SESUDAH PROKLAMASI
Periodisasi adalah pembabakan waktu yang digunakan untuk berbagai peristiwa.
Periodisasi yang dibuat para ahli tentang suatu peristiwa yang sama dapat berbeda-beda
bentuknya dikarenakan alasan pribadi atau subyektif.
Babak atau periodisasi sejarah Indonesia juga bisa ada yang lebih terperinci. Ada pula yang
mengelompokan periodisasi sejarah Indonesia menjadi beberapa zaman yaitu :
1. Prasejarah
2. Masa Sebelum Penjajahan. Berdirinya Kerajaan-kerajaan Agama Lokal, Hindu, Buddha,
dan Islam.
3. Masa Penjajahan
Hanya beberapa tahun sebelum ekspedisi Colombus, tahun 1486 seorang pelaut Portugis
bernama Bartolomeo Diaz mencoba melakukan penjelajahan untuk mencari jalan menuju
negeri-negeri di kawasan Asia, yang sebagai penghasil rempah-rempah. Walaupun gagal
untuk mendapatkan rempah-rempah, tetapi Bartolomeo Diaz berhasil menemukan jalan
baru menuju Asia Timur, yakni melewati pantai Selatan Afrika.
Selanjutnya, tahun 1512 seorang pelaut Portugis yang lain bernama Fransisco Serrao
berhasil berlayar menuju kepulauan Maluku. Raja Ternate menyambut baik kedatangannya
ke Maluku, bahkan pada awalnya diizinkan untuk mendirikan benteng di Ternate. Tetapi
karena memburuknya hubungan perdagangan antara Ternate-Portugis, maka diputuskan.
Hal ini dikarenakan Portugis pada akhirnya melakukan monopoli terhadap perdagangan
rempah-rempah di Maluku.
Pada mulanya, Spanyol melakukan koalisi dengan Kerajaan Tidore untuk melawan Kerajaan
Ternate (yang mendapat dukungan Portugis). Tetapi untuk mencegah kerugian yang lebih
besar pada pihak Spanyol dan Portugis, maka dideklarasikanlah perjanjian Saragosa pada
tahun 1538. Adapun isinya, antara lain: Bahwa Portugis memperoleh Kepulauan Maluku,
dan Spanyol memperoleh wilayah Filipina.
c) Penjajahan Belanda terhadap Indonesia - Tahun 1602 M s/d 1811 M.... 1816 M s/d
1942 M
Belanda mulai melakukan kegiatan perdagangan di Indonesia, sejak tahun 1602, dengan
ditandai dengan berdirinya persekutuan dagang “VOC” (Verenigde Oostindische
Compagnie), yang merupakan sebuah lembaga dagang, berpusat di Kota Batavia, serta
diberi hak monopoli dagang oleh pemerintah Belanda.
VOC sebagai wakil Belanda di Hindia-Belanda (Indonesia) memiliki berbagai hak khusus,
antara lain: Mencetak Uang Sendiri, Membangun Kekuatan Tentara, Memiliki dan
Mengangkat Pegawai, Membentuk Pengadilan, Menduduki Daerah-daerah Asing, serta
Melakukan Perjanjian dengan Raja-raja Pribumi.
Yang pada akhirnya, VOC mulai ikut campur dalam pemerintahan kerajaan-kerajaan di
Nusantara. Hal ini berdampak pada kebijakan-kebijakan VOC yang menindas rakyat
pribumi, serta adanya power tends to corrupt, maka korupsi internal pegawai VOC sendiri
merajalela. Akibatnya, rakyat di berbagai daerah melakukan perlawanan kepada VOC.
Pada abad ke-18 VOC mengalami kemunduran, yang pada umumnya diakibatkan oleh
banyaknya perlawanan senjata yang dilakukan rakyat pribumi. Pada akhirnya tanggal 31
Desember 1799, VOC secara resmi dibubarkan oleh pemerintah Belanda, dan Indonesia
langsung berada di bawah kekuasaan pemerintah Belanda, yang diwakili oleh beberapa
Gubernur Jendral seperti Daendels dan Janssens.
Sejak 1811 pemerintah Inggris menguasai Pulau Jawa, yakni sejak ditandatanganinya
Kapitulasi Tungtang, dimana salah satunya klausulnya berisi; penyerahan Pulau jawa dari
Belanda kepada Inggris.
Pada tahun 1814 diadakan Konvensi London, dimana isinya bahwa pemerintah Belanda
berkuasa kembali atas wilayah jajahan Inggris di Indonesia. Pada tahun 1816, pemerintahan
Inggris di Indonesia secara resmi berakhir. Sejak saat inilah, Belanda kembali berkuasa di
Indonesia hingga tahun 1942.
Pada tahun 1941 Jepang menyerang Pearl Harbor, dimana sejak saat itu Jepang dan
Amerika Serikat mulai terlibat dalam perang dunia ke-2. Untuk membiayai industri
peperangan agar tetap berjalan, maka Jepang melakukan invasi ke beberapa daerah yang
kaya dengan bahan mentah termasuk Indonesia.
Tahun 1942 Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang, melalui perjanjian di daerah
Kalijati. Sejak saat itulah, berakhir masa penjajahan Belanda terhadap Indonesia, dan
digantikan oleh Jepang.
Jepang sendiri menjajah Indonesia hanya dalam waktu 3,5 tahun dan berakhir pada tanggal
17 Agustus 1945 yaitu tepat saat proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Pernyataan van Mook untuk tidak berunding dengan Soekarno adalah salah satu faktor
yang memicu perubahan sistem pemerintahan dari presidensiil menjadi parlementer.
Gelagat ini sudah terbaca oleh pihak Republik Indonesia, karena itu sehari sebelum
kedatangan Sekutu, tanggal 14 November 1945, Soekarno sebagai kepala
pemerintahan republik diganti oleh Sutan Sjahrir yang seorang sosialis dianggap
sebagai figur yang tepat untuk dijadikan ujung tombak diplomatik, bertepatan dengan
naik daunnya partai sosialis di Belanda. Setelah munculnya Maklumat Wakil Presiden
No. X tanggal 16 November 1945, terjadi pembagian kekuasaan dalam dua badan, yaitu
kekuasaan legislatif dijalankan oleh Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dan
kekuasaan-kekuasaan lainnya masih tetap dipegang oleh presiden sampai tanggal 14
November 1945. Dengan keluarnya Maklumat Pemerintah 14 November 1945,
kekuasaan eksekutif yang semula dijalankan oleh presiden beralih ke tangan menteri
sebagai konsekuensi dari dibentuknya sistem pemerintahan parlementer.
Pada tanggal 23 Agustus sampai dengan 2 september 1949 dikota Den Hagg
(Netherland) diadakan konferensi Meja Bundar (KMB). Delegasi RI dipimpin oleh Drs.
Moh. Hatta, Delegasi BFO (Bijeenkomst voor Federale Overleg) dipimpin oleh Sultan
Hamid Alkadrie dan delegasi Belanda dipimpin olah Van Harseveen. Adapun tujuan
diadakannya KMB tersebut itu ialah untuk meyelesaikan persengketaan Indonesia dan
Belanda selekas-lekasnya dengan cara yang adil dan pengakuan kedaulatan yang
nyata, penuh dan tanpa syarat kepada Republik Indonesia Serikat (RIS). Salah satu
keputusan pokok KMB ialah bahwa kerajaan Balanda mengakui kedaulatan Indonesia
sepenuhnya tanpa syarat dam tidak dapat dicabut kembali kepada RIS selambat-
lambatnya pada tanggal 30 Desember 1949. Demikianlah pada tanggal 27 Desember
1949 Ratu Juliana menandatangani Piagam Pengakuan Kedaulatan RIS di Amesterdam.
Bila kita tinjau isinya konstitusi itu jauh menyimpang dari cita-cita Indonesia yang
berideologi pancasila dan ber UUD 1945 karena :
Konstitusi RIS menentukan bentuk negara serikat (federalisme) yang terbagi dalam 16
negara bagian, yaitu 7 negara bagian dan 9 buah satuan kenegaraan (pasal 1 dan 2
Konstitusi RIS).
Konstitusi RIS menentukan suatu bentuk negara yang leberalistis atau pemerintahan
berdasarkan demokrasi parlementer, dimana menteri-menterinya bertanggung jawab
atas seluruh kebijaksanaan pemerintah kepada parlemen (pasal 118, ayat 2 Konstitusi
RIS)
Mukadimah Konstitusi RIS telah menghapuskan sama sekali jiwa atau semangat
pembukaan UUD proklamasi sebagai penjelasan resmi proklamasi kemerdekaan negara
Indonesia (Pembukaan UUD 1945 merupakan Decleration of independence bangsa
Indonesia, kata tap MPR no. XX/MPRS/1996). Termasuk pula dalam pemyimpangan
mukadimah ini adalah perubahan kata- kata dari kelima sila pancasila. Inilah yang
kemudian yang membuka jalan bagi penafsiran pancasila secara bebas dan sesuka hati
hingga menjadi sumber segala penyelewengan didalam sejarah ketatanegaraan
Indonesia.
UUDS 1950 adalah konstitusi yang berlaku di negara Republik Indonesia sejak 17
Agustus 1950 hingga dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 . UUDS 1950
ditetapkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1950 tentang Perubahan
Konstitusi Sementara Republik Indonesia Serikat menjadi Undang-Undang Dasar
Sementara Republik Indonesia, dalam Sidang Pertama Babak ke-3 Rapat ke-71 DPR
RIS tanggal 14 Agustus 1950 di Jakarta. Konstitusi ini dinamakan "sementara", karena
hanya bersifat sementara, menunggu terpilihnya Konstituante hasil pemilihan umum
yang akan menyusun konstitusi baru. Pemilihan Umum 1955 berhasil memilih
Konstituante secara demokratis, namun Konstituante gagal membentuk konstitusi baru
hingga berlarut-larut. Dekrit Presiden 1959 dilatarbelakangi oleh kegagalan Badan
Konstituante untuk menetapkan UUD baru sebagai pengganti UUDS 1950. Anggota
konstituante mulai bersidang pada 10 November 1956. Namun pada kenyataannya
sampai tahun 1958 belum berhasil merumuskan UUD yang diharapkan. Sementara, di
kalangan masyarakat pendapat-pendapat untuk kembali kepada UUD '45 semakin kuat.
Dalam menanggapi hal itu, Presiden Soekarno lantas menyampaikan amanat di depan
sidang Konstituante pada 22 April 1959 yang isinya menganjurkan untuk kembali ke
UUD '45. Pada 30 Mei 1959 Konstituante melaksanakan pemungutan suara. Hasilnya
269 suara menyetujui UUD 1945 dan 199 suara tidak setuju. Meskipun yang
menyatakan setuju lebih banyak tetapi pemungutan suara ini harus diulang, karena
jumlah suara tidak memenuhi kuorum. Pemungutan suara kembali dilakukan pada
tanggal 1 dan 2 Juni 1959. Dari pemungutan suara ini Konstituante juga gagal mencapai
kuorum. Untuk meredam kemacetan, Konstituante memutuskan reses yang ternyata
merupkan akhir dari upaya penyusunan UUD. Pada 5 Juli 1959 pukul 17. 00, Presiden
Soekarno mengeluarkan dekrit yang diumumkan dalam upacara resmi di Istana
Merdeka. Isi dekrit presiden 5 Juli 1959.
Pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden. Latar
belakang dikeluarkannya dekrit ini adalah:
Kehidupan politik yang lebih sering dikarenakan sering jatuh bangunnya kabinet dan
persaingan partai politik yang semakin menajam.
Kegagalan konstituante dalam menyusun Undang-undang dasar
Terjadinya gangguan keamanan berupa pemberontakan bersenjata di daerah-daerah
Keadaan Ekonomi Mengalami Krisis, terjadi kegagalan produksi hampir di semua sektor.
Pada tahun 1965 inflasi mencapai 65 %, kenaikan harga-harga antara 200-300 %. Hal
ini disebabkan oleh
penanganan dan penyelesaian masalah ekonomi yang tidak rasional, lebih bersifat
politis dan tidak terkontro.
adanya proyek merealisasikan dan kontroversi.
Pada masa demokrasi terpimpin ini, terdapat berbagai penyimpangan UUD 1945,
diantaranya:
Presiden mengangkat Ketua dan Wakil Ketua MPR/DPR dan MA serta Wakil Ketua DPA
menjadi Menteri Negara
MPRS menetapkan Soekarno sebagai presiden seumur hidup
Pemberontakan Partai Komunis Indonesia melalui Gerakan 30 September Partai
Komunis Indonesia.
Pada masa Orde Baru (1966-1998), Pemerintah menyatakan akan menjalankan UUD
1945 dan Pancasila secara murni dan konsekuen. Namun pelaksanaannya ternyata
menyimpang dari Pancasila dan UUD 1945 yang murni, terutama pelanggaran pasal 23
(hutang Konglomerat/private debt dijadikan beban rakyat Indonesia/public debt) dan 33
UUD 1945 yang memberi kekuasaan pada fihak swasta untuk menghancur hutan dan
sumberalam kita. Pada masa Orde Baru, UUD 1945 juga menjadi konstitusi yang sangat
"sakral", diantara melalui sejumlah peraturan:
Ketetapan MPR Nomor I/MPR/1983 yang menyatakan bahwa MPR berketetapan untuk
mempertahankan UUD 1945, tidak berkehendak akan melakukan perubahan
terhadapnya
Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1983 tentang Referendum yang antara lain menyatakan
bahwa bila MPR berkehendak mengubah UUD 1945, terlebih dahulu harus minta
pendapat rakyat melalui referendum.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang Referendum, yang merupakan
pelaksanaan TAP MPR Nomor IV/MPR/1983.