1. Anatomi Fisiologi
Esofagus merupakan salah satu organ silindris berongga dengan panjang sekitar 25 cm dan
berdiameter 2 cm, terbentang dari hipofaring sampai cardia lambung, kira-kira 2-3 cm di bawah
diafragma. Esofagus terletak posterior terhadap jantung dan trakea, anterior terhadap vertebra
dan berjalan melalui lubang diafragma tepat anterior terhadap aorta.
Krikifaringeal
Membentuk sfingter esofagus bagian atas dan terdiri atas serabut-serabut otot rangka. Dalam
keadaan normal berada dalam keadaan tonik, atau kontraksi kecuali waktu menelan.
Bertindak sebagai sfingter dan berperan sebagai sawar terhadap refluks isi lambung ke dalam
esofagus. Dalam keadaan normal, sfingter ini menutup kecuali bila makanan masuk ke dalam
lambung atau waktu bertahak atau muntah.
1. Mukosa.Terbentuk dari epitel berlapis gepeng bertingkat yang berlanjut ke faring bagian
atas, dalam keadaan normal bersifat alkali dan tidak tahan terhadap isi lambung yang
sangat asam
2. Sub Mukosa. Mengandung sel-sel sekretoris yang menghasilkan mukus yang dapat
mempermudah jalannya makanan sewaktu menelan dan melindungi mukosa dari cedera
akibat zat kimia.
3. Muskularis. Otot bagian esofagus, merupakan otot rangka. Sedangkan otot pada separuh
bagian bawah merupakan otot polos, bagian yang diantaranya terdiri dari campuran
antara otot rangka dan otot polos.
4. lapisan bagian luar (Serosa).Terdiri dari jaringan ikat yang jarang menghubungkan
esofagus dengan struktur-struktur yang berdekatan, tidak adanya serosa mengakibatkan
penyebaran sel-sel tumor lebih cepat (bila ada kanker esofagus) dan kemungkinan bocor
setelah operasi lebih besar.
Persarafan utama esofagus dilakukan oleh serabut-serabut simpatis dan parasimpatis dari sistem
saraf otonom. Serabut-serabut parasimpatis dibawa oleh nervus vagus yang dianggap merupakan
saraf motorik. Selain persarafan ekstrinsik tersebut, terdapat juga jala-jala longitudinal (Pleksus
Allerbach) dan berperan untuk mengatur peristaltik esofagus normal.
Distribusi darah esofagus mengikuti pola segmental, bagian atas disuplai oleh cabang-cabang
arteria tiroide inferior dan subklavia. Bagian tengah disuplai oleh cabang-cabang segmental aorta
dan artetia bronkiales, sedangkan bagian sub diafragmatika disuplai oleh arteria gastrika sinistra
dan frenika inferior.
Peranan esofagus adalah menghantarkan makanan dan minuman dari faring ke lambung. Pada
keadaan istirahat antara 2 proses menelan, esofagus tertutup kedua ujungnya oleh sfingter
esofagus atas dan bawah. Sfingter esofagus atas berguna mencegah aliran balik cairan lambung
ke esofagus (Refluks).
2. Pengertian
Atresia esophagus adalah malformasi yang disebabkan oleh kegagalan esophagus untuk
mengadakan pasase yang kontinyu. Esophagus mungkin saja membentuk sambungan dengan
trachea (fistula trakheaesofagus). (Wong, Donna L. 2004: 512)
3. Etiologi
Kelainan pasase akibat gangguan pemisahan septum antara trachea dan esophagus pada
perkembangan intra uterin.
1. Gross type I
2. Gross type II
3. Gross type III (tersering ditemukan biasanya disertai fistel tracheaesofagal dan biasanya
ibunya menderita hydroamnion waktu hamil).
Klasifikasi
Patofisiologi
Menurut Price, Sylvia A. 2005. Atresia esophagus merupakan penyakit pada bayi baru lahir dan
merupakan kelainan bawaan. Resiko tinggi terhadap atresia esophagus yaitu bayi baru lahir
secara premature dan menangis terus disertai batuk-batuk sampai adanya sianosis. Malformasi
struktur trakhea menyebabkan bayi mengalami kesulitan dalam menelan serta bayi dapat
mengalami aspirasi berat apabila dalam pemberian makan tidak diperhatikan.
Pada perkembangan jaringan, terjadi gangguan pemisahan antara trakhea dan esopagus pada
minggu ke 4 sampai minggu ke 6 kehidupan embryonal. Resiko tinggi dapat terjadi pada ibu
hamil dengan hidramnion yaitu amniosentesis harus dicurigai. Bayi dengan hipersalivasi ;
berbuih, sulit bernafas, batuk dan sianosis. Tindakan pembedahannya segera dilakukan
pembedahan torakotomi kanan retro pleural.
6. Manifestasi Klinis
Ada beberapa keadaan yang merupakan gejala dan tanda atresia esofagus, antara lain:
Mulut berbuih (gelembung udara dari hidung dan mulut) dan liur selalu meleleh dari
mulut bayi
Sianosis
Batuk dan sesak napas
Gejala pneumonia akibat regurgitasi air ludah dari esofagus yang buntu dan regurgitasi
cairan lambung melalui fistel ke jalan napas
Perut kembung atau membuncit, karena udara melalui fistel masuk kedalam lambung dan
usus
Oliguria, karena tidak ada cairan yang masuk
Biasanya juga disertai dengan kelainan bawaan yang lain, seperti kelainan jantung,
atresia rectum atau anus.
7. Diagnosis
Diagnosa dari atresia esofagus / fistula trakheoesofagus bisa ditegakkan sebelum bayi lahir.
Salah satu tanda awal dari atresia esofagus diketahui dari pemeriksaan USG prenatal yaitu
polihidramnion, dimana terdapat jumlah cairan amnion yang sangat banyak. Tanda ini bukanlah
diagnosa pasti tetapi jika ditemukan harus dipikirkan kemungkinan atresia esofagus.
Diagnosa Atresia Esofagus dicurigai pada masa prenatal dengan penemuan gelembung perut
(bubble stomach) yang kecil atau tidak ada pada USG setelah kehamilan 18 minggu. Secara
keseluruhan sensifitas dari USG sekitar 42 %. Polihidraminon sendiri merupakan indikasi yang
lemah dari Atresia Esofagus (insiden 1%). Metoda yang tersedia untung meningkatkan angka
diagnostik prenatal termasuk pemeriksaan ultrasound pada leher janin untuk menggambarkan
“ujung buntu” kantong atas dan menilai proses menelan janin dari MRI
Bayi baru lahir dengan ibu polihidramnion seharusnya memperlihatkan selang nasogastris yang
dapat lewat segera setelah kelahiran untuk menyingkirkan atresia esofagus. Bayi dengan Atresia
Esofagus tidak mampu menelan saliva dan ditandai dengan saliva yang banyak, dan memerlukan
suction berulang. Pada fase ini tentu sebelumnya makan untuk pertamakali, kateter bore yang
kaku harus dapat melewati mulut hingga esofagus. Pada Atresia Esofagus, kateter tidak bisa
lewat melebihi 9-10 cm dari alveolar paling bawah. Rongent dada dan abdomen memperlihatkan
ujung kateter tertahan. Disuperior mediatinum (T2-4), sementara gas pada perut & usus
menunjukkan adanya fistula trakheoesofagus distal. Tidak adanya gas gastro intestinal
menunjukkan atresia esofagus yang terisolasi.
8. Penatalaksanaan
Atresia merupakan kasus gawat darurat. Prabedah, penderita seharusnya ditengkurapkan untuk
mengurangi kemungkinan isi lambung masuk ke paru-paru. Kantong esofagus harus secara
teratur dikosongkan dengan pompa untuk mencegah aspirasi sekret. Perhatian yang cermat harus
diberikan terhadap pengendalian suhu, fungsi respirasi, dan pengelolaan anomali penyerta.
1. Penatalaksanaan Medis
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Sebelum dilakukan operasi, bayi diletakkan setengah duduk untuk mencegah terjadinya
regurgitasi cairan lambung kedalam paru. Cairan lambung harus sering diisap untuk mencegah
aspirasi. Untuk mencegah terjadinya hipotermia, bayi hendaknya dirawat dalam incubator agar
mendapatkan lingkungan yang cukup hangat. Posisinya sering di ubah-ubah, pengisapan lender
harus sering dilakukan. Bayi hendaknya dirangsang untuk menangis agar paru berkembang.
9. Komplikasi
Komplikasi-komplikasi yang bisa timbul setelah operasi perbaikan pada atresia esofagus dan
fistula atresia esophagus adalah sebagai berikut :
Pengkajian
Diagnosa keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan lubang abnormal antara esofagus
dan trakea atau obstruksi untuk menelan sekresi
2. Gangguan menelan berhubungan dengan obstruksi mekanis
3. Resiko aspirasi berhubungan dengan gangguan menelan
4. Cemas berhubungan dengan kesulitan menelan, ketidaknyamanan karena pembedahan
DAFTAR PUSTAKA
Wong, Donna L. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik alih bahasa Monica Ester editor
Sari Kurnianingsih edisi 4. Jakarta: EGC
Price, Sylvia A. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit edisi 6. Jakarta: EGC
Wilkinson, Judith M & Nancy R. Ahern., 2015. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan NIC
dan NOC. Edisi 9. Jakarta : EGC
Ganong. 2001. Buku Ajar Fisiologi Kedoktera Edisi: 17. Jakarta: EGC
Advertisements
Report this ad
Report this ad
Share this:
Twitter
Facebook
Google
Like this:
Post navigation
Previous Post Asuhan Keperawatan Kanker Rektum
Next Post Paradigma Keperawatan
Leave a Reply
Search for:
Recent Posts
Paradigma Keperawatan
Asuhan Keperawatan Atresia Esofagus
Asuhan Keperawatan Kanker Rektum
Recent Comments
Archives
November 2015
Categories
askep
Uncategorized
Meta
Register
Log in
Entries RSS
Comments RSS
WordPress.com
Advertisements
Report this ad
Create a free website or blog at WordPress.com.
Privacy & Cookies: This site uses cookies. By continuing to use this website, you agree to their
use.
To find out more, including how to control cookies, see here: Cookie Policy
Follow
NURSES LIBRARY
_it's about care and love_
Beranda
About
ASUHAN KEPERAWATAN ATRESIA ESOFAGUS
BAB I
PENDAHULUAN
Atresia esofagus merupakan kelainan kongenital yang ditandai dengan tidak menyambungnya
esofagus bagian proksimal dengan esofagus bagian distal. Atresia esofagus dapat terjadi bersama
fistula trakeoesofagus, yaitu kelainan kongenital dimana terjadi persambungan abnormal antara
esofagus dengan trakea.
Atresia Esofagus meliputi kelompok kelainan kongenital terdiri dari gangguan kontuinitas
esofagus dengan atau tanpa hubungan dengan trakhea. Pada 86% kasus terdapat fistula trakhea
oesophageal di distal, pada 7% kasus tanpa fistula Sementara pada 4% kasus terdapat fistula
tracheooesophageal tanpa atresia, terjadi 1 dari 2500 kelahiran hidup. Bayi dengan Atresia
Esofagus tidak mampu untuk menelan saliva dan ditandai sengan jumlah saliva yang sangat
banyak dan membutuhkan suction berulangkali.
Angka keselamatan berhubungan langsung terutama dengan berat badan lahir dan kelainan
jantung, angka keselamatan bisa mendekati 100%, sementara jika ditemukan adanyan salah satu
faktor resiko mengurangi angka keselamatan hingga 80% dan bisa hingga 30-50 % jika ada dua
faktor resiko.
Atresia esophagus merupakan kelainan kongenital yang cukup sering dengan insidensi rata-rata
sekitar 1 setiap 2500 hingga 3000 kelahiran hidup. Insidensi atresia esophagus di Amerika
Serikat 1 kasus setiap 3000 kelahiran hidup. Di dunia, insidensi bervariasi dari 0,4-3,6 per
10.000 kelahiran hidup. Insidensi tertinggi terdapat di Finlandia yaitu 1 kasus dalam 2500
kelahiran hidup.
Masalah pada atresia esophagus adalah ketidakmampuan untuk menelan, makan secara normal,
bahaya aspirasi termasuk karena saliva sendiri dan sekresi dari lambung.
1.2 Permasalahan
Adapun permasalahan yang akan di angkat pada makalah ini adalah apa itu atresia esofagus dan
bagaimana asuhan keperawatannya.
1.3 Tujuan
1. Tujuan umum
Memahami apa itu atresia esofagus dan mengetahui asuhan keperawatan pada anak dengan
atresia esofagus.
1. Tujuan khusus
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Atresia berarti buntu, atresia esofagus adalah suatu keadaan tidak adanya lubang atau muara
(buntu), pada esofagus (+). Pada sebagian besar kasus atresia esofagus ujung esofagus buntu,
sedangkan pada ¼ -1/3 kasus lainnya esophagus bagian bawah berhubungan dengan trakea
setinggi karina (disebut sebagai atresia esophagus dengan fistula). Kelainan lumen
esophagus ini biasanya disertai dengan fistula trakeoesofagus. Atresia esofagus sering disertai
kelainan bawaan lain, seperti kelainan jantung, kelainan gastrointestinal (atresia duodeni
atresiasani), kelainan tulang (hemivertebrata).
Atresia Esofagus termasuk kelompok kelainan kongenital terdiri dari gangguan kontuinitas
esofagus dengan atau tanpa hubungan persisten dengan trachea.
2.2 Epidemiologi
Atresia esofagus pertama kali dikemukakan oleh Hirscprung seorang ahli anak dari Copenhagen
pada abad 17 tepatnya pada tahun 1862 dengan adanya lebih kurang 14 kasus atresia esofagus,
kelainan ini sudah di duga sebagai suatu malformasi dari traktus gastrointestinal.
Tahun 1941 seorang ahli bedah Cameron Haight dari Michigan telah berhasil melakukan operasi
pada atresia esofagus dan sejak itu pulalah bahwa Atresia Esofagus sudah termasuk kelainan
kongenital yang bisa diperbaiki.
Di Amerika Utara insiden dari Atresia Esofagus berkisar 1:3000-4500 dari kelahiran hidup,
angka ini makin lama makin menurun dengan sebab yang belum diketahui. Secara Internasional
angka kejadian paling tinggi terdapat di Finlandia yaitu 1:2500 kelahiran hidup. Atresia Esofagus
2-3 kali lebih sering pada janin yang kembar.
2.3 Patofisiologi
Janin dengan atresia esofagus tidak dapat menelan cairan amnion dengan efektif. Pada janin
dengan atresia esofagus dan TEF distal, cairan amnion akan mengalir menuju trakea, ke fistula
kemudian menuju usus.
Neonatus dengan atresia esofagus tidak dapat menelan dan menghasilkan banyak air liur.
Pneumonia aspirasi dapat terjadi bila terjadi aspirasi susu, atau liur. Apabila terdapat TEF distal,
paru-paru dapat terpapar asam lambung. Udara dari trakea juga dapat mengalir ke bawah fistula
ketika bayi menangis, atau menerima ventilasi. Hal ini dapat menyebabkan perforasi gaster akut
yang sering kali mematikan. Trakea juga dipengaruh oleh gangguan embriologenesis pada
atresia esofagus. Membran trakea seringkali melebar dengan bentuk D, bukan C seperti biasa.
Perubahan ini menyebabkan kelemahan sekunder pada stuktur anteroposterior trakea atau
trakeomalacia. Kelemahan ini akan menyebabkan gejala batuk kering dan dapat terjadi kolaps
parsial pada eksirasi penuh. Sekret sulit untuk dibersihkan dan dapat menjurus ke pneumonia
berulang. Trakea juga dapat kolaps secara parsial ketika makan, setelah manipulasi, atau ketika
terjadi refluks gastroesofagus; yang dapat menjurus ke kegagalan nafas; hipoksia, bahkan apnea.
2.4 Etiologi
Sampai saat ini belum diketahui zat teratogen apa yang bisa menyebabkan terjadinya kelainan
Atresia Esofagus, hanya dilaporkan angka rekuren sekitar 2 % jika salah satu dari saudara
kandung yang terkena. Atresia Esofagus lebih berhubungan dengan sindroma trisomi 21,13 dan
18 dengan dugaan penyebab genetik.
Namun saat ini, teori tentang tentang terjadinya atresia esofagus menurut sebagian besar ahli
tidak lagi berhubungan dengan kelainan genetik Perdebatan tetang proses embriopatologi masih
terus berlanjut, dan hanya sedikit yang diketahui.
2.5 Klasifikasi
1. Esofagus distal dan proksimal benar-benar berakhir tanpa hubungan dengan Esofagus
terisolasi tanpa fistula ( 7%, Vogg II, Gross A)
segmen esofagus proksimal, dilatasi dan dinding menebal dan biasanya berakhir setinggi
mediastinum posterior sekitar vetebra thorakalis II. Esofagus distal pendek dan berakhir pada
jarak yang berbeda diatas diagframa.
Terdapat hubungan seperti fistula antara esofagus yang secara anatomi cukup intak dengan
trakhea. Traktus yang seperti fistula ini bisa sangat tipis/sempit dengan diameter 3-5 mm dan
umumnya berlokasi pada daerah servikal paling bawah. Biasanya single tapi pernah ditemukan
dua bahkan tiga fistula.
1. Atresia erofagus dengan fistula trakeo esofagus proksimal (2%. Vogt III & Gross B).
Gambaran kelainan yang jarang ditemukan namun perlu dibedakan dari jenis terisolasi. Fistula
bukan pada ujung distal esofagus tapi berlokasi 1-2 cm diatas ujung dinding depan esofagus.
1. Atresia esofagus dengan fistula trakheo esofagus distal dan proksimal ( < 1% Vogt IIIa,
Gross D).
Pada kebanyakan bayi, kelainan ini sering terlewati (misdiagnosa) dan di terapi sebagai atresia
proksimal dan fistula distal. Sebagai akibatnya infeksi saluran pernapasan berulang, pemeriksaan
yang dilakukan memperlihatkan suatu fistula dapat dilakukan dan diperbaiki keseluruhan.
Ada beberapa keadaan yang merupakan gejala dan tanda atresia esofagus, antara lain:
Mulut berbuih (gelembung udara dari hidung dan mulut) dan liur selalu meleleh dari
mulut bayi
Sianosis
Batuk dan sesak napas
Gejala pneumonia akibat regurgitasi air ludah dari esofagus yang buntu dan regurgitasi
cairan lambung melalui fistel ke jalan napas
Perut kembung atau membuncit, karena udara melalui fistel masuk kedalam lambung dan
usus
Oliguria, karena tidak ada cairan yang masuk
Biasanya juga disertai dengan kelainan bawaan yang lain, seperti kelainan jantung,
atresia rectum atau anus.
2.7 Diagnosis
Diagnosa dari atresia esofagus / fistula trakheoesofagus bisa ditegakkan sebelum bayi lahir.
Salah satu tanda awal dari atresia esofagus diketahui dari pemeriksaan USG prenatal yaitu
polihidramnion, dimana terdapat jumlah cairan amnion yang sangat banyak. Tanda ini bukanlah
diagnosa pasti tetapi jika ditemukan harus dipikirkan kemungkinan atresia esofagus.
Diagnosa Atresia Esofagus dicurigai pada masa prenatal dengan penemuan gelembung perut
(bubble stomach) yang kecil atau tidak ada pada USG setelah kehamilan 18 minggu. Secara
keseluruhan sensifitas dari USG sekitar 42 %. Polihidraminon sendiri merupakan indikasi yang
lemah dari Atresia Esofagus (insiden 1%). Metoda yang tersedia untung meningkatkan angka
diagnostik prenatal termasuk pemeriksaan ultrasound pada leher janin untuk menggambarkan
“ujung buntu” kantong atas dan menilai proses menelan janin dari MRI
Bayi baru lahir dengan ibu polihidramnion seharusnya memperlihatkan selang nasogastris yang
dapat lewat segera setelah kelahiran untuk menyingkirkan atresia esofagus. Bayi dengan Atresia
Esofagus tidak mampu menelan saliva dan ditandai dengan saliva yang banyak, dan memerlukan
suction berulang. Pada fase ini tentu sebelumnya makan untuk pertamakali, kateter bore yang
kaku harus dapat melewati mulut hingga esofagus. Pada Atresia Esofagus, kateter tidak bisa
lewat melebihi 9-10 cm dari alveolar paling bawah. Rongent dada dan abdomen memperlihatkan
ujung kateter tertahan. Disuperior mediatinum (T2-4), sementara gas pada perut & usus
menunjukkan adanya fistula trakheoesofagus distal. Tidak adanya gas gastro intestinal
menunjukkan atresia esofagus yang terisolasi.
2.8 Penatalaksanaan
Atresia merupakan kasus gawat darurat. Prabedah, penderita seharusnya ditengkurapkan untuk
mengurangi kemungkinan isi lambung masuk ke paru-paru. Kantong esofagus harus secara
teratur dikosongkan dengan pompa untuk mencegah aspirasi sekret. Perhatian yang cermat harus
diberikan terhadap pengendalian suhu, fungsi respirasi, dan pengelolaan anomali penyerta.
1. Penatalaksanaan Medis
1. Penatalaksanaan Keperawatan
Sebelum dilakukan operasi, bayi diletakkan setengah duduk untuk mencegah terjadinya
regurgitasi cairan lambung kedalam paru. Cairan lambung harus sering diisap untuk mencegah
aspirasi. Untuk mencegah terjadinya hipotermia, bayi hendaknya dirawat dalam incubator agar
mendapatkan lingkungan yang cukup hangat. Posisinya sering di ubah-ubah, pengisapan lender
harus sering dilakukan. Bayi hendaknya dirangsang untuk menangis agar paru berkembang.
Segera setelah operasi pasien dirawat di NICU dengan perawatan sebagai berikut
Perawatan di rumah sakit lebih kurang 2 minggu atau lebih, tergantung pada terjadinya
komplikasi yang bisa timbul pada kondisi ini. Pemeriksaan esofagografi dilakukan pada bulan
kedua, ke enam, setahun setelah operasi untuk monitor fungsi esofagus.
2.9 Komplikasi
Komplikasi-komplikasi yang bisa timbul setelah operasi perbaikan pada atresia esofagus dan
fistula atresia esophagus adalah sebagai berikut :
1. Dismotilitas esophagus.
Dismotilitas terjadi karena kelemahan otot dingin esophagus. Berbagai tingkat dismotilitas bisa
terjadi setelah operasi ini. Komplikasi ini terlihat saat bayi sudah mulai makan dan minum.
2. Gastroesofagus refluk.
Kira-kira 50 % bayi yang menjalani operasi ini kana mengalami gastroesofagus refluk pada saat
kanak-kanak atau dewasa, dimana asam lambung naik atau refluk ke esophagus. Kondisi ini
dapat diperbaiki dengan obat (medical) atau pembedahan.
3. Trakeo esogfagus fistula berulang.
Disfagia adalah tertahannya makanan pada tempat esophagus yang diperbaiki. Keadaan ini dapat
diatasi dengan menelan air untuk tertelannya makanan dan mencegah terjadinya ulkus.
5. Kesulitan bernafas dan tersedak.
Komplikasi ini berhubungan dengan proses menelan makanan, tertaannya makanan dan saspirasi
makanan ke dalam trakea.
6. Batuk kronis.
Batuk merupakan gejala yang umum setelah operasi perbaikan atresia esophagus, hal ini
disebabkan kelemahan dari trakea.
7. Meningkatnya infeksi saluran pernafasan.
Pencegahan keadaan ini adalah dengan mencegah kontakk dengan orang yang menderita flu, dan
meningkatkan daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi vitamin dan suplemen.
BAB III
Pengkajian Keperawatan
1. Diagnosa keperawatan: Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan lubang
abnormal antara esophagus dan trakea atau obstruksi untuk menelan sekresi.
Kriteria Hasil:
No Intervensi Rasional
1. Lakukan pengisapan sesuai dengan Untuk menghilangkan penumpukan
kebutuhan. sekresi di orofaring.
2. Beri posis terlentang dengan kepala Untuk menurunkan tekanan pada rongga
ditempatkan pada sandaran yang ditinggikan torakal dan meminimalkan refluks sekresi
(sedikitnya 300). lambung ke esophagus distal dan ke dalam
trakea dan bronki.
3. Beri oksigen jika bayi menjadi sianotik. Untuk membantu menghilangkan distress
pernapasan.
4. Jangan gunakan tekanan positif (misalnya; Karena dapat memasukkan udara ke dalam
kantong resusitasi/ masker). lambung dan usus, yang menimbulkan
tekana tambahan pada rongga torakal.
5. Puasakan Untuk mencegah aspirasi.
6. Pertahankan penghisapan segmen esophagus Untuk menjaga agar kantong buntu
secara intermitten atau kontinue, bila di tersebut tetap kosong.
pesankan pada masa pra operasi.
7. Tinggalkan selang gastrostomi, bila ada, Agar udara dapat keluar, meminimalkan
terbuka untuk drainase gravitasi. resiko regurgitasi isi lambung dengan
trakea.
Kriteria Hasil: Bayi mendapat nutrisi yang cukup dan menunjukkan penambahan berat badan
yang memuaskan.
No Intervensi Rasional
1. Beri makan melalui gastrostomi Untuk memberikan nutrisi sampai pemberian
sesuai dengan ketentuan makanan oral memungkinkan.
2. Lanjutkan pemberian makan oral Untuk memenuhi kebutuhan akan nutrisi bayi
sesuai ketentuan, sesuai kondisi
bayi dan perbaikan pembedahan.
3. Observasi dengan ketat. Untuk memastikan bayi mampu menelan tanpa
tersedak.
4. Pntau masukan keluaran dan berat Untuk mengkaji keadekuatan masukan nutrisi.
badan.
5. Ajarkan keluarga tentang teknik Untuk mempersiapkan diri terhadap
pemberian makan yang tepat. pemulangan.
Kriteria Hasil: Anak tidak menunjukkan bukti-bukti cidera pada sisi pembedahan.
No Intervensi Rasional
1. Hisap hanya dengan kateter yang diukur Untuk mencegah trauma pada mukosa.
sebelumnya sampai ke jarak yang tidak
mencapai sisi pembedahan.
Kriteria Hasil:
Bayi istirahat dengan tenang, sadar bila terjaga, dan melakukan penghisapan non- nutrisi.
Mulut tetap bersih dan lembab.
Nyeri yang dialamianak minimal atau tidak ada.
No Intervensi Rasional
1. Beri stimulasi taktil (mis; membelai, Untuk memudahkan perkembangan optimal
mengayun). dan meningkatkan kenyamanan.
2. Beri perawatan mulut. Untuk menjaga agar mulut tetap bersih dan
membran mukosa lembab.
3. Beri analgesik sesuai ketentuan
4. Dorong orangtua untuk berpastisipasi Untuk memberikan rasa nyaman dan aman.
dalam perawatan anak.
Kriteria hasil: Keluarga menunjukkan kemampuan untuk memberiakn perawatan pada bayi,
memahami tanda-tanda komplikasi, dan tindakan yang tepat.
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Atresia esofagus merupakan kelainan kongenital yang ditandai dengan tidak menyambungnya
esofagus bagian proksimal dengan esofagus bagian distal. Atresia esofagus dapat terjadi bersama
fistula trakeoesofagus, yaitu kelainan kongenital dimana terjadi persambungan abnormal antara
esofagus dengan trakea.
Atresia berarti buntu, atresia esofagus adalah suatu keadaan tidak adanya lubang atau muara
(buntu), pada esofagus (+).
Atresia esofagus adalah kelainan kongenital dari traktus digestivus yang sudah dapat dideteksi
pada sebelum kelahiran (prenatal)
1) Atresia Esofagus dengan fistula trakheooesophageal distal ( 86% Vogt 111.grossC) 2) Atresia
erofagus dengan fistula trakeoesofagus proksimal (2%Vogt III & Gross B). 3) Fistula trakheo
esofagus tanpa atresia ( 4 %, Groos E)
4) Atresia Esofagus terisolasi tanpa fistula ( 7%, Vogg II, Gross A)
5) Atresia esofagus dengan fistula trakheo esofagus distal dan proksimal (< 1% Vogt IIIa, Gross
D).
DAFTAR PUSTAKA
Terkait
This entry was posted on Kamis, Januari 21st, 2010 at 5:27 pm and is filed under makalah keperawatan anak. You
can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your
own site.
Navigasi pos
1. juniardi berkata:
Thanks,,sangat membantu
Balas
Tinggalkan Balasan
_PASTAKYU_ CHAP I _
Januari 2010
S S R K J S M
1 2 3
4 5 6 7 8 9 10
11 12 13 14 15 16 17
18 19 20 21 22 23 24
25 26 27 28 29 30 31
_PASTAKYU_ CHAP V_
간호사
meta charset='utf-8'/>
Search her
Home
Buku Tamu
Profil Penulis
Ebook English
Cara Pemesanan
Ebook Keperawatan
Reseller Ebook
Home » Kumpulan Askep » Asuhan Keperawatan Atresia Esophagus
Definisi
Atresia berarti buntu, atresia esofagus adalah suatu keadaan tidak adanya lubang atau muara (buntu),
pada esofagus (+). Pada sebagian besar kasus atresia esofagus ujung esofagus buntu, sedangkan pada ¼
-1/3 kasus lainnya esophagus bagian bawah berhubungan dengan trakea setinggi karina (disebut sebagai
atresia esophagus dengan fistula). Kelainan lumen esophagus ini biasanya disertai dengan fistula
trakeoesofagus. Atresia esofagus sering disertai kelainan bawaan lain, seperti kelainan jantung, kelainan
gastrointestinal (atresia duodeni atresiasani), kelainan tulang (hemivertebrata).
Atresia Esofagus termasuk kelompok kelainan kongenital terdiri dari gangguan kontuinitas esofagus
dengan atau tanpa hubungan persisten dengan trachea.
1. Esofagus distal dan proksimal benar-benar berakhir tanpa hubungan dengan Esofagus terisolasi
tanpa fistula ( 7%).
Segmen esofagus proksimal, dilatasi dan dinding menebal dan biasanya berakhir setinggi mediastinum
posterior sekitar vetebra thorakalis II. Esofagus distal pendek dan berakhir pada jarak yang berbeda
diatas diagframa.
Merupakan gambaran yang paling sering pada proksimal esofagus, terjadi dilatasi dan penebalan
dinding otot berujung pada mediastinum superior setinggi vetebra thoracal III/IV. Esofagus distal
(fistel), yang mana lebih tipis dan sempit, memasuki dinding posterior trakea setinggi carina atau 1-2 cm
diatasnya. Jarak antara esofagus proksimal yang buntu dan fistula trakheooesofageal distal bervariasi
mulai dari bagian yang overlap hingga yang berjarak jauh .
Terdapat hubungan seperti fistula antara esofagus yang secara anatomi cukup intak dengan trakhea.
Traktus yang seperti fistula ini bisa sangat tipis/sempit dengan diameter 3-5 mm dan umumnya
berlokasi pada daerah servikal paling bawah. Biasanya single tapi pernah ditemukan dua bahkan tiga
fistula.
Gambaran kelainan yang jarang ditemukan namun perlu dibedakan dari jenis terisolasi. Fistula bukan
pada ujung distal esofagus tapi berlokasi 1-2 cm diatas ujung dinding depan esofagus.
5. Atresia esofagus dengan fistula trakheo esofagus distal dan proksimal (< 1% ).
Pada kebanyakan bayi, kelainan ini sering terlewati (misdiagnosa) dan di terapi sebagai atresia proksimal
dan fistula distal. Sebagai akibatnya infeksi saluran pernapasan berulang, pemeriksaan yang dilakukan
memperlihatkan suatu fistula dapat dilakukan dan diperbaiki keseluruhan.
2.2 . Etiologi
Atresia esofagus merupakan suatu kelainan bawaan pada saluran pencernaan. Terdapat
beberapa jenis atresia, tetapi yang paling sering ditemukan adalah kerongkongan yang buntu dan tidak
tersambung dengan kerongkongan bagian bawah serta lambung.
Atresia esophagus dan fistula trakeoesofagus sering ditemukan ketika bayi memiliki kelainan kelahiran
seperti :
1. Gangguan saluran pencernaan lain (seperti hernia diafragmatika, atresia duodenal, dan
anus imperforata)
2. Gangguan jantung (seperti ventricular septal defect, tetralogifallot, dan patent ductus
arteriosus)
3. Gangguan ginjal dan saluran kencing (seperti ginjal polisistik atau horseshoe kidney,
tidak adanya ginjal,dan hipospadia)
2. Gangguan muskuloskeletal
1. Sindrom VACTERL (yang termasuk vertebra, anus, candiac, trakeosofageal fistula, ginjal,
dan abnormalitas saluran getah bening)
Ada beberapa keadaan yang merupakan gejala dan tanda atresia esofagus, antara lain:
Mulut berbuih (gelembung udara dari hidung dan mulut) dan liur selalu meleleh dari mulut bayi
Sianosis
Gejala pneumonia akibat regurgitasi air ludah dari esofagus yang buntu dan regurgitasi cairan
lambung melalui fistel ke jalan napas
Perut kembung atau membuncit, karena udara melalui fistel masuk kedalam lambung dan usus
Biasanya juga disertai dengan kelainan bawaan yang lain, seperti kelainan jantung, atresia
rectum atau anus.
2.4 Patofisiologi
Beberapa teori menjelaskan bahwa masalah pada kelainan ini terletak pada proses perkembangan
esofagus. Trakea dan esofagus berasal dari embrio yang sama. Selama minggu keempat kehamilan,
bagian mesodermal lateral pada esofagus proksimal berkembang. Pembelahan galur ini pada bagian
tengah memisahkan esofagus dari trakea pada hari ke-26 masa gestasi. Kelainan notochord,
disinkronisasi mesenkim esofagus dan laju pertumbuhan epitel, keterlibatan sel neural, serta pemisahan
yang tidak sempurna dari septum trakeoesofageal dihasilkan dari gangguan proses apoptosis yang
merupakan salah satu teori penyebab embriogenesis atresia esofagus. Sebagai tambahan bahwa
insufisiensi vaskuler, faktor genetik, defisiensi vitamin, obat-obatan dan penggunaan alkohol serta
paparan virus dan bahan kimia juga berkontribusi pada perkembangan atresia esofagus.
Janin dengan atresia esofagus tidak dapat menelan cairan amnion dengan efektif. Pada janin dengan
atresia esofagus dan TEF distal, cairan amnion akan mengalir menuju trakea, ke fistula kemudian
menuju usus.
Neonatus dengan atresia esofagus tidak dapat menelan dan menghasilkan banyak air liur. Pneumonia
aspirasi dapat terjadi bila terjadi aspirasi susu, atau liur. Apabila terdapat TEF distal, paru-paru dapat
terpapar asam lambung. Udara dari trakea juga dapat mengalir ke bawah fistula ketika bayi menangis,
atau menerima ventilasi. Hal ini dapat menyebabkan perforasi gaster akut yang sering kali mematikan.
Trakea juga dipengaruh oleh gangguan embriologenesis pada atresia esofagus. Membran trakea
seringkali melebar dengan bentuk D, bukan C seperti biasa. Perubahan ini menyebabkan kelemahan
sekunder pada stuktur anteroposterior trakea atau trakeomalacia. Kelemahan ini akan menyebabkan
gejala batuk kering dan dapat terjadi kolaps parsial pada eksirasi penuh. Sekret sulit untuk dibersihkan
dan dapat menjurus ke pneumonia berulang. Trakea juga dapat kolaps secara parsial ketika makan,
setelah manipulasi, atau ketika terjadi refluks gastroesofagus; yang dapat menjurus ke kegagalan nafas;
hipoksia, bahkan apnea.
2.5 Diagnosis
Diagnosa harus ditegakkan secara dini, lebih baik lagi jika berhasil dibuat ketika berada di kamar
bersalin, karena aspirasi paru merupakan penentu prognosis utama. Sekali diduga adanya atresia
esofagus, maka kegagalan untuk memasukkan suatu kateter ke dalam lambung memastikan diagnosis.
Biasanya kateter tersebut akan terhenti secara tiba-tiba pada jarak 10-11 cm dari garis batas atas gusi
dan rontgenogram yang dilakukan memperlihatkan kateter yang menggulung terletak didalam esofagus
bagian atas.
Kadang kadang, rontgenogram yang dilakukan memperlihatkan gambaran khas suatu esofagus yang
mengembang karena udara yang di dalamnya. Adanya udara di dalam abdomen menunjukan adanya
suatu fistula di antara trakea dan esogfagus bagian distal. Jika dipergunakan bahan kontras, maka bahan
kontras tersebut haruslah bahan yang dapat larut air. Bila diberikan kurang dari 1 ml dengan
pengawasan fluoroskopis maka sudah cukup untuk memperlihatkan gambaran dari kantung atas yang
buntu. Kemudian bahan tersebut harus disingkirkan kembali untuk mencegahnya masuk ke dalam paru-
paru dan mencegah pneumonia kimia.
1. Diagnosa pasti dengan thorax foto : menunjukkan gambaran kateter terhenti pada tempat
atresia.
2. Fluoros copy dan Bronchos copy: memberi gambaran yang lebih jelas.
3. Dalam foto abdomen perlu dibedakan apakah lambung terisi udara atau kosong : untuk
menunjang diagnosa fistula tracheo esophagus.
2.6 Penatalaksanaan
Atresia merupakan kasus gawat darurat. Prabedah, penderita seharusnya ditengkurapkan untuk
mengurangi kemungkinan isi lambung masuk ke paru-paru. Kantong esofagus harus secara teratur
dikosongkan dengan pompa untuk mencegah aspirasi sekret. Perhatian yang cermat harus diberikan
terhadap pengendalian suhu, fungsi respirasi, dan pengelolaan anomali penyerta.
1. Penatalaksanaan Medis
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Sebelum dilakukan operasi, bayi diletakkan setengah duduk untuk mencegah terjadinya regurgitasi
cairan lambung kedalam paru. Cairan lambung harus sering diisap untuk mencegah aspirasi. Untuk
mencegah terjadinya hipotermia, bayi hendaknya dirawat dalam incubator agar mendapatkan
lingkungan yang cukup hangat. Posisinya sering di ubah-ubah, pengisapan lender harus sering dilakukan.
Bayi hendaknya dirangsang untuk menangis agar paru berkembang.
Oksigen perlu diberikan dan ventilator pernafasan dapat diberi jika dibutuhkan.
Pemeriksaan darah dan urin dilakukan guna mengevaluasi keadaan janin secara keseluruhan.
Bayi diberikan makanan melalui tube yang terpasang lansung ke lambung (gastrostomi) atau
cukup dengan pemberian melalui intravena sampai bayi sudah bisa menelan makanan sendiri.
Perawatan di rumah sakit lebih kurang 2 minggu atau lebih, tergantung pada terjadinya komplikasi yang
bisa timbul pada kondisi ini. Pemeriksaan esofagografi dilakukan pada bulan kedua, ke enam, setahun
setelah operasi untuk monitor fungsi esofagus.
2.7 Komplikasi
Komplikasi-komplikasi yang bisa timbul setelah operasi perbaikan pada atresia esofagus dan fistula
atresia esophagus adalah sebagai berikut :
1. Dismotilitas esophagus
Dismotilitas terjadi karena kelemahan otot dingin esophagus. Berbagai tingkat dismotilitas bisa terjadi
setelah operasi ini. Komplikasi ini terlihat saat bayi sudah mulai makan dan minum.
2. Gastroesofagus refluk
Kira-kira 50 % bayi yang menjalani operasi ini kana mengalami gastroesofagus refluk pada saat kanak-
kanak atau dewasa, dimana asam lambung naik atau refluk ke esophagus. Kondisi ini dapat diperbaiki
dengan obat (medical) atau pembedahan.
3. Trakeo esogfagus fistula berulang
Disfagia adalah tertahannya makanan pada tempat esophagus yang diperbaiki. Keadaan ini dapat diatasi
dengan menelan air untuk tertelannya makanan dan mencegah terjadinya ulkus.
5. Kesulitan bernafas dan tersedak
Komplikasi ini berhubungan dengan proses menelan makanan, tertaannya makanan dan saspirasi
makanan ke dalam trakea.
6. Batuk kronis
Batuk merupakan gejala yang umum setelah operasi perbaikan atresia esophagus, hal ini disebabkan
kelemahan dari trakea.
7. Meningkatnya infeksi saluran pernafasan
Pencegahan keadaan ini adalah dengan mencegah kontakk dengan orang yang menderita flu, dan
meningkatkan daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi vitamin dan suplemen.
1.1 Diagnosa Keperawatan
1. a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan lubang abnormal antara esophagus
dan trakea atau obstruksi untuk menelan sekresi.
1.2 Intervensi
1. a. Diagnosa keperawatan: Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan lubang
abnormal antara esophagus dan trakea atau obstruksi untuk menelan sekresi.
Kriteria Hasil:
1. b. Diagnosa keperawatan: Aspirasi berhubungan dengan tidak adanya saluran dari esofagus
ke lambung.
Kriteria Hasil: Bayi mendapat nutrisi yang cukup dan menunjukkan penambahan berat badan yang
memuaskan.
No Intervensi Rasional
1. Beri makan melalui gastrostomi Untuk memberikan nutrisi sampai
sesuai dengan ketentuan pemberian makanan oral memungkinkan.
2. Lanjutkan pemberian makan oral Untuk memenuhi kebutuhan akan nutrisi
sesuai ketentuan, sesuai kondisi bayi
bayi dan perbaikan
pembedahan.
3. Observasi dengan ketat. Untuk memastikan bayi mampu menelan
tanpa tersedak.
4. Pantau masukan keluaran dan Untuk mengkaji keadekuatan masukan
berat badan. nutrisi.
5. Ajarkan keluarga tentang teknik Untuk mempersiapkan diri terhadap
pemberian makan yang tepat. pemulangan.
1. c. Diagnosa keperawatan: Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan prosedur
pemasangan g-tube.
Kriteria Hasil: Anak tidak menunjukkan bukti-bukti infeksi karena pemasangan g-tube.
No Intervensi Rasional
1. Bersihkan kateter sesering Untuk mencegah bakteri
mungkin masuk ke dalam tubuh
Kriteria Hasil:
Bayi istirahat dengan tenang, sadar bila terjaga, dan melakukan penghisapan non-nutrisi.
Related Articles
If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.
Enter your
0 komentar:
Posting Komentar
« Prev Post Next Post » Beranda
Katalog E-Book
Kontak Kami
Kategori
Popular Posts
Facebook Kami
Visitor
Payment Supported by
No Rekening : 141.00.1083822.5
a.n Saktya Yudha Ardhi Utama
No Rekening : 0580.01.011172.50.7
a.n Saktya Yudha Ardhi Utama
JNE:
Support : JNE | Facebook | Home
Copyright © 2015. Kumpulan Asuhan Keperawatan - Pusat Istana Keperawatan
Skip to content
INITNERS
Darmita Noria Tandi
About
Uncategorized
Asuhan Keperawatan Atresia Esofagus
November 12, 2015 Itha Darmita
1. Anatomi Fisiologi
Esofagus merupakan salah satu organ silindris berongga dengan panjang sekitar 25 cm dan
berdiameter 2 cm, terbentang dari hipofaring sampai cardia lambung, kira-kira 2-3 cm di bawah
diafragma. Esofagus terletak posterior terhadap jantung dan trakea, anterior terhadap vertebra
dan berjalan melalui lubang diafragma tepat anterior terhadap aorta.
Krikifaringeal
Membentuk sfingter esofagus bagian atas dan terdiri atas serabut-serabut otot rangka. Dalam
keadaan normal berada dalam keadaan tonik, atau kontraksi kecuali waktu menelan.
Bertindak sebagai sfingter dan berperan sebagai sawar terhadap refluks isi lambung ke dalam
esofagus. Dalam keadaan normal, sfingter ini menutup kecuali bila makanan masuk ke dalam
lambung atau waktu bertahak atau muntah.
1. Mukosa.Terbentuk dari epitel berlapis gepeng bertingkat yang berlanjut ke faring bagian
atas, dalam keadaan normal bersifat alkali dan tidak tahan terhadap isi lambung yang
sangat asam
2. Sub Mukosa. Mengandung sel-sel sekretoris yang menghasilkan mukus yang dapat
mempermudah jalannya makanan sewaktu menelan dan melindungi mukosa dari cedera
akibat zat kimia.
3. Muskularis. Otot bagian esofagus, merupakan otot rangka. Sedangkan otot pada separuh
bagian bawah merupakan otot polos, bagian yang diantaranya terdiri dari campuran
antara otot rangka dan otot polos.
4. lapisan bagian luar (Serosa).Terdiri dari jaringan ikat yang jarang menghubungkan
esofagus dengan struktur-struktur yang berdekatan, tidak adanya serosa mengakibatkan
penyebaran sel-sel tumor lebih cepat (bila ada kanker esofagus) dan kemungkinan bocor
setelah operasi lebih besar.
Persarafan utama esofagus dilakukan oleh serabut-serabut simpatis dan parasimpatis dari sistem
saraf otonom. Serabut-serabut parasimpatis dibawa oleh nervus vagus yang dianggap merupakan
saraf motorik. Selain persarafan ekstrinsik tersebut, terdapat juga jala-jala longitudinal (Pleksus
Allerbach) dan berperan untuk mengatur peristaltik esofagus normal.
Distribusi darah esofagus mengikuti pola segmental, bagian atas disuplai oleh cabang-cabang
arteria tiroide inferior dan subklavia. Bagian tengah disuplai oleh cabang-cabang segmental aorta
dan artetia bronkiales, sedangkan bagian sub diafragmatika disuplai oleh arteria gastrika sinistra
dan frenika inferior.
Peranan esofagus adalah menghantarkan makanan dan minuman dari faring ke lambung. Pada
keadaan istirahat antara 2 proses menelan, esofagus tertutup kedua ujungnya oleh sfingter
esofagus atas dan bawah. Sfingter esofagus atas berguna mencegah aliran balik cairan lambung
ke esofagus (Refluks).
2. Pengertian
Atresia esophagus adalah malformasi yang disebabkan oleh kegagalan esophagus untuk
mengadakan pasase yang kontinyu. Esophagus mungkin saja membentuk sambungan dengan
trachea (fistula trakheaesofagus). (Wong, Donna L. 2004: 512)
3. Etiologi
Kelainan pasase akibat gangguan pemisahan septum antara trachea dan esophagus pada
perkembangan intra uterin.
1. Gross type I
2. Gross type II
3. Gross type III (tersering ditemukan biasanya disertai fistel tracheaesofagal dan biasanya
ibunya menderita hydroamnion waktu hamil).
Klasifikasi
Patofisiologi
Menurut Price, Sylvia A. 2005. Atresia esophagus merupakan penyakit pada bayi baru lahir dan
merupakan kelainan bawaan. Resiko tinggi terhadap atresia esophagus yaitu bayi baru lahir
secara premature dan menangis terus disertai batuk-batuk sampai adanya sianosis. Malformasi
struktur trakhea menyebabkan bayi mengalami kesulitan dalam menelan serta bayi dapat
mengalami aspirasi berat apabila dalam pemberian makan tidak diperhatikan.
Pada perkembangan jaringan, terjadi gangguan pemisahan antara trakhea dan esopagus pada
minggu ke 4 sampai minggu ke 6 kehidupan embryonal. Resiko tinggi dapat terjadi pada ibu
hamil dengan hidramnion yaitu amniosentesis harus dicurigai. Bayi dengan hipersalivasi ;
berbuih, sulit bernafas, batuk dan sianosis. Tindakan pembedahannya segera dilakukan
pembedahan torakotomi kanan retro pleural.
6. Manifestasi Klinis
Ada beberapa keadaan yang merupakan gejala dan tanda atresia esofagus, antara lain:
Mulut berbuih (gelembung udara dari hidung dan mulut) dan liur selalu meleleh dari
mulut bayi
Sianosis
Batuk dan sesak napas
Gejala pneumonia akibat regurgitasi air ludah dari esofagus yang buntu dan regurgitasi
cairan lambung melalui fistel ke jalan napas
Perut kembung atau membuncit, karena udara melalui fistel masuk kedalam lambung dan
usus
Oliguria, karena tidak ada cairan yang masuk
Biasanya juga disertai dengan kelainan bawaan yang lain, seperti kelainan jantung,
atresia rectum atau anus.
7. Diagnosis
Diagnosa dari atresia esofagus / fistula trakheoesofagus bisa ditegakkan sebelum bayi lahir.
Salah satu tanda awal dari atresia esofagus diketahui dari pemeriksaan USG prenatal yaitu
polihidramnion, dimana terdapat jumlah cairan amnion yang sangat banyak. Tanda ini bukanlah
diagnosa pasti tetapi jika ditemukan harus dipikirkan kemungkinan atresia esofagus.
Diagnosa Atresia Esofagus dicurigai pada masa prenatal dengan penemuan gelembung perut
(bubble stomach) yang kecil atau tidak ada pada USG setelah kehamilan 18 minggu. Secara
keseluruhan sensifitas dari USG sekitar 42 %. Polihidraminon sendiri merupakan indikasi yang
lemah dari Atresia Esofagus (insiden 1%). Metoda yang tersedia untung meningkatkan angka
diagnostik prenatal termasuk pemeriksaan ultrasound pada leher janin untuk menggambarkan
“ujung buntu” kantong atas dan menilai proses menelan janin dari MRI
Bayi baru lahir dengan ibu polihidramnion seharusnya memperlihatkan selang nasogastris yang
dapat lewat segera setelah kelahiran untuk menyingkirkan atresia esofagus. Bayi dengan Atresia
Esofagus tidak mampu menelan saliva dan ditandai dengan saliva yang banyak, dan memerlukan
suction berulang. Pada fase ini tentu sebelumnya makan untuk pertamakali, kateter bore yang
kaku harus dapat melewati mulut hingga esofagus. Pada Atresia Esofagus, kateter tidak bisa
lewat melebihi 9-10 cm dari alveolar paling bawah. Rongent dada dan abdomen memperlihatkan
ujung kateter tertahan. Disuperior mediatinum (T2-4), sementara gas pada perut & usus
menunjukkan adanya fistula trakheoesofagus distal. Tidak adanya gas gastro intestinal
menunjukkan atresia esofagus yang terisolasi.
8. Penatalaksanaan
Atresia merupakan kasus gawat darurat. Prabedah, penderita seharusnya ditengkurapkan untuk
mengurangi kemungkinan isi lambung masuk ke paru-paru. Kantong esofagus harus secara
teratur dikosongkan dengan pompa untuk mencegah aspirasi sekret. Perhatian yang cermat harus
diberikan terhadap pengendalian suhu, fungsi respirasi, dan pengelolaan anomali penyerta.
1. Penatalaksanaan Medis
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Sebelum dilakukan operasi, bayi diletakkan setengah duduk untuk mencegah terjadinya
regurgitasi cairan lambung kedalam paru. Cairan lambung harus sering diisap untuk mencegah
aspirasi. Untuk mencegah terjadinya hipotermia, bayi hendaknya dirawat dalam incubator agar
mendapatkan lingkungan yang cukup hangat. Posisinya sering di ubah-ubah, pengisapan lender
harus sering dilakukan. Bayi hendaknya dirangsang untuk menangis agar paru berkembang.
9. Komplikasi
Komplikasi-komplikasi yang bisa timbul setelah operasi perbaikan pada atresia esofagus dan
fistula atresia esophagus adalah sebagai berikut :
Pengkajian
Diagnosa keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan lubang abnormal antara esofagus
dan trakea atau obstruksi untuk menelan sekresi
2. Gangguan menelan berhubungan dengan obstruksi mekanis
3. Resiko aspirasi berhubungan dengan gangguan menelan
4. Cemas berhubungan dengan kesulitan menelan, ketidaknyamanan karena pembedahan
DAFTAR PUSTAKA
Wong, Donna L. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik alih bahasa Monica Ester editor
Sari Kurnianingsih edisi 4. Jakarta: EGC
Price, Sylvia A. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit edisi 6. Jakarta: EGC
Wilkinson, Judith M & Nancy R. Ahern., 2015. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan NIC
dan NOC. Edisi 9. Jakarta : EGC
Ganong. 2001. Buku Ajar Fisiologi Kedoktera Edisi: 17. Jakarta: EGC
Advertisements
Report this ad
Report this ad
Share this:
Twitter
Facebook
Google
Like this:
Post navigation
Previous Post Asuhan Keperawatan Kanker Rektum
Next Post Paradigma Keperawatan
Leave a Reply
Search for:
Recent Posts
Paradigma Keperawatan
Asuhan Keperawatan Atresia Esofagus
Asuhan Keperawatan Kanker Rektum
Recent Comments
Archives
November 2015
Categories
askep
Uncategorized
Home
Privacy Policy
Daftar Isi
About Us
Materi Kuliah
STIKes Borromeus
Search...
Home » anak » askep » materi kuliah » Askep Pada Anak: Atresia Esofagus
anak askep materi kuliah Friday, May 16, 2014
Pengertian
Atresia esofagus merupakan kelainan kongenital yang mengakibatkan gangguan
kontinuitas esophagus dengan atau tanpa hubungan persisten dengan trakea (Whaley &
Wong, 2010). Terlihat keadaan pada bagian proksimal dan distal esophagus tidak
berhubungan.
Atresia esofagus adalah malformasi yang disebabkan kegagalan esofagus untuk
mengadakan pasase yang kontinu dimana esophagus mungkin saja atau mungkin juga
tidak membentuk sambungan dengan trakea (fistula trakeoesopagus).
Insiden
Atresia esofagus terjadi pada sekitar 1 dari 4.425 kelahiran hidup.
Diferensiasi usus depan yang tidak sempurna dalam memisahkan diri masing-masing
untuk menjadi esofagus dan trachea.
Perkembangan sel entodermal yang tidak lengkap sehingga menyebabkan terjadinya
atresia.
Perlekatan dinding lateral usus depan yang tidak sempurna sehingga terjadi fistula
trecheoesofagus.
Etiologi
Tidak diketahui apa yang menyebabkan esofagus dan trakea gagal untuk berdiferensiasi dengan
tepat selama gestasi/masa embrio pada minggu keempat dan kelima.
Tipe B
Kantong buntu disetiap ujung esophagus dengan fistula dari trakea ke segmen esophagus bagian
atas. Kondisi ini jarang terjadi.
Tipe C
Segmen esophagus proksimal berakhir pada kantong buntu, dan segmen distal dihubungkan ke
trakea atau bronkus primer dan fistula pendek pada atau dekat bifurkasi.
Tipe D
Kedua segmen esophagus atas dan bawah dihubungkan ke trakea. Kondisi ini jarang terjadi.
Tipe E
Sebaliknya trakea dan esophagus nomal dihubungkan dengan fistula umum. Kondisi ini jarang
bila dibandingkan dengan tipe A dan C.
Manifestasi Klinis
Ditemukan riwayat polihydramnion pada ibu.
Kateter yang dipakai untuk resusitasi tidak dapat masuk ke lambung.
Bayi tersedak, batuk atau sianotik pada saat diberi minum.
Biasanya terjadi pada bayi kurang bulan
Gangguan Proses Menelan saat lahir
Terjadi gangguan pernapasan akibat makanan teraspirasi.
Air liur selalu meleleh dari mulut bayi dan berbui.
Pada fistula trakea esophagus, cairan lambung masuk kedalam paru, oleh karena itu bayi
sering sianosis.
Pemberian minum dapat menyebabkan batuk atau seperti tercekik dan bayi sianosis.
Jika terdapat fistula trekoesofagus perut bayi tampak membuncit karena terisi udara.
Bila dimasukkan kateter melalui mulut sepanjang 7.5 – 10 cm dari bibir, kateter akan
terbentur pada ujung esophagus yang buntu: dan jika kateter didorong terus akan
melingkar – lingkar di dalam esophagus yang buntu tersebut.
Diagnosis pasti dapat ditegakkan dengan memasukkan pipa radio-opak atau larutan
kontras liopodol ke dalam esophagus dan dibuat foto toraks biasa.
Diagnosis
Dalam pemeriksaan USG pada usia kehamilan sekitar 26 minggu ditemukan
polyhidramnion tetapi pembesaran perut ibu tidak sesuai dengan umur kehamilan (lebih
kecil).
Terdapatnya kesulitan memasukkan kateter ke dalam lambung, biasanya kateter akan
terhenti pada jarak 10-11 cm dari gusi atas, (ukuran 8-10 French).
Foto polos thorax memperlihatkan gambaran khas esophagus berdilatasi karena terisi
udara, terlihatnya udara dalam lambung atau usus menandakan adanya fistula antara
trachea dan esophagus bagian distal.
USG menunjukkan TEF in utero pada beberapa bayi.
EKG dan echokardiogram dapat dilakukan karena korelasi tinggi pada anomaly jantung.
Komplikasi
Pneunomia aspirasi yang disebabkan karena usaha makan.
Atelaktasis pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat penyumbatan saluran
udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat pernafasan yang sangat dangkal.
Dismotilitas esophagus, terjadi karena kelemahan dinding otot esophagus
Gastrosophagus refluks atau asam lambung naik
Fistula tracheosophagus berulang
Disfagia atau kesulitan menelan
Penatalaksanaan
Pada anak segera dipasang kateter ke dalam esophagus dan bila mungkin dilakukan
penghisapan terus menerus untuk mencegah terjadinya aspirasi.
Posisi anak tidur tergantung pada ada tidaknya fistula, karena aspirasi cairan lambung
lebih berbahaya dari saliva. Anak dengan fistula trakeoesofaus ditidurkan setengah
duduk, anak tanpa fistula diletakkan dengan kepala lebih rendah (posisi trendeleburg)
Bayi dirawat dalam inkubator untuk mencegah terjadinya hipotermia agar mendapatkan
lingkungan yang cukup hangat.
Pemberian antibiotik pada kasus dengan resiko infeksi
Anak dipersiapkan untuk operasi segera
Apakah dapat dilakukan penutupan fistula dengan segera atau hanya dilakukan
gastrotomi tergantung dari jenis kelainan dan keadaan umum anak pada saat itu
Kadang-kadang keadaan bayi memerlukan dilakukannya tindakan bedah dalam 2
tahap,tahap pertama berupa pengikatan fistula serta pemasangan pipa gastrostomi untuk
pemberian makanan,tahap kedua berupa tindakan anastomosis kedua ujung esophagus
Proses Keperawatan
Pengkajian
Saliva berlebihan, tersedak, sianosis, apnea
Sekresi berlebihan, mengalirkan liur konstan, sekresi hidung banyak.
Sianosis intermitten yang tidak diketahui penyebabnya.
Laringaspasme yang disebabkan oleh aspirasi saliva yang terakumulasi dalam kantong
buntu.
Distensi abdominal.
Setelah menelan makanan yang pertama atau kedua : bayi batuk dan tersedak saat cairan
kembali melalui hidung dan mulut trejadi sianosis.
Bayi sering lahir dalam keadaan premetur dan kehamilan mungkin terkomplikasi oleh
hydra amniaon (cairan amniotic berlebihan dalam kantong ).
Masalah Keperawatan
Masalah keperawatan yang mungkin timbul pada klien dengan atresia esofagus
a) Bersihan jalan napas tidak epektif.
b) Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
c) Kesulitan menelan.
d) Aspirasi
Intervensi
Pengobatan segera terdiri dari
Penyokongan bayi pada sudut 30 derajat untuk mencegah refluks isi lambung :
Pengisapan kantong esophagus atas dengan drainase penampung;
Gastrostomi untuk mendekompresi lambung dan mencegah aspirasi (selanjutnya
digunakan untuk pemberian makan)
Puasa, cairan diberikan IV.
Pengobatan secara tepat terhadap proses patologis penyerta,seperti pneumonitis atau
gagal jantung kongestif.
Terapi pendukung meliputi pemenuhan kebutuhan nutrisi, cairan IV,antibiotic, dukungan
pernapasan, dan mempertahankan lingkungan netral secara termal.
Intervensi Pembedahan
Perbaikan primer segera: pembagian fistula diikuti oleh anastomisis esofagus segmen
proksimal dan distal bila berat bayi lebih dari 2000g dan tanpa pneumonia.
Perbaikan primer lanjut: untuk menstabilkan bayi dan mencegah penyimpangan bila bayi
tidak dapat mentoleransi pembedahan dengan segera.
Esofagomiotomi servikal (lubang buatan pada leher yang memungkinkan drainase
esofagus bagian atas) dapat dilakukan bila ujung esofagus terpisah terlau jauh:
pengggantian esophagus dengan segmen usus pada usia 18 sampai 24 bulan.
Intervensi
Pada praoperasi waspada terhadap indikasi gawat napas: retraksi, sianosis, gelisah,
pernapasan cuping hidung, peningkatan frekuensi pernapasan dan jantung.
Pantau tanda –tanda vital dengan sering terhadap perubahan pada tekanan darah dan nadi,
yang dapat mengindikasikan dehidrasi atau kelebihan beban volume cairan.
Pastikan bahwa selang indwelling tetap paten, diganti sesuai kebutuhan, sedikitnya sekali
setiap 12 sampai 24 jam lubang hidung yang digunakan harus bergantian.
Cegah nekrosis lubang hidung dari tekanan oleh kateter
Isap mulut untuk mempertahankan bebas sekresi dan mencegah aspirasi.
Bila gastrotomi dilakukan sebelum pembedahan definitive, pertahankan selang yang
mengalir sesuai gravitasi, dan jangan mengirigasi sebelum pembedahan.
Tempatkan bayi dalam isolette atau dibawah penghangat radian dengan humiditas tinggi.
Bantu dalam mengencerkan sekresi dan mucus yang kental.
Pertahkan suhu bayi dalam zona termoneutral dan isolasi lingkungan untuk mengcegah
infeksi.