Sebuah kedatangan yg sebenarnya tidak diharapkan lagi “Aku percaya kamu bisa” Aku selalu ingat kalimat itu diucapka pertama kali olehmu 8 tahun lalu. Kalimat sederhana yang selalu bisa menjadi pemompa semangat dan rasa percaya diri. Setiap kali aku merasa capek dengan apa yg aku lakukan, saat segalanya terasa sia-sia, aku selalu kembali pada kalimat itu. Bahwa ditengah segala kekerdilan dan kelemahan aku sebagai seorang laki-laki, ada rasa percaya seorang perempuan yg bahkan tak menjelaskan apa-apa ketika aku bertanya kenapa dia bergitu mempercayainya. “nggak tahu, feeling aja” katanya Kalimat itu tentu tak menjelaskan apa-apa. Hanya keyakinan yg keras tetap sekaligus lembut. Ia sekeras cadas, tak terpatahkan seperti baja, tak bisa diremukan seperti intan, namun cair seperti air, tak berbentuk seperti udara. Entah materi, energi atau mineral apa namanya. Namun, memang keyakinan semacam itulah yang dibutuhkan aku darimu. Tak perlu penjelasan apa-apa sebenarnya. Keyakinan semacam itu jadi morfin disaat-saat paling perih dan menyakitkan, jadi vitamin ketika lemah, jadi udara kala sesak, jadi embun waktu kemarau. Jadi energi yang tak terpermaknai. Dari hal-hal yang tak ku sukai kau menginginkannya, seperti halnya dari segala yang kau benci tapi aku mencintainya, kita saling belajar mencintai secara dewasa. Cinta yang wajar. Yang kadang2 membuat kita berbeda pendapat bahkan bertengkar. Untuk waktu lainnya saling menyesal dan meminta maaf dengan cara yang sederhana. Dari semua yang pernah membuatmu sedih, aku belajar banyak agar berhasil memberimu bahagia. Dari apa saja yang sempat membuatmu tersenyum, atau tertawa, atau menahan senyum dan tawa, aku selalu menyelipkan doa agar dimampukan Tuhan supaya tak punya sedikitpun keberanian untuk membuatmu menangis. Dari hal-hal yang absurd yg kita sebut mimpi, dari semua yang masuk akal untuk dianggap sebagai cita-cita, kita reka cerita kita bersama dengan lengkap dengan segala optimisme, pesimisme, rasa cemas, rasa waswas atau kadang rasa percaya diri yang berlebihan. Kisah kita wajar adanya. Seperti makanan cepat saji yang kita sukai meski kita tahu itu bisa membuat kita cepat mati. Dari ribuan hari yang kita lalui, dari ratusan purnama yang numang lewat dalam hidup kita, tiktak jam yang terhitung lagi jumlahnya. Kita memupuk keyakinan kita dengan bernegosiasi dengan banyak kekecewaan: bahwa kau adalah yang terbaik bagiku dan aku adalah yg terbaik bagimu. Tak ada pilihan lainnya. Bukan kata orang, tentu saja. Toh kita tak perlu penilaian orang lain untuk meneguhkan keyakinan kta sendiri, menjalani hidup kita sendiri.
Selamat ulang tahun, Sayangku. Aku mencintaimu dengan cara seperti ini. Semoga tak kurang tapi juga tak berlebihan.. aku rindu kamu, I Love You