Anda di halaman 1dari 13

KEUTAMAAN ORANG YANG BERILMU DALAM

AL-QUR’AN
(Makalah disajikan dalam Seminar Kelas Mata Kuliah Islam dan Ilmu
Pengetahuan)

Disusun Oleh : Kelompok 1

1. Gustina NIM : 1512210005

2. Hilwa Nazira NIM : 15122100

3.Isnatin NIM : 15122100

Dosen Pengasuh Mata Kuliah : Fatah Hidayat, S.Ag, M.Pd

Program Studi Pendidikan Matematika

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan

Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang


Tahun Ajaran 2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah yang maha Esa, karena berkat rahmat dan
hidayahnyalah kami dapat menyelesaikan makalah ini sesuai dengan waktu yang
telah ditentukan. Makalah ini di buat dengan tujuan untuk memenuhi tugas dalam
mata kuliah Islam dan Ilmu Pengetahuan.
Terimah kasih kepada Bapak Fatah Hidayat, S.Ag, M.Pd yang telah
mempercayakan kelompok kami dalam pembuatan makalah yang berjudul
“Keutamaan Orang yang Berilmu dalam Al-Qur’an”. Semoga makalah kami dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.
Kami telah berupaya semaksimal mungkin dalam pembuatan makalah ini.
Namun kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu jika
terdapat banyak kesalahan kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi meningkatkan penyusunan dimasa yang akan datang.

Hormat Kami

Penyusun
DAFTAR ISI

Halaman Judul

Kata Pengantar .................................................................................................

Daftar Isi...........................................................................................................

BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang .......................................................................................
B. Rumusan Masalah..................................................................................
C. Tujuan ....................................................................................................

BAB II Pembahasan
A. Pengertian Ilmu dan Orang yang berilmu..............................................
B. Pandangan Al-Qur’an tentang orang yang berilmu ...............................

BAB III Penutup


A. Kesimpulan ............................................................................................

Daftar Pustaka ..................................................................................................


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam adalah agama yang menghargai ilmu pengetahuan. Dalam
islam, menuntut ilmu hukumnya wajib. Artinya, jika kita tidak mengerjakan,
kita akan berdosa. Nabi Muhammad dalam sabdanya mewajibkan umat islam
untuk menuntut ilmu, “Menuntut ilmu wajib bagi muslimin dan muslimah.”
Oleh karena itu, jelas bahwa islam sangat menghargai ilmu pengetahuan dan
mewajibkan seluruh umat islam untuk mempelajarinya. Nabi juga menyuruh
agar umat islam menuntut ilmu hingga ajal menjemput. Oleh karena itu,
seorang Muslim haruslah berusaha belajar setinggi-tingginya. Jangan sampai
kalah dengan orang di luar islam.
Mengingat pentingnya peran ilmu pengetahuan dalam suatu
kehidupan. Hal ini juga di dorong karena adanya keistimewaan atau
keutamaan yang di peroleh oleh orang yang berilmu. Oleh karena itu, dalam
kesempatan ini kami akan menyajikan penjelasan tentang orang berilmu
disertai keutamaan-keutamaan yang di peroleh oleh orang berilmu.

B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Ilmu dan Orang Berilmu
2. Pandangan Al-Qur’an tentang orang yang berilmu

C. Tujuan
1. Mengetahui penjelasan tentang ilmu dan orang berilmu
2. Mengetahui pandangan Al-Qur’an tentang orang berilmu
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Ilmu dan Orang Berilmu


Ilmu berasal dari bahasa arab ‘ilm yang mengandung berbagai arti,
antara lain knowledge (pengetahuan), learning (pengajaran), lore ( adat dan
pengetahuan), cognizance (pengetahuan), acquaintance (kenalan),
information (pemberitahuan), cognition (kesadaran), intellection
(kepandaian), dan perception (pendapat). 1
Dari sudut bahasa Indonesia, kata “ilmu” seperti halnya kata
science dalam bahasa inggris, juga berasal dari kata asing, dari bahasa Arab.
Ilmu berasal dari ‘ilmu, kata jadian dari ‘alima-ya’lam-u, menjadi ‘ilm-un,
ma’lum-un, ‘alim-un, dan seterusnya. Tiga kata yang terakhir itu menjadi
kata Indonesia: ilmu, maklum, dan alim-ulama. Dalam bahasa Arab, ‘alima,
sebagai kata kerja, berarti tahu atau mengetahui. Ilmu sebagaimana halnya
science atau scientia, berarti juga pengetahuan.2 Jadi dalam bahasa Indonesia,
ilmu dapat diartikan sebagai pengetahuan atau kepandaian (baik tentang
segala yang masuk jenis kebatinan maupun yang berkenaan dengan alam dan
sebagainya).
Ilmu yang sudah menjadi bahasa Indonesia , bukan hanya sekadar
bahasa arab, tetapi juga tercantum dalam Al-Qur’an. Dalam bahasa Arab
sehari-hari sebelum turunnya Al-Qur’an, ilmu hanya bemakna pengetahuan
biasa. Tetapi melalui ayat-ayat Al-Qur’an yang turun tahap demi tahap, kata
ini berproses dan membentuk makna dan pengertian tersendiri, yang
terstruktur.
Ilmu pada dasarnya merupakan anugerah Allah swt. Banyak sekali
ungkapan al-Qur’an yang menyatakan bahwa ilmu itu datangnya dari Allah
dan diajarkan kepada manusia. Ungkapan yang dimaksud, antara lain,’allama
al-insana ma lam ya’lam (Allah mengajarkan manusia apa yang tidak ia

1
Abuddin Nata. Studi Islam Komprehensif. (Jakarta: Prenadamedia Group, 2015). h. 363.
2
Dawan Rahardjo. Ensiklopedi Al-Qur’an. (Jakarta: Paramadina, 2002). h. 528.
ketahui), wa ‘allama adama al-asma kullaha (Allah mengajarkan kepada
Adam sifat-sifat semua benda), dan wama utitum min al-ilmi illa qalila
(sedikit saja ilmu yang diberikan kepadamu (hai manusia).
Ilmu menurut kamus kosakata Al-Qur’an bearti mengetahui
sesuatu sesuai dengan hakikatnya. Ilmu dibagi menjadi dua: pertama,
mengetahui inti sesuatu itu (oleh ahli ilmu logika dinamakan tashawwur),
kedua, menghukum adanya sesuatu pada sesuatu yang ada atau menafikan
yang tidak ada (oleh ahli ilmu logika dinamakan tashdiq, maksudnya
mengetahui hubungan sesuatu dengan yang lain). Ilmu dapat dibedakan pula
atas ilmu teoritis dan ilmu aplikatif. Ilmu teoritis bearti ilmu yang hanya
membutuhkan tentang hal itu. jika telah diketahui bearti telah sempurna,
seperti ilmu tentang keberadaan dunia. Sedangkan ilmu aplikatif adalah ilmu
yang tidak sempurna tanpa dipraktekkan, seperti ilmu tentang ibadah dan
akhlak.3
Istilah ilmu menjadi penting, karena ia termasuk istilah di dalam
Al-Qur’an. Dengan mempelajari Al-Qur’an, maka orang akan bisa menarik
kesimpulan bahwa ilmu bukanlah sekadar pengetahuan, tetapi pengetahuan
dengan kualitas tertentu. Ilmu sejati menurut Al-Qur’an akan mendorong dan
memantapkan keimanan. Petunjuk ke arah itu dapat dibaca pada firman Allah
yang menyatakan bahwa sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara
hamba-hamba-Nya hanyalah ulama (fathir/35:28). Sehubungan dengan iitu
maka perintah untuk membaca, harus berangkat dengan nama Allah dan
dimaksud dengan untuk mencari ridha Allah.
Dalam kenyataan sejarah perkembangan islam, proses belajar-
mengajar itu menimbulkan perkembangan ilmu, yang lama maupun baru,
dalam berbagai cabangnya. Ilmu telah menjadi tenaga pendorong perubahan
dan perkembangan masyarakat. Hal itu terjadi, karena ilmu telah menjadi

3
Al-Munawar, Said Agil Husin, Haji, Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki. (Jakarta:
Ciputat Press, 2002), hlm. 358-359.
suatu kebudayaan. Dan sebagai unsur kebudayaan, ilmu mempunyai
kedudukan yang sangat penting dalam masyarakat Muslim di masa lampau.4
Usaha untuk memperoleh ilmu melaluui berbagai sumber dan
pancaindera yang dikaruniakan Allah swt. membimbing seseorang kearah
mengenal dan mengakui katauhidan Allah. Ini memberi satu isyarat dan
petunjuk yang penting bahwa ilmu mempunyai keterkaitan yang amat erat
dengan dasar akidah tauhid. Orang yang memiliki ilmu sepatutnya mengenal
dan mengakui ke-Esaan Allah Allah swt. dan keagungan-Nya. Hasilnya,
orang yang berilmu akan tunduk berhadapan dengan kekuasaan dan
keagungan Allah swt. Dalam surah Ali-‘Imran ayat ke-18, Allah swt.
berfirman:

Artinya:
“Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak
disembah), Yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang
berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan melainkan Dia
(yang berhak disembah), Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Q.S. Ali-
‘Imran [3]: 18).
Ketika menafsirkan ayat ini, Ibnu Katsir membuat suatu rumusan
yang menarik bahwa apabila Allah swt. menyandingkan “diri-Nya” dengan
para malaikat dan orang yang berilmu tentang penyaksian “ke-Esaan Allah
swt. dan kemutlakan-Nya sebagai Tuhan yang layak disembah”, hal tersebut
adalah suatu penghormatan agung secara khusus kepada orang-orang yang
berilmu yang senantiasa bergerak diatas rel kebenaran dan menjunjung tinggi
kebenaran dalam semua keadaan dan suasana.
Orang-orang yang berilmu tidak akan keluar dari jangkauan indra
dan rasio tentang hakikat hal-hal alam gaib, karena mereka mengetahui
bahwa hal tersebut tidak ada dalam lapangan bagi peran indra dan rasio. Jalan
satu-satunya adalah percaya secara bulat.

4
Op Cit, hlm. 530
Orang yang berilmu amat menjunjung tinggi prinsip kebenaran.
Mereka tidak menafikan kebenaran dari pihak lain dan tidak pula merasa
kebenaran hanya mutlak ada pada dirinya. Berlapang dada dan merendah diri
adalah akhlak orang yang berilmu. Mereka tidak melihat dari siapa atau dari
golongan mana kebenaran tersebut berasal. Kebenaran sejati yang menjadi
pegangan mereka adalah apabila datangnya dari nash Al-Qur’an dan as-
Sunnah. Keberanian orang yang berilmu adalah hasil keyakinan teguh kepada
kekuatan dan kekuasaan Allah swt.
Hanya dengan ilmu orang bisa memahami perumpamaan yang
diberikan Allah untuk manusia. “Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami
buatkan untuk manusia, dan tiada memahaminya kecuali orang-orang yang
berilmu.”(Q.S. al-‘Ankabut [29]: 43). Tuhan juga menegaskan hanya dengan
ilmulah orang bisa mendapat petunjuk Al-Qur’an. “Sebenarnya, Al-Qur’an
itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-orang yang diberi
ilmu….” (Q.S. al-‘Ankabut [29]: 49).
Nabi Muhammad saw. juga sangat menghargai orang yang
berilmu. “Ulama adalah pewaris para nabi.” Begitu sabdanya seperti yang di
muat dalam H.R. Abu Dawud. Bahkan Nabi tidak tanggung-tanggung lebih
menghargai seseorang ‘alim (berilmu) daripada satu kabilah. Dalam hadis
Nabi bersabda ”Sesungguhnya matinya satu kabilah itu lebih ringan daripada
matinya seorang alim.”(H.R. Thabrani). “Seorang alim juga lebih tinggi
daripada seorang ahli ibadah yang sewaktu-waktu bila tersesat karena
kurangnya ilmu.” “Menuntut ilmu wajib bagi muslimin dan muslimah.”
“Tuntutlah ilmu dari sejak lahir hingga ke liang lahat.” Demikian penjelasan
berbaga hadis Rasulullah saw.

B. Pandangan Al-Qur’an tentang orang yang berilmu


Al-Qur’an mengajarkan bahwa kemajuan beragama terjadi melalui
proses belajar dan amat menekankan pada pentingnya proses belajar.
Sebenarnya seluruh pandangan filosofis dari Al-Qur’an didasarkan atas
proses belajar, yang mengangkat derajat manusia. Perintah pertama dari
Allah kepada manusia adalah belajar. Firman Allah swt.:

Artinya;
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah
menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang
Paling Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam.”(Al-
Iqra’[96]: 1-5).
Jadi, wahyu yang paling pertama diturunkan kepada Nabi
Muhammad, yaitu memerintahkannya agar membaca dan mencari ilmu
pengetahuan tentang rahasia dan sifat Kekuasaan Tuhan, karena tanpa
pengetahuan ia tidak akan mengenal Tuhan dan rahasia Ke-Maha-kuasaan
dan Ke-Agungan-Nya.5
Al-Qur’an mengajak orang-orang yang mempercayainya untuk
memperhatikan firman-Nya yang telah diturunkan dengan perantaraan para
rasul-Nya. Di samping itu, Al-Qur’an mengajak manusia untuk
memperhatikan berbagai fenomena alam sebagai tanda-tanda kebesaran-Nya.
Seperti yang dijelaskan dalam firman-Nya:

Artinya:
“… Dan Kami turunkan kepadamu risalah ini supaya kau jelaskan kepada
manusia apa yang sudah diturunkan kepada mereka, dan supaya mereka
merenungkan (al-Nahl/16:44).
Dengan mengacu pada ayat diatas dapat dipahami bahwa
sesungguhnya al-Qur’an memberikan dorongan untuk mengembangkan ilmu-

5
Afzalur Rahman. Al-Qur’an Sumber Ilmu Pengetahuan. (Jakarta: Rineka Cipta, 2000). h. 39.
ilmu yang bersumber pada wahyu Allah dan ilmu-ilmu yang berdasarkan
penalaran. Perpaduan antara kedua macam ilmu itulah yang akan membawa
kepada kemajuan umat manusia dalam a rti yang sesungguhnya.
Bagi seorang Muslim menuntut ilmu sangat dianjurkan dan bahkan
diwajibkan. Hal ini dikarenakan seorang yang berilmu memiliki keutamaan-
keutamaan dibandingkan orang yang tidak berilmu. Karena menuntut ilmu
dinyatakan wajib, maka kaun Muslim pun menjalankannya sebagai ibadah.
Dalam Al-Qur’an sendiri, ilmu terdapat dalam sebuah doa: “Ya Tuhanku,
tambahkanlah padaku ilmu pengetahuan.”(Q.S.Thaha[20]:114).
Di hadapan Allah orang yang mamiliki ilmu pengetahuan
derajatnya diangkat lebih tinggi daripada yang tidak memiliki ilmu.
Sebagaimana yang disebutkan dalam firman Allah swt.:

Artinya:
“Niscaya Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan para
ilmuwan diantaramu beberapa derajat.”(Q.S. Al-Mujadilah [58]: 11).
Kemudian pada ayat 9 surah Az-Zumar (39) juga disebutkan:

Artinya:
“Tanyakanlah; Adakah sama orang yang berilmu dengan orang yang tidak
berilmu. Adapun yang dapat mengingatnya, hanyalah orang yang berakal.”
Menurut Tafsir Adz-Dzikra (1991) yang dimaksud orang yang
berakal adalah orang dapat membedakan antara yang berilmu dan yang tidak
berilmu.
Menurut Al-Qur’an kedudukan orang yang berilmu di dalam
masyarakat adalah sangat penting Karena menjadi tempat orang bertanya.
Hal ini antara lain disebutkan dalam firman Allah swt.:
Artinya:
“Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu
tidak mengetahui.”(An-Nahl [16]:43).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ilmu menurut kamus kosakata Al-Qur’an bearti mengetahui
sesuatu sesuai dengan hakikatnya. Sedangkan dalam bahasa Indonesia, ilmu
dapat diartikan sebagai pengetahuan atau kepandaian (baik tentang segala
yang masuk jenis kebatinan maupun yang berkenaan dengan alam dan
sebagainya). Orang-orang yang berilmu senantiasa bergerak diatas rel
kebenaran dan menjunjung tinggi kebenaran dalam semua keadaan dan
suasana.
Di hadapan Allah orang yang mamiliki ilmu pengetahuan memiliki
keutamaan-keutamaan salah satunya adalah derajatnya diangkat lebih tinggi
daripada yang tidak memiliki ilmu. Dan juga menurut Al-Qur’an kedudukan
orang yang berilmu di dalam masyarakat adalah sangat penting Karena
menjadi tempat orang bertanya.
DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. 2014. Perkenalan Awal dengan Al-Qur’an. Jakarta: PT Rineka


Cipta.
Munawar, Al., Said Agil Husin, dan Haji. 2002. Al-Qur’an Membangun
Tradisi Kesalehan Hakiki. Jakarta: Ciputat Press.
Nata, Abuddin. 2015. Studi Islam Komprehensif. Jakarta: Prenadamedia
Group.
Rahardjo, Dawan. 2002. Ensiklopedi Al-Qur’an Tafsir Sosial Berdasarkan
Konsep-konsep Kunci. Jakarta: Paramadina.
Rahman, Afzalur. 2000. Al-Qur’an Sumber Ilmu Pengetahuan. Jakarta: PT
Rineka Cipta.

Anda mungkin juga menyukai