkan secara lebih cepat dan lebih akurat.

4. Tanggapan Petani terhadap LP2B

Respons petani terhadap implementasi LP2B sangat penting diketahui karena masyarakat
yang terkena LP2B, lahannya tidak dapat dialihfungsikan ke non pertanian pangan, namun
lahannya dapat dijual dengan tetap status lahannya adalah lahan pertanian pangan.
Penelitian tentang tanggapan petani atas kebijakan LP2B dilaksanakan oleh Rantini dan
Prabatmodjo (2014) di Kabupaten Bandung dengan hasil penelitian sebagai berikut:
1. Sebanyak 68,6% responden menyatakan tidak akan pernah mengalihfungsikan lahan
sawah milik, meskipun sistem tumpang sari memungkinkan 52,4 % responden
menanam komoditas selain padi di lahan sawah tersebut.
2. Pandangan responden atas kesediaan untuk memelihara jaringan irigasi,
meningkatkan kesuburan tanah, mencegah kerusakan lahan, dan memelihara jalan
usahatani menunjukkan kesediaan mereka untuk memeliharanya.
3. Pandangan mereka atas insentif terhadap LP2B (walaupun belum ada ketetapan
insentif di lokasi penelitian) menunjukkan bahwa 80% responden membutuhkan
insentif tersebut kecuali insentif yang berbentuk penghargaan terhadap petani
berprestasi tinggi. Hanya 54,3% yang menyatakan memerlukan insentif atas petani
berprestasi.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 15


4. Tanggapan responden atas lahan-lahan mereka yang telah masuk di dalam LP2B,
namun telah dialihfungsikan, maka mereka menjawab 74,3% responden tidak sanggup
mengganti infrastruktur pertanian yang telah diinvestasikan oleh pemerintah. Di
samping itu, sebanyak 79,1% responden juga menyatakan tidak akan sanggup
mengganti sawah seluas 3 kali lipat sawah yang telah dialihfungsikan.
5. Hasil temuan lainnya dari penelitian ini adalah sekitar 80% responden mengatakan
bahwa jika di daerah mereka industri semakin berkembang seperti saat ini, maka
kemungkinan besar mereka harus mengalihfungsikan lahan sawah milik mereka atau
bahkan menjualnya, karena cepat atau lambat sawah mereka akan terkontaminasi oleh
limbah pabrik yang mengakibatkan tidak lagi layak ditanami padi atau tanaman
lainnya. Dengan menjual lahan sawahnya tersebut, harapan petani adalah memberikan
keuntungan kepada mereka dengan membeli lahan lebih luas dibandingkan yang
mereka miliki sekarang di tempat yang lain atau dengan kata lain, petani dapat
memperoleh keuntungan besar dengan menjual lahannya.
6. Tanggapan petani terhadap pemberlakuan disinsentif atas sanksi pengalihfungsian
lahan adalah sebanyak 64,8% menolak diberlakukannya sanksi pidana terhadap petani
yang melakukan alih fungsi lahan karena sawah sepenuhnya merupakan hak petani
pemilik lahan.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 16


BAB 3
METODE KAJIAN
3.1. Kerangka Kajian

Kerangka kajian Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan


(LP2B) dilakukan untuk mengetahui sejauhmana kebijakan tersebut diterapkan di daerah
karena kebijakan ini telah diterbitkan pada 6 tahun yang lalu melalui UU No. 41 Tahun
2009. Kajian evaluasi ini juga sekaligus untuk mengetahui berbagai hambatan atas
pelaksanaan dari LP2B tersebut. Adapun kerangka pikir dari kajian ini adalah seperti pada
Gambar 3.1.

Penetapan
Identifikasi Lokasi
Peraturan Evaluasi
Perundangan Inventarisasi
LP2B Faktor-Faktor Pengumpulan Evaluasi
Evaluasi terkait Data di Pusat Implementasi
dengan dan Lokasi LP2B
Studi Literatur Pelaksanaan LP2B
tentang LP2B
Analisis Data
dan Informasi

Gambar 3.1
Kerangka Kajian Implementasi Kebijakan LP2B

3.2. Objek Kajian

Ada dua objek kajian yang menjadi bahan bagi evaluasi pelaksanaan kebijakan LP2B
adalah Instansi Pemerintah khususnya Dinas Pertanian/Tanaman Pangan dan Bappeda di
tingkat kabupaten, serta Kelompok Tani.

3.3. Lokasi Kajian

Adapun lokasi yang menjadi tujuan dari penelitian ini didasarkan pertimbangan sebagai
bahwa lokasi kajian di tingkat kabupaten merupakan sentra-sentra tanaman pangan,
khususnya padi.

Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka disusunlah lokasi kajian seperti pada tabel
berikut ini

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 17


Tabel 3.1. Lokasi Kajian Evaluasi LP2B

No Provinsi Kabupaten/Kota Keterangan


1. Aceh Kabupaten Aceh Tamiang Sentra padi
2. Sumatera Selatan Kabupaten OKU Timur Sentra padi
3. Jawa Tengah Kabupaten Magelang Sentra padi
4. Jawa Timur Kabupaten Lamongan Sentra padi
5. Jawa Barat Kabupaten Garut Sentra padi
6. Nusa Tenggara Barat Kabupaten Lombok Tengah Sentra padi
7. Daerah Istimewa Yogyakarta Kabupaten Sleman Sentra padi
8. Sulawesi Selatan Kabupaten Maros Sentra padi
9. Bali Kabupaten Tabanan Sentra padi

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer
adalah data yang diperoleh langsung berdasarkan hasil wawancara ataupun melalui Focus
Group Discussion (FGD). Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari
berbagai instansi yang terkait dengan penelitian, seperti Dinas Tanaman Pangan
Kabupaten, BPS Kabupaten, BPS, dan Kementerian Pertanian.

3.5. Metode Analisis

Variabel Evaluasi LP2B

Aspek-aspek evalusi yang menjadi dasar analisis pada kajian ini didasarkan pada Undang-
Undang No. 41 Tahun 2009. Atas dasar undang-undang tersebut, ada 12 variabel yang
dianalisis pada evaluasi implementasi LP2B, seperti pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2. Variabel Analisis Evaluasi Implementasi LP2B

No Variabel Evaluasi Uraian Evaluasi


1. Perencanaan dan Penetapan • Perencanaan: 1). lahan yang direncanakan itu
adalah kawasan P2B, lahan P2B, dan lahan
cadangan P2B; 2). Usulan LP2B
didesiminasikan ke masyarakat
• Penetapan: 1). Ditetapkan dalam peraturan
daerah kabupaten (Bupati); 2). LP2B
tercantum di dalam RTRW kabupaten
2. Pengembangan • Intensifikasi: peningkatan kesuburan, bibit,
teknologi, diversifikasi, HPT, penyuluhan,
modal, inovasi , irigasi
• Ekstensifikasi: cetak sawah, lahan pertanian
menjadi LP2B, dan alih fungsi lahan dari non-

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 18


No Variabel Evaluasi Uraian Evaluasi
pertanian menjadi LP2B
3. Penelitian • Penelitian atas LP2B terutama evaluasi lahan
LP2B yang telah ditetapkan dan lahan
cadangan untuk ditetapkan menjadi LP2B
4. Pemanfaatan • Pemda melakukan perlindungan dan
pelestarian sumber daya lahan dan air;
pengelolaan kualitas lahan dan air;
pengendalian pencemaran
• Pemilik lahan: 1). Memanfaatkan lahan sesuai
peruntukkan; 2). Mencegah kerusakan irigasi;
3) menjaga kesuburan; 4). Mencegah
kerusakan lahan; 5) Memelihara kelestarian
lingkungan
5. Pembinaan • Koordinasi, sosialisasi, surpervisi dan
konsultasi, pendidikan dan pelatihan,
diseminasi informasi
6. Pengendalian • Insentif (keringanan pajak PBB,
pengembangan infrastruktur, pengembangan
benih unggul, dan kemudahan akses dan
informasi, penyediaan sarana dan prasarana
pertanian; penerbitan sertifikat lahan;
penghargaan; dan disinsentif (diatur dalam PP
30/2012 pasal 20-22)
7. Pengawasan • Pelaporan, pemantauan, dan evaluasi
8. Sistem informasi • Ketersediaan data yang dapat diakses oleh
masyarakat yang meliputi kawasan P2B
ditetapkan dalam RTRW, LP2B ditetapkan
dalam RTRW, Lahan cadangan P2B
ditetapkan oleh Bupati, dan tanah terlantar dan
subyeknya
9. Perlindungan dan • Perlindungan: 1). Jaminan harga, sarana dan
Pemberdayaan Petani prasarana, serta pemasaran hasil pertanian,
pengutamaan hasil pertanian pangan untuk
kebutuhan dalam negeri, dan ganti rugi gagal
panen; 2). Jaminan sosial bagi petani kecil
melalui jaminan sosial nasional
• Pemberdayaan: penguatan kelembagaan,
penyuluhan dan pelatihan, fasilitas sumber
pembiayaan, bantuan kredit kepemilikan
lahan pertanian, pembentukan bank bagi
petani, fasilitas pendidikan dan kesehatan bagi
rumah tangga petani, aksesibilitas terhadap
informasi, teknologi, dan ilmu pengetahuan
10. Pembiayaan • Seluruh kegiatan ruang lingkup LP2B (diatur
dalam PP 30/2012)

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 19


No Variabel Evaluasi Uraian Evaluasi
11. Peran Serta Masyarakat • Meliputi perencanaan, pengembangan,
penelitian, pengawasan, pemberdayaan petani,
dan pembiayaan
12. Sanksi Administrasi • Yang dimaksud dengan sanksi administrasi di
sini adalah setiap orang yang melanggar
kewajiban atau larangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 34, Pasal 45, Pasal 50
ayat (2), Pasal 57 ayat (2), pasal 70

Ke dua belas variabel di atas dianalisis sesuai berdasarkan hasil dan informasi yang
diperoleh dari lapangan dengan menggunakan panduan kuesioner. Selanjutnya, analisis
difokuskan pada terlaksana atau tidak terlaksananya kegiatan terhadap LP2B tersebut di
lapangan, serta hambatan atau permasalahan yang terjadi pada pelaksanaan LP2B.

Participatory Sistem Analysis (PSA)

Analisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pelaksanaan LP2B di kabupaten


dilakukan dengan metode Participatory Sistem Analysis (PSA). Metode ini adalah metode
diskusi terfokus yang digunakan untuk mendapatkan faktor-faktor penting yang terkait
dengan pelaksanaan LP2B berdasarkan hasil masukan dari informan (Herweg and Steiner,
2002). Metode ini dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu

1. Tahap pertama adalah penentuan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap


pelaksanaan LP2B. Selanjutnya, seluruh faktor tersebut diseleksi dan dipilih yang
sangat berpengaruh saja, setelah itu faktor tersebut didefinisikan, seperti dapat dilihat
pada matrik di bawah ini.

No Faktor Definisi Faktor


1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.

2. Setelah itu dilanjutkan dengan penentuan hubungan antar faktor. Penentuan hubungan
antar faktor ini guna melihat korelasi antara faktor yang satu dengan faktor yang
lainnya. Kekuatan hubungan dinilai dengan menggunakan kriteria sebagai berikut:
a. Nilai 2 : Berpengaruh kuat

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 20


b. Nilai 1 : Berpengaruh sedang
c. Nilai 0,5 : Berpengaruh lemah
d. Nilai 0,1 : Berpengaruh sangat lemah

Penilaian kekuatan hubungan antar faktor dituangkan dalam bentuk matriks berikut.
Degree of
Active Sum
Faktor A B C D E F G H I Interrel. (AS-
(AS)
PS)
A
B
C
D
E
F
G
H
I
Pasive Sum (PS)
Active Ratio
(AS/PS)

Cara pengisian kolom dapat dilakukan dua cara, yaitu dengan melihat perbaris atau
perkolom. Misalnya, pada baris ke-1: Faktor A  B: Ini berarti bahwa faktor A
berpengaruh terhadap B berapa besar? ATAU pada kolom ke-1: Faktor A  B: Ini
berarti bahwa faktor A berpengaruh terhadap B berapa besar?. Tahapan tersebut terus
dilakukan sampai semua kolom atau baris terisi oleh nilai.

3. Setelah itu, kemudian dianalisis untuk mengetahui rasio aktivitas (activity ratio) dan
derajat hubungan antar faktor dengan menjumlahkan untuk setiap baris (Active Sum =
AS) atau kolom (Pasive Sum = PS). Kemudian, untuk menentukan derajat hubungan
antar faktor (degree of interrelation) digunakan AS – PS atau jumlah AS dikurangi PS
pada masing-masing faktor. Sedangkan untuk menentukan Rasio Aktivitas ditentukan
dengan AS/PS atau jumlah AS dibagi PS pada masing-masing faktor. Selanjutnya,
disusun dalam matrik sebagai berikut:

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 21


No Faktor Activity Ratio Degree of Interrelation

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

4. Berikutnya, hasil penetapan activity ratio dan degree of interrelation digunakan untuk
menentukan faktor-faktor mana yang masuk dalam kuadran Symptom, Buffer, Critical
Elements, dan Motor/Lever. Kuadran Symptom (Gejala) adalah faktor-faktor yang
sangat dipengaruhi oleh faktor lainnya dan tidak mempunyai kekuatan untuk
mengubah sistem. Kuadran Buffer (Penyangga) adalah faktor-faktor yang tidak
mempengaruhi ataupun dipengaruhi oleh faktor lainnya. Kuadran Critical Elements
(Elemen Kritis) adalah faktor-faktor sebagai akselerator dan katalisator terhadap
sistem tetapi faktor ini harus dipahami secara detail karena dapat berubah sewaktu-
waktu tidak sesuai dengan yang diharapkan atau memiliki efek samping. Terakhir,
kuadran Motor/Lever (Pengungkit) adalah faktor-faktor yang diprediksi dapat
mempengaruhi faktor lainnya. Selanjutnya, sebagai contoh dari diagram PSA dapat
dilihat antar kuadran tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Symptom Critical Element

Buffer Motor/Leverage
Gambar 3.2
Contoh Diagram Participatory Sistem Analisis (PSA)

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 22


BAB 4
IDENTIFIKASI DAN ANALISIS
REGULASI
4.1. Identifikasi Regulasi

Antisipasi Pemerintah Indonesia dalam rangka mempertahankan produksi pertanian


pangan lokal tercermin dengan dikeluarkannya kebijakan-kebijakan, program-program,
dan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan pertanian dan pangan. Salah satu kebijakan
yang sangat mendasar dengan program pangan dan pertanian adalah lahan. Pada tahun
2009 diterbitkan Undang-undang No. 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan yang diikuti oleh peraturan turunan lainnya, yaitu:
1. Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2011 tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan
2. Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 2012 tentang Insentif Perlindungan Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan
3. Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2012 tentang Sistem Informasi Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan
4. Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 2012 tentang Pembiayaan Perlindungan Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan

Menurut Undang-undang No. 41 Tahun 2009, beberapa hal penting yang menjadi dasar
dari peraturan ini, yaitu:

1. Ruang Lingkup LP2B. Ruang lingkup LP2B berdasarkan pasal 4, UU No. 41 Tahun
2009 terdiri dari:
a. Perencanaan dan Penetapan
b. Pengembangan
c. Penelitian
d. Pemanfaatan
e. Pembinaan
f. Pengendalian
g. Pengawasan
h. Sistem Informasi
i. Perlindungan dan Pemberdayaan Petani
j. Pembiayaan
k. Peranserta Masyarakat

2. Perlindungan dan Penetapan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.


a. Lahan Pertanian Pangan yang ditetapkan sebagai LP2B adalah lahan beririgasi,
lahan reklamasi rawa pasang surut dan non pasang surut (lebak), dan/atau lahan
tidak beririgasi (Pasal 5, UU No. 41/2009).

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 23


b. Disamping itu, penetapan dan perlindungan LP2B dapat dilakukan pada Kawasan
Pertanian Pangan Berkelanjutan atau diluar Kawasan Pertanian Pangan
Berkelanjutan baik yang berada di kawasan perdesaan dan/atau kawasan
perkotaan di wilayah kabupaten/kota (Pasal 7 ayat 1, UU No. 41/2009).
c. Lahan Pertanian Pangan yang Dilindungi. Perlindungan LP2B dilakukan pada
Lahan Pertanian Pangan dan Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan
yang berada di dalam atau di luar kawasan pertanian pangan (Pasal 6, UU No.
41/2009).

3. Perencanaan LP2B. Perencanaan LP2B terdiri dari:


a. Dilakukan pada Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan, Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan, dan Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan
(Pasal 9 ayat 2, UU No. 41/2009).
b. Perencanaan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan diawali dengan penyusunan
usulan perencanaan oleh Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah
daerah kabupaten/kota (Pasal 14 ayat 1, UU No. 41/2009)
c. Perencanaan usulan Perencanaan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dilakukan
berdasarkan: inventarisasi; identifikasi; dan penelitian (Pasal 14 ayat 2, UU No.
41/2009).
d. Usulan perencanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) disebarkan
kepada masyarakat untuk mendapatkan tanggapan dan saran perbaikan (Pasal 15
ayat 1, UU No. 41/2009).
e. Tanggapan dan saran perbaikan dari masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) menjadi pertimbangan perencanaan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
(Pasal 15 ayat 2, UU No. 41/2009).
f. Usulan perencanaan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dapat diajukan oleh
masyarakat untuk dimusyawarahkan dan dipertimbangkan bersama pemerintah
desa, kecamatan, dan kabupaten/kota (Pasal 15 ayat 3, UU No. 41/2009).

4. Penetapan LP2B. Penetapan perlindungan LP2B dilakukan pada kawasan pangan


pertanian berkelanjutan; Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan di dalam dan di luar
Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan; dan Lahan Cadangan Pertanian Pangan
Berkelanjutan di dalam dan di luar Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (Pasal
18, UU No. 41/2009). Adapun uraian dari masing-masing
a. Penetapan Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan merupakan bagian dari
penetapan rencana tata ruang Kawasan Perdesaan di wilayah kabupaten dalam
rencana tata ruang kabupaten sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan (Pasal 19 ayat 1, UU No. 41/2009).
b. Penetapan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan merupakan bagian dari
penetapan dalam bentuk rencana rinci tata ruang wilayah kabupaten/kota sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangundangan (Pasal 20 ayat 1, UU No.
41/2009).
c. Penetapan Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 18 huruf c merupakan bagian dari penetapan dalam bentuk
rencana rinci tata ruang wilayah kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan (Pasal 21 ayat 1, UU No. 41/2009).

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 24


d. Penetapan Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan Nasional diatur dalam
Peraturan Pemerintah mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Pasal 23
ayat 1, UU No. 41/2009).
e. Penetapan Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan provinsi/kabupaten/kota
diatur dalam Peraturan Daerah mengenai rencana tata ruang wilayah
provinsi/kabupaten/kota (Pasal 23 ayat 2 dan 3, UU No. 41/2009).

5. Pengembangan LP2B. Pengembangan LP2B dilakukan melalui intensifikasi dan


ekstensifikasi (Pasal 27 ayat 1, UU No. 41/2009).
a. Intensifikasi Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan dan Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan dilakukan dengan (Pasal 28, UU No. 41/2009):
(i) peningkatan kesuburan tanah;
(ii) peningkatan kualitas benih/bibit;
(iii) pendiversifikasian tanaman pangan;
(iv) pencegahan dan penanggulangan hama tanaman;
(v) pengembangan irigasi;
(vi) pemanfaatan teknologi pertanian;
(vii) pengembangan inovasi pertanian;
(viii) penyuluhan pertanian; dan/atau
(ix) jaminan akses permodalan.
b. Ekstensifikasi Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan dan Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan dapat dilakukan dengan (Pasal 29 ayat 1, UU No. 41/2009):
(i) pencetakan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan;
(ii) penetapan lahan pertanian pangan menjadi Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan; dan/atau
(iii) pengalihan fungsi lahan nonpertanian pangan menjadi Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan. Menurut Pasal 29 ayat 3, Pengalihan fungsi lahan
non-pertanian dapat dilakukan terhadap Tanah Telantar dan tanah bekas
kawasan hutan yang belum diberikan hak atas tanah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

6. Penelitian LP2B. Penelian LP2B diterangkan sebagai berikut:


a. Penelitian dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah
daerah kabupaten/kota (Pasal 30 ayat 2, UU No. 41/2009), dan Lembaga
penelitian dan/atau perguruan tinggi berperan serta dalam penelitian (Pasal 30
ayat 4, UU No. 41/2009).
b. Penelitian Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan sekurang-kurangnya meliputi
(Pasal 30 ayat 3, UU No. 41/2009):
(i) pengembangan penganekaragaman pangan;
(ii) identifikasi dan pemetaan kesesuaian lahan;
(iii) pemetaan zonasi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan;
(iv) inovasi pertanian;
(v) fungsi agroklimatologi dan hidrologi;
(vi) fungsi ekosistem; dan
(vii) sosial budaya dan kearifan local

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 25


7. Pemanfaatan LP2B. Pemanfaatan LP2B terdiri dari:
a. Pemanfaatan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dilakukan dengan menjamin
konservasi tanah dan air (Pasal 33 ayat 1, UU No. 41/2009).
b. Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab terhadap pelaksanaan
konservasi tanah dan air, yang meliputi (Pasal 33 ayat 1, UU No. 41/2009):
(i) perlindungan sumber daya lahan dan air;
(ii) pelestarian sumber daya lahan dan air;
(iii) pengelolaan kualitas lahan dan air; dan
(iv) pengendalian pencemaran.
c. Setiap orang yang memiliki hak atas tanah yang ditetapkan sebagai Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan berkewajiban (Pasal 34 ayat 1, UU No.
41/2009):
(i) memanfaatkan tanah sesuai peruntukan; dan
(ii) mencegah kerusakan irigasi.
d. Setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berperan serta dalam:
4. menjaga dan meningkatkan kesuburan tanah;
5. mencegah kerusakan lahan; dan
6. memelihara kelestarian lingkungan.

8. Pembinaan LP2B. Pembinaan LP2B wajib dilakukan oleh pemerintah yang meliputi
(Pasal 35 ayat 1 dan 2, UU No. 41/2009):
a. Koordinasi Perlindungan
b. sosialisasi peraturan perundang-undangan
c. pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi
d. pendidikan, pelatihan dan penyuluhan kepada masyarakat
e. penyebarluasan informasi Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan dan Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan;dan/atau
f. peningkatan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat

9. Pengendalian LP2B. Pengendalian LP2B terdiri dari:


a. Pengendalian Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dilakukan oleh Pemerintah
dan Pemerintah Daerah melalui pemberian (Pasal 37, UU No. 41/2009):
(i) insentif;
(ii) disinsentif;
(iii) mekanisme perizinan;
(iv) proteksi; dan
(v) penyuluhan.

b. Insentif diberikan kepada petani berupa (Pasal 38, UU No. 41/2009):


(i) keringanan Pajak Bumi dan Bangunan;
(ii) pengembangan infrastruktur pertanian;
(iii) pembiayaan penelitian dan pengembangan benih dan varietas unggul;
(iv) kemudahan dalam mengakses informasi dan teknologi;
(v) penyediaan sarana dan prasarana produksi pertanian;
(vi) jaminan penerbitan sertifikat bidang tanah pertanian pangan melalui
pendaftaran tanah secara sporadik dan sistematik; dan/atau
(vii) penghargaan bagi petani berprestasi tinggi.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 26


Catatan: Di dalam PP No. 12 Tahun 2012 tentang Insentif Perlindungan LP2B,
dijelaskan dalam Pasal 5–7 bahwa pemberian insentif untuk semua jenjang
pemerintahan secara keseluruhan sama, kecuali untuk Pemerintah Pusat dan
Provinsi tidak terdapat insentif tentang keringanan Pajak Bumi dan Bangunan.
Selanjutnya, pasal demi pasal menjelaskan ke 7 komponen dari insentif tersebut.

Pada PP No. 12/2012, dijelaskan:


(i) Pasal 30 menjelaskan tatacara pemberian insentif oleh pemerintah, yaitu
Perencanaan, Pengusulan, dan Penetapan.
(ii) Kewajiban Petani penerima insentif:
- memanfaatkan lahan sesuai peruntukannya;
- menjaga dan meningkatkan kesuburan tanah;
- mencegah kerusakan lahan; dan
- memelihara kelestarian lingkungan

c. Disinsentif berupa pencabutan insentif dikenakan kepada petani yang tidak


memenuhi kewajibannya (Pasal 42, UU No. 41/2009). Selanjutnya, mengenai
mekanisme pencaputan insentif dijelaskan dalam PP No 12/2012, yaitu:
(i) Pasal 44, Pencabutan Insentif dilakukan Pemerintah, Pemerintah Provinsi,
dan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam hal:
- Petani tidak memenuhi kewajiban perlindungan Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan;
- Petani tidak mentaati norma, standar, prosedur, dan kriteria
pemberian insentif; dan/atau
- Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan telah dialihfungsikan.
(ii) Pasal 45, Pengenaan pencabutan Insentif dilakukan melalui tahap:
 pemberian peringatan pendahuluan;
 pengurangan pemberian Insentif; dan
 pencabutan Insentif.

10. Alih Fungsi LP2B. Alih fungsi LP2B adalah sebagai berikut:
a. Lahan yang sudah ditetapkan sebagai Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
dilindungi dan dilarang dialihfungsikan (Pasal 44, UU No. 41/2009). Juga
diperkuat oleh PP No. 1/2011 di dalam Pasal 35 ayat 1
b. Dalam hal untuk kepentingan umum, Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dapat
dialihfungsikan, dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan (Pasal 44, UU No. 41/2009). Selanjutnya, dijelaskan dalam PP No.
1/2011 di dalam Pasal 35 ayat 2, dan Pasal 36 ayat 1 dan 2, yaitu:
 Pasal 35, ayat 2: Alih fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan hanya
dapat dilakukan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dalam rangka: a.
pengadaan tanah untuk kepentingan umum; atau terjadi bencana
 Pasal 36, ayat 1-2: Ayat 1: Alih fungsi Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan yang dilakukan dalam rangka pengadaan tanah untuk
kepentingan umum yang meliputi: a. jalan umum; b. waduk; c. bendungan;
d. irigasi; e. saluran air minum atau air bersih; f. drainase dan sanitasi; g.
bangunan pengairan; h. pelabuhan; i. bandar udara; j. stasiun dan jalan
kereta api; k. terminal; l. fasilitas keselamatan umum; m. cagar alam;
dan/atau n. pembangkit dan jaringan listrik. Ayat 2: Selain kepentingan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 27


umum alih fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan juga dapat
dilakukan untuk pengadaan tanah guna kepentingan umum lainnya yang
ditentukan oleh undang-undang

c. Pemberian ganti rugi akibat dari LP2B berupa:


(i) Penyediaan lahan pengganti terhadap Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan yang dialihfungsikan untuk infrastruktur akibat bencana
(Pasal 44 ayat 5, UU No. 41/2009). Selanjutnya diterangkan pada Pasal
46, ayat 1 dijelaskan bahwa: Penyediaan lahan pengganti terhadap Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan yang dialihfungsikan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 44 ayat (3) huruf d dilakukan atas dasar kesesuaian
lahan, dengan ketentuan sebagai berikut:
 paling sedikit tiga kali luas lahan dalam hal yang dialihfungsikan
lahan beririgasi;
 paling sedikit dua kali luas lahan dalam hal yang dialihfungsikan
lahan reklamasi rawa pasang surut dan nonpasang surut (lebak); dan
 paling sedikit satu kali luas lahan dalam hal yang dialihfungsikan
lahan tidak beririgasi.
(ii) Pembebasan kepemilikan hak atas tanah yang dialihfungsikan dilakukan
dengan pemberian ganti rugi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan (Pasal 44 ayat 5, UU No. 41/2009). Selanjutnya
dijelaskan pada PP No. 1/2011, Pasal 38, ayat 1-2 bahwa lahan pengganti
disediakan oleh pihak yang mengalihfungsikan, sedangkan jika terjadi
bencana, pemerintah wajib menyediakan lahan pengganti.
(iii) Selain ganti rugi kepada pemilik, pihak yang mengalihfungsikan wajib
mengganti nilai investasi infrastruktur (Pasal 45, UU No. 41/2009). Hal ini
dijelaskan pula di dalam PP No. 1/2011, pada Pasal 50, ayat 1-7.
(iv) Dalam hal terjadi keadaan memaksa yang mengakibatkan musnahnya
dan/atau rusaknya Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan secara
permanen, Pemerintah dan/atau pemerintah daerah melakukan
penggantian Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan sesuai kebutuhan
(Pasal 48, UU No. 41/2009). Selanjutnya pada PP 12/2012, Pasal 43 ayat
2, dijelaskan bahwa lahan pengganti adalah:
 Pembukaan lahan baru pada lahan cadangan P2B
 pengalihfungsian lahan dari bukan pertanian ke Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan terutama dari tanah terlantar dan/atau tanah
bekas kawasan hutan; atau
 penetapan lahan pertanian pangan sebagai Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan
d. Segala bentuk perizinan yang mengakibatkan alih fungsi Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan batal demi hukum, kecuali untuk kepentingan umum (Pasal 50,
UU No. 41/2009).

11. Pengawasan LP2B. Pengawasan LP2B terdiri dari:


a. Untuk menjamin tercapainya Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
dilakukan pengawasan terhadap kinerja (Pasal 54 ayat 1, UU No. 41/2009):
(i) perencanaan dan penetapan;
(ii) pengembangan;

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 28


(iii) pemanfaatan;
(iv) pembinaan; dan
(v) pengendalian.
b. Pengawasan meliputi (Pasal 55, UU No. 41/2009):
(i) pelaporan
(ii) pemantauan; dan
(iii) evaluasi

12. Sistem Informasi LP2B. Sistem Informasi LP2B terdiri dari:


a. Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota
menyelenggarakan Sistem Informasi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan yang
dapat diakses oleh masyarakat (Pasal 58 ayat 1, UU No. 41/2009).
b. Sistem informasi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan sekurang-kurangnya
memuat data lahan tentang (Pasal 58 ayat 3, UU No. 41/2009):
(i) Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan;
(ii) Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan;
(iii) Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan; dan
(iv) Tanah Telantar dan subyek haknya.
c. Di dalam PP No. 25 Tahun 2012, Pasal 5 ayat 1-5 dijelaskan bahwa:
(i) Bupati/walikota bertanggung jawab untuk melakukan inventarisasi Data
Dasar pertanian pangan berkelanjutan.
(ii) Hasil inventarisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan
kepada gubernur.
(iii) Gubernur melakukan kompilasi dan verifikasi Data Dasar pertanian
pangan berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk
disampaikan kepada Menteri.
(iv) Menteri/pimpinan lembaga terkait menyampaikan kompilasi dan verifikasi
Data Dasar Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan kepada Menteri.
(v) Inventarisasi Data Dasar yang disampaikan oleh menteri/pimpinan
lembaga terkait atau gubernur disampaikan melalui Pusat Informasi Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan.

13. Perlindungan dan Pemberdayaan Petani LP2B. Perlindungan dan Pemberdayaan


Petani LP2B terdiri dari:
a. Pada UU No. 41 Tahun 2009, Pasal 61 dijelaskan bahwa Pemerintah dan
pemerintah daerah wajib melindungi dan memberdayakan petani, kelompok
petani, koperasi petani, serta asosiasi petani.
b. Pasal 62 ayat 1 menjelaskan bahwa perlindungan petani berupa pemberian
jaminan:
(i) harga komoditas pangan pokok yang menguntungkan;
(ii) memperoleh sarana produksi dan prasarana pertanian;
(iii) pemasaran hasil pertanian pangan pokok.
(iv) pengutamaan hasil pertanian pangan dalam negeri untuk memenuhi
kebutuhan pangan nasional; dan/atau
(v) ganti rugi akibat gagal panen.
c. Pasal 62 ayat 2 menjelaskan bahwa Perlindungan sosial bagi petani kecil
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem jaminan sosial nasional
yang diatur dalam peraturan perundangundangan.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 29


d. Pasal 63 dijelaskan yang dimaksud dengan pemberdayaan petani meliputi:
(i) penguatan kelembagaan petani;
(ii) penyuluhan dan pelatihan untuk peningkatan kualitas sumber daya
manusia;
(iii) pemberian fasilitas sumber pembiayaan/permodalan;
(iv) pemberian bantuan kredit kepemilikan lahan pertanian;
(v) pembentukan Bank Bagi Petani;
(vi) pemberian fasilitas pendidikan dan kesehatan rumah tangga petani;
dan/atau
(vii) pemberian fasilitas untuk mengakses ilmu pengetahuan, teknologi, dan
informasi.

14. Pembiayaan LP2B. Pembiayaan LP2B terdiri dari:


a. Pada UU No. 41 Tahun 2009, Pasal 66 ayat 1 dijelaskan bahwa Pembiayaan
Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dibebankan pada Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
provinsi, serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota. Pada
ayat 2 dijelaskan juga bahwa Pembiayaan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan selain bersumber sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
diperoleh dari dana tanggung jawab sosial dan lingkungan dari badan usaha.
b. Pada PP No. 30 Tahun 2012, Pasal 5 dijelaskan bahwa kegiatan LP2B yang
dibiayai meliputi:
(i) perencanaan dan penetapan;
(ii) pengembangan;
(iii) penelitian;
(iv) pemanfaatan;
(v) pembinaan;
(vi) pengendalian;
(vii) pengawasan;
(viii) sistem informasi; dan
(ix) perlindungan dan pemberdayaan Petani.

15. Peran Serta Masyarakat LP2B. Peran Serta Masyarakat LP2B terdiri dari:
a. Pada UU No. 41 Tahun 2009, Pasal 67 ayat 3 dijelaskan bahwa peran serta dapat
dilakukan dalam tahapan:
(i) perencanaan;
(ii) pengembangan;
(iii) penelitian;
(iv) pengawasan;
(v) pemberdayaan petani; dan/atau
(vi) pembiayaan.

4.2. Analisis Regulasi LP2B

Analisis atas regulasi UU No. 41 Tahun 2009 ditujukan untuk melihat tidak berjalannya
implementasi undang-undang ini di daerah. Analisis ini hanya sebagai bahan masukan bagi
pemangku kebijakan untuk melihat kembali atau mengevaluasi regulasi tersebut. Oleh

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 30


karena LP2B telah menjadi kebijakan pemerintah dan memiliki kandungan positif bagi
pertanian Indonesia, pelaksanaan regulasi ini menjadi sangat penting. Berkurangnya lahan
pertanian menjadi permukiman, infrastruktur, dan aktivitas ekonomi lainnya sebagai akibat
tumbuhnya perekonomian di wilayah. Dengan perkembangan perekonomian tersebut,
banyak lahan-lahan pertanian yang beralih fungsi ataupun beralih komoditas. Kondisi ini
tidak dapat dihindari karena berbagai alasan yang menyebabkan para petani melepas aset
lahan pertanian mereka. Melihat kondisi itulah, pemerintah berupaya keras untuk
melindungi lahan-lahan pertanian produktif agar tidak beralihfungsi ataupun alih
komoditas.

Akan tetapi seiring perjalanan waktu, pelaksanaan atas regulasi ini sangat lambat. Salah
satu yang perlu dievaluasi adalah regulasinya itu sendiri. Asumsi yang digunakan untuk
menganalisis regulasi LP2B adalah meninjau regulasi ini dari sisi petani, yaitu petani yang
lahannya akan menjadi bagian dari LP2B. Jika petani tersebut berpartisipasi dalam
program ini, banyak konsekuensi yang akan diterima petani tersebut, baik itu insentif
maupun disinsentif. Asumsi berikutnya yang digunakan untuk menganalisis regulasi ini
adalah pemerintah itu sendiri sebagai fasilitator dan katalisator. Adapun analisis atas
regulasi ini diuraikan pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.1. Analisis Undang-undang No. 41 Tahun 2009

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 31


Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 32
Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 33
Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 34
Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 35
Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 36
Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 37
Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 38
BAB 5
GAMBARAN UMUM
5.1. Pemetaan Penetapan LP2B di dalam RTRW

Kebijakan LP2B merupakan kebijakan yang telah ditetapkan di dalam UU No. 41 Tahun
2009. Regulasi ini telah berjalan selama kurang lebih 6 tahun. Akan tetapi bagaimana
implementasi dari LP2B tersebut, hal inilah yang menarik untuk dievaluasi. Evaluasi ini
ditujukan untuk mengetahui pelaksanaan dari LP2B tersebut di daerah dan permasalahan
dari implementasinya.

Kementerian Pertanian melalui Direktorat Perluasan dan Pengelolaan Lahan, Ditjen


Prasarana dan Sarana Pertanian telah melakukan identifikasi di beberapa daerah yang telah
menetapkan LP2B di dalam RTRW. Hasil identifikasi ditujukan pada tabel rekap di bawah
ini.

Tabel 5.1. Rekapitulasi Perda RTRW yang telah Mencantumkan LP2B di Daerah

Jumlah Perda Jumlah Perda Luas Lahan


Wilayah RTRW yang LP2B (Ha)*) Luas Sawah
Menetapkan
LP2B
Provinsi 25 4 2.410.299,89 2.389.078,00
Kabupaten 329 174 5.482.338,34 4.306.406.76
Kota 84 18 20.172,25 29.774,76
Sumber: Direktorat Perluasan dan Pengelolaan Lahan, Kementan (2015)
Keterangan *) = Tidak semua Perda RTRW mencantumkan :
- Berapa luas LP2B dari existing sawah
- Berapa luas LP2B dan Lahan Cadangan

Berdasarkan data di atas, hanya 25 provinsi yang telah mengeluarkan Perda RTRW,
namun dari 25 provinsi tersebut hanya ada 4 provinsi yang telah menetapkan LP2B di
dalam RTRW-nya. Di samping itu, hanya 174 kabupaten yang telah menetapkan LP2B di
dalam RTRW-nya sedangkan di tingkat kota baru 18 kota yang telah menetapkan. Ini
berarti, provinsi ataupun kabupaten/kota yang telah menetapkan LP2B di dalam RTRW-
nya kurang dari 50%. Hal ini menunjukkan respons daerah di dalam menetapkan LP2B
masing sangat kurang.

Direktorat Perluasan dan Pengelolaan Lahan juga telah mengidentifikasi kabupaten/kota


yang telah menetapkan LP2B di dalam RTRW-nya yang melebihi data baku sawah dari
data baku sawahnya, seperti terlihat pada tabel di bawah.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 39


Tabel 5.2. Data LP2B yang Melebihi dari Baku Lahan Sawah Hasil Audit

LUAS BAKU
NO. LAHAN LP2B LEBIH
LUAS LP2B
NO PROVINSI KAB/ KABUPATEN/KOTA NO. PERDA SAWAH BESAR
(HA)
KOTA (HASIL (HA)
AUDIT) (HA)
1 Aceh 1 Aceh Barat Perda No. 1 Tahun 2013 22,190.00 11,886.00 10,304.00
2 Bali 2 Jembrana Perda No. 11 Tahun 2012 7,498.12 7,057.00 441.12
3 Karang Asem Perda No 17 Tahun 2012 29,543.00 7,115.00 22,428.00
4 Gianyar Perda No. 16 Tahun 2012 14,667.00 14,540 127.00
3 Banten 5 Pandeglang Perda No. 3 Tahun 2011 53,951.00 47,153.00 6,798.00
4 Bangka Belitung 6 Belitung Timur Perda No. 13 Tahun 2014 3,042.00 931.00 2,111.00
5 Jambi 7 Kerinci Perda No. 24 Tahun 2012 33,022.00 16,064.00 16,958.00
8 Batang Hari Perda No. 16 Tahun 2013 18,103.00 8,256.00 9,847.00
9 Sarolangun Perda No. 2 Tahun 2014 48,145.00 4,918 43,227.00
10 Merangin Perda No. 4 Tahun 2014 43,213.71 11,034 32,179.71
11 Tanjung Jabung Barat Perda No. 12 Tahun 2013 54,879.00 19,197 35,682.00
12 Tebo Perda No. 6 Tahun 2013 36,162.00 4,394 31,768.00
6 Jawa Barat 13 Sukabumi Perda No. 22 Tahun 2012 64,077.00 55,338.00 8,739.00
7 Jawa Tengah 14 Boyolali Perda No. 9 Tahun 2010 45,000.00 36,776.97 8,223.03
15 Kebumen Perda N0. 23 Tahun 2012 44,986.00 42,119.00 2,867.00
16 Banyumas Perda No. 10 Tahun 2011 36,616.00 30,646.53 5,969.47
17 Purworejo Perda No. 27 Tahun 2011 30,092.00 29,794.24 297.76
18 Pekalongan Perda No. 2 Tahun 2011 24,195.00 23,131.49 1,063.51
19 Banjarnegara Perda No. 11 Tahun 2011 12,147.00 12,094.50 52.50
20 Brebes Perda No. 2 Tahun 2011 101,827.00 60,827.79 40,999.21
21 Pemalang Perda No. 3 Tahun 2011 37,615.00 32,109.53 5,505.47
22 Magelang Perda No. 5 Tahun 2011 42,070.00 36,800.45 5,269.55
23 Tegal Perda No. 10 Tahun 2012 41,296.00 39,814.74 1,481.26
24 Pati Perda No. 5 Tahun 2011 85,750.00 69,026.31 16,723.69
25 Purbalingga Perda No. 5 Tahun 2011 22,616.00 18,274.00 4,342.00
26 Kudus Perda N0. 16 Tahun 2012 25,865.00 22,197.26 3,667.74
27 Batang Perda No. 7 Tahun 2011 27,514.00 19,384.00 8,130.00
28 Kota Tegal Perda No. 4 Tahun 2012 1,060.00 753.00 307.00
29 Kota Pekalongan Perda No. 30 Tahun 2011 1,045.00 788.00 257.00
8 Jawa Timur 30 Bayuwangi Perda No. 8 Tahun 2012 61,841.00 50,336.64 11,504.37
31 Bondowoso Perda No. 12 Tahun 2011 47,293.10 42,485.24 4,807.86
32 Kediri Perda No. 14 Tahun 2011 42,291.00 38,928.83 3,362.17
33 Trenggalek Perda No. 15 Tahun 2012 13,056.00 9,629.54 3,426.46
34 Tulungagung Perda No. 11 Tahun 2012 26,000.00 24,612.86 1,387.14
35 Sumenep Perda No. 12 Tahun 2013 20,860.20 20,650.00 210.20
36 Blitar Perda No. 5 Tahun 2009 28,403.32 25,274.00 3,129.32
37 Lumajang Perda No. 2 Tahun 2013 32,323.00 31,929 394.00
9 Kalimantan Selatan 38 Kotabaru Perda No. 11 Tahun 2012 19,513.00 9,860.00 9,653.00
39 Barito Kuala Perda N0. 6 Tahun 2012 120,000.00 99,147.00 20,853.00
10 Kalimantan Tengah 40 Sukamara Perda No. 16 Tahun 2012 2,384.00 1,932.00 452.00
11 Kalimantan Utara 41 Tana Tidung Perda No. 16 Tahun 2012 6,400.00 955.00 5,445.00
42 Nunukan Perda No. 19 Tahun 2013 125,982.00 6,789 119,193.00
43 Bulungan Perda No. 4 Tahun 2013 16,504.00 11,856 4,648.00
12 Kalimantan Timur 44 Kutai Kertanegara Perda No. 9 Tahun 2013 48,110.00 24,068.00 24,042.00
45 Penajam Paser Utara Penajem Paser Utara 12,534.00 11,721 813.00

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 40


Tabel 5.2. Lanjutan

LUAS BAKU
NO. LAHAN LP2B LEBIH
LUAS LP2B
NO PROVINSI KAB/ KABUPATEN/KOTA NO. PERDA SAWAH BESAR
(HA)
KOTA (HASIL (HA)
AUDIT) (HA)
13 Lampung 46 Lampung Selatan Perda No. 15 Tahun 2012 121,825.00 39,288.00 82,537.00
47 Lampung Tengah Perda No. 1 Tahun 2012 142,755.00 74,284.00 68,471.00
48 Tanggamus Perda No. 16 Tahun 2010 20,000.00 17,956.00 2,044.00
49 Tulang Bawang Barat Perda No. 2 Tahun 2012 17,323.00 10,907.00 6,416.00
14 Maluku 50 Maluku Barat Daya Perda No. 1 Tahun 2013 51,565.00 4.00 51,561.00
15 Maluku Utara 51 Halmahera Tengah Perda No. 1 Tahun 2012 3,609.25 934.00 2,675.25
52 Halmehera Utara Perda No. 12 Tahun 2012 4,034.00 1,238.00 2,796.00
53 Pulau Morotai Perda No. 3 Tahun 2012 24,000.00 358.00 23,642.00
54 Halmahera Barat Perda No. 6 Tahun 2012 16,109.00 572.00 15,537.00
55 Halmahera Selatan Perda No. 7 Tahun 2012 21,789.00 720.00 21,069.00
16 Nusa Tenggara Timur 56 Sumba Tengah Perda No. 8 Tahun 2011 5,100.00 4,099.00 1,001.00
57 Sabu Raijua Perda No. 3 Tahun 2011 15,574.00 589.00 14,985.00
58 Nagekeo Perda No. 1 Tahun 2011 9,936.00 7,707.00 2,229.00
59 Alor Perda No 2 Tahun 2013 9,435.00 482.00 8,953.00
17 Papua 60 Waropen Perda No.1 Tahun 2012 117,849.00 103.00 117,746.00
61 Yahukimo Perda No. 2 Tahun 2011 125.00 - 125.00
18 Papua Barat 62 Fak-fak Perda No. 7 Tahun 2012 450.00 - 450.00
63 Raja Ampat Perda No. 3 Tahun 2012 42,693.00 68.00 42,625.00
64 Teluk Bintuni Perda No. 4 Tahun 2012 496,608.00 818.00 495,790.00
65 Teluk Wondama Perda No. 11 Tahun 2012 49,010.00 - 49,010.00
66 Manokwari Perda No. 19 Tahun 2013 4,500.00 2,105.00 2,395.00
67 Maybrat Perda No. 2 Tahun 2012 55,000.00 - 55,000.00
19 Sulawesi Selatan 68 Sidenreng Rapang Perda No. 5 Tahun 2012 63,671.00 43,934.00 19,737.00
69 Takalar Perda No. 6 Tahun 2012 35,044.00 16,262.00 18,782.00
70 Kepulauan Selayar Perda No. 5 Tahun 2012 3,522.00 3,022.00 500.00
71 Bulukumba Perda No. 21 Tahun 2012 68,628.00 22,617.00 46,011.00
72 Pinrang Perda No. 14 Tahun 2012 49,190.00 48,614.00 576.00
73 Janeponto Perda No. 1 Tahun 2012 27,234.00 17,931.00 9,303.00
74 Bantaeng Perda No. 2 Tahun 2012 15,480.00 7,674.00 7,806.00
75 Bone Perda No. 2 Tahun 2013 119,216.00 89,709.00 29,507.00
20 Sulawesi Tengah 76 Buol Perda No. 4 Tahun 2012 9,196.00 5,443.00 3,753.00
77 Donggala Perda No. 1 Tahun 2012 14,216.00 10,601 3,615.00
78 Tojo Una-Una Perda No. 47 Tahun 2011 5,078.00 1,216.00 3,862.00
79 Banggai Perda No. 10 Tahun 2012 88,055.00 21,859.00 66,196.00
21 Sulawesi Utara 80 Bolaang Mongondow Utara Perda No. 3 Tahun 2013 13,724.00 5,731.00 7,993.00
81 Kepulauan Sangihe Perda No 1 Tahun 2014 500.00 9.00 491.00
82 Minahasa Selatan Perda No. 3 Tahun 2014 11,144.00 5,391.00 5,753.00
22 Sumatera Selatan 83 Muara Enim Perda No. 13 Tahun 2012 36,539.00 28,475 8,064.00
84 Kota Lubuk Linggau Perda No.1 Tahun 2012 2,128.00 1,959.00 169.00
23 Kepulauan Riau 85 Natuna Perda No. 10 Tahun 2012 4,928.00 389.00 4,539.00
86 Lingga Perda No. 2 Tahun 2013 5,205.00 149.00 5,056.00
24 Sulawesi Barat 87 Majene Perda No. 12 Tahun 2012 2,513.00 760.00 1,753.00
25 Sulawesi Tenggara 88 Konawe Utara Perda No 20 Tahun 2012 5,500.00 1,414.00 4,086.00
89 Konawe Selatan Perda No 19 Tahun 2013 45,618.00 16,201.00 29,417.00
90 Kolaka Utara Perda No. 6 Tahun 2012 9,466.69 1,596.00 7,870.69
91 Wakatobi Perda No. 12 Tahun 2012 24,551.00 - 24,551.00
92 Bombana Perda No. 20 Tahun 2013 54,510.00 10,977.00 43,533.00
93 Kolaka Perda No. 16 Tahun 2012 50,318.00 17,921.00 32,397.00
94 Buton Perda No. 1 Tahun 2014 16,618.00 1,426.00 15,192.00
95 Konawe Perda No 9 tahun 2014 35,469.00 26,623.00 8,846.00
26 Sumatera Barat 96 Solok Selatan Perda No. 8 Tahun 2012 9,570.00 9,490.00 80.00
97 Dharmasraya Perda No. 10 Tahun 2012 14,643.00 7,977 6,666.00
27 Sumatera Utara 98 Batubara Perda No. 10 Tahun 2013 17,032.00 14,108 2,924.00
TOTAL 3,719,477.39 1,694,304.91 2,025,172.48
Sumber: Direktorat Perluasan dan Pengelolaan Lahan, Ditjen PSP Kementan, 2015

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 41


Berdasarkan Tabel 5.2 luasan lahan LP2B yang ditetapkan di RTRW lebih besar
dibandingkan luas baku lahan sawah hasil audit Kementerian Pertanian. Kemungkinan hal
ini disebabkan banyak faktor, salah satunya adalah belum mengertinya kabupaten/kota
tersebut terhadap regulasi LP2B atau penetapan RTRW belum mengakomodir regulasi
LP2B. Selain wilayah yang menetapkan LP2B melebihi luas baku lahan sawah, ada juga
yang kurang dari luas baku lahan sawah, seperti terlihat pada tabel di bawah.

Tabel 5.3. Data LP2B yang kurang dari Luas Baku Lahan Sawah Hasil Audit Lahan

LUAS BAKU
SELISIH
NO. LAHAN
LUAS LP2B SAWAH -
NO PROVINSI KAB/ KABUPATEN/KOTA NO. PERDA SAWAH
(HA) LP2B
KOTA (HASIL
(HA)
AUDIT) (HA)
1 Aceh 1 Aceh Tamiang Perda No. 14 Tahun 2013 4,508.00 17,878.00 13,370.00
2 Aceh Besar Perda No. 4 Tahun 2013 14,202.55 26,785.00 12,582.45
3 Bener Meriah Perda No. 4 Tahun 2013 3,197.50 3,911.00 713.50
4 Aceh Timur Perda No. 10 Tahun 2013 7,475.00 31,861.00 24,386.00
5 Pidie Jaya Perda No. 4 Tahun 2014 7,739.21 8,762.00 1,022.79
2 Bali 6 Tabanan Perda No 11 Tahun 2012 18,831.00 21,432.00 2,601.00
7 Klungkung Perda No. 1 Tahun 2013 3,496.00 4,003 507.00
8 Buleleng Perda No. 9 Tahun 2013 9,250.00 10,930 1,680.00
9 Bangli Perda No. 11 Tahun 2013 2,461.50 2,754 292.50
10 Kota Denpasar Perda No.27 Tahun 2011 1,560.00 2,458.00 898.00
3 Banten 11 Serang Perda No. 10 Tahun 2011 13,121.00 49,543.00 36,422.00
4 D.I Yogyakarta 12 Gunung Kidul Perda No. 6 Tahun 2011 5,500.00 28,071.00 22,571.00
5 Jambi 13 Tanjung Jabung Timur Perda No. 11 Tahun 2012 17,000.00 26,403.00 9,403.00
14 Sumedang Perda No. 2 Tahun 2012 17,317.00 30,358.00 13,041.00
15 Garut Perda No.29 Tahun 2011 44,028.00 45,842.56 1,814.56
16 Ciamis Perda No. 15 Tahun 2012 17,815.00 47,854.89 30,039.89
17 Cirebon Perda No. 17 Tahun 2011 40,000.00 54,271.95 14,271.95
18 Kuningan Perda No. 26 Tahun 2011 11,706.00 29,103.06 17,397.06
19 Indramayu Perda No. 1 Tahun 2012 92,370.00 118,767.22 26,397.22
20 Purwakarta Perda No. 11 Tahun 2012 4,972.00 19,848.01 14,876.01
21 Bekasi Perda No. 3 Tahun 2011 35,244.00 62,901.55 27,657.55
22 Bandung Barat Perda No. 2 Tahun 2012 1,026.00 16,481.02 15,455.02
23 Majalengka Perda No. 11 Tahun 2011 39,190.00 50,962.00 11,772.00
24 Kota Sukabumi Perda No. 11 Tahun 2012 321.00 1,618.45 1,297.45
6 Jawa Tengah 25 Sragen Perda No. 11 Tahun 2011 41,082.00 48,583.00 7,501.00
26 Blora Perda No. 18 Tahun 2011 58,414.00 71,174.85 12,760.85
27 Semarang Perda No. 6 Tahun 2011 22,896.00 23,911.00 1,015.00
28 Kendal Perda No. 20 Tahun 2011 22,666.00 26,177.29 3,511.29
29 Cilacap Perda No. 9 Tahun 2011 65,050.00 65,507.45 457.45
30 Grobogan Perda No. 7 Tahun 2012 71,948.00 90,929.08 18,981.08
31 Karanganyar Perda No. 1 Tahun 2013 23,618.00 26,789.94 3,171.94
32 Klaten Perda No. 11 Tahun 2011 32,541.00 32,800.01 259.01
33 Demak Perda No. 11 Tahun 2011 56,610.00 60,207.04 3,597.04
34 Rembang Perda No. 14 Tahun 2011 39,143.00 40,305.00 1,162.00
35 Sukoharjo Perda No. 14 Tahun 2011 23,742.00 24,185 443.00
36 Kota Semarang Perda No. 14 Tahun 2011 3,056.00 3,281.00 225.00
37 Kota Salatiga Perda No. 4 Tahun 2011 274.00 631.00 357.00
38 Kota Magelang Perda No. 4 Tahun 2012 120.00 213.00 93.00
39 Kota Surakarta Perda No. 1 Tahun 2012 111.00 182.00 71.00

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 42


Tabel 5.3. Lanjutan

LUAS BAKU
SELISIH
NO. LAHAN
LUAS LP2B SAWAH -
NO PROVINSI KAB/ KABUPATEN/KOTA NO. PERDA SAWAH
(HA) LP2B
KOTA (HASIL
(HA)
AUDIT) (HA)
7 Jawa Timur 40 Bangkalan Perda No. 10 Tahun 2009 12,161.76 43,062.98 30,901.22
41 Bojonegoro Perda No. 26 Tahun 2011 65,351.40 77,390.76 12,039.36
42 Gresik Perda No. 8 Tahun 2011 10,346.00 36,195.70 25,849.70
43 Jombang Perda No. 21 Tahun 2009 31,569.36 42,897.07 11,327.71
44 Lamongan Perda No. 15 Tahun 2011 45,841.00 84,734.66 38,893.66
45 Malang Perda No. 3 Tahun 2010 33,110.30 45,523.93 12,413.63
46 Mojokerto Perda No. 9 Tahun 2012 27,535.00 29,709.79 2,174.79
47 Nganjuk Perda No. 2 Tahun 2011 38,486.00 41,214.61 2,728.61
48 Ngawi Perda No. 10 Tahun 2011 41,523.00 46,029.58 4,506.58
49 Pamekasan Perda No. 16 Tahun 2012 12,306.00 26,003.37 13,697.37
50 Ponorogo Perda No. 1 Tahun 2012 25,000.00 33,816.43 8,816.43
51 Probolinggo Perda No. 3 Tahun 2011 38,692.00 48,784.57 10,092.57
52 Sampang Perda No. 7 Tahun 2012 33,445.00 45,779.81 12,334.81
53 Tuban Perda No. 9 Tahun 2012 23,000.00 52,814.69 29,814.69
54 Situbondo Perda No 9 Tahun 2013 30,032.00 37,171.00 7,139.00
55 Magetan Perda No. 15 Tahun 2012 19,084.00 21,627.00 2,543.00
56 Kota Batu Perda No. 7 Tahun 2011 1,252.00 2,888.82 1,636.82
57 Kota Blitar Perda No. 12 Tahun 2011 677.00 797.35 120.35
58 Kota Kediri Perda No. 1 Tahun 2012 500.00 1,733.06 1,233.06
59 Kota Madiun Perda No. 6 Tahun 2011 444.00 816.08 372.08
60 Kota Pasuruan Perda No. 1 Tahun 2012 605.00 1,336.00 731.00
61 Kota Mojokerto Perda No. 4 Tahun 2012 104.25 376.00 271.75
8 Kalimantan Selatan 62 Banjar Perda No. 3 Tahun 2013 41,828.00 58,548.00 16,720.00
63 Hulu Sungai Utara Perda No. 12 Tahun 2012 23,359.00 27,056 3,697.00
9 Kalimantan Utara 64 Malinau Perda No. 11 Tahun 2012 3,916.00 4,062 146.00
10 Lampung 65 Lampung Timur Perda No. 4 Tahun 2012 50,553.00 56,510.00 5,957.00
66 Way Kanan Perda No. 11 Tahun 2011 8,479.00 17,166.00 8,687.00
67 Pesawaran Perda No. 4 Tahun 2012 8,452.00 13,447.00 4,995.00
68 Mesuji Perda No. 6 tahun 2012 13,169.00 22,558.00 9,389.00
69 Pringsewu Perda No. 2 Tahun 2012 6,494.00 13,255.00 6,761.00
11 Maluku Utara 70 Halmahera Timur Perda No. 11 Tahun 2012 2,128.00 4,936.00 2,808.00
12 Nusa Tenggara Barat 71 Dompu Perda No 48 Tahun 2011 15,985.00 17,987.00 2,002.00
72 Sumbawa Barat Perda No. 2 Tahun 2012 7,750.00 9,141.00 1,391.00
13 Nusa Tenggara Timur 73 Manggarai Timur Perda No. 6 Tahun 2012 4,500.00 12,286.00 7,786.00
74 Manggarai Barat Perda No. 9 Tahun 2012 16,000.00 16,787.00 787.00
14 Sulawesi Selatan 75 Barru Perda No. 4 Tahun 2012 11,448.00 13,498.00 2,050.00
76 Sinjai Perda No. 11 Tahun 2012 13,593.00 14,380.00 787.00
77 Luwu Perda No. 6 Tahun 2011 25,516.00 37,143.00 11,627.00
78 Luwu Utara Perda No. 2 Tahun 2011 20,314.00 20,578.00 264.00
79 Toraja Utara Perda No. 3 Tahun 2012 10,960.00 15,233.00 4,273.00
80 Gowa Perda No. 25 Tahun 2012 22,192.00 36,173.00 13,981.00
81 Enrekang Perda No. 14 Tahun 2011 4,969.71 9,460.00 4,490.29
82 Maros Perda No. 4 Tahun 2012 20,222.00 24,715.00 4,493.00
83 Pangkajene Kepulauan Perda No. 8 Tahun 2012 14,934.00 16,375.00 1,441.00
84 Kota Pare-pare Perda No. 10 Tahun 2011 476.00 834.00 358.00
15 Sulawesi Tengah 85 Morowali Perda No. 2 Tahun 2012 5,278.00 10,948.00 5,670.00
86 Toli-Toli Perda No. 16 Tahun 2012 5,502.00 12,570.00 7,068.00
16 Sulawesi Utara 87 Minahasa Perda No 1 Tahun 2014 2,500.00 7,577.00 5,077.00
17 Sumatera Selatan 88 Ogan Komering Ilir Perda No. 9 Tahun 2013 11,500.00 125,296.00 113,796.00
18 Sulawesi Barat 89 Polewali Mandar Perda No. 12 Tahun 2012 15,870.00 16,611.00 741.00
90 Mamuju Utara Perda No. 1 Tahun 2014 3,030.00 3,226.00 196.00
19 Sumatera Barat 91 Lima Puluh Kota Perda No. 7 Tahun 2012 3,200.00 23,771 20,571.00
92 Tanah Datar Perda No. 2 Tahun 2012 17,809.66 22,260 4,450.34
93 Kota Padang Perda No. 5 Tahun 2012 4,934.00 6,587 1,653.00
94 Kota Pariaman Perda No. 21 Tahun 2012 1,505.00 2,523 1,018.00
TOTAL 1,783,033.20 2,641,876.61 858,843.41

Sumber: Direktorat Perluasan dan Pengelolaan Lahan, Ditjen PSP Kementan, 2015

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 43


Tabel di atas menunjukkan beberapa kabupaten/kota yang menetapkan LP2B di bawah
baku lahan sawah hasil audit. Kemungkinan, pemerintah daerah tersebut telah
menginventaris kecepatan alih fungsi lahan diwilayahnya sehingga mereka menetapkan
LP2B di bawah baku lahan sawah. Selain itu, mereka mengantisipasi akan terjadinya
pertumbuhan ekonomi yang kemungkinan akan mengalihfungsikan lahan pertanian
menjadi industri, infrastruktur, permukiman, ataupun bangunan lainnya.

Berdasarkan data di atas, wilayah studi yang menjadi sampel pada kegiatan evaluasi ini
dapat diidentifikasi seperti pada tabel di bawah ini.

Tabel 5.4. Identifikasi Wilayah Studi

Teridentifikasi oleh Kementan


No Wilayah Studi
Sudah Belum
1 Aceh Tamiang √
2 OKU Timur √
3 Lamongan √
4 Tabanan √
5 Lombok Tengah √
6 Garut √
7 Maros √
8 Sleman √
9 Magelang √

Dari sembilan wilayah studi yang dievaluasi, terdapat 4 kabupaten yang belum
teridentifikasi oleh Direktorat Perluasan dan Pengelolaan Lahan, Ditjen PSP Kementan,
yaitu Kabupaten OKU Timur, Lombok Tengah, Garut, dan Sleman. Artinya, informasi ini
akan menjadi masukan bagi Kementan untuk menambah informasi terkait dengan
penetapan LP2B di dalam RTRW.

5.2. Gambaran Umum Luasan Sawah dan Produktivitas Padi di Wilayah Studi

Kajian evaluasi pelaksanaan LP2B di daerah merupakan bagian yang tidak dapat
dipisahkan dari program LP2B. Evaluasi LP2B termasuk dalam kategori aspek penelitian
dan pengawasan. Hasil evaluasi ini dapat memberikan masukan atas pelaksanaan LP2B di
daerah. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, aspek yang dievaluasi adalah
keseluruhan aspek yang dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, monitoring, sampai pada
peran serta masyarkat di dalam LP2B. Jadi, tidak hanya melihat bahwa LP2B telah
ditetapkan di dalam RTRW ataupun RDTR namun melihat bagaimana mekanisme
penetapan, pelaksanaan, dan sebagainya. Jika di dalam proses penetapan LP2B hanya
dilakukan secara sepihak oleh pemerintah daerah, berarti perencanaan tersebut dapat
dikatakan benar karena harus disetujui oleh petani yang lahannya masuk dalam kategori
LP2B.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 44


Pada evaluasi ini telah ditetapkan 9 kabupaten yang menjadi wilayah studi, yaitu
Kabupaten Aceh Tamiang (Nanggroe Aceh Darussalam), OKU Timur (Sumatera Selatan),
Lamongan (Jawa Timur), Tabanan (Bali), Lombok Tengah (NTB), Garut (Jawa Barat),
Maros (Sulawesi Selatan), Sleman (Yogyakarta), dan Magelang (Jawa Tengah). Gambaran
umum wilayah studi difokuskan pada dua hal, yaitu luasan baku sawah dan produktivitas.

Dari 9 wilayah studi tersebut, Kabupaten OKU Timur memiliki luas lahan sawah yang
terluas, disusul oleh Kabupaten Lamongan dan Lombok Tengah. Sedangkan yang
memiliki luas baku lahan yang terkecil adalah Kabupaten Tabanan. Hal ini wajar
mengingat banyak lahan yang berubah menjadi hotel, restoran ataupun bangunan lainnya
karena wilayah ini masuk dalam kategori wilayah wisata sehingga alih fungsi lahan tidak
dapat dihindari.

Gambar 5.1.
Luasan Baku Sawah Wilayah Studi (Ha)
(Sumber: BPS kabupaten, 2014)

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 45


Gambar 5.2
Produktivitas Lahan Sawah Wilayah Studi (Ton/Ha)
(Sumber: BPS kabupaten, 2014)

Dilihat dari sisi produktivitas, Kabupaten Maros memiliki rata-rata produktivitas yang
tertinggi dibanding wilayah lainnya, yaitu sebesar 7,1 Ton/Ha (lihat Gambar 5.2).
Kemampuan produktivitas yang tinggi tersebut karena di wilayah ini sungai mengalir
sepanjang tahun sehingga memungkinkan petani untuk menanam padi sampai IP 300. Di
samping itu, pengelolaan usaha tani sawah yang cukup baik yang dilakukan oleh para
petani di Kabupaten Maros menjadi bagian penting dalam peningkatan produktivitas lahan.
Produktivitas rendah diperlihatkan oleh Kabupaten Aceh Tamiang, yaitu hanya sebesar 4,2
Ton/Ha. Hal ini wajar karena seluruh lahan disana dikategorikan sebagai lahan tadah
hujan. Padahal di kabupaten ini terdapat Sungai Aceh Tamiang yang mengelilingi
persawahan, namun tidak adanya irigasi teknis menyebabkan para petani rata-rata hanya
menanam padi di musim hujan saja.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 46


BAB 6
EVALUASI PERKEMBANGAN DAN
CAPAIAN PELAKSANAAN LP2B
Regulasi terkait dengan lahan pertanian pangan berkelanjutan telah diundangkan sejak
tahun 2009. Akan tetapi sejauh ini belum ada evaluasi menyeluruh atas pelaksanaan
undang-undang tersebut. Yang dimaksud dengan evaluasi menyeluruh adalah penilaian
terhadap semua aspek yang diamanatkan di dalam regulasi tersebut. Berdasarkan UU No.
41 Tahun 2009, ada 12 aspek penting di dalam penilaian atas pelaksanaan LP2B. Adapun
hasil evaluasi atas pelaksanaan LP2B di 9 (sembilan) lokasi kajian adalah sebagai berikut:

6.1. Aspek Perencanaan dan Penetapan LP2B

Perencanaan LP2B. Di dalam Undang-undang No. 41 tahun 2009 ditegaskan bahwa di


dalam perencanaan LP2B sebelum ditetapkan memiliki kekuatan hukum, terlebih dahulu
harus direncanakan. Perencanaan tersebut diawali oleh penyusunan usulan perencanaan di
tingkat pemerintah, selanjutnya usulan tersebut disebarluaskan kepada masyarakat untuk
memperoleh tanggapan, khususnya masyarakat yang lahannya akan dijadikan sebagai
LP2B. Jika proses tersebut berjalan dengan baik, maka usulan LP2B tersebut ditetapkan
dan memiliki kekuatan hukum. Adapun hasil survey di beberapa wilayah atas aspek
perencanaan dan penetapan LP2B adalah seperti pada Tabel 6.1.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 47


Tabel 6.1. Proses Perencanaan LP2B di Wilayah Studi

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 48


Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 49
Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 50
Berdasarkan tabel di atas dapat dijelaskan hal-hal sebagai berikut:
1. Dari 9 kabupaten yang dikunjungi, hanya ada dua kabupaten yang memiliki tim
LP2B. Tim ini bertugas menyusun Raperda LP2B di tahun 2015, yaitu Kabupaten
Garut dan Maros.
2. Usulan rencana LP2B tidak dibahas secara khusus di dalam rapat pemerintah
kabupaten, namun menjadi bagian dalam pembahasan RTRW
3. Seluruh pemerintah kabupaten yang menjadi wilayah kajian, tidak menyusun usulan
LP2B secara spesifik. Beberapa hal yang menyebabkan tidak dibahasnya secara
khusus adalah kurang koordinasi antar SKPD, kurangnya sosialisasi tentang LP2B di
tingkat SKPD, dan tidak adanya anggaran khusus untuk LP2B.
4. Dari 9 kabupaten yang di survey, hanya ada 3 kabupaten yang telah mensosialisasikan
LP2B di tingkat kelompok tani, yaitu Kabupaten Tabanan di tahun 2010, Kabupaten
Garut di tahun 2014, dan Kabupaten Maros di tahun 2014. Sosialisasi LP2B di
Kabupaten Tabanan, Bali bertepatan dengan ditetapkannya sistem subak sebagai
Warisan Budaya Dunia (WBD) oleh UNESCO.
5. Disamping itu, ada satu kabupaten yang telah mengeluarkan Perda LP2B, yaitu
Kabupaten Tabanan di tahun 2012, sedangkan Kabupaten Garut dan Maros sedang
menyusun Raperda LP2B dengan dana dari APBD.

Penetapan Kawasan P2B dan LP2B. Sebagaimana dalam amanat UU No. 41 Tahun
2009, penetapan kawasan pertanian berkelanjutan harus ditetapkan di dalam RTRW
kabupaten (UU No. 41/2009, pasal 18-19), sedangkan penetapan LP2B dan lahan
cadangan pertanian pangan berkelanjutan ditetapkan dalam rencana rinci/detail tata ruang
(RDTR) kabupaten (UU No. 41/2009, pasal 20-21). Adapun uraian dari penetapan
Kawasan P2B, LP2B dan Cadangan P2B pada beberapa lokasi kajian seperti pada Tabel
6.2.

Berdasarkan tabel tersebut dapat dapat diidentifikasi hal-hal sebagai berikut:


1. Seluruh kabupaten yang dikunjungi telah memiliki RTRW kabupaten, namun tidak
ada satupun yang telah menyusun RDTR.
2. Dari RTRW yang telah disusun, yang menyebutkan KP2B di dalam RTRW-nya
terdapat di 3 kabupaten, yaitu Kabupaten Magelang (tetapi tidak menyebutkan
luasannya), Kabupaten Garut dengan luasan 44.028 ha, dan Kabupaten Maros dengan
luasan 20.222 ha.
3. Adapun kabupaten-kabupaten yang mencantumkan LP2B di dalam RTRW kabupaten
adalah Kabupaten Aceh Tamiang dengan luasan 4.508,17 ha dan ditetapkan per
kecamatan saja, Kabupaten Tabananan seluas 18.831 ha dan perkecamatan saja,
Kabupaten Magelang seluas 42.070 ha namun tidak ditetapkan secara detail,
Kabupaten Lombok Tengah tetapi tidak disebutkan luasannya, dan Kabupaten Garut
juga tidak disebutkan luasannya
4. Sedangkan yang mencantumkan lahan cadangan P2B hanya ada satu kabupaten,
yaitu Kabupaten Magelang namun tidak disebutkan luasannya.

Adapun wilayah lainnya belum mencantumkan kawasan P2B ataupun LP2B di dalam
RTRW-nya memiliki alasan sebagai berikut:
1. Belum jelasnya aturan detail dari pelaksanaan LP2B
2. Tidak adanya pedoman dalam penerapan LP2B

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 51


3. Tidak berani mencantumkan LP2B di dalam regulasi karena belum siap dengan
mekanisme insentif dan disinsentif.
4. Undang-undang No. 41 Tahun 2009 masih rancu terutama dalam penetapan insentif
atas lahan-lahan yang masuk kategori LP2B. Insentif yang diberikan kepada
masyarakat yang terkena LP2B mirip dengan kegiatan reguler dari Dinas
Pertanian/Tanaman Pangan di kabupaten tersebut sehingga tidak ada bedanya antara
masyarakat petani yang terkena LP2B dengan yang tidak terkena LP2B

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 52


Tabel 6.2. Penetapan Kawasan P2B dan LP2B di dalam RDTR

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 53


Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 54
Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 55
6.2. Aspek Pengembangan LP2B

Pengembangan kawasan pertanian pangan berkelanjutan (kawasan P2B) dan lahan


pertanian pangan berkelanjutan (LP2B) difokuskan pada kegiatan intensifikasi dan
ekstensifikasi. Program intensifikasi yang harus dikembangkan di dalam Kawasan P2B dan
LP2B meliputi:
1. Peningkatan kesuburan tanah
2. Peningkatan kualitas bibit
3. Diversifikasi tanaman pangan
4. Pencegahan dan penanggulangan HPT
5. Pengembangan irigasi
6. Pemanfaatan teknologi pertanian
7. Pengembangan inovasi pertanian
8. Penyuluhan pertanian
9. Jaminan akses permodalan

Sedangkan Program Ekstensifikasi meliputi kegiatan:

1. Pencetakan LP2B
2. Penetapan lahan pertanian pangan menjadi LP2B
3. Pengalihan fungsi lahan non pertanian menjadi LP2B

Hasil survey menunjukkan bahwa penilaian atas aspek pengembangan yang


menitikberatkan pada program intensifikasi dan ekstensifikasi pada kawasan P2B dan
LP2B di wilayah-wilayah studi secara spesifik belum dilakukan. Namun, program
intensifikasi seperti yang disebutkan diatas merupakan kegiatan reguler dari Pemerintah
Pusat/Dinas Pertanian/Tanaman Pangan di daerah, baik yang daerah yang telah
menetapkan LP2B di dalam peraturan daerah maupun yang belum menetapkannya.
Dengan kata lain, program intensifikasi menjadi bagian rutinitas dari program daerah.
Sedangkan program ekstensifikasi yang terkait dengan program kawasan P2B dan LP2B
belum dilakukan. Walaupun ada program cetak sawah, namun bukan merupakan bagian
dari kegiatan pertanian pangan berkelanjutan. Adapun rincian hasil survey dari lokasi yang
menjadi wilayah kajian adalah seperti pada tabel berikut.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 56


Tabel 6.3. Penilaian Aspek Pengembangan Kawasan P2B dan LP2B

Program Intensifikasi Program


Ekstensifikasi

Jaminan akses permodalan

Penetapan lahan pertanian


Peningkatan kualitas bibit

Pengalihan fungsi lahan


Peningkatan kesuburan

Pemanfaatan teknologi

Pengembangan inovasi

non pertanian menjadi


pangan menjadi LP2B
Penyuluhan pertanian
Pengembangan irigasi
Diversifikasi tanaman

penanggulangan HPT

Pencetakan LP2B
No Kabupaten Keterangan

Pencegahan dan

pertanian

pertanian
pangan
tanah

LP2B
Aceh Tamiang, Program intensifikasi sebagai
Provinsi program rutin dan bukan dalam
1. x x x x x x x x x x x x
Nanggroe Aceh konteks Pengan Pertanian
Darussalam Berkelanjutan
Program intensifikasi sebagai
OKU Timur,
program rutin dan bukan dalam
2. Provinsi x x x x x x x x x x x x
konteks Pengan Pertanian
Sumatera Selatan
Berkelanjutan
Program intensifikasi sebagai
Lamongan,
program rutin dan bukan dalam
3. Provinsi Jawa x x x x x x x x x x x x
konteks Pengan Pertanian
Timur
Berkelanjutan
Program intensifikasi sebagai
Tabanan, program rutin dan bukan dalam
4. x x x x x x x x x x x x
Provinsi Bali konteks Pengan Pertanian
Berkelanjutan
Program intensifikasi sebagai
Sleman, Provinsi
5. x x x x x x x x x x x x program rutin dan bukan dalam
Yogyakarta
konteks Pengan Pertanian

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 57


Program Intensifikasi Program
Ekstensifikasi

Jaminan akses permodalan

Penetapan lahan pertanian


Peningkatan kualitas bibit

Pengalihan fungsi lahan


Peningkatan kesuburan

Pemanfaatan teknologi

Pengembangan inovasi

non pertanian menjadi


pangan menjadi LP2B
Penyuluhan pertanian
Pengembangan irigasi
Diversifikasi tanaman

penanggulangan HPT

Pencetakan LP2B
No Kabupaten Keterangan

Pencegahan dan

pertanian

pertanian
pangan
tanah

LP2B
Berkelanjutan
Magelang, Program tersebut merupakan program
6. Provinsi Jawa x x x x x x x x x x x x rutin, dan belum diterapkan secara
Tengah spesifik untuk LP2B
Program tersebut merupakan program
Lombok Tengah,
rutin, dan belum diterapkan secara
7. Provinsi Nusa x x x x x x x x x x x x
spesifik untuk LP2B
Tenggara Barat
Maros, Provinsi Tidak ada program pengembangan
8. x x x x x x x x x x x x
Sulawesi Selatan yang dikhususkan untuk LP2B
Program tersebut merupakan program
Garut, Provinsi
9. x x x x x x x x x x x x rutin, dan belum diterapkan secara
Jawa Barat
spesifik untuk LP2B
Keterangan: x = tidak ada kegiatan khusus untuk Kawasan P2B dan LP2B

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 58


6.3. Aspek Penelitian LP2B

Penelitian merupakan salah satu aspek yang ditetapkan di dalam Undang-undang No. 41
Tahun 2009. Penelitian menjadi salah satu dukungan bagi pangan pertanian berkelanjutan.
Beberapa kriteria penilaian dari aspek penilitian adalah sebagai berikut:
1. Pengembangan penganekaragaman pangan
2. Identifikasi dan pemetaan kesesuaian lahan
3. Pemetaan zonasi lahan pertanian pangan berkelanjutan
4. Inovasi pertanian
5. Fungsi agroklimatologi dan hidrologi
6. Fungsi ekosistem
7. Sosial budaya dan kearifan lokal

Kriteria penilaian tersebut nantinya akan dijadikan sebagai sumber informasi bagi
penetapan lahan-lahan mana yang akan dijadikan kawasan P2B, LP2B, dan Cadangan
P2B. Selain penetapan lahan, penelitian tersebut dapat juga merekomendasikan pemilik
lahan yang mana lahannya akan dijadikan sebagai LP2B. Adapun Aspek Penelitian P2B
yang dilakukan oleh wilayah-wilayah studi seperti yang dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 59


Tabel 6.4. Penilaian Aspek Penelitian P2B

Tabel di atas menunjukkan bahwa hanya beberapa wilayah saja yang melakukan penelitian
P2B dalam rangka mendukung kegiatan lahan pertanian pangan berkelanjutan. Wilayah-
wilayah yang melakukan penelitian LP2B adalah Kabupaten Aceh Tamiang, Kabupaten
Sleman, Kabupaten Magelang, Kabupaten Maros, dan Kabupaten Garut dengan dana yang
disediakan berasal dari APBD. Akan tetapi, wilayah yang melakukan penelitian LP2B

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 60


tidak mengetahui kriteria apa saja yang harus diteliti atas aspek penelitian tersebut, padahal
di dalam UU No. 41 Tahun 2009 pasal 30 ayat 3 telah dijelaskan kriterianya.

6.4. Aspek Pemanfaatan LP2B


Pemerintah memberikan harapan besar atas ditetapkan UU No. 41 Tahun 2009, yaitu
menjaga kelestarian lahan-lahan pangan bagi masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, lahan-
lahan pangan pertanian tersebut dapat dimanfaatkan secara terus menerus tanpa beralih
fungsi menjadi lahan non pangan.

Pada aspek pemanfaatan ini dititikberatkan pada jaminan konservasi tanah dan air. Ada
dua pelaku yang dinilai pada aspek ini, yaitu pemerintah dan pemilik lahan. Pemerintah
berkewajiban untuk melindungi, melestarikan, dan mengelola sumber daya lahan dan air,
serta mengendalikan pencemaran. Sedangkan pemilik lahan harus memanfaatkan lahan
sesuai peruntukannya, mencegah kerusakan irigasi, menjaga kesuburan, mencegah
kerusakan lahan, dan melestarikan lingkungan. Adapun hasil evaluasi atas aspek
pemanfaatan untuk kegiatan LP2B dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 61


Tabel 6.5. Penilaian Aspek Pemanfaatan LP2B

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 62


Atas dasar Tabel 6.5 bahwa kewajiban pemerintah dalam hal melindungi, melestarikan,
dan mengelola sumber daya lahan dan air, serta mengendalikan pencemaran secara
langsung ataupun tidak langsung telah menjadi bagian rutin Kementerian Pekerjaan
Umum, khususnya dibidang pengairan. Bidang pengairan mempunyai kewajiban untuk
menjaga hal tersebut diatas dengan mengelola bendungan dan irigasi teknis yang menjadi
tugas dari pemerintah pusat. Sedangkan pemilik lahan pertanian, sebelum ataupun sesudah
adanya UU No. 41 Tahun 2009, para pemilik lahan pada umumnya, yaitu:

1. Memanfaatkan lahan sesuai peruntukannya, baik untuk lahan padi ataupun tanaman
pangan lainnya. Namun, pada kondisi tertentu di mana pemilik lahan tidak memiliki
modal untuk usaha ataupun hal lainnya, ataupun hak bagi waris bagi keluarganya,
maka kondisi pemanfaatan lahan tidak dapat dipertahankan karena setelah beralih
kepemilikan akan sangat ditentukan oleh pemilik lahan baru.
2. Petani ataupun kelompok tani memiliki tanggung jawab yang besar dalam
memelihara irigasi karena irigasi merupakan bagian penting di dalam sistem
pertanian. Berdasarkan hasil survey disebutkan bahwa para petani membentuk
kelompok tani untuk pengaturan air, seperti di Kabupaten Lamongan, Jawa Timur,
dan Kabupaten Tabanan Bali. Bahkan, di Bali dikenal dengan sebutan Subak yaitu
kelompok pengatur air.
3. Secara otomatis karena penghidupan petani berasal dari lahan, maka para petani
akan menjaga kesuburan tanahnya dan mencegah kerusakan lahan, baik dengan
pemupukan, pengapuran ataupun kegiatan lainnya dalam menjaga kesuburan dan
menjaga kerusakan tanah
4. Menjaga kelestarian lingkungan menjadi salah satu kriteria kewajiban dari pemilik
lahan. Menjaga kelestarian lingkungan ini sangat sulit dikontrol karena banyak
faktor yang mempengaruhinya. Fokus dari kelestarian lingkungan ini adalah
konservasi sumber daya lahan dan air. Khusus untuk menjaga sumber daya air,
sangat sulit dikontrol terutama mencegah penebangan hutan oleh oknum yang tidak
bertanggung jawab. Atau mungkin juga banyak petani yang mencari kayu bakar di
hutan tanpa mengindahkan kondisi kedepan, sehingga banyak sungai-sungai dan
sumber mata air menjadi berkurang akibat gundulnya hutan akibat penebangan
tersebut.

6.5. Aspek Pembinaan LP2B

Sebagian besar petani akan mempertahankan lahan mereka untuk kegiatan pertanian,
khususnya bagi petani yang mata pencaharian pokoknya adalah pertanian. Upaya
pembinaan atas petani telah banyak dilakukan dan menjadi tugas rutin dari Dinas
Pertanian/Tanaman Pangan di daerah. Khusus untuk kegiatan LP2B, pemerintah
memberikan porsi yang berbeda bagi pembinaan para petani yang masuk dalam LP2B.
Pembinaan yang dimaksud disini lebih pada upaya pengembangan LP2B. Hasil evaluasi
atas aspek pembinaan LP2B di daerah menunjukkan sebagai berikut, seperti pada Tabel
6.6.

Berdasarkan tabel tersebut sangat jelas memperlihatkan bahwa pemerintah daerah belum
pernah melakukan sosialisasi atas LP2B. Koordinasi perlindungan P2B pun jarang
dilakukan. Koordinasi terkait LP2B cenderung dibicarakan di tingkat Badan Koordinasi
Tata Ruang (BKTR) dalam rangka penetapan ruang pertanian.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 63


Tabel 6.6. Penilaian Aspek Pembinaan LP2B

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 64


6.6. Aspek Pengendalian LP2B

Dalam rangka pengendalian LP2B, pemerintah memberikan poin khusus didalam aspek
pengendalian. Aspek pengendalian dibagi atas 3 hal, yaitu insentif, disinsentif, dan alih
fungsi. Insentif yang diberikan pemerintah kepada para petani yang lahannya masuk
kategori LP2B, yaitu perbaikan infrastruktur pertanian, pembiayaan penelitian benih dan
varietas unggul, kemudahan akses informasi dan teknologi, penyediaan prasarana dan
sarana produksi, bantuan penerbitan sertifikat tanah, penghargaan bagi petani berprestasi,
dan keringanan pajak bumi dan bangunan. Adapun disinsentif diberikan jika petani
melanggar aturan LP2B, dan alih fungsi LP2B. Hasil evaluasi atas aspek ini adalah seperti
pada tabel di bawah ini.

Tabel 6.7. Aspek Pengendalian LP2B

Insentif

Penghargaan bagi Petani berprestasi tinggi


Pembiayaan penelitian dan pengembangan

Penyediaan prasaran dan sarana produksi


Kemudahan dalam mengakses informasi

Bantuan dana penerbitan sertipikat hak

Keringanan Pajak Bumi dan Bangunan


Pengembangan infrastruktur pertanian

Alih
benih dan varietas unggul

fungsi
No Kabupaten Disintensif
LP2B
atas tanah pada LP2B
dan teknologi

pertanian

Aceh Tamiang,
1. Provinsi Nanggroe x x x x x x x x x
Aceh Darussalam
OKU Timur, Provinsi
2. x x x x x x x x √
Sumatera Selatan
Lamongan, Provinsi
3. x x x x x x x x x
Jawa Timur
Tabanan, Provinsi
4. x x x x x x x x x
Bali
Sleman, Provinsi
5. x x x x x x √ x x
Yogyakarta
Magelang, Provinsi
6. x x x x x x x x x
Jawa Tengah
Lombok Tengah,
7. Provinsi Nusa x x x x x x x x x
Tenggara Barat
Garut, Provinsi Jawa
8. x x x x x x x x x
Barat
Maros, Provinsi
9. x x x x x x x x x
Sulawesi Selatan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 65


Tabel di atas menunjukan bahwa pemerintah daerah tidak melakukan pengendalian LP2B
karena masih sebatas pada penetapan LP2B dalam RTRW kabupaten. Dengan demikian,
penerapan atas insentif, disinsentif, serta alih fungsi lahan P2B tidak dilaksanakan.
Beberapa faktor belum diterapkannya aspek pengendalian ini antara lain:
1. Pemerintah daerah masih belum memahami insenstif yang akan diberikan kepada
petani.
2. Jenis insentif yang diberikan sesuai dengan UU No. 41 Tahun 2009 tidak menarik
petani
3. Pemerintah daerah belum mampu menyediakan dana jika harus memberikan insentif
kepada petani LP2B

Hasil survey juga menunjukkan bahwa Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur telah
menetapkan Peraturan Daerah No. 7 Tahun 2009 tentang Alih Fungsi Lahan Sawah ke
Non Pertanian. Berdasarkan Perda tersebut disebutkan bahwa alih fungsi lahan sawah
irigasi dan non irigasi dapat dilakukan, namun harus mendapatkan izin dari Bupati.
Apabila izin tersebut telah diterbitkan, maka pada proses alih fungsi tersebut dikenakan
biaya retribusi. Alih fungsi lahan sawah dapat diberikan untuk usaha jasa, industri/pabrik,
rumah walet, dan perdagangan dengan biaya retribusi ditetapkan sebesar Rp 10 juta,
sedangkan untuk permukiman dan fasilitas umum ditetapkan sebesar Rp 7,5 juta. Adapun
untuk alih fungsi lahan non irigasi untuk kepentingan usaha jasa, industri/pabrik, rumah
walet, dan perdagangan ditetapkan retribusi sebesar Rp 7,5 juta, dan untuk permukiman
dan fasilitas umum ditetapkan sebesar Rp 5 juta. Perda alih fungsi ini berarti tidak sejalan
dengan UU No. 41 Tahun 2009 yang menegaskan bahwa tidak boleh alih fungsi lahan bagi
LP2B. Oleh sebab itu, perlu menjadi bahan pertimbangan bagi Pemerintah Daerah
setempat untuk merevisi Perda tersebut.

Khusus untuk Kabupaten Sleman, pemerintah daerah telah mengeluarkan Perda No. 11
Tahun 2012 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan. Berdasarkan
Pasal 8 ditetapkan bahwa:
1. Tarif pajak untuk lahan pertanian pangan berkelanjutan sebesar 0,01% dari nilai
NJOP
2. Tarif pajak untuk lahan pertanian non berkelanjutan adalah: a) luas lahan sampai
1000 m2 ditetapkan sebesar 0,01% dari nilai NJOP; b) 1000 m2 sampai 5000 m2
ditetapkan sebesar 0,02% dari nilai NJOP; dan c) di atas 5000m2 ditetapkan sebesar
0,03% dari nilai NJOP.
Perda ini merupakan salah satu insentif yang diberikan oleh Pemda Kabupaten Sleman jika
LP2B telah ditetapkan di dalam peraturan daerah. Namun, sampai saat ini Perda tentang
LP2B belum dikeluarkan.

6.7. Aspek Pengawasan LP2B

Pengawasan merupakan salah satu aspek dari manajemen. Pengawasan dilakukan untuk
mengevaluasi atas apa yang sedang atau telah dilaksanakan agar program/kegiatan yang
sedang atau telah dilaksanakan dapat diperbaiki dengan segera. Berkaitan dengan Aspek
Pengawasan LP2B, pengawasan dalam hal ini dititikberatkan pada pelaksanaan LP2B di
daerah. Namun dari hasil survey menunjukkan bahwa kegiatan ini belum dilaksanakan
mengingat banyak daerah yang belum menerapkan LP2B di dalam peraturan daerah.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 66


Otomatis, pelaksanaan kegiatan pelaporan, pemantauan dan evaluasi LP2B belum
dijalankan (lihat tabel di bawah).

Tabel 6.8. Penilaian Aspek Pengawasan LP2B

Aspek Pengawasan
No Kabupaten Mekanisme Pemantauan
Evaluasi LP2B
pelaporan LP2B LP2B
Aceh Tamiang, Provinsi
1. x x x
Nanggroe Aceh Darussalam
OKU Timur, Provinsi Sumatera
2. x x x
Selatan
Lamongan, Provinsi Jawa
3. x x x
Timur
4. Tabanan, Provinsi Bali x x x
5. Sleman, Provinsi Yogyakarta x x x
Magelang, Provinsi Jawa
6. x x x
Tengah
Lombok Tengah, Provinsi Nusa
7. x x x
Tenggara Barat
8. Garut, Provinsi Jawa Barat x x x
Maros, Provinsi Sulawesi
9. x x x
Selatan

6.8. Aspek Sistem Informasi LP2B

Sistem informasi merupakan salah satu paket di dalam UU No. 41 Tahun 2009 yang
ditujukan untuk memberikan gambaran yang seluas-luasnya terkait dengan LP2B. Di
dalam undang-undang tersebut dijelaskan bahwa di dalam sistem informasi harus meliputi
informasi terkait dengan kawasan P2B, LP2B, Cadangan P2B, tanah terlantar dan
subjeknya, fisik alamiah, fisik buatan, kondisi SDM dan sosial ekonomi, status
kepemilikan dan penguasaan lahan, lahan dan lokasi lahan, serta jenis komoditasnya. Hasil
survey di beberapa daerah seperti diperlihatkan pada tabel di bawah ini.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 67


Tabel 6.9. Penilaian Aspek Sistem Informasi LP2B

Hasil wawancara dengan pihak Bappeda ataupun Dinas Pertanian/Tanaman Pangan


menyebutkan bahwa pada umumnya mereka belum mengetahui harus dibentuknya sistem
informasi LP2B. Kalaupun harus ada sistem informasi LP2B, disarankan agar sistem
informasi tersebut ditempatkan di Bappeda supaya tidak terjadi tumpang tindih. Bahkan
sebaiknya digabung dalam BKPRD yang ada di Bappeda karena wadah tersebut
merupakan badan koordinasi untuk penanganan tata ruang wilayah.

6.9. Aspek Perlindungan dan Pemberdayaan Petani

Aspek berikutnya yang menjadi penilaian evaluasi perkembangan pelaksanaan LP2B di


daerah adalah aspek perlindungan dan pemberdayaan petani. Dalam aspek ini, pemerintah
berkewajiban untuk melakukan perlindungan dan pemberdayaan kepada petani yang
lahannya masuk kategori LP2B. Adapun hasil evaluasi terhadap beberapa wilayah yang
menjadi sampel kajian evaluasi ini adalah seperti pada Tabel 6.10 di bawah.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 68


Apabila aspek perlindungan dan pemberdayaan petani dikaitkan dengan LP2B, maka
kegiatan perlindungan tersebut semuanya tidak dilakukan karena belum jelasnya para
petani yang terkena LP2B. Akan tetapi, jika kegiatan perlindungan dan pemberdayaan
petani dalam konteks di luar LP2B, maka pemerintah telah melakukan upaya perlindungan
dan pemberdayaan melalui berbagai program dan kegiatan. Beberapa hal perlindungan dan
pemberdayaan petani yang dilakukan pemerintah di luar konteks LP2B adalah sebagai
berikut:
1. Jaminan harga komoditas pangan pokok. Walaupun tidak seluruh harga komoditas
mendapat jaminan dari pemerintah, namun untuk penentuan harga dasar gabah,
pemerintah ikut campur tangan karena beras merupakan komoditas yang sangat
strategis yang memiliki nilai politis yang tinggi
2. Jaminan memperoleh sarana dan prasarana produksi. Sejak jaman orde baru sampai
saat ini, pemerintah terus berupaya agar para petani mendapatkan prasarana dan
sarana produksi pertanian, seperti irigasi dan bantuan alat dan mesin pertanian.
3. Jaminan pemasaran hasil pertanian pangan pokok. Pemerintah melalui Badan
Urusan Logistik (Bulog) memberikan jaminan pemasaran padi dengan harga dasar
yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
4. Jaminan penguatan hasil pertanian pangan dalam negeri. Salah satu program
penguatan yang dilakukan pemerintah untuk pertanian tanaman padi adalah bantuan
alat perontok padi agar jumlah gabah yang hilang dapat diminimalisir.
5. Jaminan ganti rugi akibat gagal panen. Pemerintah telah melaksanakan ganti rugi
kepada petani yang gagal panen akibat serangan hama ataupun bencana alam
melalui pemberian bantuan puso atau sekarang ini diinisiasi melalui program
asuransi pertanian.
6. Jaminan perlindungan sosial yang menjadi bagian dari sistem jaminan sosial. Dalam
konteks jaminan sosial, kebanyakan petani belum mampu mengakses sistem jaminan
sosial yang diluncurkan pemerintah karena kurangnya informasi kepada petani.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 69


Tabel 6.10. Penilaian Aspek Perlindungan dan Pemberdayaan Petani

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 70


6.10. Aspek Pemanfaatan LP2B
Pemerintah memberikan harapan besar atas ditetapkan UU No. 41 Tahun 2009, yaitu
menjaga kelestarian lahan-lahan pangan bagi masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, lahan-
lahan pangan pertanian tersebut dapat dimanfaatkan secara terus menerus tanpa beralih
fungsi menjadi lahan non pangan.

Pada aspek pemanfaatan ini dititikberatkan pada jaminan konservasi tanah dan air. Ada
dua pelaku yang dinilai pada aspek ini, yaitu pemerintah dan pemilik lahan. Pemerintah
berkewajiban untuk melindungi, melestarikan, dan mengelola sumber daya lahan dan air,
serta mengendalikan pencemaran. Sedangkan pemilik lahan harus memanfaatkan lahan
sesuai peruntukannya, mencegah kerusakan irigasi, menjaga kesuburan, mencegah
kerusakan lahan, dan melestarikan lingkungan. Adapun hasil evaluasi atas aspek
pemanfaatan untuk kegiatan LP2B dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 6.11. Penilaian Aspek Pembiayaan LP2B

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 71


6.11. Aspek Peranserta Masyarakat pada LP2B

Pelibatan masyarakat dalam seluruh aspek pembangunan merupakan salah satu ciri dari
penerapan good governance. Partisipasi masyarakat di dalam pembangunan sangat perlu
dilakukan mengingat yang menjadi objek pembangunan adalah masyarakat itu sendiri. Hal
ini serupa juga dilakukan pada kegiatan LP2B ini, dimana di dalam UU No. 41 Tahun
2009 diamanatkan untuk melibatkan masyarakat di dalam LP2B. Hasil evaluasi atas aspek
peran serta masyarakat dalam LP2B dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel tersebut memperlihatkan bahwa seluruh kabupaten belum melibatkan masyarakat di


dalam kegiatan LP2B. Bahkan, saat wawacara langsung dengan kelompok tani (yang
umumnya diwakili oleh pengurus kelompok) disebutkan bahwa mereka belum mengetahui
tentang kegiatan LP2B. Dengan demikian, aspek peran serta masyarakat ini pada LP2B
belum maksimal dilaksanakan.

Tabel 6.12. Penilaian Aspek Peran Serta Masyarakat pada LP2B

Aspek Peran Serta Masyarakat

Pengembangan

Pemberdayaan
Perencanaan

Pengawasan

Pembiayaan
Penelitian

petani
No Kabupaten

Aceh Tamiang, Provinsi Nanggroe Aceh


1. x x x x x x
Darussalam
2. OKU Timur, Provinsi Sumatera Selatan x x x x x x
3. Lamongan, Provinsi Jawa Timur x x x x x x
4. Tabanan, Provinsi Bali √ x x x x x
5. Sleman, Provinsi Yogyakarta x x x x x x
6. Magelang, Provinsi Jawa Tengah x x x x x x
7. Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat x x x x x x
8. Garut, Provinsi Jawa Barat √ x x x x x
9. Maros, Provinsi Sulawesi Selatan x x x x x x

6.12. Aspek Sanksi

Didalam UU No. 41 Tahun 2009 dirumuskan juga pasal-pasal yang berkenaan dengan
sanksi. Yang dimaksud dalam sanksi disini adalah sanksi administrasi. Sanksi menjadi
salah satu aspek di dalam kegiatan LP2B. Sanksi diberikan kepada orang yang melanggar
ketentuan LP2B, baik itu petani LP2B ataupun pejabat pemerintah. Sanksi yang paling
ringan diberikan adalah sanksi administrasi. Sanksi yang lebih berat adalah sanksi jika
permasalahan LP2B telah masuk dalam ranah pidana. Didalam UU No. 41 Tahun 2009
dijelaskan dengan rinci yang dimulai dari pasal 72-74 bahwa pidana penjara dan denda.
Pidana penjara dan denda minimal yang ditetapkan dalam undang-undang tersebut adalah

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 72


pidana penjara minimal 1 (satu) tahun dan denda Rp 1 milyar. Adapun hasil evaluasi
terhadap pelaksanaan sanksi LP2B seperti terlihat pada di bawah ini.

Tabel 6.13. Penilaian Aspek Sanksi LP2B

6.13. Rekapitulasi Evaluasi Penilaian Seluruh Aspek LP2B

Hasil evaluasi atas keseluruhan aspek LP2B yang diamanatkan didalam UU No.41 Tahun
2009 terhadap kabupaten yang menjadi target lokasi kajian adalah seperti pada tabel di
bawah ini.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 73


Tabel 6.14. Rekapitulasi Evaluasi Seluruh Aspek LP2B terhadap Lokasi Kajian

No Aspek LP2B Pelakasanaan


1. Perencanaan dan Penetapan Tidak direncanakan secara matang, penetapan
LP2B sebagian besar di RTRW bukan di RDTR
2. Pengembangan Sebagian besar merupakan program rutin bukan
LP2B
3. Penelitian 5 kabupaten telah melaksanakan, 1 kabupaten
akan dilaksanakan, dan 3 kabupaten belum
melaksanakan peneltian
4. Pemanfaatan Bagian dari rutinitas bukan LP2B
5. Pembinaan Bagian dari rutinitas bukan LP2B
6. Pengendalian Insentif belum dikaitkan dengan program LP2B
7. Pengawasan Belum ada sistem pelaporan LP2B
8. Sistem Informasi Belum ada sistem informasi LP2B
9. Perlindungan dan Pemberdayaan Cenderung program rutin bukan LP2B
Petani
10. Pembiayaan Pembiayaan Penelitian LP2B oleh 3 kabupaten,
sumber APBD
11. Peranserta Masyarakat Belum terlibat
12. Sansi Administrasi Belum ada sanksi

Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan LP2B dapat dikatakan
belum berjalan sebagaimana mestinya. Hal ini disebabkan berbagai kendala yang dihadapi
oleh pemerintah daerah dalam melaksanakan amanat undang–undang tersebut.
Berdasarkan seluruh aspek yang dikaji, hanya ada dua aspek yang baru dilakukan, yaitu
meregulasi LP2B di dalam RTRW kabupaten, dan melakukan penelitian.

Catatan atas penempatan LP2B di dalam RTRW kabupaten, saat ini masih pada tingkatan
luasannya saja (numerik). Detail dari luasan tersebut yang berupa data spasial belum
terakomodasi sehingga hal ini bisa membawa permasalahan berikutnya, yaitu jika aturan
tersebut diterapkan. Perbedaan data luasan lahan sawah antara citra satelit yang
dikembangkan oleh Kementerian Pertanian, Kementerian PU, BPS, dan Bappeda
kabupaten/kota menjadi salah satu kendala tersendiri atas penetapan luasan lahan tersebut.
Oleh karena itu, hal yang penting dilakukan adalah melakukan internalisasi baik di tingkat
pusat ataupun daerah atas data luasan tersebut sehingga diperoleh luasan lahan sawah yang
sama untuk seluruh instansi. Program pendataan petani by name by address menjadi salah
satu solusi untuk mengidentifikasi dan memetakan luasan lahan pertanian dari masing-
masing petani ditingkat daerah. Dengan adanya data tersebut, pemerintah dapat
merencanakan program dengan target yang jelas karena informasi atas by name by address
telah menggambarkan kondisi yang terjadi dengan luasan lahan pertanian di Indonesia.

Selanjutnya adalah ada beberapa daerah yang telah melakukan penelitian atas LP2B
dengan dana yang dianggarkan dari APBD. Hal ini telah menjadi salah satu bukti nyata
atas dukungan daerah dalam pelaksanaan LP2B. Akan tetapi, hasil penelitian ini belum
dapat diterapkan karena mengingat aspek lain yang belum dapat dilakukan oleh pemerintah
daerah, misalnya insentif, disinsentif, dan sebagainya karena ketidakjelasan pedoman
ataupun petunjuk pelaksanaan.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 74


6.14. Pendapat Petani terhadap LP2B

Untuk memperoleh informasi yang seimbang tentang program LP2B, dilakukan


wawancara dengan para petani yang menjadi target dari program LP2B. Wawancara
dilakukan secara terbuka dan berdiskusi secara terfokus berkaitan dengan program
tersebut. Wawancara langsung dilakukan melalui para pengurus kelompok tani di beberapa
lokasi kajian guna memperoleh informasi sejauhmana program LP2B diinfomasikan
ataupun dilaksanakan. Berdasarkan hasil wawancara dengan para petani tentang program
LP2B dan pendapat mereka tentang program tersebut, dapat dilihat pada tabel berikut.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 75


Tabel 6.15. Pendapat Petani Tentang LP2B

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 76


Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 77
Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 78
Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 79
Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 80
Atas dasar tabel sebelumnya, maka pendapat petani atas program LP2B yang dicanangkan
oleh pemerintah adalah sebagai berikut:
1. Sosialisasi LP2B ke tingkat petani belum dilakukan mengingat belum jelasnya aturan
ataupun pedoman atas pelaksanaan LP2B tersebut. Hanya Kabupaten Tabanan, Bali
saja yang telah mensosialisasikan kegiatan LP2B karena hal ini sejalan dengan
program UNESCO yang menempatkan wilayah Kabupaten Tabanan sebagai Warisan
Budaya Dunia dengan sistem Subaknya
2. Oleh karena tidak adanya sosialisasi LP2B ke masyarakat, secara otomatis usulan
rencana LP2B dari masyarakat petani menjadi belum dilakukan, kecuali di Kabupaten
Tabanan. Beberapa kelompok Subak bersepakat untuk menetapkan Kecamatan
Penebal menjadi wilayah LP2B dan telah ditetapkan oleh aturan Bupati Kabupaten
Tabanan.
3. Secara keseluruhan, para petani yang dikunjungi setuju dengan adanya program dari
pemerintah, LP2B. Mereka akan mendukung program tersebut sejauh program
tersebut bermanfaat bagi petani.
4. Akan tetapi setelah diberikan penjelasan singkat tentang LP2B, terdapat persepsi yang
lain terkait pelaksanaan tersebut, seperti:
a. Jika lahan pertanian petani ditetapkan sebagai LP2B, keseluruhan kelompok masih
ragu atas keputusan tersebut karena mengingat konsekuensi logis yang harus
diterima petani atas program LP2B dimana lahan tidak dapat dialihfungsikan
dan alih komoditaskan. Apabila petani melakukan hal tersebut, harus mengganti
atas alih fungsi dan komoditas tersebut ke pertanian awal.
b. Secara keseluruhan, para petani setuju dengan adanya insentif yang diberikan
karena dapat membantu petani untuk meningkatkan produktivitas. Akan tetapi,
mereka tidak setuju adanya disinsentif dan alih fungsi lahan karena tidak sesuai
dengan program pemerintah yang harus mendukung masyarakat kecil, dalam
hal ini petani.
c. Para petani tidak setuju dengan tidak bolehnya alih fungsi lahan karena aset yang
dimiliki petani hanya sawah, maka jika terjadi hal-hal diluar dugaan, maka aset
tersebut akan dijual atau dilepas atau akan menjadi rumah untuk anak-anak.
d. Petani tidak setuju dengan adanya sanksi yang diterapkan jika petani ikut dalam
program LP2B namun tidak memenuhi syarat dan ketentuan program tersebut.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 81


Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 82
BAB 7
PERMASALAHAN DAN FAKTOR-
FAKTOR YANG BERPENGARUH
TERHADAP PELAKSANAAN
PROGRAM LP2B
7.1. Permasalahan Pelaksanaan LP2B

Kegiatan evaluasi LP2B di beberapa wilayah kajian telah menghasilkan banyak informasi
yang penting sebagai bahan kebijakan. Informasi yang diperoleh salah satunya adalah
bagaimana proses penetapan LP2B di dalam RTRW ataupun di dalam Perda Kabupaten.
Berdasarkan hasil wawancara dengan berbagai pelaku di daerah, seperti Bappeda
kabupaten, Dinas Pertanian/Tanaman Pangan di kabupaten, dan kelompok tani, maka
diidentifikasi berbagai permasalahan yang timbul. Secara umum, permasalahan lebih
didominasi dari proses perencanaan dan penetapan LP2B di dalam RTRW ataupun Perda.
Adapun beberapa permasalahan spesifik dari masing-masing wilayah dapat dilihat pada
tabel di bawah ini.

Tabel 7.1. Permasalahan Pelaksanaan LP2B di Wilayah Studi

No Kabupaten Permasalahan

Lahan pertanian seluruhnya merupakan lahan tadah hujan


Tidak ada irigasi, padahal ada sungai Aceh Timur yang dapat
dimanfaatkan untuk pengairan
Alih fungsi komoditas dari padi ke sawit tidak dapat dihindarkan
karena merupakan pilihan hidup petani
1 Aceh Tamiang
Alih fungsi lahan tidak dapat dikontrol karena Aceh Timur
sedang membangun
Belum ada sosialisasi terhadap regulasi LP2B
Terjadi perbedaan data baku lahan sawah antara Dinas PU, Dinas
Pertanian, dan BPS
Kesulitan penetapan LP2B karena sawah milik petani
Alih fungsi lahan menjadi bangunan tidak dapat dihindari
Kepemilikan lahan sawah selalu berubah cepat
Belum ada sosialisasi LP2B dari pusat ataupun provinsi
2 OKU Timur Alih fungsi komoditas dari padi ke karet tidak dapat dihindarkan
karena tergantung dari petani itu sendiri untuk memutuskan
komoditasnya
Karakter dan budaya petani yang sulit menerima program,
apalagi jika lahan tersebut tidak dapat dialihfungsikan menjadi

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 83


No Kabupaten Permasalahan

bangunan
Bahan untuk sosialisasi masih kurang terutama masalah insentif
yang akan diberikan
Tidak ada anggaran sosialisasi LP2B
Belum dilaksanakannya sosialisasi LP2B karena belum dapat
menjawab insentif dan jaminan pemerintah
3 Lamongan
Kesulitan dalam mengendalikan alih fungsi lahan
Terdapat perbedaan data baku lahan sawah antara Dinas Pertanian
dan Kehutanan dengan Dinas PU
Terjadi kegamangan atas pelaksanaan LP2B karena tidak jelasnya
SKPD yang menjadi leader dalam LP2B
Belum memiliki RDTR
LP2B tidak menjadi bahasan pokok dalam BKPRD namun hanya
4 Tabanan merupakan bagian dari pembahasan utama di BKPRD
Terjadi perbedaan data baku lahan sawah antara dinas pertanian
dan PU
Belum memiliki benchmark atas pelaksanaan LP2B sehingga
tidak ada yang dapat dijadikan contoh
Sosialisasi LP2B dari pusat dilakukan tidak secara terus menerus
dan berkesinambungan
Banyak petani yang memiliki lahan sempit sehingga sulit untuk
5 Lombok Tengah
pelaksanaan LP2B
Lombok Tengah sedang berkembang sehingga alih fungsi lahan
sulit dihindarkan
Zonasi lahan pertanian yang tersebar menyebabkan sulitnya
mendeteksi alih fungsi lahan
Lahan-lahan pertanian yang produktif dan subur berada di
perkotaan karena adanya Sungai Cimanuk yang melintasi kota.
Alih fungsi lahan sawah tidak dapat dihindarkan terutama sawah-
sawah yang berada di kota
Penetapan LP2B dalam Perda perlu waktu karena harus
6 Garut berkoordinasi dengan lintas sektoral dan masyarakat
Pembangunan infrastruktur jalan tol yang rencananya akan
dibangun pemerintah, banyak yang mengorbankan lahan sawah
Anggaran terbatas termasuk tidak adanya anggaran untuk petugas
yang bekerja dilapangan untuk sosialisasi ataupun diseminasi
program LP2B
Koordinasi antar SKPD yang kurang terutama tidak adanya
informasi LP2B ke pihak Bappeda
Sosialisasi LP2B diperoleh berdasarkan informasi sepihak, tidak
secara utuh
Belum adanya sosialisasi LP2B, baik dari pusat maupun provinsi
7 Maros Anggaran terbatas terutama untuk mendanai petugas pelaksana
Alih fungsi lahan tidak dapat dihindari karena Kabupaten Maros
sebagai penyangga bagi Kota Makasar, terlebih wilayah ini telah
terdapat Bandara Internasional Hasanudin dan telah terhubungnya
Kota Makasar dan Kabupaten Maros dengan Jalan Tol

8 Sleman Masih ragu-ragu menerapkan LP2B karena belum jelasnya aturan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 84


No Kabupaten Permasalahan

tersebut
Jika petani seluruhnya setuju dengan LP2B, maka diperkirakan
harus disediakan materai sebesar Rp 2 milyar yang akan
dibubuhkan di dalam perjanjian. Penyediaan dana tersebut tidak
dapat disediakan dalam APBD karena terbatas
Belum jelasnya insentif dan disinsentif dan tidak memiliki
anggaran untuk pemberian insentif ke petani LP2B
Kejelasan fungsi dan tanggung jawab pusat, provinsi, dan
kabupaten/kota terhadapa LP2B
Banyak petani di Sleman berlahan sempit dan berpendapatan
rendah dan lahan dijadikan sebagai aset jika terjadi kondisi
tertentu di keluarganya
Data lahan dan peruntukkan tidak sama antara BPN dan Pemda
Kesulitan dalam penentuan insentif dan disinsentif
Penerapan Perda RTRW tidak konsisten dan banyak yang tidak
9 Magelang diindahkan, seperti membangun rumah di wilayah hijau namun
masih memperoleh ijin
Alih fungsi lahan sulit dideteksi dan dikontrol
Perijinan sebagai pengendali tidak berfungsi dengan baik

7.2. Faktor-faktor yang Berpengaruh Atas Pelaksanaan LP2B

Penentuan faktor-faktor yang berpengaruh pada pelaksanaan LP2B di wilayah studi


menggunakan metode PSA (Participatory Sistem Appraisal). Seperti yang telah
dikemukakan pada Bab 3, terdapat beberapa langkah dalam penentuan faktor tersebut.
Penentuan faktor ditentukan berdasarkan hasil diskusi dengan para pelaku, khususnya
pihak Dinas Pertanian ataupun Bappeda. Berdasarkan hasil identifikasi faktor yang
berpengaruh terhadap pelaksanaan LP2B di wilayahnya masing-masing dapat dilihat pada
tabel-tabel di bawah ini. Selanjutnya, faktor-faktor tersebut dianalisis dengan
menggunakan PSA, yang hasilnya dapat dilihat pada gambar-gambar berikutnya.

Kabupaten Aceh Tamiang

Hasil FGD atas faktor-faktor yang berpengaruh terhadap LP2B di Kabupaten Aceh
Tamiang, terdapat 7 (tujuh) faktor yang berpengaruh, seperti terlihat pada tabel di bawah
ini.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 85


Tabel 7.2. Faktor-faktor Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten Aceh Tamiang

No Faktor Definisi Faktor


1. Regulasi Daerah Peraturan daerah terkait dengan LP2B
Petunjuk teknis terkait dengan LP2B sehingga pemerintah
2. Petunjuk Teknis LP2B
setempat dapat menjalankan LP2B
Sosialisasi aturan perundangan serta konsekuensi penerapan
3. Sosialisasi LP2B
LP2B di Pemda
4. Data Base Lahan Data terkait dengan lahan pertanian
5. Data Pemilik Lahan Data terkait dengan pemilik lahan pertanian serta luasannya
Rendahnya kesadaran Kesadaran para pemangku kepentingan (khususnya
6.
pelaku pemerintah) terhadap implementasi peraturan LP2B
Kerjasama antar instansi terkait dengan pelaksanaan LP2B
7. Kerjasama instansi
serta kejelasan tupoksi di dalam LP2B

Adapun hasil analisis PSA atas faktor-faktor di atas dapat dilihat di bawah ini.

Sympton Critical Element

Buffer Motor/Lever

Gambar 7.1. Hubungan antar Faktor yang Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di
Kabupaten Aceh Tamiang

Kabupaten OKU Timur

Hasil identifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap LP2B di Kabupaten OKU


Timur, terdapat 5 (lima) faktor yang berpengaruh, seperti terlihat pada tabel di bawah ini.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 86


Tabel 7.3. Faktor-faktor Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten OKU Timur
No Faktor Definisi Faktor
1. Payung Hukum/Regulasi Belum jelasnya aturan terkait LP2B
2. Kepemilikan Lahan Perubahan kepemilikan lahan sawah dalam setiap tahunnya
3. Perkebunan rakyat Alih fungsi lahan sawah ke perkebunan
4. Sosialisasi Perlu ada sosialisasi secara bertahap
Sarana dan prasarana Sarana dan prasarana yang tersedia belum semuanya dapat
5.
usaha tani menunjang usaha tani

Selanjutnya, tabel di atas dianalisis dengan menggunakan PSA, hasilnya dapat dilihat pada
gambar di bawah ini.

Sympton 3 Critical Element


2
1

4
5

Buffer Motor/Lever

Gambar 7.2. Hubungan antar Faktor yang Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di
Kabupaten OKU Timur

Kabupaten Lamongan

Hasil FGD atas faktor-faktor yang berpengaruh terhadap LP2B di Kabupaten Lamongan,
terdapat 5 (lima) faktor yang berpengaruh, seperti terlihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 7.4. Faktor-faktor Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten Lamongan

No Faktor Definisi Faktor


1. Sumber Air Baku Kondisi waduk dan rawa
2. Jaringan Irigasi Kondisi jaringan irigasi belum memadai
3. Alih fungsi lahan Perubahan lahan pertanian menjadi bangunan
4. Tataniaga pupuk Harg pupuk mahal dan barangnya tidak tersedia setiap saat
5. Harga jual panen Harga jual panen belum mencerminkan biaya produksi

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 87


Selanjutnya, tabel di atas dianalisis dengan menggunakan PSA yang menghasilkan peta
PSA seperti pada gambar berikut.

Sympton Critical Element


4

3 1
2 5

Buffer Motor/Lever

Gambar 7.3. Hubungan antar Faktor yang Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di
Kabupaten Lamongan

Kabupaten Tabanan

Hasil identifikasi atas faktor-faktor yang berpengaruh terhadap LP2B di Kabupaten


Tabanan, terdapat 5 (lima) faktor yang berpengaruh, seperti terlihat pada tabel di bawah
ini.

Tabel 7.5. Faktor-faktor Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten Tabanan

No Faktor Definisi Faktor


1. Alih fungsi lahan Lahan sawah berubah menjadi bangunan
2. Sikap para petani Sikap petani terhadap LP2B
3. Dampak Perubahan Iklim Kekeringan menjadi kendala
4. Serangan hama penyakit Hama penyakit menjadi kendala pertanian
Penghidupan dari pertanian tidak cukup menopang
5. Kondisi Sosial Ekonomi
kehidupan rumah tangga

Adapun hasil analisis faktor dengan menggunakan PSA dapat dilihat pada gambar berikut.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 88


Sympton Critical Element

3
1 2
5

Buffer Motor/Lever

Gambar 7.4. Hubungan antar Faktor yang Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di
Kabupaten Tabanan

Kabupaten Lombok Tengah

Hasil FGD atas faktor-faktor yang berpengaruh terhadap LP2B di Kabupaten Lombok
Tengah, terdapat 7 (tujuh) faktor yang berpengaruh, seperti terlihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 7.6. Faktor-faktor Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten Lombok Tengah

No Faktor Definisi Faktor


Peran serta masyarakat dalam Keikutsertaan masyarakat petani atas program LP2B
1.
LP2B
2. Regulasi LP2B Peraturan daerah tentang LP2B
Perkembangan pembangunan di wilayah Lombok Tengah
3. Perkembangan pembangunan
dapat menyebabkan alih fungsi lahan
4. Rendahnya kepemilikan lahan Rata-rata kepemilikan lahan pertanian hanya 0,3 ha
Hamparan lahan sawah Tidak ada lahan sawah dalam bentuk hamparan luas
5.
tersebar tetapi tersebar
Teknologi pembibitan harus dapat diimplementasikan di
6. Teknologi Alternatif
petani
7. Nilai ekonomi pertanian Belum maksimalnya nilai ekonomi di usaha tani

Adapun hasil analisis PSA dengan menggunakan diagram 4 kuadran yang menggambarkan
masing-masing kriteria faktor dapat dilihat pada gambar berikutnya.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 89


Sympton Critical Element
7
1
4

6 3 5

2
Motor/Lever
Buffer

Gambar 7.5. Hubungan antar Faktor yang Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di
Kabupaten Lombok Tengah

Kabupaten Garut

Hasil identifikasi atas faktor-faktor yang berpengaruh terhadap LP2B di Kabupaten Garut,
terdapat 5 (lima) faktor yang berpengaruh, seperti terlihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 7.7. Faktor-faktor Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten Garut

No Faktor Definisi Faktor


1. SDM dinas terbatas Staf lapangan terbatas
Anggaran dinas tanaman pangan dan hortikultura terbatas untuk
2. Anggaran Terbatas
kegiatan LP2B
3. Alih Fungsi Tingginya alih fungsi sawah di perkotaan
Banyak investor dari luar daerah berinvestasi pada industri dan
4. Investor Melirik Garut
wisata
Tidak ada wilayah
5. Tidak adanya wilayah yang jadi acuan LP2B
acuan

Adapun hasil analisis PSA dengan menggunakan 4 kuadran yang mencerminkan kriteria
dari masing-masing faktor dapat dilihat pada gambar berikutnya.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 90


Sympton Critical Element

1
2

4
5 Motor/Lever
Buffer

Gambar 7.6. Hubungan antar Faktor yang Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di
Kabupaten Garut

Kabupaten Maros

Hasil FGD atas faktor-faktor yang berpengaruh terhadap LP2B di Kabupaten Maros,
terdapat 4 (empat) faktor yang berpengaruh, seperti terlihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 7.8. Faktor-faktor Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten Maros

No Faktor Definisi Faktor


1. SDM dinas Staf lapangan terbatas
2. Anggaran Anggaran dinas pertanian terbatas untuk kegiatan LP2B
Kurangnya sosialisasi dari pusat sehingga LP2B hanya dikerjakan
3. Sosialisasi LP2B
oleh Dinas Pertanian
4. Koordinasi LP2B Kurangnya koordinasi instansi khususnya di LP2B

Selanjutnya, tabel di atas dianalisis dengan menggunakan PSA yang menghasilkan gambar
sebagai berikut.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 91


Sympton Critical Element

2
4
3

Buffer Motor/Lever

Gambar 7.7. Hubungan antar Faktor yang Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di
Kabupaten Maros

Kabupaten Sleman

Hasil FGD atas faktor-faktor yang berpengaruh terhadap LP2B di Kabupaten Sleman,
terdapat 5 (lima) faktor yang berpengaruh, seperti terlihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 7.9. Faktor-faktor Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten Sleman

No Faktor Definisi Faktor


1. Sumber air baku Kurangnya sumber air baku karena harus dibagi untuk permukiman
2. Jaringan irigasi Jaringan irigasi belum optimal
3. Alih fungsi lahan Sosialisai tentang alih fungsi belum dilakukan
4. Tataniaga pupuk Kurangnya koordinasi instansi sehingga pupuk sering telat
Harga jual panen sangat tergantung pada musim. Pada musim panen
5. Harga jual panen
raya, harga pertanian akan turun.

Adapun hasil analisis PSA yang memetakan posisi masing-masing dari faktor-faktor di
atas di dalam kuadran PSA dapat dilihat pada gambar berikutnya.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 92


Sympton 4 Critical Element
3
1
2
5

Buffer Motor/Lever

Gambar 7.8. Hubungan antar Faktor yang Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di
Kabupaten Sleman

Kabupaten Magelang

Hasil identifikasi atas faktor-faktor yang berpengaruh terhadap LP2B di Kabupaten


Magelang, terdapat 5 (lima) faktor yang berpengaruh, seperti terlihat pada tabel di bawah
ini.

Tabel 7.10. Faktor-faktor Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten Magelang

No Faktor Definisi Faktor


1. Pemetaan wilayah sawah Pemetaan sawah-sawah di Kabupaten Magelang
Belum mampunya daerah untuk memberikan insentif
2. Insentif dan Disinsentif
ataupun disinsentif
3. Anggaran Terbatas Pemakaian air
4. Kelompok Tani Sosialisasi ke kelompok tani masih terbatas
Sarana dan prasarana Sarana dan prasarana usaha tani yang belum maksimal
5.
usaha tani terutama irigasi

Gambaran posisi dari masing-masing faktor di atas diidentifikasi dengan menggunakan


diagram PSA seperti pada gambar berikutnya.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 93


Sympton 3 Critical Element
5
4 2
1

Buffer Motor/Lever

Gambar 7.9. Hubungan antar Faktor yang Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di
Kabupaten Magelang

Hasil-hasil penentuan faktor di atas, selanjutnya direkapitulasi dalam tabel di bawah ini.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 94


Tabel 7.11. Faktor dan Kriteria Faktor yang Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B

Kriteria Faktor yang Berpengaruh


Wilayah
No Critical
Studi Symptom Motor/Leverage Buffer
Elements
Regulasi daerah, Data pemilik
Aceh
petunjuk teknis lahan dan
Tamiang,
terkait LP2B, kerjasama
Provinsi
1. sosialisasi LP2B, instansi
Nanggroe
basis data lahan,
Aceh
rendahnya
Darussalam
kesadaran pelaku
Hukum, Perkebunan
OKU Timur,
kepemilikan lahan, rakyat dan
Provinsi
2. dan sarana dan sosialisasi LP2B
Sumatera
prasarana usaha
Selatan
tani
Alih Fungsi Lahan Sumber air baku,
Lamongan,
dan Tataniaga jaringan irigasi,
3. Provinsi
pupuk dan harga jual
Jawa Timur
panen
Alih Fungsi Lahan Sikap para petani serangan hama
Tabanan,
dan Kondisi Sosial terhadap LP2B penyakit
4. Provinsi
Ekonomi dan Dampak
Bali
Perubahan Iklim
Alih fungsi, Sumber air baku,
Sleman,
tataniaga pupuk, jaringan irigasi,
5. Provinsi
dan harga jual dan harga pupuk
Yogyakarta
panen
Kelompok tani, Pemetaan wilayah
Magelang,
anggaran terbatas, dan insentif dan
Provinsi
6. dan sarana dan disinsetif
Jawa
prasarana usaha
Tengah
tani
Rendahnya Peranserta Regulasi
Lombok
kepemilikan lahan, masyrakat dalam LP2B
Tengah,
teknologi alternatif, LP2B,
Provinsi
7. dan nilai ekonomi Perkembangan
Nusa
pertanian Pembangunan,
Tenggara
dan Hamparan
Barat
sawah tersebar
Maros, SDM Dinas Anggaran, alih Sosialisasi
Provinsi fungsi, dan dan
8.
Sulawesi investor Koordinasi
Selatan LP2B
Anggaran SDM
terbatas, alih terbatas,
Garut,
fungsi, dan dan tidak
9. Provinsi
investor melirih ada
Jawa Barat
Garut wilayah
acuan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 95


Berdasarkan tabel di atas telah dapat diidentifikasi bahwa tiap wilayah memiliki kriteria
faktor-faktor yang berbeda. Perbedaan kriteria dari masing-masing wilayah tersebut
disebabkan berbagai faktor, seperti kurangnya sosialisasi LP2B, LP2B bukan prioritas
wilayah, koordinasi antar SKPD dan sebagainya. Penjelasan lebih rinci dari faktor-faktor
di masing-masing wilayah dapat dilihat pada lampiran.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 96


BAB 8
KESIMPULAN DAN
REKOMENDASI
8.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil uraian dari bab-bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan hal-hal
sebagai berikut:
1. Secara keseluruhan, perencanaan dan penetapan LP2B di dalam RTRW dilakukan
secara sepihak oleh pemerintah, tidak didasarkan pada pendapat atau usulan dari
masyarakat. Alasannya belum memiliki informasi yang cukup untuk mensosialisasikan
LP2B ke masyarakat.
2. Luasan lahan LP2B yang ditetapkan masih pada luasan kabupaten dan paling kecil
sampai pada tingkat kecamatan karena lebih aman jika terjadi perubahan lahan
dikemudian hari
3. Ada satu wilayah telah menetapkan Peraturan Bupati tentang LP2B, yaitu Kabupaten
Tabanan, dan Kabupaten Garut dan Maros sedang menyusun peraturan tersebut.
4. Ada 6 kabupaten telah melakukan penelitian terkait dengan LP2B dengan dana APBD
yang mana hasil penelitian tersebut digunakan untuk penyusunan perencanaan LP2B
5. Aspek pengembangan, pemanfaatan, pembinaan, sampai dengan aspek sanksi belum
diterapkan karena semua wilayah masih terfokus pada proses perencanaan dan
penetapan LP2B
6. Permasalahan yang muncul terkait dengan LP2B adalah kurangnya sosialisasi LP2B
baik dari pusat maupun provinsi, dan ketidakmampuan pihak kabupaten dalam
mengontrol alih fungsi lahan dan alih fungsi komoditas

8.2. Rekomendasi

Adapun rekomendasi yang dapat disarankan atas hasil kajian ini adalah sebagai berikut:
1. Sebaiknya, Pemda penyusunan rencana LP2B terlebih dahulu sebelum ditetapkan di
dalam Perda
2. Sebaiknya dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan LP2B. Kendala utama
penyebab tidak jalannya pelaksanaan LP2B harus menjadi focus perhatian sehingga
permasalahan-permasalahan tersebut dapat diselesaikan.
3. Evaluasi pasal-pasal yang ambigu dalam UU No. 41 Tahun 2009 beserta turunannya,
terutama untuk membedakan perlakuan antara kegiatan reguler dengan kegiatan LP2B.
4. Sebaiknya dilakukan koordinasi kembali terkait LP2B, terutama di tingkat pusat, yang
dikoordinasi oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian
Perencanaan Pembangunan Nasional untuk melakukan reposisi kembali atas tugas dan
fungsi masing-masing pada program LP2B
5. Pembagian tanggung jawab antara Pemerintah Pusat dan Daerah terkait kegiatan LP2B
antara lain:

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 97


a. Kementerian Pertanian harus melakukan sosialisasi lebih intensif,
b. Pemerintah Daerah dan DPRD melakukan revisi atas peraturan-peraturan daerah
yang tidak sesuai dengan regulasi LP2B,
c. Bappeda mengkoordinasikan pembentukan Tim LP2B di daerah,
d. Pendataan petani by name by addres diperlukan sebagai salah satu instrumen
pendukung pelaksanaan program LP2B yang dikoordinasikan oleh Bappenas dan
dilaksanakan oleh Kementerian Pertanian bekerjasama dengan BPS dan
Kementerian Dalam Negeri.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 98


DAFTAR PUSTAKA
Bachriadi, Dianto. 2007. Reformasi Agraria untuk Indonesia. Pandangan Kritis tentang
Pembaruan Agraria Nasional atau Redistribusi Tanah ala Pemerintahan SBY.
Kerta Kerja Diskusi di Fakultas Hukum, Universitas Bengkulu. Bengkulu.
Barus, B., D.R. Panuju, K. Munibah, LS Iman, B.H Trisasongko, N. Widiana, dan R.
Kusumo. 2012. Model Pemetaan Sawah dan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
dengan Penginderaan Jarak Jauh dan Sistem Informasi Geografis. Seminar dan
Ekspose Hasil Kegiatan dan Penelitian P4W LPPM-IPB, Tema: Pengembangan
Metodologi Penelitian Bidang Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, IPB ICC.
Bogor
Budiharsono, Sugeng. 1988. Dasar-dasar Perencanaan Pembangunan Wilayah. Universitas
Nusa Bangsa. Bogor.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Aceh Tamiang. 2014. Aceh Tamiang Dalam Angka
Tahun 2014. Badan Pusat Statistik Kabupaten Aceh Tamiang. Aceh Tamiang
Badan Pusat Statistik Kabupaten Oku Timur. 2014. Ogan Komering Ulu Timur Dalam
Angka Tahun 2014. Badan Pusat Statistik Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur.
Ogan Komering Ulu Timur
Badan Pusat Statistik Kabupaten Lamongan. 2014. Kabupaten Lamongan Dalam Angka
Tahun 2014. Badan Pusat Statistik Kabupaten Lamongan. Lamongan.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Tabanan. 2014. Kabupaten Tabanan Dalam Angka Tahun
2014. Badan Pusat Statistik Kabupaten Tabanan. Tabanan
Badan Pusat Statistik Kabupaten Garut. 2014. Garut Dalam Angka Tahun 2014. Badan
Pusat Statistik Kabupaten Garut. Garut
Badan Pusat Statistik Kabupaten Maros. 2014. Maros Dalam Angka Tahun 2014. Badan
Pusat Statistik Kabupaten Maros. Maros
Badan Pusat Statistik Kabupaten Lombok Tengah. 2014. Lombok Tengah Dalam Angka
Tahun 2014. Badan Pusat Statistik Kabupaten Lombok Tengah. Lombok Tengah
Badan Pusat Statistik Kabupaten Sleman. 2014. Sleman Dalam Angka Tahun 2014. Badan
Pusat Statistik Kabupaten Sleman. Sleman
Badan Pusat Statistik Kabupaten Magelang. 2014. Magelang Dalam Angka Tahun 2014.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Magelang. Magelang
Cohen, Sulaeman I. 1978. Agrarian Structures and Agrarian Reform: Exercise in
Development Theory and Policy. Martinus Nijhoff Social Science Division.
Leiden and Boston. USA
Direktorat Perluasan dan Pengelolaan Lahan. 2013. Kajian Hasil Inventarisasi LP2B
Kabupaten Majalengka, Purbalingga, Gunung Kidul, Madiun, Gowa, Aceh
Tamiang, Ngawi, dan Donggala. Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana
Pertanian, Kementerian Pertanian. Jakarta
Direktorat Perluasan dan Pengelolaan Lahan. 2014. Kajian Hasil Inventarisasi LP2B
Kabupaten Pemalang Provinsi Jawa Tengah. Direktorat Jenderal Prasarana dan
Sarana Pertanian, Kementerian Pertanian. Jakarta
Direktorat Perluasan dan Pengelolaan Lahan. 2014. Kajian Hasil Inventarisasi LP2B
Kabupaten Gowa Provinsi Sulawesi Selatan. Direktorat Jenderal Prasarana dan
Sarana Pertanian, Kementerian Pertanian. Jakarta

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 99


Direktorat Perluasan dan Pengelolaan Lahan. 2015. Quo Vadis Implementasi Regulasi
LP2B. Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, Kementerian Pertanian.
Jakarta
Foley, Jonathan. 2014. Rencana Lima Langkah untuk Mencukupi Pangan Dunia. National
Geographic, volume 10, No. 5, edisi Mei 2014 tentang Masa Depan Pangan.
Handari, Anita Widhy. 2012. Implementasi Kebijakan Perlindungan Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan di Kabupaten Magelang. Tesis Program Pascasarjana
Magister Ilmu Lingkungan, Universitas Diponegoro. Semarang
Herweg, K. & Steiner, K. 2002. Impact Monitoring and Assessment: Instrument for Use in
Rural Development Projects with a Focus on Sustainable Land Management.
World Bank. Washington, D.C.
Heryanti. 2011,.Sejarah Reforma Agraria Dunia dan Pengaruhnya terhadap Reforma
Agraria di Indonesia. webheryanti.blogspot.com.
Husein, Uke Mohammad. 2014. Pertanahan Untuk Kesejahteraan Rakyat. Buletin Agraria
Indonesia, edisi 1, 2014. Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan, Kementerian
Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencana Pembangunan Nasional.
Jakarta.
Mungkasa, Oswar. 2014. Reformasi Agraria: Sejarah, Konsep, dan Implementasinya.
Buletin Agraria Indonesia. Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan, Kementerian
Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencana Pembangunan Nasional.
Jakarta.
Richardson, Harry W. 1972. Regional Economics.: Location Theory, Urban Structure, and
Regional Change. Praeger Publisher. New York.
Rantini, R.R., dan Hastu Prabatmodjo. 2014. Tanggapan Petani terhadap Kebijakan
Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Di Kabupaten Bandung.
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota. Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan
Pengembangan Kebijakan, Volum 3, No. 2. Bandung.
Sakti, Melulosa Adhytya., Bambang H. Sunarminto, Azwar Maas, Dikdik Indradewa, dan
Bambang D. Kertonegoro. 2013. Kajian Pemetaan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan di Kabupaten Purworejo. Sains Tanah-Jurnal Ilmu Tanah dan
Agroklimatologi, Vol. 10 No. 1. Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta

Peraturan Perundangan
Undang-undang No. 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 1 Tahun 2011 tentang Penetapan dan Alih
Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 12 Tahun 2012 tentang Insentif
Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 25 Tahun 2012 tentang Sistem Informasi
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 30 Tahun 2012 tentang Pembiayaan
Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 100


LAMPIRAN

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 101


Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 102
Lampiran 1.

Laporan Hasil Evaluasi Pelaksanaan LP2B


Di Kabupaten Aceh Tamiang, Provinsi Aceh Darussalam

Kondisi Umum Lahan Pangan

Kabupaten Aceh Tamiang merupakan pemekaran dari Kabupaten Langsa pada Tahun
2002. Kabupaten ini sebagai pintu gerbang pertama karena langsung berbatasan dengan
Provinsi Sumatera Utara. Kabupaten ini terdiri dari 12 kecamatan (Bandar Mulia, Bandar
Pusaka, Kejuruan Muda, Kota Kualasimpang, Rantau, Sekerak, Seruay, Tamiang Hulu,
Tenggulung, Mayak Payed, Bendahara, dan Karang Baru). Wilayah kabupaten ini
memiliki luas 1.957,02 km2 dengan jumlah penduduk sebanyak 286.226 jiwa.

Sektor pertanian merupakan sektor unggulan di kabupaten ini. Komoditas-komoditas yang


menjadi unggulan di sektor pertanian adalah padi, kelapa sawit, dan karet. Luas lahan
pangan yang tersedia di Kabupaten Aceh Tamiang didominasi oleh tanaman padi seperti
yang terlihat di bawah ini.Pada Tahun 2013, luasan lahan untuk tanam padi seluas 28,2
ribu hektar (7,08% dari Provinsi Aceh) dengan tingkat produksi padi hampir mencapai 120
ribu ton dengan tingkat produktivitas 4,24 ton/hektar.

Gambar 1 Gambar 2
Luas Tanam dan Produksi Padi di Kabupaten Provitas Padi di Kabupaten Aceh
Aceh Tamiang Tahun 2013 Tamiang Tahun 2013
Sumber: BPS Kabupaten Aceh Tamiang, 2014

Adapun luas lahan untuk komoditas pangan lainnya, seperti jangung dan sayur-sayuran
masing-masing memiliki luas tanam seluas 5.023 hektar dan 1.125 hektar (lihat Tabel 1).
Dibandingkan dengan tanaman padi dan sayur-sayuran, tingkat produktivitas tanaman
jagung lebih produktif dibandingkan dengan kedua tanaman tersebut. Hal ini menunjukkan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 103


bahwa komoditas jagung memiliki peranan yang cukup penting dalam sektor pangan di
kabupaten ini.

Tabel 1. Luas Tanam, Produksi, dan Provitas Tanaman Jagung dan Sayur-sayuran Tahun
2013

Komoditas Pangan Luas Tanam (ha) Produksi (Ton) Provitas (Ton/Ha)


Jagung 5.023 22.182 5,03
Sayur-sayuran 1.125 5.057 4,40
Sumber: BPS Kabupaten Aceh Tamiang, 2014

Seiring dengan perkembangan pembangunan yang dilaksanakan oleh kabupaten ini, hal
sangat kentara yang terjadi dengan lahan pertanian, khususnya tanaman padi adalah adanya
alih fungsi lahan dan komoditas. Khusus untuk alih komoditas, para petani di kabupaten ini
dapat mengalihfungsikan lahan mereka dari padi ke sawit ataupun ke komoditas yang
menguntungkan lainnya. Di sisi lain, alih fungsi lahan tanaman padi menjadi lahan untuk
penggunaan selain sektor pertanian menjadi tidak terelakkan lagi seiring dengan proses
pembangunan di Aceh Tamiang. Berdasarkan data BPS Aceh Tamiang menunjukkan
terjadinya alih fungsi lahan pertanian seluas 1.216 ha dari tahun 2010 ke 2013 (lihat Tabel
2). Dengan kata lain, alih fungsi lahan yang terjadi pada setiap tahunnya seluas 405 ha.
Berdasarkan pengamatan, lahan pertanian tanaman padi berubah menjadi kedai ataupun
hotel terutama yang berada di sepanjang jalan nasional

Tabel 2. Luasan Alih Fungsi Lahan Tanaman Padi dari 2010 ke 2013

Tahun Luas Tanam (Ha)


2010 29.400
2013 28.184
Alih Fungsi 1.216
Sumber: BPS Aceh Tamiang Tahun 2010 dan 2014

Evaluasi LP2B di Kabupaten Aceh Tamiang

Sebagai wilayah yang dijadikan Benchmark bagi pelaksanaan LP2B didasarkan pada hasil
kajian LP2B yang dilaksanakan oleh Direktorat Perluasan dan Pengelolaan Lahan, Ditjen
Prasarana dan Sarana Pertanian (2013), maka wilayah ini menjadi tujuan awal dari evaluasi
ini. Adapun hasil evaluasi dari direktorat tersebut secara ringkas dapat dilihat pada Tabel 3.
Dibandingkan dengan wilayah kajian lainnya, Kabupaten Aceh Tamiang telah menetapkan
luas lahan LP2B sampai ke tingkat kampung dengan luasan yang telah ditetapkan.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 104


Tabel 3. Luasan LP2B di Kabupaten Aceh Tamiang Berdasarkan RTRW

NO LOKASI Perda Pasal dan Luasan dan Penetapan Kawasannya


RTRW Ayat LP2B
1. Kabupaten Perda Pasal 34, Luas LP2B yang ditetapkan adalah 885,31 ha dan
Aceh Tamiang, 14/2013 ayat 5 kawasannya:
Provinsi Aceh tentang a. Kecamatan Manyak Payed meliputi
Rencana Tata Kampung Pahlawan, Kampung Kasih
Ruang Sayang, Kampung Meurandeh, Kampung
Wilayah Meunasah Paya, Kampung Mesjid seluas
Kabupaten 476,43 Ha;
Aceh b. Kecamatan Manyak Payed meliputi
Tamiang Kampung Lueng Manyo, Kampung Matang
Tahun 2012- Cincin seluas 211,12 Ha; dan
2032 c. Kecamatan Bendahara meliputi Kampung
Rantau Pakam seluas 196,83 Ha

Akan tetapi, hasil evaluasi lapangan yang didasarkan pada 11 variabel yang telah
ditetapkan sesuai dengan Undang-undang No. 41 Tahun 2009 adalah sebagai berikut:

Tabel 4. Hasil Evaluasi LP2B di Kabupaten Aceh Tamiang

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 105


Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 106
Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 107
Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 108
Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 109
Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 110
Analisis Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Penerapan LP2B

Berdasarkan hasil diskusi dengan key informan, baik dari Bappeda maupun Dinas
Pertanian dan Peternakan Kabupaten Aceh Tamiang, maka dapat diidentifikasi faktor-
faktor yang berpengaruh terhadap penerapan LP2B di daerah seperti pada Tabel 5.

Tabel 5. Faktor dan Definisi Faktor Berpengaruh terhadap Penerapan LP2B

No Faktor Definisi Faktor


1. Regulasi Daerah Peraturan daerah terkait dengan LP2B
Petunjuk teknis terkait dengan LP2B sehingga pemerintah
2. Petunjuk Teknis LP2B
setempat dapat menjalankan LP2B
Sosialisasi aturan perundangan serta konsekuensi penerapan
3. Sosialisasi LP2B
LP2B di Pemda
4. Data Base Lahan Data terkait dengan lahan pertanian
5. Data Pemilik Lahan Data terkait dengan pemilik lahan pertanian serta luasannya
Rendahnya kesadaran Kesadaran para pelaku di pemerintahan terhadap implementasi
6.
pelaku peraturan LP2B
Kerjasama antar instansi terkait dengan pelaksanaan LP2B serta
7. Kerjasama instansi
kejelasan tupoksi di dalam LP2B

Guna mengetahui hubungan antar faktor, maka disusunlah matrik hubungan antar faktor
yang menjelaskan kausal loop yang saling pengaruh-mempengaruhi. Penetapan angka di
dalam matrik ditentukan oleh derajat antar hubungan. Penentuan penilaian kekuatan
hubungan dilakukan oleh key informan yang dilakukan berdasarkan hasil diskusi. Adapun
hasil penentuan nilai hubungan dapat dilihat pada Tabel 6.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 111


Tabel 6. Matrik Hubungan Antar Faktor

Activive Degree
No Elements 1 2 3 4 5 6 7 Sum of Interr
(AS) (PS*AS)
1 Regulasi Daerah 1,0 1,0 0,1 2,0 0,5 2,0 6,6 53,5
2 Petunjuk Teknis LP2B 2,0 1,0 0,1 0,1 1,0 0,5 4,7 24,4
3 Sosialisasi LP2B 1,0 2,0 0,5 0,5 2,0 1,0 9,0 90,0
4 Data Base Lahan 0,1 0,1 1,0 2,0 0,5 0,1 3,8 42,0
5 Data Pemilik Lahan 1,0 1,0 2,0 2,0 2,0 2,0 10,0 61,0
Rendahnya kesadaran
6 2,0 0,1 1,0 0,5 0,5 1,0 5,1 40,8
pelaku
7 Kerjasama instansi 2,0 1,0 2,0 1,0 1,0 2,0 9,0 59,4
Passive sum (PS) 8,1 5,2 10,0 4,2 6,1 8,0 6,6
Activity ratio (AS/PS) 0,8 0,9 0,9 0,9 1,6 0,6 1,4

Langkah selanjutnya dari analisis PSA ini adalah penentuan posisi faktor di dalam
diagram. Penentuan posisi faktor di dalam akan menentukan sejauh mana faktor tersebut
berpengaruh di masa yang akan datang. Penentuan posisi faktor ditentukan dengan
menghitung derajat hubungan dan rasio aktivitas. Kedua hasil analisis tersebut akan
membentuk titik koordinat satu sama lainnya, di mana titik koordinat tersebut akan
menentukan posisi dari faktor tersebut. Adapun hasil analisisnya dapat dilihat pada
Gambar 3.

Sympton Critical Element

Buffer Motor/Lever

Gambar 3. Hubungan antar Faktor yang Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten
Aceh Tamiang

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 112


Berdasarkan gambar di atas dapat dijelaskan bahwa dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Faktor-faktor yang termasuk dalam kategori Symptom adalah regulasi daeah, petunjuk
teknis terkait LP2B, sosialisasi LP2B, data base lahan, rendahnya kesadaran pelaku.
Faktor ini dapat menjadi pemicu atau mempengaruhi faktor lainnya sehingga dapat
memunculkan masalah baru dalam sistem.
2. Adapun faktor yang masuk dalam ketegori Critical element adalah data pemilik lahan
dan kerjasama instansi. Faktor ini adalah faktor yang mengakselerasi dan sebagai
katalisator terhadap sistem, tetapi faktor ini harus dipahami secara detail karena dapat
berubah sewaktu-waktu tidak sesuai dengan yang diharapkan atau memiliki efek
samping. Adapun yang masuk dalam kategori ini adalah data pemilik lahan dan
kesadaran para pelaku. Data pemilik lahan dan kesadaran pelaku menjadi kunci dari
kebehasilan penerapan LP2B

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 113


Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 114
Lampiran 2.

Laporan Hasil Evaluasi Pelaksanaan LP2B


Di Kabupaten OKU Timur, Provinsi Sumatera Selatan

Kondisi Umum Lahan Pangan

Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 37


Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur dan Ogan
Komering Ulu Selatan tanggal 18 Desember 2003. Berdasarkan regulasi tersebut, maka
resmilah terjadinya pemekaran kabupaten baru dari Kabupaten Ogan Ilir.

Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur beribu kota di Martapura dan memiliki wilayah
seluas 341.015 ha atau 3,41 km2. Kabupaten ini merupakan salah satu lumbung beras bagi
Provinsi Sumatera Selatan. Produksi tanaman pangan khususnya padi dan perkebunan
menjadi komoditas unggulan bagi Kabupaten OKU Timur. Hal ini didukung dengan
adanya Bendungan Belitang (peninggalan kolonial Belanda) dan Bendungan Perjaya yang
dibangun oleh pemerintah. Kedua bendungan ini memiliki peran yang cukup penting di
dalam pengembangan pertanian.

Luasan lahan sawah, produksi dan produktivitas dari tanaman padi di Kabupaten OKU
Timur dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Berdasarkan tabel tersebut diperlihatkan
bahwa luas lahan sebesesar 122.864 ha dengan luas tanam 144.586 ha. Dengan demikian,
sistem pertanian sawah di kabupaten ini hanya memiliki IP = 1,2. Artinya, tanaman padi
hanya dilakukan penanaman satu kali dalam satu tahun, padahal wilayah ini memiliki
bendungan yang cukup baik untuk mengaliri sawah sepanjang tahun.

Tabel 1. Luasan, Produksi, dan Provitas Tanaman Padi di Kabupaten OKU Timur

Luas, Produksi, dan Provitas Jumlah


Luas Lahan Sawah (ha) 122.864
Luas Tanam (ha) 144.586
Produksi Padi (ton GKP) 726.017
Rata-rata Provitas (ton/ha) 5,5
Sumber: BPS Kabupaten OKU Timur, 2014

Evaluasi LP2B di Kabupaten Oku Timur

Sebagai salah satu wilayah kajian evaluasi pelaksanaan LP2B, Kabupaten Oku Timur
merupakan sentra produksi beras bagi Sumatera Selatan. Pentingnya LP2B pada daerah
sentra-sentra padi agar lahan-lahan pertanian tidak tergerus oleh alih fungsi lahan pertanian
yang terus meningkat sepanjang tahun. Adapun hasil evaluasi LP2B di Kabupaten OKU
Timur dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 115


Tabel 2. Hasil Evaluasi LP2B di Kabupaten OKU Timur

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 116


Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 117
Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 118
Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 119
Analisis Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Penerapan LP2B

Berdasarkan hasil diskusi dengan key informan, baik dari Bappeda maupun Dinas
Tanaman Pangan dan Hortikultura, Kabupaten Oku Timur, maka dapat diidentifikasi
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penerapan LP2B di daerah seperti pada Tabel 3.

Tabel 3. Faktor dan Definisi Faktor Berpengaruh terhadap Penerapan LP2B

No Faktor Definisi Faktor


Payung
1. Belum jelasnya aturan terkait LP2B
Hukum/Regulasi
Perubahan kepemilikan lahan sawah dalam setiap
2. Kepemilikan Lahan
tahunnya
3. Perkebunan rakyat Alih fungsi lahan sawah ke perkebunan
4. Sosialisasi Perlu ada sosialisasi secara bertahap
Sarana dan prasarana Sarana dan prasarana yang tersedia belum semuanya
5.
usaha tani dapat menunjang usaha tani

Guna mengetahui hubungan antar faktor, maka disusunlah matrik hubungan antar faktor
yang menjelaskan kausal loop yang saling pengaruh-mempengaruhi. Penetapan angka di
dalam matrik ditentukan oleh derajat antar hubungan. Penentuan penilaian kekuatan
hubungan dilakukan oleh key informan yang dilakukan berdasarkan hasil diskusi. Adapun
hasil penentuan nilai hubungan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Matrik Hubungan Antar Faktor

Activive Degree of
No Elements 1 2 3 4 5 Sum Interr
(AS) (PS*AS)
1 Payung Hukum/Regulasi 2,0 1,0 1,0 2,0 6,0 42,0
2 Kepemilikan Lahan 2,0 1,0 1,0 2,0 6,0 42,0
3 Perkebunan rakyat 2,0 2,0 2,0 1,0 9,0 63,0
4 Sosialisasi 2,0 2,0 2,0 1,0 7,0 20,0
Sarana dan prasarana usaha
5
tani 1,0 1,0 1,0 1,0 4,0 24,0
Passive sum (PS) 7,0 7,0 7,0 5,0 6,0
Activity ratio (AS/PS) 0,9 0,9 1,3 1,4 0,7

Langkah selanjutnya dari analisis PSA ini adalah penentuan posisi faktor di dalam
diagram. Penentuan posisi faktor di dalam akan menentukan sejauh mana faktor tersebut
berpengaruh di masa yang akan datang. Penentuan posisi faktor ditentukan dengan
menghitung derajat hubungan dan rasio aktivitas. Kedua hasil analisis tersebut akan
membentuk titik koordinat satu sama lainnya, di mana titik koordinat tersebut akan
menentukan posisi dari faktor tersebut. Adapun hasil analisisnya dapat dilihat pada
Gambar 1.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 120


Sympton 3 Critical Element
2
1

4
5

Buffer Motor/Lever

Gambar 1. Hubungan antar Faktor yang Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten
OKU Timur

Berdasarkan gambar di atas dapat dijelaskan bahwa dapat disimpulkan sebagai


berikut:
1. Faktor-faktor yang termasuk dalam kategori Symptom adalah hukum, kepemilikan
lahan, dan sarana dan prasarana usaha tani Faktor ini dapat menjadi pemicu atau
mempengaruhi faktor lainnya sehingga dapat memunculkan masalah baru dalam
sistem.
2. Adapun faktor yang masuk dalam ketegori Critical element adalah perkebunan rakyat
dan sosialisasi LP2B. Faktor ini adalah sebagai katalisator terhadap sistem, tetapi
faktor ini harus dipahami secara detail karena dapat berubah sewaktu-waktu tidak
sesuai dengan yang diharapkan atau memiliki efek samping.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 121


Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 122
Lampiran 3.

Laporan Hasil Evaluasi Pelaksanaan LP2B


Di Kabupaten Lamongan, Provinsi Jawa Timur

Kondisi Umum Lahan Pangan

Kabupaten Lamongan merupakan salah satu sentra produksi padi di Provinsi Jawa Timur.
Kabupaten Lamongan terdiri dari 27 kecamatan yang terbagi menjadi 3 karakteristik
daratan berdasarkan aliran sungai bengawan solo yaitu bagian tengah selatan merupakan
daratan rendah yang relatif agak subur yang membentang dari Kecamatan Kedungpring,
Babat, Sukodadi, Pucuk, Lamongan, Deket, Tikung, Sugio, Maduran, Sarirejo dan
Kembangbahu, kemudian bagian utara dan selatan yang merupakan pegunungan kapur
berbatu-batu dengan kesuburan sedang meliputi Kecamatan Mantup, Sambeng, Ngimbang,
Bluluk, Sukorame, Modo, Brondong, Paciran, dan Solokuro serta bagian tengah utara yang
merupakan daerah rawan banjir meliputi Kecamatan Sekaran, Laren, Karanggeneng,
Kalitengah, Turi, Karangbinangun, Glagah.

Kabupaten Lamongan dikenal sebagai salah satu lumbung padi bagi Provinsi Jawa Timur,
di mana kabupaten ini mampu memproduksi padi sebesar 967.497 ton Gabah Kering
Giling di tahun 2014. Dengan kata lain, (Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan, Kabupaten
Tabahan, 2014).

Tabel 1. Luasan, Produksi, dan Provitas Tanaman Padi di Kabupaten Lamongan Jawa
Timur

Luas, Produksi, dan Provitas Jumlah


Luas Lahan Sawah (ha) 87.499
Luas Tanam (ha) 150.064
Produksi Padi (ton GKG) 967.497
Rata-rata Provitas (ton/ha) 6,45
Sumber: Dinas Pertanian dan Kehutanan dalam BPS Kabupaten Lamongan, 2014

Evaluasi LP2B di Kabupaten Lamongan

Kabupaten Lamongan sebagai salah satu wilayah kajian evaluasi pelaksanaan LP2B karena
wilayah ini merupakan salah satu wilayah sentra padi sehingga diharapkan pelaksanaan
LP2B menjadi salah satu prioritas pembangunan di daerah ini. Adapun hasil evaluasi LP2B
di Kabupaten Lamongan dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 123


Tabel 2. Hasil Evaluasi LP2B di Kabupaten Lamongan, Jawa Timur

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 124


Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 125
Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 126
Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 127
Analisis Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Penerapan LP2B

Berdasarkan hasil diskusi dengan key informan, baik dari Bappeda maupun Dinas
Pertanian dan Kehutanan, Kabupaten Lamongan Jawa Timur, maka dapat diidentifikasi
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penerapan LP2B di daerah seperti pada Tabel 3.

Tabel 3. Faktor dan Definisi Faktor Berpengaruh terhadap Penerapan LP2B

No Faktor Definisi Faktor


1. Sumber Air Baku Kondisi waduk dan rawa
2. Jaringan Irigasi Kondisi jaringan irigasi belum memadai
3. Alih fungsi lahan Perubahan lahan pertanian menjadi bangunan
4. Tataniaga pupuk Harg pupuk mahal dan barangnya tidak tersedia setiap saat
5. Harga jual panen Harga jual panen belum mencerminkan biaya produksi

Guna mengetahui hubungan antar faktor, maka disusunlah matrik hubungan antar faktor
yang menjelaskan kausal loop yang saling pengaruh-mempengaruhi. Penetapan angka di
dalam matrik ditentukan oleh derajat antar hubungan. Penentuan penilaian kekuatan
hubungan dilakukan oleh key informan yang dilakukan berdasarkan hasil diskusi. Adapun
hasil penentuan nilai hubungan dapat dilihat pada Tabel 4.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 128


Tabel 4. Matrik Hubungan Antar Faktor

Activive Degree of
No Elements 1 2 3 4 5 Sum Interr
(AS) (PS*AS)
1 Sumber Air Baku 1.0 2.0 2.0 0.5 5.5 27.5
2 Jaringan Irigasi 1.0 2.0 2.0 0.5 5.5 27.5
3 Alih fungsi lahan 1.0 1.0 2.0 1.0 0.5 5.5 49.5
4 Tataniaga pupuk 1.0 1.0 1.0 0.5 3.5 56.0
5 Harga jual panen 2.0 2.0 2.0 2.0 8.0 16.0
Passive sum (PS) 5.0 5.0 9.0 7.0 2.0
Activity ratio (AS/PS) 1.1 1.1 0.6 0.5 4.0

Langkah selanjutnya dari analisis PSA ini adalah penentuan posisi faktor di dalam
diagram. Penentuan posisi faktor di dalam akan menentukan sejauh mana faktor tersebut
berpengaruh di masa yang akan datang. Penentuan posisi faktor ditentukan dengan
menghitung derajat hubungan dan rasio aktivitas. Kedua hasil analisis tersebut akan
membentuk titik koordinat satu sama lainnya, di mana titik koordinat tersebut akan
menentukan posisi dari faktor tersebut. Adapun hasil analisisnya dapat dilihat pada
Gambar 1.

Sympton Critical Element


4

3 1
2 5

Buffer Motor/Lever

Gambar 1. Hubungan antar Faktor yang Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten
Lamongan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 129


Berdasarkan gambar di atas dapat dijelaskan bahwa dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Faktor-faktor yang termasuk dalam kategori Symptom adalah Alih Fungsi Lahan dan
Tataniaga pupuk. Faktor ini dapat menjadi pemicu atau mempengaruhi faktor lainnya
sehingga dapat memunculkan masalah baru dalam sistem.
2. Adapun faktor yang masuk dalam ketegori Critical element adalah Sumber air baku,
jaringan irigasi, dan harga jual panen. Faktor ini adalah sebagai katalisator terhadap
sistem, tetapi faktor ini harus dipahami secara detail karena dapat berubah sewaktu-
waktu tidak sesuai dengan yang diharapkan atau memiliki efek samping.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 130


Lampiran 4.

Laporan Hasil Evaluasi Pelaksanaan LP2B


Di Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali

Kondisi Umum Lahan Pangan

Kabupaten Tabanan, salah satu kabupaten di Provinsi Bali yang berbatasan dengan
Kabupaten Buleleng di sebelah utara, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Badung,
sebelah selatan Samudera Indonesia, dan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten
Jembrana dan Buleleng. Kabupaten Tabanan terletak pada ketinggian 0 – 2.276 m di atas
permukaan laut (dpl), dimana lahan tertinggi berada di puncak Gunung Batukaru.
Topografi wilayah Kabupaten Tabanan memiliki tiga karakteristik yang berbeda. Bagian
selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia merupakan dataran rendah dengan
topografi yang relatif datar, di bagian tengah bergelombang, dan di bagian utara
merupakan daerah perbukitan dan pegunungan dimana terdapat beberapa gunung yaitu Gn.
Batukaru (2.276 m), Gn. Sangiyang (2.097 m), Gn. Pohen (2.055 m) dan Gn. Adeng (1.811
m).

Kabupaten Tabanan dikenal sebagai salah satu lumbung padi bagi Provinsi Bali, di mana
kabupaten ini mampu memproduksi padi sebesar 214.203 ton Gabah Kering Giling di
tahun 2014. Dengan kata lain, Kabupaten Tabanan sebagai wilayah surplus beras dimana
produksi beras di tahun 2014 sebesar 111.394 ton sedangkan kebutuhan berasnya sebesar
56.322 ton, sehingga surplus berasnya sebanyak 49.440 ton (Dinas Pertanian dan Tanaman
Pangan, Kabupaten Tabahan, 2014).

Tabel 1. Luasan, Produksi, dan Provitas Tanaman Padi di Kabupaten Tabanan Bali

Luas, Produksi, dan Provitas Jumlah


Luas Lahan Sawah (ha) 21.962
Luas Tanam (ha) 32.600
Produksi Padi (ton GKG) 214.203
Rata-rata Provitas (ton/ha) 5,81
Sumber: Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan dalam BPS Kabupaten Tabanan, 2014

Evaluasi LP2B di Kabupaten Tabanan

Kabupaten Tabanan sebagai salah satu wilayah kajian evaluasi pelaksanaan LP2B karena
memiliki sistem yang dikenal ke seluruh dunia, yaitu sistem subak. Sistem ini telah
ditetapkan oleh UNESCO sebagai warisan budaya dunia dan hal ini sejalan dengan
program LP2B Pemerintah. Adapun hasil evaluasi LP2B di Kabupaten Tabanan dapat
dilihat pada tabel di bawah ini.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 131


Tabel 2. Hasil Evaluasi LP2B di Kabupaten Tabanan, Bali

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 132


Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 133
Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 134
Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 135
Analisis Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Penerapan LP2B

Berdasarkan hasil diskusi dengan key informan, baik dari Bappeda maupun Dinas
Pertanian dan Tanaman Pangan, Kabupaten Tabanan Bali, maka dapat diidentifikasi
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penerapan LP2B di daerah seperti pada Tabel 3.

Tabel 3. Faktor dan Definisi Faktor Berpengaruh terhadap Penerapan LP2B

No Faktor Definisi Faktor


1. Alih fungsi lahan Lahan sawah berubah menjadi bangunan
2. Sikap para petani Sikap petani terhadap LP2B
Dampak Perubahan
3. Kekeringan menjadi kendala
Iklim
Serangan hama
4. Hama penyakit menjadi kendala pertanian
penyakit
Kondisi Sosial Penghidupan dari pertanian tidak cukup menopang
5.
Ekonomi kehidupan rumah tangga

Guna mengetahui hubungan antar faktor, maka disusunlah matrik hubungan antar faktor
yang menjelaskan kausal loop yang saling pengaruh-mempengaruhi. Penetapan angka di
dalam matrik ditentukan oleh derajat antar hubungan. Penentuan penilaian kekuatan
hubungan dilakukan oleh key informan yang dilakukan berdasarkan hasil diskusi. Adapun
hasil penentuan nilai hubungan dapat dilihat pada Tabel 4.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 136


Tabel 4. Matrik Hubungan Antar Faktor

Activive Degree of
No Elements 1 2 3 4 5 Sum Interr
(AS) (PS*AS)
1 Alih fungsi lahan 0,1 0,5 0,1 2,0 2,7 16,2
2 Sikap para petani 2,0 1,0 1,0 1,0 5,0 15,5
3 Dampak Perubahan Iklim 1,0 1,0 1,0 0,1 5,1 20,9
4 Serangan hama penyakit 1,0 1,0 0,1 1,0 3,1 7,9
5 Kondisi Sosial Ekonomi 2,0 1,0 0,5 0,1 3,6 14,8
Passive sum (PS) 6,0 3,1 4,1 2,2 4,1
Activity ratio (AS/PS) 0,5 1,6 1,2 1,4 0,9

Langkah selanjutnya dari analisis PSA ini adalah penentuan posisi faktor di dalam
diagram. Penentuan posisi faktor di dalam akan menentukan sejauh mana faktor tersebut
berpengaruh di masa yang akan datang. Penentuan posisi faktor ditentukan dengan
menghitung derajat hubungan dan rasio aktivitas. Kedua hasil analisis tersebut akan
membentuk titik koordinat satu sama lainnya, di mana titik koordinat tersebut akan
menentukan posisi dari faktor tersebut. Adapun hasil analisisnya dapat dilihat pada
Gambar 1.

Berdasarkan gambar di atas dapat dijelaskan bahwa dapat disimpulkan sebagai


berikut:
1. Faktor-faktor yang termasuk dalam kategori Symptom adalah Alih Fungsi Lahan dan
Kondisi Sosial Ekonomi. Hal ini berarti bahwa kedua faktor tersebut sangat
dipengaruhi oleh faktor lainnya dan tidak mempunyai kekuatan untuk mengubah
sistem.
2. Adapun faktor yang masuk dalam ketegori Critical element adalah Sikap para petani
terhadap LP2B dan Dampak Perubahan Iklim. Faktor ini adalah sebagai katalisator
terhadap sistem, tetapi faktor ini harus dipahami secara detail karena dapat berubah
sewaktu-waktu tidak sesuai dengan yang diharapkan atau memiliki efek samping.
3. Sedangkan faktor yang termasuk dalam kategori Motor adalah serangan hama
penyakit. Faktor ini dapat menjadi pemicu atau mempengaruhi faktor lainnya
sehingga dapat memunculkan masalah baru dalam sistem.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 137


Sympton Critical Element

3
1 2
5

Buffer Motor/Lever

Gambar 1. Hubungan antar Faktor yang Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten
Tabanan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 138


Lampiran 5.

Laporan Hasil Evaluasi Pelaksanaan LP2B


Di Kabupaten Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat

Kondisi Umum Lahan Pangan

Kabupaten Lombok merupakan salah satu kabupaten yang berada di wilayah Propinsi
Nusa Tenggara Barat. Kabupaten ini memiliki posisi koordinat bumi antara 116°05’
sampai 116°24’ Bujur Timur dan 8°24’ sampai 8°57’ Lintang Selatan. Luas wilayah
Kabupaten Lombok Tengah mencapai 1.208,39 km² (120.839 ha). Dari segi letak
geografis, Kabupaten Lombok Tengah diapit oleh dua kabupaten lain yakni Kabupaten
Lombok Barat di sebelah barat dan utara serta Kabupaten Lombok Timur di sebelah timur
dan utara, sedangkan di bagian selatan berbatasan dengan Samudra Indonesia.

Kabupaten Lombok Tengah dikenal sebagai salah satu lumbung padi bagi Provinsi Nusa
Tenggara Barat. Kabupaten ini mampu surplus beras dan menjadi salah satu lumbung padi.
Adapun luasa dan produksi padi dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 1. Luasan, Produksi, dan Provitas Tanaman Padi di Kabupaten Lombok Tengah
Nusa Tenggara Barat

Luas, Produksi, dan Provitas Jumlah


Luas Lahan Sawah (ha) 54.326
Luas Tanam (ha) 93.578
Produksi Padi (ton GKG) 465.150
Rata-rata Provitas (ton/ha) 5,2
Sumber: Dinas Pertanian dan Peternakan dalam BPS Kabupaten Lombok Tengah, 2014

Evaluasi LP2B di Kabupaten Lombok Tengah

Kabupaten Lombok Tengah sebagai salah satu wilayah kajian evaluasi pelaksanaan LP2B
karena sebagai sentra padi di Provisi NTB Adapun hasil evaluasi LP2B di Kabupaten
Lombok Tengah dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 139


Tabel 2. Hasil Evaluasi LP2B di Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 140


Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 141
Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 142
Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 143
Analisis Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Penerapan LP2B

Berdasarkan hasil diskusi dengan key informan, baik dari Bappeda maupun Dinas
Pertanian dan Tanaman Pangan, Kabupaten Lombok Tengah Nusa Tenggara Barat, maka
dapat diidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penerapan LP2B di daerah
seperti pada Tabel 3.

Tabel 3. Faktor dan Definisi Faktor Berpengaruh terhadap Penerapan LP2B

No Faktor Definisi Faktor


Peran serta masyarakat
1. Keikutsertaan masyarakat petani atas program LP2B
dalam LP2B
2. Regulasi LP2B Peraturan daerah tentang LP2B
Perkembangan Perkembangan pembangunan di wilayah Lombok
3.
pembangunan Tengah dapat menyebabkan alih fungsi lahan
Rendahnya
4. Rata-rata kepemilikan lahan pertanian hanya 0,3 ha
kepemilikan lahan
Hamparan lahan Tidak ada lahan sawah dalam bentuk hamparan luas
5.
sawah tersebar tetapi tersebar
Teknologi pembibitan harus dapat diimplementasikan di
6.
Teknologi Alternatif petani
Nilai ekonomi
7. Belum maksimalnya nilai ekonomi di usaha tani
pertanian

Guna mengetahui hubungan antar faktor, maka disusunlah matrik hubungan antar faktor
yang menjelaskan kausal loop yang saling pengaruh-mempengaruhi. Penetapan angka di
dalam matrik ditentukan oleh derajat antar hubungan. Penentuan penilaian kekuatan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 144


hubungan dilakukan oleh key informan yang dilakukan berdasarkan hasil diskusi. Adapun
hasil penentuan nilai hubungan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Matrik Hubungan Antar Faktor

Activive Degree of
No Elements 1 2 3 4 5 6 7 Sum Interr
(AS) (PS*AS)
Peran serta masyarakat
1
dalam LP2B 0,5 1,0 0,5 1,0 1,0 2,0 6,0 25,2
2 Regulasi LP2B 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,6 1,7
Perkembangan
3
pembangunan 0,5 1,0 0,1 0,1 1,0 2,0 4,7 21,6
Rendahnya kepemilikan
4
lahan 0,5 0,1 0,5 0,5 1,0 2,0 4,6 26,9
Hamparan lahan sawah
5
tersebar 1,0 0,1 1,0 2,0 0,5 1,0 5,6 12,9
6 Teknologi Alternatif 0,1 0,1 1,0 0,1 0,1 1,0 2,4 11,0
7 Nilai ekonomi pertanian 2,0 1,0 1,0 2,0 0,5 1,0 7,5 60,8
Passive sum (PS) 4,2 2,8 4,6 4,8 2,3 4,6 8,1
Activity ratio (AS/PS) 1,4 0,2 1,0 1,0 2,4 0,5 0,9

Langkah selanjutnya dari analisis PSA ini adalah penentuan posisi faktor di dalam
diagram. Penentuan posisi faktor di dalam akan menentukan sejauh mana faktor tersebut
berpengaruh di masa yang akan datang. Penentuan posisi faktor ditentukan dengan
menghitung derajat hubungan dan rasio aktivitas. Kedua hasil analisis tersebut akan
membentuk titik koordinat satu sama lainnya, di mana titik koordinat tersebut akan
menentukan posisi dari faktor tersebut. Adapun hasil analisisnya dapat dilihat pada
Gambar 1.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 145


Sympton Critical Element
7
1
4

6 3 5

2
Motor/Lever
Buffer

Gambar 1. Hubungan antar Faktor yang Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten
Lombok Tengah

Berdasarkan gambar di atas dapat dijelaskan bahwa dapat disimpulkan sebagai


berikut:
1. Faktor-faktor yang termasuk dalam kategori Symptom adalah Rendahnya kepemilikan
lahan, teknologi alternatif, dan nilai ekonomi pertanian. Faktor ini dapat menjadi
pemicu atau mempengaruhi faktor lainnya sehingga dapat memunculkan masalah
baru dalam sistem.
2. Adapun faktor yang masuk dalam ketegori Critical element adalah Peranserta
masyarakat dalam LP2B, Perkembangan Pembangunan, dan Hamparan sawah
tersebar. Faktor ini adalah sebagai katalisator terhadap sistem, tetapi faktor ini harus
dipahami secara detail karena dapat berubah sewaktu-waktu tidak sesuai dengan yang
diharapkan atau memiliki efek samping.
3. Sedangkan faktor yang termasuk dalam kategori Bufffer adalah Regulasi LP2B.
Faktor ini tidak mempengaruhi ataupun dipengaruhi oleh faktor lainnya.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 146


Lampiran 6.

Laporan Hasil Evaluasi Pelaksanaan LP2B


Di Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat

Kondisi Umum Lahan Pangan

Kabupaten Garut merupakan salah satu sentra pertanian di Provinsi Jawa Barat. Kabupaten
Garut memiliki karakteristik wilayah yang unik dari sisi geografi. Daerah sebelah Utara,
Timur dan Barat secara umum merupakan daerah dataran tinggi dengan kondisi alam
berbukit-bukit dan pegunungan, sedangkan kondisi alam daerah sebelah Selatan, sebagian
besar permukaan tanahnya memiliki kemiringan yang relatif cukup curam. Corak alam di
daerah sebelah Selatan ini diwarnai oleh iklim Samudra Indonesia dengan segenap potensi
alam dan keindahan pantainya. Kabupaten Garut dengan memiliki iklim tropis, curah hujan
yang cukup tinggi, hari hujan yang banyak dan lahan yang subur serta ditunjang dengan
banyaknya aliran sungai baik yang bermuara ke pantai selatan maupun ke pantai utara jawa
hal ini menyebabkan sebagian besar dari luas wilayahnya dipergunakan untuk lahan
pertanian.

Adapun luasan lahan sawah di Kabupaten Garut, seperti terlihat pada Tabel di bawah ini

Tabel 1. Luasan, Produksi, dan Provitas Tanaman Padi di Kabupaten Garut Jawa Barat

Luas, Produksi, dan Provitas Jumlah


Luas Lahan Sawah (ha) 48.541
Luas Tanam (ha) 136.405
Produksi Padi (ton GKG) 941 933
Rata-rata Provitas (ton/ha) 6,91
Sumber: Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura dalam BPS Kabupaten Garut, 2014

Evaluasi LP2B di Kabupaten Garut

Kabupaten Garut sebagai salah satu wilayah kajian evaluasi pelaksanaan LP2B karena
wilayah ini merupakan salah satu wilayah sentra pertanian sehingga diharapkan
pelaksanaan LP2B menjadi salah satu prioritas pembangunan di daerah ini. Sejak tahun
2014, Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura dengan serius memetakan lahan-lahan
sawah di Kabupaten Garut. Kemudian, keseriusan untuk memetakan lahan-lahan yang
akan di LP2B kan dilanjutkan di tahun 2015, yaitu dengan melibatkan seluruh SKPD,
kepala desa/lurah, penyuluh dan petugas lapang untuk mendata by name by address para
pemilik lahan sawah dan menanyakan keikutannya jika lahannya di-LP2B-kan. Adapun
hasil evaluasi LP2B di Kabupaten Garut dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 147


Tabel 2. Hasil Evaluasi LP2B di Kabupaten Garut, Jawa Barat

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 148


Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 149
Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 150
Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 151
Analisis Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Penerapan LP2B

Berdasarkan hasil diskusi dengan key informan, baik dari Bappeda maupun Dinas
Tanaman Pangan dan Hortikultura, Kabupaten Garut Jawa Barat, maka dapat diidentifikasi
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penerapan LP2B di daerah seperti pada Tabel 3.

Tabel 3. Faktor dan Definisi Faktor Berpengaruh terhadap Penerapan LP2B

No Faktor Definisi Faktor


1. SDM dinas terbatas Staf lapangan terbatas
Anggaran dinas tanaman pangan dan hortikultura terbatas
2. Anggaran Terbatas
untuk kegiatan LP2B
3. Alih Fungsi Tingginya alih fungsi sawah di perkotaan
Banyak investor dari luar daerah berinvestasi pada industri
4. Investor Melirik Garut
dan wisata
5. Tidak ada wilayah acuan Tidak adanya wilayah yang jadi acuan LP2B

Guna mengetahui hubungan antar faktor, maka disusunlah matrik hubungan antar faktor
yang menjelaskan kausal loop yang saling pengaruh-mempengaruhi. Penetapan angka di
dalam matrik ditentukan oleh derajat antar hubungan. Penentuan penilaian kekuatan
hubungan dilakukan oleh key informan yang dilakukan berdasarkan hasil diskusi. Adapun
hasil penentuan nilai hubungan dapat dilihat pada Tabel 4.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 152


Tabel 4. Matrik Hubungan Antar Faktor

Activive Degree of
No Elements 1 2 3 4 5 Sum Interr
(AS) (PS*AS)
1 SDM dinas terbatas 2,0 0,5 0,1 0,5 3,1 8,4
2 Anggaran Terbatas 2,0 0,1 0,1 1,0 3,2 7,4
3 Alih Fungsi 0,1 0,1 2,0 0,1 2,3 6,2
4 Investor Melirik Garut 0,1 0,1 2,0 0,1 2,3 1,8
5 Tidak ada wilayah acuan 0,5 0,1 0,1 0,1 0,8 1,4
Passive sum (PS) 2,7 2,3 2,7 2,3 1,7
Activity ratio (AS/PS) 1,1 1,4 0,9 1,0 0,5

Langkah selanjutnya dari analisis PSA ini adalah penentuan posisi faktor di dalam
diagram. Penentuan posisi faktor di dalam akan menentukan sejauh mana faktor tersebut
berpengaruh di masa yang akan datang. Penentuan posisi faktor ditentukan dengan
menghitung derajat hubungan dan rasio aktivitas. Kedua hasil analisis tersebut akan
membentuk titik koordinat satu sama lainnya, di mana titik koordinat tersebut akan
menentukan posisi dari faktor tersebut. Adapun hasil analisisnya dapat dilihat pada
Gambar 1.

Sympton Critical Element

1
2

4
5 Motor/Lever
Buffer

Gambar 1. Hubungan antar Faktor yang Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten
Garut

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 153


Berdasarkan gambar di atas dapat dijelaskan bahwa dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Faktor yang termasuk dalam kategori Motor adalah anggaran terbatas, alih fungsi, dan
investor melirih Garut. Faktor ini diprediksi dapat mempengaruhi faktor lainnya.
2. Faktor yang termasuk buffer adalah SDM terbatas, dan tidak ada wilayah acuan.
Faktor ini tidak mempengaruhi ataupun dipengaruhi oleh faktor lainnya.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 154


Lampiran 7.

Laporan Hasil Evaluasi Pelaksanaan LP2B


Di Kabupaten Maros, Provinsi Sulawesi Selatan

Kondisi Umum Lahan Pangan

Kabupaten Maros merupakan salah satu sentra pertanian di Provinsi Sulawesi Selatan.
Kabupaten Maros memiliki karakteristik wilayah yang unik dari sisi geografi karena
wilayah ini ada dataran tinggi dan dataran rendah. Di samping itu, dengan adanya jalan tol
yang menghubungkan Kota Makasar dengan Kabupaten Maros serta adanya Bandara
Internasional Hasanudin membuat kabupaten ini telah bermetamorfosa menjadi wilayah
pertumbuhan. Dengan menggeliatnya pertumbuhan ekonomi dan pembangunan
infrastruktur maka akan tumbuh permukiman-permukiman baru. Tentunya, dengan
pertumbuhan tersebut akan semakin mempersempit lahan-lahan terutama pertanian. Alih
fungsi lahan pertanian menjadi bangunan sudah tidak dapat dielakkan lagi. Walaupun
Kabupaten Maros sebagai lumbuh padi Sulawesi Selatan

Adapun luasan lahan sawah di Kabupaten Maros, seperti terlihat pada Tabel di bawah ini

Tabel 1. Luasan, Produksi, dan Provitas Tanaman Padi di Kabupaten Maros Sulawesi
Selatan

Luas, Produksi, dan Provitas Jumlah


Luas Lahan Sawah (ha) 26.002
Luas Tanam (ha) 51.807
Produksi Padi (ton GKG) 367.754
Rata-rata Provitas (ton/ha) 7,1
Sumber: Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura dalam BPS Kabupaten Maros, 2014

Evaluasi LP2B di Kabupaten Maros

Kabupaten Maros dijadikan sebagai salah satu wilayah kajian evaluasi pelaksanaan LP2B
karena wilayah ini merupakan salah satu wilayah sentra pertanian di Sulawesi Selatan
sehingga diharapkan pelaksanaan LP2B menjadi salah satu prioritas pembangunan di
daerah ini. Adapun hasil evaluasi LP2B di Kabupaten Maros dapat dilihat pada tabel di
bawah ini.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 155


Tabel 2. Hasil Evaluasi LP2B di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 156


Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 157
Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 158
Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 159
Analisis Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Penerapan LP2B

Berdasarkan hasil diskusi dengan key informan, baik dari Bappeda maupun Dinas
Pertanian, Kabupaten Maros Sulawesi Selatan, maka dapat diidentifikasi faktor-faktor
yang berpengaruh terhadap penerapan LP2B di daerah seperti pada Tabel 3.

Tabel 3. Faktor dan Definisi Faktor Berpengaruh terhadap Penerapan LP2B

No Faktor Definisi Faktor


1. SDM dinas Staf lapangan terbatas
2. Anggaran Anggaran dinas pertanian terbatas untuk kegiatan LP2B
Kurangnya sosialisasi dari pusat sehingga LP2B hanya
3. Sosialisasi LP2B dikerjakan oleh Dinas Pertanian
4. Koordinasi LP2B Kurangnya koordinasi instansi khususnya di LP2B

Guna mengetahui hubungan antar faktor, maka disusunlah matrik hubungan antar faktor
yang menjelaskan kausal loop yang saling pengaruh-mempengaruhi. Penetapan angka di
dalam matrik ditentukan oleh derajat antar hubungan. Penentuan penilaian kekuatan
hubungan dilakukan oleh key informan yang dilakukan berdasarkan hasil diskusi. Adapun
hasil penentuan nilai hubungan dapat dilihat pada Tabel 4.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 160


Tabel 4. Matrik Hubungan Antar Faktor

Degree of
Activive Sum
No Elements 1 2 3 4 Interr
(AS) (PS*AS)
1 SDM dinas 1.0 2.0 2.0 5.0 15.0
2 Anggaran 2.0 2.0 2.0 6.0 9.6
3 Sosialisasi LP2B 0.5 0.1 0.1 0.7 3.5
4 Koordinasi LP2B 0.5 0.5 1.0 2.0 8.2
Passive sum (PS) 3.0 1.6 5.0 4.1
Activity ratio (AS/PS) 1.7 3.8 0.1 0.5

Langkah selanjutnya dari analisis PSA ini adalah penentuan posisi faktor di dalam
diagram. Penentuan posisi faktor di dalam akan menentukan sejauh mana faktor tersebut
berpengaruh di masa yang akan datang. Penentuan posisi faktor ditentukan dengan
menghitung derajat hubungan dan rasio aktivitas. Kedua hasil analisis tersebut akan
membentuk titik koordinat satu sama lainnya, di mana titik koordinat tersebut akan
menentukan posisi dari faktor tersebut. Adapun hasil analisisnya dapat dilihat pada
Gambar 1.

Sympton Critical Element

2
4
3

Buffer Motor/Lever

Gambar 1. Hubungan antar Faktor yang Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di


Kabupaten Maros

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 161


Berdasarkan gambar di atas dapat dijelaskan bahwa dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Faktor yang termasuk dalam kategori Motor adalah anggaran, alih fungsi, dan
investor melirih Maros. Faktor ini dapat menjadi pemicu atau mempengaruhi faktor
lainnya sehingga dapat memunculkan masalah baru dalam sistem.
2. Faktor yang termasuk buffer adalah Sosialisasi dan Koordinasi LP2B. Faktor ini tidak
mempengaruhi ataupun dipengaruhi oleh faktor lainnya.
3. Faktor yang termasuk critical adalah SDM Dinas. Faktor ini sebagai akselelator dan
katalisator terhadap sistem tetapi faktor ini harus dipahami secara detail karena dapat
berubah sewaktu-waktu tidak sesuai dengan yang diharapkan atau memiliki efek
samping.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 162


Lampiran 8.

Laporan Hasil Evaluasi Pelaksanaan LP2B


Di Kabupaten Sleman, Provinsi Yogyakarta

Kondisi Umum Lahan Pangan

Kabupaten Sleman merupakan sebagai kabupaten penyangga atas Yogyakarta yang


menjadi pusat kegiatan wisata. Di samping itu, kabupaten ini juga menjadi salah satu objek
kunjungan wisata mancanegara dan local karena terdapat beberapa candi yang terkenal,
salah satunya Candi Borobudur. Oleh karena itu, salah satu sector unggulan di kabupaten
ini adalah sector pariwisata. Di samping itu, sector pertanian masih menjadi andalan
kabupaten ini. Komoditas pertanian yang dihasilkan di kabupaten ini, selain padi juga
menghasilkan hortikultura. Seiring dengan berkembangnya kabupaten ini menjadi tujuan
wisata, maka tumbuh pula hotel dan restoran. Hal ini akan menggerus lahan-lahan
pertanian untuk dialihfungsikan. Alih fungsi lahan pertanian menjadi bangunan sudah tidak
dapat dielakkan lagi.

Adapun luasan lahan sawah di Kabupaten Sleman, seperti terlihat pada Tabel di bawah ini

Tabel 1. Luasan, Produksi, dan Provitas Tanaman Padi di Kabupaten Sleman Yogyakarta

Luas, Produksi, dan Provitas Jumlah


Luas Lahan Sawah (ha) 22.659
Luas Tanam (ha) 48.584
Produksi Padi (ton GKG) 306.201
Rata-rata Provitas (ton/ha) 6,3
Sumber: Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura dalam BPS Kabupaten Sleman, 2014

Evaluasi LP2B di Kabupaten Sleman

Kabupaten Sleman dijadikan sebagai salah satu wilayah kajian evaluasi pelaksanaan LP2B
karena wilayah ini merupakan salah satu wilayah sentra pertanian di Yogyakarta sehingga
diharapkan pelaksanaan LP2B menjadi salah satu prioritas pembangunan di daerah ini.
Adapun hasil evaluasi LP2B di Kabupaten Sleman dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 163


Tabel 2. Hasil Evaluasi LP2B di Kabupaten Sleman, Yogyakarta

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 164


Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 165
Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 166
Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 167
Analisis Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Penerapan LP2B

Berdasarkan hasil diskusi dengan key informan, baik dari Bappeda maupun Dinas
Pertanian, Kabupaten Sleman Yogyakarta, maka dapat diidentifikasi faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap penerapan LP2B di daerah seperti pada Tabel 3.

Tabel 3. Faktor dan Definisi Faktor Berpengaruh terhadap Penerapan LP2B

No Faktor Definisi Faktor


Kurangnya sumber air baku karena harus dibagi untuk
1. Sumber air baku
permukiman
2. Jaringan irigasi Jaringan irigasi belum optimal
3. Alih fungsi lahan Sosialisai tentang alih fungsi belum dilakukan
4. Tataniaga pupuk Kurangnya koordinasi instansi sehingga pupuk sering telat
Harga jual panen sangat tergantung pada musim. Pada musim
5. Harga jual panen
panen raya, harga pertanian akan turun.

Guna mengetahui hubungan antar faktor, maka disusunlah matrik hubungan antar faktor
yang menjelaskan kausal loop yang saling pengaruh-mempengaruhi. Penetapan angka di
dalam matrik ditentukan oleh derajat antar hubungan. Penentuan penilaian kekuatan
hubungan dilakukan oleh key informan yang dilakukan berdasarkan hasil diskusi. Adapun
hasil penentuan nilai hubungan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Matrik Hubungan Antar Faktor

Activive Degree of
No Elements 1 2 3 4 Sum Interr
(AS) (PS*AS)
1 Sumber air baku 1.0 2.0 2.0 5.0 15.0
2 Jaringan irigasi 2.0 2.0 2.0 6.0 9.6
3 Alih fungsi lahan 0.5 0.1 0.1 0.7 3.5
4 Tataniaga pupuk 0.5 0.5 1.0 2.0 8.2
5. Harga jual panen
Passive sum (PS) 3.0 1.6 5.0 4.1
Activity ratio (AS/PS) 1.7 3.8 0.1 0.5

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 168


Langkah selanjutnya dari analisis PSA ini adalah penentuan posisi faktor di dalam
diagram. Penentuan posisi faktor di dalam akan menentukan sejauh mana faktor tersebut
berpengaruh di masa yang akan datang. Penentuan posisi faktor ditentukan dengan
menghitung derajat hubungan dan rasio aktivitas. Kedua hasil analisis tersebut akan
membentuk titik koordinat satu sama lainnya, di mana titik koordinat tersebut akan
menentukan posisi dari faktor tersebut. Adapun hasil analisisnya dapat dilihat pada
Gambar 1.

Sympton 4 Critical Element


3
1
2
5

Buffer Motor/Lever

Gambar 1. Hubungan antar Faktor yang Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten
Sleman

Berdasarkan gambar di atas dapat dijelaskan bahwa dapat disimpulkan sebagai


berikut:
1. Faktor-faktor yang termasuk dalam kategori Symptom adalah alih fungsi, tataniaga
pupuk, dan harga jual panen. Faktor ini dapat menjadi pemicu atau mempengaruhi
faktor lainnya sehingga dapat memunculkan masalah baru dalam sistem.
2. Adapun faktor yang masuk dalam ketegori Critical element adalah Sumber air
baku, jaringan irigasi, dan harga pupuk. Faktor-faktor tersebut sebagai akselelator dan
katalisator terhadap sistem tetapi faktor ini harus dipahami secara detail karena dapat
berubah sewaktu-waktu tidak sesuai dengan yang diharapkan atau memiliki efek samping.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 169


Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 170
Lampiran 9.

Laporan Hasil Evaluasi Pelaksanaan LP2B


Di Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah

Kondisi Umum Lahan Pangan

Kabupaten Magelang merupakan salah satu kabupaten yang berada di wilayah administrasi
Provinsi Jawa Tengah. Walaupun bukan sebagai kabupaten yang memberikan produksi
padi yang besar, tetapi kabupaten ini sebagai salah satu penghasil beras di Jawa Tengah.
Dilihat dari peta orientasi Provinsi Jawa Tengah, wilayah Kabupaten Magelang memiliki
posisi yang strategis karena keberadaannya terletak di tengah-tengah, sehingga mudah
dicapai dari berbagai arah. Secara geoekonomis, Kabupaten Magelang merupakan daerah
perlintasan, jalur kegiatan ekonomi, yaitu Semarang-Magelang-Purworejo dan Semarang-
Magelang-Yogyakarta-Solo. Wilayah Kabupaten Magelang terletak ditengah-tengah
Provinsi Jawa Tengah, dan apabila dilihat dari titik koordinatnya, Kabupaten Magelang
terletak diantara 1100 01’ 51” sampai dengan 1100 26’ 28” Timur dan antara 70 19’ 13”
sampai dengan 70 42’ 16” Lintang Selatan. Dengan batas administrasi wilayah Kabupaten
Magelang adalah sebagai berikut :
1. Sebelah Utara : Kab. Temanggung dan Kab. Semarang
2. Sebelah Timur : Kab. Semarang dan Kab. Boyolali
3. Sebelah Selatan : Kab. Purworejo dan D.I Yogyakarta
4. Sebelah Barat : Kab. Temanggung dan Kab. Wonosobo
5. Di Tengah wilayah Kabupaten Magelang terdapat Kota Magelang

Penggunaan lahan di Kabupaten Magelang berdasarkan interpretasi citra satelit terdiri dari
penggunaan lahan sawah irigasi, sawah tadah hujan, kebun/perkebunan, hutan, semak
belukar, tegal/lading, rumput/tanah kosong, pemukiman, tubuh air dan jalan. Penggunaan
lahan terluas berupa kebun/perkebunan sebesar 35.854,47 Ha yang tersebar merata di
setiap kecamatan yang ada di Kabupaten Magelang. Sedangkan penggunaan lahan terkecil
berupa tubuh air seluas 916,50 Ha yang tersebar disetiap kecamatan di Kabupaten
magelang kecuali di Kecamatan Tempuran. Adapun luasan lahan sawah di Kabupaten
Magelang, seperti terlihat pada Tabel di bawah ini

Tabel 1. Luasan, Produksi, dan Provitas Tanaman Padi di Kabupaten Magelang Jawa
Tengah

Luas, Produksi, dan Provitas Jumlah


Luas Lahan Sawah (ha) 28.801
Luas Tanam (ha) 59.364
Produksi Padi (ton GKG) 354.997
Rata-rata Provitas (ton/ha) 5,98
Sumber: Dinas Tanaman Pangan, Perkebunan, dan Kehutanan dalam Kabupaten Magelang,
2015

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 171


Evaluasi LP2B di Kabupaten Magelang

Kabupaten Magelang dijadikan sebagai salah satu wilayah kajian evaluasi pelaksanaan
LP2B karena wilayah ini merupakan salah satu wilayah pertanian di Jawa Tengah sehingga
diharapkan pelaksanaan LP2B menjadi salah satu prioritas pembangunan di daerah ini.
Adapun hasil evaluasi LP2B di Kabupaten Magelang dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 2. Hasil Evaluasi LP2B di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 172


Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 173
Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 174
Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 175
Analisis Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Penerapan LP2B

Berdasarkan hasil diskusi dengan key informan, baik dari Bappeda maupun Dinas
Tanaman Pangan, Perkebunan, dan Kehutanan Kabupaten Magelang Jawa Tengah, maka
dapat diidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penerapan LP2B di daerah
seperti pada Tabel 3.

Tabel 3. Faktor dan Definisi Faktor Berpengaruh terhadap Penerapan LP2B

No Faktor Definisi Faktor


1. Pedoman LP2B Pemetaan sawah-sawah di Kabupaten Magelang
Insentif dan Disinsentif Belum mampunya daerah untuk memberikan insentif
2.
ataupun disinsentif
3. Peta Dasar Pemakaian air
4. Sosialisasi LP2B Sosialisasi ke kelompok tani masih terbatas
Sarana dan prasarana usaha tani yang belum
5. Koordinasi LP2B
maksimal terutama irigasi
6. Kelembagaan LP2B

Guna mengetahui hubungan antar faktor, maka disusunlah matrik hubungan antar faktor
yang menjelaskan kausal loop yang saling pengaruh-mempengaruhi. Penetapan angka di
dalam matrik ditentukan oleh derajat antar hubungan. Penentuan penilaian kekuatan
hubungan dilakukan oleh key informan yang dilakukan berdasarkan hasil diskusi. Adapun
hasil penentuan nilai hubungan dapat dilihat pada Tabel 4.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 176


Tabel 4. Matrik Hubungan Antar Faktor

Activive Degree of
No Elements 1 2 3 4 5 6 Sum Interr
(AS) (PS*AS)
1 Pedoman LP2B 2.0 2.0 2.0 2.0 2.0 10.0 100.0
Insentif dan
2
Disinsentif 2.0 0.1 2.0 1.0 1.0 6.1 40.3
3 Peta Dasar 2.0 0.1 2.0 1.0 2.0 1.0 8.1 69.7
4 Sosialisasi LP2B 2.0 2.0 2.0 2.0 2.0 10.0 80.0
5. Koordinasi LP2B 2.0 2.0 2.0 2.0 2.0 10.0 80.0
6. Kelembagaan LP2B 2.0 0.5 0.5 1.0 1.0 5.0 6.3
Passive sum (PS) 10.0 6.6 8.6 8.0 8.0 8.0
Activity ratio (AS/PS) 1.0 0.9 0.9 1.3 1.3 10.0

Langkah selanjutnya dari analisis PSA ini adalah penentuan posisi faktor di dalam
diagram. Penentuan posisi faktor di dalam akan menentukan sejauh mana faktor tersebut
berpengaruh di masa yang akan datang. Penentuan posisi faktor ditentukan dengan
menghitung derajat hubungan dan rasio aktivitas. Kedua hasil analisis tersebut akan
membentuk titik koordinat satu sama lainnya, di mana titik koordinat tersebut akan
menentukan posisi dari faktor tersebut. Adapun hasil analisisnya dapat dilihat pada
Gambar 1.

1
Sympton 3 5 Critical Element
4

Buffer Motor/Lever

Gambar 1. Hubungan antar Faktor yang Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten
Magelang

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 177


Berdasarkan gambar di atas dapat dijelaskan bahwa dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Faktor-faktor yang termasuk dalam kategori Symptom adalah Insentif dan disinsentif
serta peta dasar. Faktor ini dapat menjadi pemicu atau mempengaruhi faktor lainnya
sehingga dapat memunculkan masalah baru dalam sistem.
2. Adapun faktor yang masuk dalam ketegori Critical element adalah Sosialisasi dan
koordinasi LP2B. Faktor ini sebagai akselelator dan katalisator terhadap sistem tetapi
faktor ini harus dipahami secara detail karena dapat berubah sewaktu-waktu tidak
sesuai dengan yang diharapkan atau memiliki efek samping.
3. Satu faktor berada di antara critical element dan symptom, yaitu Pedoman LP2B.
Faktor ini bisa berpengaruh ataupun sebagai akselertor dan katalisator bagi sistem
4. Faktor yang masuk kategori motor/lever adalah kelembagaan LP2B. Faktor ini
diprediksi dapat mempengaruhi faktor lainnya

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 178

Anda mungkin juga menyukai