Anda di halaman 1dari 30

BAB I

STATUS PASIEN

I. Identitas pasien
Nama : Dini Suwarno
Umur : 33 tahun
Jenis kelamin : perempuan
Alamat : jl. Simpang tiga no.33, Ramanuju-Purwakarta.
Pekerjaan : guru
Agama : islam
Status : menikah
Tanggal masuk : 9 Agustus 2012
Jenis pembiayaan : III/umum
Jenis pembedahan : SC
Tehnik anestesi : SAB SP L3-L4 LCS (+) Ө 27
II. Anamnesis
Diambil dari autoanamnesis pada tanggal 9 agustus 2012 pukul 11.15 WIB
III. Keluhan utama
Pasien mengatakan keluar air-air jernih dari kemaluan sejak pukul 06.00 pagi
WIB
IV. Keluhan tambahan
Pasien merasa mulas frekuensi jarang dan disertai flek berwarna kecoklatan
dengan jumlah sedikit.
V. Riwayat penyakit sekarang
5 jam SMRS pasien mengaku keluar air-air dengan jumlah sedikit dan
berwarna jernih kekeruhan dari kemaluannya. Keluhan tersebut diserta dengan
rasa mulas pada perutnya dengan frekuensi jarang juga diikuti terdapatnya fle
berwarna kecoklatan dalam jumlah sedikit. Oleh karena keadaan tersebut pasien
datang ke IGD RSUD Cilegon pada pukul 11.15 WIB.
Pasien mengelak memiliki kebiasaan merokok, minum alkohol,
menggunakan obat-obat tertentu atau memiliki tattoo.

1
Pasien mengatakan dirinya tidak memiliki riwayat penyakit asma dan
penyakit sistemik/kronik seperti hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung
dan batuk yang lama.

VI. Riwayat Penyakit Dahulu:


( -) Cacar ( - ) Malaria ( - ) Batu Ginjal / Saluran Kemih
( -) Cacar air ( - ) Disentri ( - ) Burut (Hernia)
( - ) Difteri ( - ) Hepatitis ( - ) Penyakit Prostat
( - ) Batuk Rejan ( -) Tifus Abdominalis ( - ) Wasir
( - ) Campak ( - ) Skirofula ( - ) Diabetes
( +) Influenza ( - ) Sifilis ( -) Asthma
( - ) Tonsilitis ( - ) Gonore ( - ) Tumor
( - ) Khorea ( - ) Hipertensi ( - ) Penyakit Pembuluh
( - ) Demam Rematik Akut ( - ) Ulkus Ventrikuli ( - ) Perdarahan Otak
( - ) Pneumonia ( - ) Ulkus Duodeni ( - ) Psikosis
( - ) Pleuritis ( - ) Gastritis ( - ) Neurosis
( -) Tuberkulosis ( - ) Batu Empedu
Lain-lain : ( - ) Operasi
( + ) Kecelakaan
( - ) Maag
VII. Riwayat Keluarga:
Keadaan Penyebab
Hubungan Umur (tahun) Jenis Kelamin
Kesehatan Meninggal
Kakek Tidak diketahui Laki-laki Meninggal Tidak diketahui

Nenek Tidak diketahui Perempuan Meninggal Tidak diketahui

Ayah Tidak diketahui Laki-laki Meninggal Tidak diketahui

Ibu Tidak diketahui Perempuan sehat -

2
Suami 29 tahun Laki-laki Sehat -

Anamnesis Sistem:
Catatan keluhan tambahan positif disamping judul-judul yang bersangkutan
Kulit
( - ) Bisul ( - ) Rambut ( - ) Keringat malam
( - ) Kuku ( -) Kuning / ikterus ( - ) Sianosis
( - ) Ptechie ( - ) Lain-lain
Kepala
( - ) Trauma ( - ) Sakit kepala
( - ) Sinkop ( - ) Nyeri pada sinus
Mata
( - ) Nyeri ( - ) Radang
( - ) Sekret ( - ) Hipermetropi
( -) Kuning / ikterus
Telinga
( - ) Nyeri ( - ) Gangguan pendengaran
( +) Serumen ( - ) Kehilangan pendengaran
( - ) Tinitus
Hidung
( - ) Trauma ( - ) Gejala penyumbatan
( - ) Nyeri ( - ) Gangguan penciuman
( - ) Sekret ( - ) Pilek
( - ) Epistaksis
Mulut
( + ) Bibir kering ( - ) Lidah kotor
( - ) Gusi sariawan ( - ) Gangguan pengecap
( - ) Selaput ( - ) Stomatitis
Tenggorokan
( -) Nyeri tenggorokan ( - ) Perubahan suara
( +) Terasa kering
Leher
( - ) Benjolan ( - ) Nyeri leher
Dada (Jantung/Paru)
3
( - ) Nyeri dada ( - ) Sesak napas
( - ) Berdebar ( - ) Batuk darah
( - ) Ortopnoe ( -) Batuk
Abdomen (Lambung/Usus)
( - ) Rasa kembung ( - ) Wasir
( - ) Mual ( - ) Mencret
( - ) Muntah ( - ) Tinja darah
( - ) Muntah darah ( - ) Tinja berwarna dempul
( - ) Sukar menelan ( - ) Tinja berwarna hitam
( - ) Nyeri perut/kolik ( +) Mulas
( + ) Perut membesar
Saluran Kemih/Alat kelamin
( - ) Disuria ( - ) Kencing nanah
( - ) Stranguria ( - ) Kolik
( - ) Poliuria ( - ) Oliguria
( - ) Polakisuria ( - ) Anuria
( - ) Hematuria ( - ) Retensi urin
( - ) Kencing batu ( - ) Kencing menetes
( - ) Ngompol (tidak disadari) ( - ) Penyakit prostat
Saraf dan Otot
( - ) Anestesi ( - ) Sukar mengingat
( - ) Parestesi ( - ) Ataksia
( - ) Otot lemah ( - ) Hipo/hiper-esthesi
( - ) Kejang ( - ) Pingsan
( - ) Afasia ( - ) Kedutan (“Tick”)
( - ) Amnesia ( - ) Pusing (vertigo)
( - ) Lain-lain ( - ) Gangguan bicara (disartri)
Ekstremitas
( - ) Bengkak pada kedua tungkai
( - ) Nyeri sendi
( - ) Deformitas
( - ) Sianosis
VIII. Riwayat Hidup
Riwayat Kelahiran
4
Tempat lahir :( ) Di rumah ( √ ) Rumah Bersalin ( ) RS Bersalin
( ) Puskesmas
Ditolong oleh :( ) Dokter ( √ ) Bidan ( ) Dukun
( ) Lain-lain
Riwayat Imunisasi
( + ) Hepatitis ( + ) BCG ( + ) Campak ( + ) DPT
( +) Polio ( + ) Tetanus
Riwayat Makanan
Frekuensi/hari : 3-4x/hari
Jumlah/hari : 3 piring
Variasi/hari : variasi
Nafsu makan : baik
Pendidikan
( ) SD ( - ) SLTP ( ) SLTA ( ) Sekolah Kejuruan
( ) Akademi ( √ ) Universitas ( ) Kursus ( ) Tidak Sekolah
C. Pemeriksaan
X. Pemeriksaan umum
a. Keadaan umum : baik
Kesadaran : composmentis
BB sebelum hamil : 42 kg
BB saat hamil : 47 kg
LILA : 24 cm
TB : 155 cm
b. Tanda-tanda vital
TD : 110/70 mmHg
Nadi : 90 x/menit
RR : 20 x/menit
Temp : 36,50C
IMT : 19,56 Kg/m2 (Gizi kurang)
Sianosis : Tidak ada
Udema umum : Tidak ada
Aspek Kejiwaan
Tingkah laku : Tenang
Alam perasaan : Biasa
5
Proses pikir : Wajar
Kulit
Warna : sawo matang
Efloresensi :(-)
Jaringan parut : Tidak ada
Pigmentasi : Tidak ada
Pertumbuhan rambut : Distribusi baik merata
Lembab/kering : Kering
Suhu raba : Hangat
Pembuluh darah : Tidak ada pelebaran pembuluh darah
Keringat : Umum
Turgor : Baik
Ikterus : Tidak
Lapisan lemak : Normal
Kelenjar Getah Bening
Submandibula : Tidak teraba membesar
Supraklavikula : Tidak teraba membesar
Lipat paha : Tidak teraba membesar
Leher : Tidak teraba membesar
Ketiak : Tidak teraba membesar
Kepala
Ekspresi wajah : Gelisah Simetri muka : Simetris
Rambut : Hitam dan merata
Mata
Exopthalamus : Tidak ada Enopthalamus : Tidak ada
Kelopak : Udema ( - ) Lensa : Jernih
Konjungtiva : Anemis ( - ) Visus : Tidak dilakukan
Sklera : Ikterik ( - ) Nistagmus : Tidak ada
Lapangan penglihatan : Normal Tekanan bola mata : Normal
Gerak bola mata : Normal
Telinga
Tuli : -/- Selaput pendengaran : Utuh
Lubang : Liang telinga lapang Penyumbatan : -/-
Serumen : +/+ Perdarahan : -/-
6
Cairan : -/-
Mulut
Bibir : Tidak sianosis, kering
Tonsil : T1/T1
Langit-langit : Tidak ada kelainan
Bau pernpasan : Tidak ada
Gigi geligi : Tidak lengkap
Trismus : Tidak ada
Faring : Tidak hiperemis
Selaput lendir : Normal
Lidah : Tidak tampak atrofi papil lidah
Leher
JVP : 5+1 cmH2O
Kelenjar tiroid : Tidak tampak membesar
Kelenjar limfe kanan : Tidak tampak membesar
Dada
Bentuk : Simetris
Pembuluh darah : Tidak tampak pelebaran, tidak ada spider nevi
Buah dada : Simetris, normal
Paru-paru
Depan Belakang
Simetris saat statis dan Simetris saat statis dan
Kiri
dinamis dinamis
Inspeksi
Simetris saat statis dan Simetris saat statis dan
Kanan
dinamis dinamis
- Tidak ada benjolan - Tidak ada benjolan
Kiri
- Fremitus simetris - Fremitus simetris
Palpasi
- Tidak ada benjolan - Tidak ada benjolan
Kanan
- Fremitus simetris - Fremitus simetris
Kiri - Redup - Redup
Perkusi
Kanan - Redup - Redup
- Suara bronkial - Suara bronkial
Auskultasi Kiri
- Tidak ada wheezing - Tidak ada wheezing

7
- Tidak ada Ronkhi - Tidak ada Ronkhi
- Suara bronkial - Suara bronkial
Kanan - Tidak ada wheezing - Tidak ada wheezing
- Ronkhi basah halus - Ronkhi basah halus

Jantung
Inspeksi Tampak pulsasi iktus cordis
Teraba iktus cordis pada ICS V, 2 jari sebelah lateral dari garis
Palpasi
midklavikula kiri
- Batas kanan : ICS IV linea sternalis kanan
Perkusi - Batas kiri : ICS V linea midklavikula kiri
- Batas atas : ICS II linea parasternal kiri
Auskultasi Bunyi jantung I-II murni reguler, Gallop (-), Murmur (-)

Perut
1) Inspeksi
Tidak ada luka bekas operasi, pembesaran perut sesuai usia kehamilan, tidak ada strie
gravidarum.
2) Palpasi
leopold I : TFU pertengahan antara pusat dan Px, pada fundus teraba bagian yang agak
keras tapi tidak melenting berarti bokong. TFU: 31cm
leopold II : Sebelah kiri teraba seperti paparan keras memanjang yang berarti punggung
janin. Sedangkan bagian kanan teraba bagian-bagian kecil yang berarti ektremitas
leopold III : Bagian terendah teraba bulat, keras dan melenting berarti kepala-kepala
sebagian sudah masuk PAP.
Leopold IV : Bagian terendah janin sudah masuk PAP, divergen
3) Auskultasi
BJJ: 13bx/menit teratur
4) Gynekologi
Ano genital:
Inspeksi : Pengeluaran pervaginam: blood (-)
Vulva vagina : tak

8
Inspekulo : Vagina: tak
Vaginal toucher: Portio tebal lunak. Ө1 cm

Anggota Gerak
Lengan Kanan Kiri
Otot
Tonus : baik baik
Massa : tidak ada tidak ada
Sendi : tidak ada kelainan tidak ada kelainan
Gerakan : aktif aktif
Kekuatan : +5 +5
Oedem : tidak ada tidak ada
Lain-lain : tidak ada tidak ada
Petechie : tidak ada tidak ada
Tungkai dan Kaki Kanan Kiri
Luka : tidak ada tidak ada
Varises : tidak ada tidak ada
Otot
Tonus : baik baik
Massa : tidak ada tidak ada
Sendi : baik baik
Gerakan : aktif aktif
Kekuatan : +5 +5
Oedem : tidak ada tidak ada
Lain-lain : tidak ada tidak ada
Petechie tidak ada tidak ada

XI. Hasil laboratorium

Tanggal 9 Agustus 2012 pukul 11.59 WIB

Pemeriksaan Hasil Nilai normal

9
Hematologi

Hemoglobin 9,9 g/dl P:14-18 W:12-16

Leukosit 10.270/uL 5000-10000

Laju endap darah - P:0-10 W:0-15

Hematokrit 28.4% P:40-48 W:37-43

Eritrosit - P:4.5-5.5 W:4-5

Trombosit 274.000/uL 150-450rb/u

Total eosinofil - 50-350

Masa pendarahan 2’ menit 1-6

Masa pembekuan 10’ menit 5-15

Golongan darah B rhesus (+)

XII. Kesimpulan

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat disimpulkan diagnosis preoperatif:


G1P0A0 hamil 38 minggu inpartu kala 1fase laten

Status operasi: ASA 1 E

Mallampati 1

Jenis operasi: sectio caesarea

Jenis anestesi: regional anestesi

XIII. Tindakan Anestesi


-Regional Anestesi

1. Preoperasi

Informed consent (+)

10
Pasien puasa selama ± 6 jam sebelum operasi dimulai

Tidak ada gigi goyang dan tidak memakai gigi palsu

Kandung kemih telah terpasang kateter

Sudah terpasang cairan infus RL/Asering

Keadaan umum: compos mentis

Tanda vital

- Tekanan darah: 76/50 mmHg


- Nadi : 80x/menit
- Frekuensi napas: 20x/menit
- Suhu : 36 derajat celcius

2. Premedikasi

Sebelum pasien diinduksi, disuntikkan Ondansetron 4 mg IV dengan tujuan sebagai


penanganan mual dan muntah selama dan sesudah operasi.

3. Anestesi yang diberikan

Tindakan anestesi

Pastikan alat-alat dan medikasi yang dibutuhkan selama proses anestesi sudah
lengkap seperti:

- Kassa steril
- Povidon Iodine
- Plester
- Jarum spinocaine no. 27
- Bupivacaine 4 ml
- Spuit 5 cc
- Sarung tangan steril
- Lampu
- Monitor tanda vital
- Alat-alat resusitasi

11
- Medikasi yang dibutuhkan seperti ephedrin 50 mg/ml, pethidin 50 mg/ml, sedacum
5mg/ml, fentanyl 10 ml/kgbb, ketamin 10 ml/kgbb, roculax 5 ml/kgbb, atropin 0,25
ml/kgbb, recofol 0,25 ml/kgbb, pospargin 10 iU, induxin 0,25 mg/kgbb.

Memeriksa apakah cairan infus berjalan dengan baik karena melalui infus terbeut adalah
media agar obat-obat bisa masuk ke dalam tubuh pasien. Cairan infus yang biasa diberikan
adalah ringer laktat 500 cc diberikan secara loading.

Posisi pasien duduk dengan vertebrae lumbal dalam keadaan posisi fleksi, agar lebih
mudah maka kepala pasien ikut difleksikan ke arah dada sehingga menambah fleksi vertebra
dan panggul. Asisten harus mempertahankan posisi pasien tersebut. Tandailah posisi
penyuntikan yaitu titik pertemuan garis 2 SIAS ( Spina Illiaca Anterior Superior), titik
tersebut bertumpu di antara L3-L4 . Setelah menentukan lokasi penyuntikan kemudian
lakukan tindakan asepsis

Dengan menggunakan kassa yang dibasahi povidon iodine gerakan sirkuler dari dalam
ke arah luar. Setelah itu suntik di lokasi penyuntikan dengan menggunakan spit 5 cc yang
telah diisi oleh bupivacaine secara perlahan dan lakukan aspirasi apakah LCS keluar atau
tidak, jika LCS keluar maka obat dapat disuntikkan secara perlahan sampai habis dan tetap
pastikan diakhir penyuntikan LCS tetap keluar saat diaspirasi yang artinya obat telah
dimasukkan ke dalam dengan benar. Penyuntikan selesai kemudian tutup tempat
penyuntikan dengan kapas steril dan posisikan pasien dalam keadaan berbaring. Selama
operasi berlangsung disuntikkan pula obat-obat antara lain: induxin 0,25 mg(drip),
pospargin 10 iu, Tramadol 100 mg im, Ketorolac thormethamin 30 mg (iv/bolus), pronalges
100 g ( via rectal).

Tanda vital yang terdapat pada monitor setiap 5 menit dicatat dalam kertas lembaran
anestesi agar kondisi pasien terpantau.

4. Pasca Operasi
Lama operasi: 55 menit

Setelah operasi selesai, pasien dibawa ke Recovery Room dan observasi tanda vital
seperti tekanan darah, nadi, dan saturasi pernapasan.

Pasien dapat dipindahkan ke ruangan bila alderete score lebih dari 8

12
Aldrete Score (dewasa)

Penilaian :

Nilai Warna

 Merah muda, 2
 Pucat, 1
 Sianosis, 0

Pernapasan

 Dapat bernapas dalam dan batuk, 2


 Dangkal namun pertukaran udara adekuat, 1
 Apnoea atau obstruksi, 0

Sirkulasi

 Tekanan darah menyimpang <20% dari normal, 2


 Tekanan darah menyimpang 20-50 % dari normal, 1
 Tekanan darah menyimpang >50% dari normal, 0

Kesadaran

 Sadar, siaga dan orientasi, 2


 Bangun namun cepat kembali tertidur, 1
 Tidak berespons, 0

Aktivitas

 Seluruh ekstremitas dapat digerakkan, 2


 Dua ekstremitas dapat digerakkan,1
 Tidak bergerak, 0

Pada pasien ini Alderete score sama dengan 8.

13
BAB II

PEMBAHASAN

PENILAIAN DAN PERSIAPAN PRA-ANESTESIA

Tindakan pre-operatif ditujukan untuk menyiapkan kondisi pasien seoptimal mungkin dalam
menghadapi operasi. Persiapan prabedah menentukan keberhasilan suatu operasi.
Persiapan prabedah yang kurang memadai merupakan faktor penyumbang sebab-
sebab terjadinya kecelakaan anestesia. Dokter spesialis anestesiologi hendaknya
mengunjungi pasien sebelum pasien dibedah, agar dapat mempersiapkan fisik dan mental
pasien secara optimal, merencanakan dan memilih teknik anesthesia serta obat-obatan yang
dipakai, dan menentukan klasifikasi pasien berdasarkan ASA. Persiapan praanestesia yang
dilakukan meliputi persiapan alat, penilaian dan persiapan pasien, serta persiapan obat
anestesi yang diperlukan.Penilaian dan persiapan pasien diantaranya meliputi:

1. Anamnesis:
- Identifikasi pasien (nama, umr, alamat, dll).

- Keluhan saat ini dan tindakan operasi yang akan dihadapi

- Riwayat penyakit yang sedang/pernah diderita untuk mengetahui kemungkinan


penyulit anestesi (misalnya alergi, diabetes melitus, penyakit paru kronis, penyakit
jantung, penyakit ginjal, dan penyakit hati.

- Riwayat pemakaian obat-obatan meliputi alergi obat, intoleransi obat, dan obat
yang sedang digunakan dan dapat menimbulkan interaksi dengan obat anestetik

- Riwayat anestetik/operasi sebelumnya, meliputi tanggal, jenis pembedahan, dan


anestesi, komplikasi dan perawatan intensif pasca bedah.

- Riwayat kebiasaan sehari-hari yang dapat mempengaruhi tindakan (merokok,


minum alcohol, obat penenang, narkotik). Kebiasaan buruk ini hendaknya
dihentikan 1-2 hari sebelum operasi agar tidak mempengaruhi system
kardiosirkulasi serta organ lain.

- Riwayat berdasarkan system organ

14
- Makanan yang terakhir dimakan

2. Pemeriksaan Fisik
- Tinggi dan berat badan, untuk memperkirakan dosis obat, terapi cairan yang
diperlukan, serta jumlah urin selama dan sesudah pembedahan.

- Frekuensi nadi, tekanan darah, pola dan frekuensi pernafasan, serta suhu tubuh.

- Jalan nafas (air way),

- Jantung, paru-paru, abdomen, punggung (apakah ada deformitas), neurologis,


Ekstremitas.

3. Pemeriksaan Laboratorium
Rutin: darah, urin, foto dada (terutama untuk bedah mayor),elektrokardiografi
(untuk pasien diatas umur 40 tahun).
Khusus: dilakukan bila ada riwayat atau indikasi

4. Persiapan Hari Operasi


 Pembersihan dan pengosongan saluran pencernaan untuk mencegah aspirasi isi
lambung karena regurgitasi/muntah. Pada operasi elektif hernia, pasien dewasa
dipuasakan 8 jam sebelum operasi.
 Jika ada gigi palsu, perhiasan, bulu mata dilepas. Bahan kosmetik (lipstick, cat
kuku) dibersihkan sehingga tidak mengganggu pemeriksaan.
 Rectum dan kandung kemih dikosongkan, jika perlu pasang kateter.
 Pasien masuk kamar operasi mengenakan pakaian khusus
 Cukur rambut pubis 2 jam sebelum operasi.
 Pemberian obat-obatan premedikasi (jika perlu) dapat diberikan 1-2 jam
sebelum induksi anesthesia. Antibiotika profilaksis, diberikan bersama
premedikasi (Sefalosporin generasi pertama). Setelah persiapan pre-operatif dan
pasien diputuskan siap untuk mendapatkan operasi maka proses anestesi dapat
dilakukan. Pada kasus ini, diputuskan untuk menggunakan teknik anestesi regional
yaitu subarachnoid block atau anestesi spinal. Karena secara umum, keadaan pasien
baik, dan area operasi berada di bawah umbilicus.

15
Dalam kondisi ibu dan fetus normal, dapat dilakukan 2 pilihan teknik anestesi yaitu
General Anestesia dan Regional Anestesia. GA dan RA yang dilakukan dengan terampil,
hampir sama pengaruhnya terhadap bayi baru lahir. Namun demikian, karena risiko untuk
ibu dan kaitannya dengan Apgar skor yang lebih rendah dengan GA, maka RA untuk bedah
Cesar lebih disukai. RA akan memberikan hasil neonatal terpapar lebih sedikit obat anestesi
(terutama saat digunakan teknik spinal), memungkinkan ibu dan pasangannya juga dapat
mengikuti proses kelahiran bayi mereka.

Penggolongan anestesi lokal:


Kokain , Klorprokain,
Ester
Benzokain, Prokain, Tetrakain
Struktur
Kimia obat Lidokain, Prilokain,
Amide
Etidokain, Bupivakain,
Mepivakain, Ropivakain

Topical Regional iv
Blok Saraf Tepi
infiltrasi ganglion

Blok nerv pleksus


Anestesi Lokal Cara
Pemberian
spinal
servikal
Blok Saraf Sentral
epidural torakal

lumbal
Short Acting
Potensi Sacral/
Obat Medium Acting
kaudal
Long acting

I. ANESTESI SPINAL

16
Anestesi spinal merupakan teknik anestesi regional yang baik untuk tindakantindakan

bedah, obstetrik, operasi-operasi bagian bawah abdomen dan ekstremitas

bawah. Teknik ini dilakukan dengan memasukkan larutan anestesi lokal kedalam ruang
subarakhnoid  paralisis temporer syaraf

Lokasi : L2 – S1

Keuntungan teknik anestesi spinal :

• biaya relatif murah

• perdarahan lebih berkurang

• mengurangi respon terhadap stress (perubahan fisiologis tubuh terhadap kerusakan


jaringan)

• kontrol nyeri yang lebih  sempurna

• menurunkan mortalitas pasca operasi

Indikasi

17
a. bedah abdomen bagian bawah, misal: op hernia, apendiksitis

b. bedah urologi

c. bedah anggota gerak bagian bawah

d. bedah obstetri ginekologi

e. bedah anorectal & perianal, misal: op hemoroid

Kontra indikasi

 Absolut

1. kelainan pembekuan darah (koagulopati)

2. infeksi daerah insersi

3. hipovolemia berat

4. penyakit neurologis aktif

5. pasien menolak

 Relative

2. R. pembedahan utama tulang belakang

3. nyeri punggung

4. aspirin sebelum operasi

5. Heparin preoperasi

6. Pasien tidak kooperatif atau emosi tidak stabil

Komplikasi

 Akut

1. hipotensi  dikarenakan dilatasi pembuluh darah max

2. bradikardi  dikarenakan blok terlalu tinggi, berikan SA

3. Hipoventilasi  berikan O2
18
4. Mual muntah  dikarenakan hipotensi terlalu tajam, berikan epedril

5. total spinal  obat anestesi naik ke atas, berikan GA

 Pasca tindakan

1. nyeri tempat suntikan

2. nyeri punggung

3. nyeri kepala

4. retensi urin  dikarenakan sakral terblok  pasang kateter

Prosedur

a. Persiapan

1. sama dengan persiapan general anestesi

2. Persiapan pasien

- Informed consent

- Pasang monitor  ukur tanda vital

- Pre load RL/NS 15 ml/kgBB

3. Alat dan obat

- Spinal nedle G 25-29

- Spuit 3 cc/5cc/10cc

- Lidokain 5% hiperbarik , Bupivacaine

- Efedrin, SA

- Petidin, katapres, adrenalin

- Obat emergency

b. Posisi pasien

19
- Posisi pasien duduk atau dekubitus lateral. Posisi duduk merupakan posisi termudah.
Biasanya dikerjakan di atas meja operasi tanpa di pindah lagi,karena perubahan
posisi berlebihan dalam waktu 30 menit pertama akan menyebabkan penyebaran
obat. Jika posisinya duduk, pasien disuruh memeluk bantal, agar posisi tulang
belakang stabil, dan pasien membungkuk agar prosesus spinosus mudah teraba. Jika
posisinya dekubitus lateral, maka beri bantal kepala, agar pasien merasa enak
dan menstabilkan tulang belakang.

- Tentukan tempat tususkan. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua


krista iliaka dengan tulang punggung ialah L4 atau L4-5. Untuk operasi hernia ini,
dilakukan tusukan pada L3-4. Tusukan pada L1-2 atau dia atasnya berisiko trauma
terhadap medulla spinalis.

- Sterilkan tempat tusukan dengan betadin atau alcohol

- Beri anestetik lokal pada tempat tusukan. Pada kasus ini diberikan obat anestesi
lokal bupivakain.

- Lakukan penyuntikan jarum spinal di tempat penusukan pada bidang medial dengan
sudut 10-30 derajad terhadap bidang horizontal ke arah cranial. Jarum lumbal akan
menembus kulit-subkutis-lig.supraspinosum-lig.interspinosum-lig.flavum-ruang
epidural-duramater-ruang sub arakhnoid. Kira-kira jarak kulit-lig.flavum dewasa
±6cm.

- Cabut stilet maka cairan serebrospinal akan menetes keluar.

20
- Pasang spuit yang berisi obat, masukkan pelan-pelan (0,5 ml/detik) diselingi
aspirasi sedikit, untuk memastikan posisi jarum tetap baik.

Posisi duduk

Keuntungan : lebih nyata, processus spinosum lebih mudah diraba, garis tengah
lebih teridentifikasi (gemuk) & posisi yang nyaman pada pasien PPOK

II. BUPIVACAINE

- Farmakodinamik :

Obat menembus saraf dalam bentuk tidak terionisasi (lipofilik), tetapi saat di dalam akson
terbentuk beberapa molekul terionisasi, dan molekul-molekul ini memblok kanal Na+, serta
mencegah pembentukan potensial aksi. Absorpsi sistemik anestetik ini dapat mengakibatkan
perangsangan dan atau penekanan sistem saraf pusat. Rangsangan pusat biasanya berupa
gelisah, tremor dan menggigil, kejang, diikuti depresi dan koma, akhirnya terjadi henti
napas. Fase depresi dapat terjadi tanpa fase eksitasi sebelumnya.

- Farmakokinetik :

Kecepatan absorpsi anestetik ini tergantung dari dosis total dan konsentrasi obat yang
diberikan, cara pemberian, dan vaskularisasi tempat pemberian, serta ada tidaknya epinefrin
dalam larutan anestetik. Bupivacaine mempunyai awitan lambat (sampai dengan 30 menit)
tetapi mempunyai durasi kerja yang sangat panjang,sampai dengan 8 jam bila digunakan
untuk blok syaraf. Lama kerja bupivacaine lebih panjang secara nyata daripada anestetik
lokal yang biasa digunakan. Juga terdapat periode analgesia yang tetap setelah kembalinya
sensasi.

- Efek samping :

Penyebab utama efek samping kelompok obat ini mungkin berhubungan dengan kadar
plasma yang tinggi, yang dapat disebabkan oleh overdosis, injeksi intravaskuler yang tidak
disengaja atau degradasi metabolik yang lambat.

 Sistemik : Biasanya berkaitan dengan sistem saraf pusat dan kardiovaskular seperti
hipoventilasi atau apneu, hipotensi dan henti jantung.
21
 SSP : Gelisah, ansietas, pusing, tinitus, dapat terjadi penglihatan kabur atau tremor,
kemungkinan mengarah pada kejang. Hal ini dapat dengan cepat diikuti rasa
mengantuk sampai tidak sadar dan henti napas. Efek SSP lain yang mungkin timbul
adalah mual, muntah, kedinginan, dan konstriksi pupil.

 Kardiovaskuler : Depresi miokardium, penurunan curah jantung, hambatan


jantung, hipotensi, bradikardia, aritmia ventrikuler, meliputi takikardia
ventrikuler dan fibrilasi ventrikuler, serta henti jantung.

 Alergi : Urtikaria, pruritus, eritema, edema angioneuretik (meliputi edema laring),


bersin, episode asma, dan kemungkinan gejala anafilaktoid (meliputi hipotensiberat).

 Neurologik : Paralisis tungkai, hilangnya kesadaran, paralisis pernapasan dan


bradikardia (spinal tinggi), hipotensi sekunder dari blok spinal, retensi
urin,inkontinensia fekal dan urin, hilangnya sensasi perineal dan fungsi
seksual;anestesia persisten, parestesia,
kelemahan, paralisis ekstremitas bawah dan hilangnya kontrol sfingter, sakit
kepala, sakit punggung, meningitis septik, meningismus, lambatnya persalinan,
meningkatnya kejadian persalinan dengan forcep, atau kelumpuhan saraf kranial
karena traksi saraf pada kehilangan cairanserebrospinal.

III. ONDANCETRON

Farmakodinamik

Mekanisme kerja obat ini sebenarnya belum diketahui dengan pasti. Meskipun demikian
yang saat ini sudah diketahui adalah bahwa Ondansetron bekerja sebagai antagonis selektif
dan bersifat kompetitif pada reseptor 5HT3, dengan cara menghambat aktivasi aferen-aferen
vagal sehingga menekan terjadinya refleks muntah.

Farmakokinetik

Konsentrasi akan diserap dengan cepat maksimum (30 ng / ml) dalam plasma dapat dicapai
dalam 10 menit dengan pemberian Ondansetron 4 mg i.v.
Bioavalibilitas oral absolut Ondansetron sekitar 60%. Kondisi sistemik yang setara juga
dapat dicapai melalui pemberian secara i.m atau i.v. Waktu paruhnya sekitar 3 jam.
22
Volume distribusi dalam keadaan statis sekitar 140 L. Ondansetron yang berikatan dengan
protein plasma sekitar 70 – 76%. Ondansetron dimetabolisme sanagt baik di sistem
sirkulasi, sehingga hanya kurang dari 5 % saja yang terdeteksi di urine.

Indikasi
- Mencegah dan mengobati mual-muntah akut pasca bedah
- Mencegah dan mengobati mual-muntah pasca kemoterapi pada penderita kanker
- Mencagah dan mengobati mual-muntah pasca radioterapi pada penderita kanker

Kontra Indikasi
Pasien hipersensitif terhadap Ondansetron

Interaksi Obat
Karena Ondansetron dimetabolisme oleh enzim metabolik sitokrom P-450, perangsangan
dan penghambatan terhadap enzim ini dapat mengubah klirens dan waktu paruhnya. Pada
penderita yang sedang mendapat pengobatan dengan obat-obat yang secara kuat merangsang
enzim metabolisme CYP3A4 (seperti Fenitoin, Karbamazepin dan Rifampisin), klirens
Ondansetron akan meningkat secara signifikan, sehingga konsentrasi dalam darah akan
menurun.

Peringatan dan Perhatian


Ondansetron sebaiknya tidak digunakan pada wanita hamil, khususnya pada trimester I,
kecuali jika terdapat resiko yang lebih berat pada bayi akibat penurunan berat badan ibu.
Ondansetron dieksresi pada air susu ibu, sehingga dianjurkan untuk tidak diberikan pada ibu
menyusui.

Efek Samping
Ondansetron pada umumnya dapat ditoleransi dengan baik. Konstipasi merupakan efek
samping yang paling sering ditemukan (11%). Kadang dapat dijumpai sakit kepala, wajah
ke merahan (flushing), rasa panas atau hangat di kepala dan epigastrium yang bersifat
sementara. Peningkatan aminotransferase tanpa disertai gejala-gejala, Kadang juga dapat

23
dijumpai peningkatan serum transaminase (5%) dan ruam kulit (1%), sedasi dan diare,
karena meningkatnya waktu transfer di usus besar.

Pernah dilaporkan terjadinya reaksi hipersensitif sampai kejadian anafilaksis dan gangguan
visual sementara (pandangan kabur). Juga pernah dilaporkan terjadinya gerakan-gerakan
tanpa sadar, setelah pemberian Ondansetron secara cepat, tetapi kasus ini sangat jarang dan
tanpa disertai gejala-gejala sisa

IV. TRAMADOL

Tramadol adalah analgesik kuat yang bekerja pada reseptor opiat. Tramadol mengikat secara
stereospesifik pada reseptor di sistem saraf pusat sehingga mengeblok sensasi nyeri dan
respon terhadap nyeri. Di samping itu tramadol menghambat pelepasan neurotransmitter
dari saraf aferen yang sensitif terhadap rangsang, akibatnya impuls nyeri terhambat.

Indikasi:

Efektif untuk pengobatan nyeri akut dan kronik yang berat, nyeri pasca pembedahan.

Dosis umum:

Dosis tunggal 50 mg. Dosis tersebut biasanya cukup untuk meredakan nyeri, apabila masih
terasa nyeri dapat ditambahkan 50 mg setelah selang waktu 30-60 menit.

Dosis maksimum:

400 mg sehari. Dosis sangat tergantung pada intensitas rasa nyeri yang diderita.

Penderita gangguan hati dan ginjal dengan "creatinine clearances" <30 ml/menit:

50-100 mg setiap 12 jam, maksimum 200 mg sehari.

Peringatan dan perhatian:

 Pada penggunaan jangka panjang dapat terjadi ketergantungan, sehingga dokter


harus menentukan lama pengobatan.

 Tramadol tidak boleh diberikan pada pasien ketergantungan obat.

24
 Hati-hati penggunaan pada pasien trauma kepala, meningkatnya tekanan intrakranial,
gangguan fungsi ginjal dan hati yang berat atau hipersekresi bronkus, karena dapat
mengakibatkan meningkatnya resiko kejang atau syok.

 Penggunaan bersama dengan obat-obat penekanan SSP lain atau penggunaan dengan
dosis berlebihan dapat menyebabkan menurunnya fungsi paru.

 Penggunaan selama kehamilan harus mempertimbangkan manfaat dan resikonya


baik terhadap janin maupun ibu.

 Hati-hati penggunaan pada ibu menyusui, karena tramadol diekskresikan melalui


ASI.

 Tramadol dapat mengurangi kecepatan reaksi pasien, seperti kemampuan


mengemudikan kendaraan ataupun mengoperasikan mesin.

 Depresi pernapasan akibat dosis yang berlebihan dapat dinetralisir dengan nalokson,
sedangkan kejang dapat diatasi dengan pemberian benzodiazepin.

 Meskipun termasuk antagonis opiat, tramadol tidak dapat menekan


gejala "withdrawal" akibat pemberian morfin.

Efek samping:

Efek samping yang umum terjadi seperti pusing, sedasi, lelah, sakit kepala, pruritus,
berkeringat, kulit kemerahan, mulut kering, mual, muntah. Dispepsia dan obstipasi.

Kontraindikasi:

Pasien hipersensitif terhadap Tramadol atau Opiat dan penderita yang mendapatkan
pengobatan dengan penghambat MAO, intoksikasi akut dengan alkohol, hipnotika, analgetik
atau obat-obat yang mempengaruhi SSP lainnya.

Interaksi obat:

Efek analgesik dan sedasi tramadol ditingkatkan pada penggunaan bersama dengan obat-
obat yang bekerja pada SSP seperti tranquiliser, hipnotik.

V. KETOROLAC TROMETHAMINE
25
Farmakodinamik
Ketorolac tromethamine merupakan suatu analgesik non-narkotik. Obat ini merupakan obat
anti-inflamasi nonsteroid (NSAID) yang menunjukkan aktivitas antipiretik dan anti-
inflamasi yg lemah. Ketorolac tromethamine menghambat sintesis prostaglandin dan dapat
dianggap sebagai analgesik yang bekerja perifer karena tidak mempunyai efek terhadap
reseptor opiat.

Ketorolac dapat diberikan secara oral, intramuskular atau intravena. Setelah suntikan
intramuskular atau intravena efek analgesinyadicapai dalam 30 menit, maksimal setelah 1-2
jam dengan lama kerja sekitar 4-6 jam dan dosis penggunaannya dibatasi untuk 5 hari. Dosis
awal 10-30mg dan dapat diulang setiap 4-6 jam sesuai kebutuhan. Untuk pasien normal
dosis sehari dibatasi maksimal 90mg dan untuk berat <50kg , manula atau gangguan faal
ginjal dibatasi maksimal 60mg. Sifat analgesik ketorolak setara dengan opioid yaitu 30 mg
ketorolak=12 mg morfin=100 mg petidin. Ketorolak dapat digunakan bersama opioid.

Indikasi

 Ketorolac diindikasikan untuk penatalaksanaan jangka pendek terhadap nyeri akut


sedang sampai berat setelah prosedur bedah. Durasi total Ketorolac tidak boleh lebih
dari lima hari. Ketorolac secara parenteral dianjurkan diberikan segera setelah
operasi. Harus diganti ke analgesik alternatif sesegera mungkin, asalkan terapi
Ketorolac tidak melebihi 5 hari. Ketorolac tidak dianjurkan untuk digunakan sebagai
obat prabedah obstetri atau untuk analgesia obstetri karena belum diadakan
penelitian yang adekuat mengenai hal ini dan karena diketahui mempunyai efek
menghambat biosintesis prostaglandin atau kontraksi rahim dan sirkulasi fetus.

Kontra indikasi

 Pasien yang sebelumnya pernah mengalami alergi dengan obat ini, karena ada
kemungkinan sensitivitas silang.

 Pasien yang menunjukkan manifestasi alergi serius akibat pemberian Asetosal atau
obat anti-inflamasi nonsteroid lain.

 Pasien yang menderita ulkus peptikum aktif.

 Penyakit serebrovaskular yang dicurigai maupun yang sudah pasti.

26
 Diatesis hemoragik termasuk gangguan koagulasi.

 Sindrom polip nasal lengkap atau parsial, angioedema atau bronkospasme.

 Terapi bersamaan dengan ASA dan NSAID lain.

 Hipovolemia akibat dehidrasi atau sebab lain.

 Gangguan ginjal derajat sedang sampai berat (kreatinin serum >160 mmol/L).

 Riwayat asma.

 Pasien pasca operasi dengan risiko tinggi terjadi perdarahan atau hemostasis
inkomplit, pasien dengan antikoagulan termasuk Heparin dosis rendah (2.500–5.000
unit setiap 12 jam).

 Terapi bersamaan dengan Ospentyfilline, Probenecid atau garam lithium.

 Selama kehamilan, persalinan, melahirkan atau laktasi.

 Anak < 16 tahun.

 Pasien yang mempunyai riwayat sindrom Steven-Johnson atau ruam vesikulobulosa.

 Pemberian neuraksial (epidural atau intratekal).

 Pemberian profilaksis sebelum bedah mayor atau intra-operatif jika hemostasis


benar-benar dibutuhkan karena tingginya risiko perdarahan.

Dosis

Ketorolac ampul ditujukan untuk pemberian injeksi intramuskular atau bolus intravena.
Dosis untuk bolus intravena harus diberikan selama minimal 15 detik. Ketorolac ampul
tidak boleh diberikan secara epidural atau spinal. Mulai timbulnya efek analgesia setelah
pemberian IV maupun IM serupa, kira-kira 30 menit, dengan maksimum analgesia tercapai
dalam 1 hingga 2 jam. Durasi median analgesia umumnya 4 sampai 6 jam. Dosis sebaiknya
disesuaikan dengan keparahan nyeri dan respon pasien. Lamanya terapi : Pemberian dosis
harian multipel yang terus-menerus secara intramuskular dan intravena tidak boleh lebih
dari 2 hari karena efek samping dapat meningkat pada penggunaan jangka panjang.

27
Dewasa
Ampul : Dosis awal Ketorolac yang dianjurkan adalah 10 mg diikuti dengan 10–30 mg tiap
4 sampai 6 jam bila diperlukan. Harus diberikan dosis efektif terendah. Dosis harian total
tidak boleh lebih dari 90 mg untuk orang dewasa dan 60 mg untuk orang lanjut usia, pasien
gangguan ginjal dan pasien yang berat badannya kurang dari 50 kg. Lamanya terapi tidak
boleh lebih dari 2 hari. Pada seluruh populasi, gunakan dosis efektif terendah dan sesingkat
mungkin. Untuk pasien yang diberi Ketorolac ampul, dosis harian total kombinasi tidak
boleh lebih dari 90 mg (60 mg untuk pasien lanjut usia, gangguan ginjal dan pasien yang
berat badannya kurang dari 50 kg).

Efek Samping :

Efek samping di bawah ini terjadi pada uji klinis dengan Ketorolac IM 20 dosis dalam 5
hari.

 Insiden antara 1 hingga 9% : Saluran cerna : diare, dispepsia, nyeri gastrointestinal,


nausea. Susunan Saraf Pusat : sakit kepala, pusing, mengantuk, berkeringat.

VI. EPHEDRIN HCL

Pemberian vasopresor, seperti efedrin, sering sekali dipakai untukpencegahan maupun terapi
hipotensi pada pasien kebidanan. Obat ini merupakan suatu simpatomimetik non
katekolamin dengan campuran aksi langsung dan tidak langsung. obat ini resisten terhadap
metabolisme MAO dan metiltransferase katekol (COMT), menimbulkan aksi yang
berlangsung lama. Efedrin meningkatkan curah jantung, tekanan darah, dan nadi melalui
stimulasi adrenergik alfa dan beta. meningkatkan aliran darah koroner dan skelet dan
menimbulkan bronkhodilatasi melalui stimulasi reseptor beta 2. Efedrin mempunyai efek
minimal terhadap aliran darah uterus. dieliminasi dihati, dan ginjal. Namun, memulihkan
aliran darah uterus jika digunakan untuk mengobati hipotensi epidural atau spinal pada
pasien hamil.

Efek puncak : 2-5 menit, Lama aksi : 10-60 menit. Interaksi/Toksisitas: peningkatan resiko
aritmia dengan obat anetesik volatil, dipotensiasi oleh anti depresi trisiklik, meningkatkan
MAC anestetik volatil.Keuntungan pemakaian efedrin ialah menaikan kontraksi miokar,
curah jantung, tekanan darah dampai 50%, tetapi sedikit sekali menurunkan vasokonstriksi

28
pembuluh darah uterus. Menurut penyelidikan Wreight, efedrin dapat melewati plasenta dan
menstimulasi otak bayi sehingga menghasilkan skor Apgar yang lebih tinggi.

Dianjurkan pemberian efedrin cara intravena kalau terjadi hipotensi atau sudah terjadi
penurunan tekanan darah 10 mmHg; dosisnya 10 mg yang diulang sampai tekanan darah
kembali ke awa1. Bayi yang dilahirkan dengan cara ini mempunyai skor Apgar sangat baik;
pemeriksaan pH dan base-excessnya dalam batas normal, dan sikap neurologi bayi setelah 4
- 24 jam dilahirkan sangat baik.

INSTRUKSI POST OPERASI SC SPINAL

1. Bed rest total 24 jam post op dengan bantal tinggi. Boleh miring kanan kiri, tak boleh
duduk
2. Ukur TD dan N tiap 15 menit selama 1 jam pertama. Bila TD < 90 beri efedrin 10 mg, bila
N<60 beri SA 0,5 mg
3. bila tidak ada mual muntah boleh minum sedikit-sedikit dengan sendok

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Latief. S. A, Suryadi K. A, dan Dachlan M. R, Petunjuk Praktis Anestesiologi,


Edisi II, Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FK-UI, Jakarta, Juni, 2001,
hal ; 77-83, 161.
2. Dobson MB. Penuntun Praktis Anestesi. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta: 1988.
3. Muttaqien F. Menguak Misteri Kamar Bius. Available at:
http://www.scribd.com/doc/51439743/Menguak-Misteri-Kamar-Bius.
Accessed: August, 11th 2012.
4. Anestesi Spinal. Available at:
http://www.scribd.com/doc/79664764/Anestesi-Spinal. Accessed: August,
11th 2012.
5. Analgesik Opioid. Available at:
http://www.scribd.com/doc/57353203/ANALGESIK-OPIOID. Accessed:
August, 11th 2012.

30

Anda mungkin juga menyukai