Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

Syok merupakan keadaan dimana terdapat gangguan sirkulasi yang menyebabkan perfusi
jaringan menjadi tidak adekuat sehingga menyebabkan terganggunya metabolisme sel dan
jaringan. Sepsis Merupakan respon sistemik antigen dan antibody dimana adanya pathogen tau
toksin yang dilepas ke dalam sirkulasi darah sehingga terjadi aktivitas proses inflamasi. Syok
septik merupakan keadaan gawat darurat akibat terjadinya respon antigen dan antibody di dalam
sirkulasi dan menyebabkan adanya gangguan sirkulasi sehingga terjadi perfusi jaringan yang
tidak adekuat. Terdapat 8 faktor hemodinamik yang berperan penting dalam terjadinya syok
antara lain; volume intravascular, jantung, retensi vascular, mikrosirkulasi dan kapiler, retensi
venula,hubungan arteri-vena, kapasitas vena, potensi vena. Penatalaksanaan hipotensi dan syok
septik merupakan tindakan yang harus dilakukan segera mungkin. Resusitasi dilakukan dalam 6
jam pertama, dimulai sejak pasien tiba di gawat darurat. Tindakan yang dilakukan mencakup
breathing,circulation, airway, terapi cairan, vasopressor/inotropic, dan transfusi bila perlu serta
pemantaua cairan melalui kateter.
Berdasarkan penelitian di RSUP Prof. DR. R,.D Kandou Pada November 2014-
November 2015. Dengan diagnosa sepsis, sepsis berat dan syok sepsis didapatkan 35 pasien
dengan jenis kelamin perempuan 19 orang dan laki-laki 16 orang. Berdasarkan data tersebut
pasien dengan diagnosa syok sepsis 2 orang, sespsis 29 orang dan sepsis berat 4 orang kemudian
pasien yang didiagnosa keluar sepsis 23 orang, sepsis berat 2 orang dan syok sepsis 10 orang.
Dari 35 pasien tersebut 23 pasien meninggal (65.7%) sedangkan 12 pasien (34,3%) berhasil
keluar dari icu dengan konsisi membaik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi
Syok adalah suatu sindrom klinis dimana terdapat kegagalan dalam pengaturan peredaran
darah sehingga terjadi kegagalan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Kegagalan
sirkulasi ini biasanya disebabkan oleh kehilangan cairan (hipovolemik), karena kegagalan pompa
jantung ataupun karena perubahan resistensi vaskuler perifer.1

Syok secara garis besar dapat dibedakan menjadi beberapa jenis. Berikut adalah tabel
singkat mengenai jenis-jenis syok :2

Jenis Syok Penyebab


Hipovolemik 1. Perdarahan
2. Kehilangan plasma (misal pada luka bakar)
3. Dehidrasi, misal karena puasa lama, diare, muntah, obstruksi usus dan lain-lain

Kardiogenik 1. Aritmia
 Bradikardi / takikardi
2. Gangguan fungsi miokard
 Infark miokard akut, terutama infark ventrikel kanan
 Penyakit jantung arteriosklerotik
 Miokardiopati
3. Gangguan mekanis
 Regurgitasi mitral/aorta
 Rupture septum interventrikular
 Aneurisma ventrikel massif
 Obstruksi:
Out flow : stenosis atrium
Inflow : stenosis mitral, miksoma atrium kiri/thrombus
Obstruktif Tension Pneumothorax
Tamponade jantung
Emboli Paru
Septik 1.Infeksi bakteri gram negative,
Contoh: Eschericia coli, Klebsiella pneumonia, Enterobacter,
serratia,Proteus,
2. Kokus gram positif,
Contoh : Stafilokokus, Enterokokus, dan Streptokokus
Neurogenik  Disfungsi saraf simpatis, disebabkan oleh trauma tulang belakang dan
spinal syok (trauma medulla spinalis dengan quadriflegia atau paraplegia)
 Rangsangan hebat yang tidak menyenangkan,misal nyeri hebat
 Rangsangan pada medulla spinalis, misalnya penggunaan obat anestesi
 Rangsangan parasimpatis pada jantung yang menyebabkan bradikardi
jantung mendadak. Hal ini terjadi pada orang yang pingan mendadak
akibat gangguan emosional

Anafilaksis  Antibiotic
Contoh : Penisilin, sofalosporin, kloramfenikol, polimixin, ampoterisin
B
 Biologis
Contoh : Serum, antitoksin, peptide, toksoid tetanus, dan gamma
globulin
 Makanan
Contoh : Telur, susu, dan udang/kepiting
 Lain-lain
Contoh : Gigitan binatang, anestesi local

Tabel 1. Jenis-jenis Syok


Sepsis merupakan proses infeksi dan inflamasi yang kompleks dimulai dengan
rangsangan endotoksin atau eksotoksin terhadap sistem imunologi, sehingga terjadi aktivasi
makrofag, sekresi berbagai sitokin dan mediator, aktivasi komplemen dan netrofil, sehingga
terjadi disfungsi dan kerusakan endotel, aktivasi sistem koagulasi dan trombosit yang
menyebabkan gangguan perfusi ke berbagai jaringan dan disfungsi/kegagalan organ multipel.1

Nomenklatur mengenai sepsis telah banyak dilakukan, salah satu yang paling sering
digunakan ialah sepsis merupakan kelanjutan dari sebuah sindrom respons inflamasi sistemik /
Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) atau yang sering disebut sindrom sepsis
ditandai dengan 2 dari gejala berikut :3
a. Hyperthermia/hypothermia (>38,3°C; <35,6°C)
b. Tachypneu (resp >20/menit)
c. Tachycardia (pulse >100/menit)
d. Leukocytosis >12.000/mm atau Leukopenia <4.000/mm
e. 10% >cell imature

Sepsis merupakan SIRS yang disertai dengan dugaan ataupun bukti adanya sumber
infeksi yang jelas. Sepsis dapat berlanjut menjadi sepsis berat yaitu sepsis yang disertai dengan
kegagalan organ multipel / Multiple Organ Dysfunction / Multiple Organ Failure
(MODS/MOF). Sepsis berat dengan hipotensi ialah sepsis dengan tekanan sistolik <90 mmHg
atau penurunan tekanan sistolik >40 mmHg. Perkembangan berikut dari sepsis ialah berujung
pada suatu syok septik. Syok septik adalah subset dari sepsis berat, yang didefinisikan sebagai
hipotensi yang diinduksi oleh sepsis dan menetap kendati telah mendapat resusitasi cairan, serta
disertai dengan hipoperfusi jaringan.3

Syok septik didefinisikan sebagai keadaan kegagalan sirkulasi akut ditandai dengan
hipotensi arteri persisten meskipun dengan resusitasi cairan yang cukup ataupun adanya
hipoperfusi jaringan (dimanifestasikan oleh konsentrasi laktat yang melebihi 4 mg / dL) yang
tidak dapat dijelaskan oleh sebab-sebab lain.4
Perbedaan Sindroma Sepsis dan Syok Sepsis
Sindroma sepsis Syok Septik
 Takipneu, respirasi >20x/m Sindroma sepsis ditambah dengan
 Takikardi >90x/m gejala:
 Hipertermi >38C  Hipotensi 90 mmHg
 Hipotermi <35,6C  Tensi menurun sampai 40 mmHg dari
 Hipoksemia baseline dalam waktu 1 jam

 Peningkatan laktat plasma  Tidak membaik dengan pemberian

 Oliguria, Urine 0,5 cc/kgBB dalam 1 cairan, serta penyakit syok

jam hipovolemik, infark miokard dan


emboli pulmonal sudah disingkirkan

Tabel 2. Perbedaan Sindrom Sepsis dan Syok Septik4

Gambar 1. Diagram hubungan SIRS, Sepsis dengan Infeksi5


Gambar 2. Kriteria Bones untuk Pengenalan Sepsis Berat5

Epidemiologi

Dalam kurun waktu 23 tahun yang lalu bakterimia karena infeksi bakteri gram negatif di
AS yaitu antara 100.000-300.000 kasus pertahun, tetapi sekarang insiden ini meningkat menjadi
sekitar 300.000-500.000 kasus pertahun. Syok akibat sepsis terjadi karena adanya respon
sistemik pada infeksi yang seirus. Walaupun insiden syok septik ini tak diketahui pasti namun
dalam beberapa tahun terakhir ini cukup tinggi Hal ini disebabkan cukup banyak faktor
predisposisi untuk terjadinya sepsis antara lain diabetes melitus, sirhosis hati, alkoholisme,
leukemia, limfoma, keganasan, obat sitotoksis dan imunosupresan, nutrisi parenteral dan sonde,
infeksi traktus urinarius dan gastrointestinal. Di AS syok sepsik adalah penyebab kematian yang
sering di ruang ICU.

Sebuah studi oleh selama 16 melaporkan angka kejadian 2 kasus per 100 penerimaan
rumah sakit di AS, dengan distribusi 55% terjadi di ICU, 12% di bagian gawat darurat dan 33%
pada non-ICU.3 .Data yang lebih baru menunjukkan bahwa insiden tahunan sepsis terjadi sekitar
50-95 per 100.000 kasus. Selain itu, insiden sepsis tersebut telah tumbuh sebesar 9% setiap
tahunnya4. Bakteri Gram-negatif biasanya menjadi salah satu etiologi tebanyak dengan proporsi
35 hingga 40% pada kasus sepsis akan tetapi telah menurun menjadi 25-30% pada 2000.6 Bakteri
Gram-positif menyebabkan 30-50% kasus, dan infeksi polimikrobial menyumbang sekitar 25% 6
.
Sekitar 50% dari pasien sepsis berkembang menjadi syok septik, dengan angka kematian
45%.7 Tempat yang paling sering mengalami infeksi adalah paru-paru, abdomen, dan saluran
kemih. Komplikasi dari syok septik meliputi Acute Respiratory Distress Syndrome / ARDS
(18%), Disseminated Intravascular Coagulation / DIC (38%) dan gagal ginjal(50%).8 Pria
maupun orang dewasa yang lebih tua menjadi faktor predisposisi berkembangnya syok septik
bila dibandingkan dengan perempuan9

Faktor Resiko

Faktor risiko pada sepsis berat dan syok septik adalah sebagai berikut:10

 Usia ekstrem (<10 tahun dan > 70 tahun)


 Penyakit primer (misalnya, sirosis hati, alkoholisme, diabetes mellitus, penyakit
cardiopulmonary, keganasan tumor padat, keganasan hematologi)
 Imunosupresi (misalnya, neutropenia, terapi imunosupresif, terapi kortikosteroid, IV
penyalahgunaan narkoba, complement deficiencies, asplenia)
 Operasi besar, trauma, luka bakar
 Prosedur invasif (misalnya, kateter, alat intravaskular, prosthetic device, hemodialisis
dan kateter dialisis peritoneal, tabung endotrakeal)
 Pengobatan antibiotik sebelumnya
 Perawatan di rumah sakit yang berkepanjangan
 Faktor-faktor lain, seperti melahirkan, aborsi, dan malnutrisi

Etiologi
Infeksi dapat disebabkan oleh virus, bakteri, fungi atau riketsia. Respon sistemik dapat
disebabkan oleh mikroorganisme penyebab yang beredar dalam darah atau hanya disebabkan
produk toksik dari mikroorganisme atau produk reaksi radang yang berasal dari infeksi lokal.
Umumnya disebabkan kuman gram negatif. Insidensnya meningkat, antara lain karena
pemberian antibiotik yang berlebihan, meningkatnya penggunaan obat sitotoksik dan
imunosupresif, meningkatnya frekuensi penggunaan alat-alat invasive seperti kateter
intravaskuler, meningkatnya jumlah penyakit rentan infeksi yang dapat hidup lama, serta
meningkatnya infeksi yang disebabkan organisme yang resisten terhadap antibiotik.

Infeksi traktus repiratorius merupakan penyebab sepsis yang tersering diikuti infeksi
abdomen dan jaringan lunak. Setiap sistem organ memiliki patogen yang berbeda, seperti di
antaranya :10
 Infeksi traktur repiratorius bawah yang menyebabkan syok septik pada sekitar 25%
pasien, patogen yang umum
o Streptococcus pneumoniae
o Klebsiella pneumoniae
o Staphylococcus aureus
o Escherichia coli
o Legionella species
o Haemophilus species
o Anaerobes
o Gram-negative bacteria
o Fungi

 Infeksi traktus urinarius yang menyebabkan syok septik pada sekitar 25% pasien, patogen
yang umum :

o E coli
o Proteus species
o Klebsiella species
o Pseudomonas species
o Enterobacter species
o Serratia species
 Infeksi jaringan lunak yang menyebabkan syok septik pada sekitar 15% pasien, patogen
yang umu :

o S aureus
o Staphylococcus epidermidis
o Streptococci
o Clostridia
o Gram-negative bacteria
o Anaerobes

 Infeksi traktus gastro-intestinal yang menyebabkan syok septik pada 15% pasien, patogen
yang umum :

o E coli
o Streptococcus faecalis
o Bacteroides fragilis
o Acinetobacter species
o Pseudomonas species
o Enterobacter species
o Salmonella species
 Infeksi saluran reproduktif laki-laki dan perempuan yang menyebabkan syok septik pada
sekitar 10% pasien, patogen yang umum :

o Neisseria gonorrhoeae
o Gram-negative bacteria
o Streptococci
o Anaerobes
 Benda asing yang mengakibatkan infeksi berkontribusi 5% pada syok septik. S aureus, S
epidermidis, adan fungi/yeasts (eg, Candida species) merupakan patogen yang umum.

 Infeksi lain-lain menyebabkan 5% syok septik. Neiserria meningitidis merupakan


enyebab tersering pada golongan ini.
Patofisiologi
Baik bakteri gram positif maupun gram negatif dapat menimbulkan sepsis. Pada bakteri
gram negatif yang berperan adalah lipopolisakarida (LPS). Suatu protein di dalam plasma,
dikenal dengan LBP (Lipopolysacharide binding protein) yang disintesis oleh hepatosit,
diketahui berperan penting dalam metabolisme LPS. LPS masuk ke dalam sirkulasi, sebagian
akan diikat oleh faktor inhibitor dalam serum seperti lipoprotein, kilomikron sehingga LPS akan
dimetabolisme. Sebagian LPS akan berikatan dengan LBP sehingga mempercepat ikatan dengan
CD14. Kompleks CD14-LPS menyebabkan transduksi sinyal intraseluler melalui nuklear factor
kappaB (NFkB), tyrosin kinase(TK), protein kinase C (PKC), suatu faktor transkripsi yang
menyebabkan diproduksinya RNA sitokin oleh sel. Kompleks LPS-CD14 terlarut juga akan
menyebabkan aktivasi intrasel melalui toll like receptor-2 (TLR2).1

Pada bakteri gram positif, komponen dinding sel bakteri berupa Lipoteichoic acid (LTA)
dan peptidoglikan (PG) merupakan induktor sitokin. Bakteri gram positif menyebabkan sepsis
melalui 2 mekanisme: eksotoksin sebagai superantigen dan komponen dinding sel yang
menstimulasi imun. Superantigen berikatan dengan molekul MHC kelas II dari antigen
presenting cells dan Vβ-chains dari reseptor sel T, kemudian akan mengaktivasi sel T dalam
jumlah besar untuk memproduksi sitokin proinflamasi yang berlebih.1,11

Gambar 3. Skema Infeksi - Sepsis


Peran Sitokin pada Sepsis

Mediator inflamasi merupakan mekanisme pertahanan pejamu terhadap infeksi dan invasi
mikroorganisme. Pada sepsis terjadi pelepasan dan aktivasi mediator inflamasi yang berlebih,
yang mencakup sitokin yang bekerja lokal maupun sistemik, aktivasi netrofil, monosit,
makrofag, sel endotel, trombosit dan sel lainnya, aktivasi kaskade protein plasma seperti
komplemen, pelepasan proteinase dan mediator lipid, oksigen dan nitrogen radikal. Selain
mediator proinflamasi, dilepaskan juga mediator antiinflamasi seperti sitokin antiinflamasi,
reseptor sitokin terlarut, protein fase akut, inhibitor proteinase dan berbagai hormon.1,5

Pada sepsis berbagai sitokin ikut berperan dalam proses inflamasi, yang terpenting adalah
TNF-α, IL-1, IL-6, IL-8, IL-12 sebagai sitokin proinflamasi dan IL-10 sebagai antiinflamasi.
Pengaruh TNF-α dan IL-1 pada endotel menyebabkan permeabilitas endotel meningkat, ekspresi
TF, penurunan regulasi trombomodulin sehingga meningkatkan efek prokoagulan, ekspresi
molekul adhesi (ICAM-1, ELAM, V-CAM1, PDGF, hematopoetic growth factor, uPA, PAI-1,
PGE2 dan PGI2, pembentukan NO, endothelin-1.1 TNF-α, IL-1, IL-6, IL-8 yang merupakan
mediator primer akan merangsang pelepasan mediator sekunder seperti prostaglandin E2 (PGE2),
tromboxan A2 (TXA2), Platelet Activating Factor (PAF), peptida vasoaktif seperti bradikinin dan
angiotensin, intestinal vasoaktif peptida seperti histamin dan serotonin di samping zat-zat lain
yang dilepaskan yang berasal dari sistem komplemen.12
Awal sepsis dikarakteristikkan dengan peningkatan mediator inflamasi, tetapi pada sepsis
berat pergeseran ke keadaan immunosupresi antiinflamasi.13

Peran Komplemen pada Sepsis


Fungsi sistem komplemen: melisiskan sel, bakteri dan virus, opsonisasi, aktivasi respons
imun dan inflamasi dan pembersihan kompleks imun dan produk inflamasi dari sirkulasi. Pada
sepsis, aktivasi komplemen terjadi terutama melalui jalur alternatif, selain jalur klasik. Potongan
fragmen pendek dari komplemen yaitu C3a, C4a dan C5a (anafilatoksin) akan berikatan pada
reseptor di sel menimbulkan respons inflamasi berupa: kemotaksis dan adhesi netrofil, stimulasi
pembentukan radikal oksigen, ekosanoid, PAF, sitokin, peningkatan permeabilitas kapiler dan
ekspresi faktor jaringan.5

Peran NO pada Sepsis


NO diproduksi terutama oleh sel endotel berperan dalam mengatur tonus vaskular. Pada
sepsis, produksi NO oleh sel endotel meningkat, menyebabkan gangguan hemodinamik berupa
hipotensi. NO diketahui juga berkaitan dengan reaksi inflamasi karena dapat meningkatkan
produksi sitokin proinflamasi, ekspresi molekul adhesi dan menghambat agregasi trombosit.
Peningkatan sintesis NO pada sepsis berkaitan dengan renjatan septik yang tidak responsif
dengan vasopresor.1,5

Peran Netrofil pada Sepsis


Pada keadaan infeksi terjadi aktivasi, migrasi dan ekstravasasi netrofil dengan pengaruh
mediator kemotaktik. Pada keadaan sepsis, jumlah netrofil dalam sirkulasi umumnya meningkat,
walaupun pada sepsis berat jumlahnya dapat menurun. Walaupun netrofil penting dalam
mengeradikasi kuman, namun pelepasan berlebihan oksidan dan protease oleh netrofil dipercaya
bertanggungjawab terhadap kerusakan organ. Terdapat 2 studi klinis yang menyatakan bahwa
menghambat fungsi netrofil untuk mencegah komplikasi sepsis tidak efektif, dan terapi untuk
meningkatkan jumlah dan fungsi netrofil pada pasien dengan sepsis juga tidak efektif .13

Infeksi sistemik yang terjadi biasanya karena kuman Gram negatif yang menyebabkan
kolaps kardiovaskuler. Endotoksin basil Gram negatif ini menyebabkan vasodilatasi kapiler dan
terbukanya hubungan pintas arteriovena perifer.Selain itu, terjadi peningkatan permeabilitas
kapiler. Peningkatan kapasitas vaskuler karena vasodilatasi perifer meyebabkan terjadinya
hipovolemia relatif, sedangkan peningkatan permeabilitas kapiler menyebabkan kehilangan
cairan intravaskular ke interstisial yang terlihatsebagai edema. Pada syok sepsis hipoksia, sel
yang terjadi tidak disebabkan oleh penurunan perfusi jaringan melainkan karena
ketidakmampuan sel untuk menggunakan oksigen karena toksin kuman Berlanjutnya proses
inflamasi yang maladaptive akan menhyebabkan gangguan fungsi berbagai organ yang dikenal
sebagai disfungsi/gagal organ multiple (MODS/MOF). Proses MOF merupakan kerusakan
(injury) pada tingkat seluler (termasuk disfungsi endotel), gangguan perfusi ke organ/jaringan
sebagai akibat hipoperfusi, iskemia reperfusi, dan mikrotrombus. Berbagai faktor lain yang ikut
berperan adalah terdapatnya faktor humoral dalam sirkulasi (myocardial depressant substance),
malnutrisi kalori-protein, translokasi toksin bakteri, gangguan pada eritrosit, dan efek samping
dari terapi yang diberikan.5

Gambar 4. Skema Syok Septik akibat Infeksi Kuman Gram Negatif


Gambar 5. Skema Gangguan Hemodinamik pada Pasien Sepsis5

Gejala Klinis
Keadaan syok sepsis ditandai dengan gambaran klinis sepsis disertai tanda-tanda syok
(nadi cepat dan lemah, ekstremitas pucat dan dingin, penurunan produksi urin, dan penurunan
tekanan darah). Gejala syok sepsis yang mengalami hipovolemia sukar dibedakan dengan syok
hipovolemia (takikardia, vasokonstriksi perifer, produksi urin < 0,5 cc/kgBB/jam, tekanan darah
sistolik turun dan menyempitnya tekanan nadi / pulse pressure). Pasien-pasien sepsis dengan
volume intravaskuler normal atau hampir normal, mempunyai gejala takikardia, kulit hangat,
tekanan sistolik hampir normal, dan tekanan nadi yang melebar.

Tanda karakteristik sepsis berat dan syok-septik pada awal adalah hipovolemia, baik
relatif (oleh karena venus pooling) maupun absolut (oleh karena transudasi cairan). Kejadian ini
mengakibatkan status hipodinamik, yaitu curah jantung rendah, sehingga apabila volume
intravaskule adekuat, curah jantung akan meningkat. Pada sepsis berat kemampuan kontraksi
otot jantung melemah, mengakibatkan fungsi jantung intrinsik (sistolik dan diastolik) terganggu.

Meskipun curah jantung meningkat (terlebih karena takikardia daripada peningkatan


volume sekuncup), tetapi aliran darah perifer tetap berkurang. Status hemodinamika pada sepsis
berat dan syok septik yang dulu dikira hiperdinamik (vasodilatasi dan meningkatnya aliran
darah), pada stadium lanjut kenyataannya lebih mirip status hipodinamik (vasokonstriksi dan
aliran darah berkurang).

Tanda karakterisik lain pada sepsis berat dan syok septik adalah gangguan ekstraksi
oksigen perifer. Hal ini disebabkan karena menurunnya aliran darah perifer, sehingga
kemampuan untuk meningkatkan ekstraksi oksigen perifer terganggu, akibatnya VO2
(pengambilan oksigen dari mikrosirkulasi) berkurang. Kerusakan ini pada syok septik dipercaya
sebagai penyebab utama terjadinya gangguan oksigenasi jaringan.

Karakteristik lain sepsis berat dan syok septik adalah terjadinya hiperlaktataemia,
mungkin hal ini karena terganggunya metabolisme piruvat, bukan karena dys-oxia jaringan
(produksi energi dalam keterbatasan oksigen)

Tabel 3. Korelasi Gejala Klinis Syok dengan Mekanisme dalam Tubuh


Keadaan syok akan melalui tiga tahapan mulai dari tahap kompensasi, dekompensasi
(sudah tidak dapat ditangani oleh tubuh), dan ireversibel (tidak dapat pulih).2

Fase I : kompensasi
Pada fase ini fungsi-fungsi organ vital masih dapat dipertahankan melalui mekanisme
kompensasi tubuh dengan meningkatkan reflek simpatis, yaitu meningkatnya resistensi sistemik
dimana terjadi distribusi selektif aliran darah dari organ perifer non vital ke organ vital seperti
jantung, paru dan otak. Tekanan darah diastolik tetap normal sedangkan tekanan darah sistolik
meningkat akibat peninggian resistensi arteriol sistemik (tekanan nadi menyempit).

Untuk mencukupi curah jantung maka jantung mengkompensasi secara temporer dengan
meningkatkan frekuensi jantung. Disamping itu terdapat peningkatan sekresi vasopressin dan
renin – angiotensin – aldosteron yang akan mempengaruhi ginjal untuk menahan natrium dan air
dalam sirkulasi.

Manifestasi klinis yang tampak berupa takikardia, gaduh gelisah, kulit pucat dan dingin
dengan pengisian kapiler (capillary refilling) yang melambat > 2 detik.

Fase II : Dekompensasi.
Pada fase ini mekanisme kompensasi mulai gagal mempertahankan curah jantung yang
adekuat dan sistem sirkulasi menjadi tidak efisien lagi. Jaringan dengan perfusi yang buruk tidak
lagi mendapat oksigen yang cukup, sehingga metabolisme berlangsung secara anaerobic yang
tidak efisien. Alur anaerobic menimbulkan penumpukan asam laktat dan asam-asam lainnya
yang berakhir dengan asidosis. Asidosis akan bertambah berat dengan terbentuknya asam
karbonat intra selular akibat ketidak mampuan sirkulasi membuang CO2.

Asidemia akan menghambat kontraktilitas otot jantung dan respons terhadap


katekolamin. Akibat lanjut asidosis akan menyebabkan terganggunya mekanisme energi
dependent pompa Na/K ditingkat selular, akibatnya integritas membran sel terganggu, fungsi
lisosom dan mitokondria akan memburuk yang dapat berakhir dengan kerusakan sel. Lambatnya
aliran darah dan kerusakan reaksi rantai kinin serta system koagulasi dapat memperburuk
keadaan syok dengan timbulnya agregasi tombosit dan pembentukan trombos disertai tendensi
perdarahan.

Pada syok juga terjadi pelepasan mediator-vaskular antara lain histamin, serotonin,
sitokin (terutama TNF=tumor necrosis factor dan interleukin 1), xanthin, oxydase yang dapat
membentuk oksigen radikal serta PAF (platelets agregatin factor). Pelepasan mediator oleh
makrofag merupakan adaptasi normal pada awal keadaan stress atau injury, pada keadan syok
yang berlanjut justru dapat memperburuk keadaan karena terjadi vasodilatasi arteriol dan
peningkatan permeabilitas kapiler dengan akibat volume intravaskular yang kembali kejantung
(venous return) semakin berkuarang diserai timbulnya depresi miokard.

Manifestasi klinis yang dijumpai berupa takikardia yang bertambah, tekanan darah mulai
turun, perfusi perifer memburuk (kulit dingin dan mottled, capillary refilling bertambah lama),
oliguria dan asidosis (laju nafas bertambah cepat dan dalam) dengan depresi susunan syaraf
pusat (penurunan kesadaran).

Fase III : Irreversible


Kegagalan mekanisme kompensasi tubuh menyebabkan syok terus berlanjut, sehingga
terjadi kerusakan/kematian sel dan disfungsi sistem multi organ lainnya. Cadangan fosfat
berenergi tinggi (ATP) akan habis terutama di jantung dan hepar, sintesa ATP yang baru hanya
2% / jam dengan demikian tubuh akan kehabisan energi. Kematian akan terjadi walaupun system
sirkulasi dapat dipulihkan kembali. Manifestasi klinis berupa tekanan darah tidak terukur, nadi
tak teraba, penurunan kesadaran semakin dalam (sopor-koma), anuria dan tanda-tanda kegagalan
sistem organ lain.
Tabel 4. Kriteria Diagnosis / Tanda dan Temuan dalam Sepsis

Syok septik yang berat dapat berkemabang menjadi suatu sindrom gangguan / penurunan
fungsi organ multipel akibatnya hipoperfusi generalisata. Berikut adalah tanda-tanda kelainan
sistemik pada Multiple Organ Failure
Multiple Organ Failure
DIC FDP≥ 1:40 atau D-dimers ≥2,0 dengan
rendahnya
platelet
Memanjangnya waktu:
- protrombin
- partial thromboplastin
- Perdarahan

Respirotary Distress.Syndrome Hipoksemia

Acute Renal Failure Kreatinin > 2,0 ug/dl


Na. Urin 40 mmol/L
Kelainan prerenal sudah disingkirkan

Hepatobilier disfunction Bil.>34 umol/L (2,0 mg/dL)


Harga alk. Fosfatase, SGOT, SGPt dua kali
harga normal

Central Nervous System Disf.. GCS < 15

Tabel 5. Tanda Multiple Organ Failure

Differential Diagnosis
 Acute Renal Failure
 Acute Respiratory Distress Syndrome
 Cardiogenic Shock
 Disseminated Intravascular Coagulation
 Hypovolemic Shock
 Pulmonary Embolism
 Shock, Distributive
 Shock, Hemorrhagic
 Toxic Shock Syndrome
 Transfusion Reactions
Penatalaksanaan

Pasien sepsis wajib dinilai dan dievaluasi dengan menggunakan metode ABCDE (
Airway, Breathing,Circulation,Disability, Exposure ). Metode ABCDE :5

A = Airway assessment, maintenance and oxygen


B = Breathing and ventilation assessment
C = Circulation assessment, intravenous (IV) access and fluids
D = Disability: assess the neurological status and check the blood glucose
E = Exposure and environmental control

Penatalaksaan awal pasien-pasien yang dicurigai dengan sepsis ialah resusitasi cairan
yang mencakup 3 proses, yaitu:
 Memaksimalkan penyebaran oksigen dan perfusi jaringan
 Monitoring seksama dari tanda-tanda vital dan fungsi organ sebagai pedoman resusitasi
lanjutan
 Menyiapkan strategi untuk menyingkirkan sumber infeksi

Proses ini ditujukan untuk menghentikan ( atau setidaknya memperlambat ) onset dari
sindrom disfungsi organ multipel / multi organ dysfunction syndrome. Saat sepsis sudah
dikonfirmasi, beberapa langkah berikut sebaiknya sudah dilakukan seperti oksigen aliran tinggi,
cannule, terapi cairan, monitoring jumlah urin.

Berikut adalah langkah-langkah yang seharusnya dilakukan :5


1. Penilaian ABCDE, dapat mencakup :
 Penilaian klinis
 Airway support
 Oksigen aliran tinggi
 Cannule
 Terapi cairan
 Monitoring jumlah urine
 Penilaian kadar gula darah
 Regulasi temperatur
2. Pengecekan ulang untuk memastikan hal berikut telah dilakukan :
 Terapi oksigen aliran tinggi
 Cannule
 Terapi cairan bila ada gangguan sirkulasi
 Monitor jumlah urin
3. Melakukan penegakan diagnostik sepsis yang spesifik, dapat mencakup :
 Kultur ( darah, dll )
 Pengukuran kadar laktat
 Pengukuran Hemoglobin dan tes lain
 Pencitraan untuk mengidentifikasi sumber infeksi
4. Terapi lengkap untuk sepsis:
 Antibiotik spektrum luas secara intravena
 Drainase atau bedah bila memungkinkan

Penatalaksanaan awal ini dapat disingkat menjadi “Sepsis Six” yakni :5


 Oksigen aliran tinggi
Sepsis secara dramatis akan meningkatkan kecepatan metabolik tubuhsehingga
kebutuhan akan oksigen akan meningkat. Untuk itu digunakan non-rebreathe face mask
dengan aliran oksigen tinggi. Saturasi oksigen ditargetkan di sekitar >= 94% kecuali jika
pasien memiliki riwayat hipoksemia kronis. Non-rebreathe face mask biasanya tidak
cocok untuk pemakaian jangka panjang, namun sangat penting dalam fase resusitasi akut
untuk memaksimalkan jumlah oksigen yang masuk.
 Kultur darah ( dan yang lainnya ).
Kultur darah sebaiknya dilakukan sebelum pemberian antibiotik intravena. Kultur darah
diambil secara percutaneous dan sebelum meletakkan akses IV yang baru. Kultur darah
tidak mempengaruhi pilihan terapi antibiotik speksturm luas pada fase awal tetapi
berpengaruh pada pemilihan antibiotik ketika patogen telah diidentifikasi.
 Antibiotik spektrum luas secara intravena
Pemilihan antibiotik spektrum luas yang tepat akan mengikuti langkah-langkah berikut :
o Riwayat alergi yang dimiliki oleh pasien.
o Kondisi klinis pasien dan kemungkinan sumber infeksi
o Peraturan mengenai administrasi antibiotik.
 Uji terapi cairan intravena.
Bila pasien sepsis mengalami hipotensi atau bila pasien menunjukkan tanda-tanda
insufisiensi sirkulasi, uji terapi cairan dengan 10ml/kg koloid ataupun 20ml/kg kristaloid
sebaiknya dilakukan dalam bolus yang telah dibagi. Dapat diulang dua kali, hingga bolus
total tiga kali. Bila pasien masih mengalami hipotensi, sebaiknya dipasang Central
Venous Catheter yang sekaligus dapat memonitor administrasi vasopressor dan inotropik
bila dibutuhkan.
 Pengukuran hemoglobin dan laktat
Laktat dapat diukur dari sampel vena menggunakan jarum Arterial Blood Gas.
Akumulasi laktat menandakan respirasi anaerob yang sedang berlangsung. Penelitian
terbaru menyebukan Procalcitonin sebagai alternatif penanda kaskade hipoperfusi lanjut.
 Monitor jumlah urin
Pada kondisi normal, sistem autoregulasi tubuh akan menjamin aliran cukup ke ginjal
dalam jumlah normal meski adanya perubahan tekanan darah. Pada sepsis, fungsi ini
terganggu sehingga ketika tekanan darah menurun, aliran darah ke ginjal juga menurun
sehingga jumlah urin juga akan menurun. Urinary kateter dapat mengukur jumlah
produksi urin dari ginjal, sehingga membantu mengestimasi aliran darah ginjal. Hal ini
membantu dalam menilai perfusi ginjal dan sebagai prediktor dari gagal ginjal. Pasien
harus ditargetkan mencapai produksi urin normal. Dikatakan oliguria bila produksi urin
<0.5ml/kg/jam selama 2 jam berturut-turut. Oliguria persisten menjadi tanda awal dari
gagal ginjal. Anuria mengindikasikan bahwa ginjal telah sepenuhnya mengalamai
kegagalan, namun seringkali akibat terbloknya aliran urin di kateter

Target yang ingin dicapai pada resusitasi awal :


 MAP > 65mmHg
 Capillary Refill Time membaik
 Akral menjadi lebih hangat
 Produksi urin >0.5ml/kg/jam
 Status mental yang membaik.
 Menurunnya kadar laktat

Early Goal Directed Therapy


Merupakan langkah awal dalam 6 jam pertama yang dilakukan untuk meningkatkan survival
pada pasien sepsis

Perbaikan hemodinamik.
Banyak pasien syok septik yang mengalami penurunan volume intravaskuler, sebagai
respon pertama harus diberikan cairan jika terjadi penurunan tekanan darah. Cairan koloid dan
kristaloid tak diberikan. Jika disertai anemia berat perlu transfusi darah dan CVP dipelihara
antara 10-12 mmHg.
Untuk mencapai cairan yang adekuat pemberian pertama 1 L-1,5 L dalam waktu 1-2 jam.
Tujuan resusitasi pasien dengan sepsis berat atau yang mengalami hipoperfusi dalam 6 jam
pertama adalah CVP 8-12 mmHg, MAP >65 mmHg, urine >0.5 ml/kg/jam dan saturasi oksigen
>70%. Bila dalam 6 jam resusitasi, saturasi oksigen tidak mencapai 70% dengan resusitasi cairan
dengan CVP 8-12 mmHg, maka dilakukan transfusi PRC untuk mencapai hematokrit >30%
dan/atau pemberian dobutamin (dosis 5-10 μg/kg/menit sampai maksimal 20 μg/kg/menit). 14
Dopamin diberikan bila sudah tercapai target terapi cairan, yaitu MAP 60mmHg atau tekanan
sistolik 90-110 mmHg. Dosis awal adalah 2-5 μmg/Kg BB/menit. Bila dosis ini gagal
meningkatkan MAP sesuai target, maka dosis dapat di tingkatkan sampai 20 μg/ KgBB/menit.
Bila masih gagal, dosis dopamine dikembalikan pada 2-5 μmg/Kg BB/menit, tetapi di kombinasi
dengan levarterenol (norepinefrin). Bila kombinasi kedua vasokonstriktor masih gagal, berarti
prognosisnya buruk sekali. Dapat juga diganti dengan vasokonstriktor lain (fenilefrin atau
epinefrin).14

Pemakaian Antibiotik

Setelah diagnose sepsis ditegakkan, antibiotik harus segera diberikan, dimana


sebelumnya harus dilakukan kultur darah, cairan tubuh, dan eksudat. Pemberian antibiotik tak
perlu menunggu hasil kultur. Untuk pemilihan antibiotik diperhatikan dari mana kuman masuk
dan dimana lokasi infeksi, dan diberikan terapi kombinasi untuk gram positif dan gram negatif.
Terapi antibiotik intravena sebaiknya dimulai dalam jam pertama sejak diketahui sepsis
berat, setelah kultur diambil. Terapi inisial berupa satu atau lebih obat yang memiliki aktivitas
melawan patogen bakteri atau jamur dan dapat penetrasi ke tempat yang diduga sumber sepsis. 14
Oleh karena pada sepsis umumnya disebabkan oleh gram negatif, penggunaan antibiotik yang
dapat mencegah pelepasan endotoksin seperti karbapenem memiliki keuntungan, terutama pada
keadaan dimana terjadi proses inflamasi yang hebat akibat pelepasan endotoksin, misalnya pada
sepsis berat dan gagal multi organ.1 Pemberian antibiotik kombinasi juga dapat dilakukan dengan
indikasi :

 Sebagai terapi pertama sebelum hasil kultur diketahui


 Pasien yang dapat imunosupresan, khususnya dengan netropeni
 Dibutuhkan efek sinergi obat untuk kuman yang sangat pathogen (pseudomonas
aureginosa, enterokokus)
Pemberian antimikrobial dinilai kembali setelah 48-72 jam berdasarkan data
mikrobiologi dan klinis. Sekali patogen penyebab teridentifikasi, tidak ada bukti bahwa terapi
kombinasi lebih baik daripada monoterapi.14

Tabel 6. Pemilihan Antibiotik pada Beberapa Kasus Infeksi5


Terapi Suportif
 Oksigenasi
Pada keadaan hipoksemia berat dan gagal napas bila disertai dengan penurunan
kesadaran atau kerja ventilasi yang berat, ventilasi mekanik segera dilakukan.
 Terapi cairan
o Hipovolemia harus segera diatasi dengan cairan kristaloid (NaCl 0.9%
atau ringer laktat) maupun koloid.1,14
o Pada keadaan albumin rendah (<2 g/dL) disertai tekanan hidrostatik
melebihi tekanan onkotik plasma, koreksi albumin perlu diberikan.
o Transfusi PRC diperlukan pada keadaan perdarahan aktif atau bila kadar
Hb rendah pada kondisi tertentu, seperti pada iskemia miokard dan
renjatan septik. Kadar Hb yang akan dicapai pada sepsis masih kontroversi
antara 8-10 g/dL.
 Vasopresor dan inotropik
Sebaiknya diberikan setelah keadaan hipovolemik teratasi dengan pemberian
cairan adekuat, akan tetapi pasien masih hipotensi. Vasopresor diberikan mulai
dosis rendah dan dinaikkan (titrasi) untuk mencapai MAP 60 mmHg atau tekanan
darah sistolik 90mmHg. Dapat dipakai dopamin >8μg/kg.menit,norepinefrin 0.03-
1.5μg/kg.menit, phenylepherine 0.5-8μg/kg/menit atau epinefrin 0.1-
0.5μg/kg/menit. Inotropik dapat digunakan: dobutamine 2-28 μg/kg/menit,
dopamine 3-8 μg/kg/menit, epinefrin 0.1-0.5 μg/kg/menit atau fosfodiesterase
inhibitor (amrinone dan milrinone).1,5,15
 Bikarbonat
Secara empirik bikarbonat diberikan bila pH <7.2 atau serum bikarbonat <9
mEq/L dengan disertai upaya untuk memperbaiki keadaan hemodinamik.1,15
 Disfungsi renal
Akibat gangguan perfusi organ. Bila pasien hipovolemik/hipotensi, segera
diperbaiki dengan pemberian cairan adekuat, vasopresor dan inotropik bila
diperlukan. Dopamin dosis renal (1-3 μg/kg/menit) seringkali diberikan untuk
mengatasi gangguan fungsi ginjal pada sepsis, namun secara evidence based
belum terbukti. Sebagai terapi pengganti gagal ginjal akut dapat dilakukan
hemodialisis maupun hemofiltrasi kontinu.1,5,15
 Nutrisi
Pada metabolisme glukosa terjadi peningkatan produksi (glikolisis,
glukoneogenesis), ambilan dan oksidasinya pada sel, peningkatan produksi dan
penumpukan laktat dan kecenderungan hiperglikemia akibat resistensi insulin.
Selain itu terjadi lipolisis, hipertrigliseridemia dan proses katabolisme protein.
Pada sepsis, kecukupan nutrisi: kalori (asam amino), asam lemak, vitamin dan
mineral perlu diberikan sedini mungkin.1,5
 Kontrol gula darah
Terdapat penelitian pada pasien ICU, menunjukkan terdapat penurunan mortalitas
sebesar 10.6-20.2% pada kelompok pasien yang diberikan insulin untuk mencapai
kadar gula darah antara 80-110 mg/dL dibandingkan pada kelompok dimana
insulin baru diberikan bila kadar gula darah >115 mg/dL. Namun apakah
pengontrolan gula darah tersebut dapat diaplikasikan dalam praktek ICU, masih
perlu dievaluasi, karena ada risiko hipoglikemia.1,5
 Gangguan koagulasi
Proses inflamasi pada sepsis menyebabkan terjadinya gangguan koagulasi dan
DIC (konsumsi faktor pembekuan dan pembentukan mikrotrombus di sirkulasi).
Pada sepsis berat dan renjatan, terjadi penurunan aktivitas antikoagulan dan
supresi proses fibrinolisis sehingga mikrotrombus menumpuk di sirkulasi
mengakibatkan kegagalan organ. Terapi antikoagulan, berupa heparin,
antitrombin dan substitusi faktor pembekuan bila diperlukan dapat diberikan,
tetapi tidak terbukti menurunkan mortalitas.
 Kortikosteroid
Hanya diberikan dengan indikasi insufisiensi adrenal. Hidrokortison dengan dosis
50 mg bolus IV 4x/hari selama 7 hari pada pasien dengan renjatan septik
menunjukkan penurunan mortalitas dibandingkan kontrol. Keadaan tanpa syok,
kortikosteroid sebaiknya tidak diberikan dalam terapi sepsis.14
Modifikasi Respons Inflamasi
Anti endotoksin (imunoglobulin poliklonal dan monoklonal, analog lipopolisakarida);
antimediator spesifik (anti-TNF, antikoagulan-antitrombin, APC, TFPI; antagonis PAF;
metabolit asam arakidonat (PGE1), antagonis bradikinin, antioksidan (N-asetilsistein, selenium),
inhibitor sintesis NO (L-NMMA); imunostimulator (imunoglobulin, IFN-γ, G-CSF,
imunonutrisi); nonspesifik (kortikosteroid, pentoksifilin, dan hemofiltrasi). Endogenous activated
protein C memainkan peranan penting dalam sepsis: inflamasi, koagulasi dan fibrinolisis.
Drotrecogin alfa (activated) adalah nama generik dari bentuk rekombinan dari human activated
protein C yang diindikasikan untuk menurunkan mortalitas pada pasien dengan sepsis berat
dengan risiko kematian yang tinggi.15

Prognosis
Keseluruhan angka kematian pada pasien dengan syok septik menurun dan sekarang rata-
rata 40% (kisaran 10 to 90%, tergantung pada karakteristik pasien). Hasil yang buruk sering
mengikuti kegagalan dalam terapi agresif awal (misalnya, dalam waktu 6 jam dari diagnosa
dicurigai). Setelah laktat asidosis berat dengan asidosis metabolik decompensated menjadi
mapan, terutama dalam hubungannya dengan kegagalan multiorgan, syok septik cenderung
ireversibel dan fatal.
DAFTAR PUSTAKA

1. Widodo D, Pohan HT (editor). Bunga rampai penyakit infeksi. Jakarta: 2004; h.54-88.
2. Guyton AC, Hall JE. 2006. Syok Sirkulasi dan Fisiologi Pengobatan in: Buku Ajar
Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. EGC. Jakarta. pp. 359-372.
3. British Journal of Anesthesia. Anesthesic Management in Patients With Severe Sepsis.
[online]. Cited May 2013. Available from : http://bja.oxfordjournals.org/content/105/6/
734/T1. expansion.html
4. Nelwan RHH. Patofisiologi dan deteksi dini sepsis. Dalam: Pertemuan Ilmiah Tahunan
Ilmu Penyakit Dalam 2003. Jakarta: 2003; h. S15-18
5. Ron Daniels. Tim Nutbeam. ABC of Sepsis.2010. UK : Wiley Blackwell – BMJ books.

6. Sands KE, Bates DW, Lanken PN, Graman PS, Hibberd PL, Kahn KL, et al.
Epidemiology of sepsis syndrome in 8 academic medical centers. JAMA. Jul 16
1997;278(3):234-40.

7. Kumar A, Roberts D, Wood KE, Light B, Parrillo JE, Sharma S, et al. Duration of
hypotension before initiation of effective antimicrobial therapy is the critical determinant
of survival in human septic shock. Crit Care Med. Jun 2006;34(6):1589-96.

8. Bernard GR, Vincent JL, Laterre PF, LaRosa SP, Dhainaut JF, Lopez-Rodriguez A, et al.
Efficacy and safety of recombinant human activated protein C for severe sepsis. N Engl J
Med. Mar 8 2001;344(10):699-709.

9. Bernard GR, Artigas A, Brigham KL, Carlet J, Falke K, Hudson L, et al. The American-
European Consensus Conference on ARDS. Definitions, mechanisms, relevant outcomes,
and clinical trial coordination. Am J Respir Crit Care Med. Mar 1994;149(3 Pt 1):818-
24.

10. Michael R. Pinsky. Septic Shock. [online] cited May 2013. Available from :
http://emedicine.medscape.com/article/168402
11. Bochud PY, Calandra T. Pathogenesis of sepsis: new concepts and implication for future
treatment. BMJ 2003;325:262-266. Available at: http://www.bmj.com
12. Nelwan RHH. Patofisiologi dan deteksi dini sepsis. Dalam: Pertemuan Ilmiah Tahunan
Ilmu Penyakit Dalam 2003. Jakarta: 2003; h. S15-18.
13. Hotckins RS, Karl I. The pathophysiology and treatment of sepsis. N Engl J Med
2003;348 (2): 138-150. Available at: http://www.nejm.com
14. Dellinger RP, Carlet JM, Masur H, Gerlach H, Calandra T, Cohen J, et.al. Surviving
sepsis campaign guidelines for mangement of severe sespis and septic shock. Crit Care
Med 2004;32(3):858-72.
15. Wheeler AP, Bernard G. Treating patient with severe sepsis.[online]. Cited July 2018.
Available at: http://www.nejm.com

Anda mungkin juga menyukai