Eryth Rosine
Eryth Rosine
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK VIII
DOSEN PENGAMPU
Andita Utami, S.Si., M.Si
0
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT, karena berkat limpahan
rahmat-Nya lah tim penulis dapat menyelesaikan makalah “Kimia Pangan” ini.
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan besar
kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita jalan
yang lurus berupa ajaran agama Islam yang sempurna dan menjadi anugerah
serta rahmat bagi seluruh alam semesta.
Tim penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang
dapat mendidik serta membangun makalah ini agar menjadi lebih baik dan
mendekati kesempurnaan. Dengan kekurangan yang masih ada, tim penulis
mengharapkan masukan untuk menutupi kekurangan tersebut.
Untuk itu tim penulis juga menghaturkan penghargaan dan ucapan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada dosen pembimbing kami ibu Andita
Utami, S.Si., M.Si. yang telah memberikan pengarahannya kepada tim penulis
untuk menyelesaikan tugas ini.
Akhir kata, tim penulis hanya bisa berharap bahwa dibalik kekurangan
yang ada dalam penyusunan makalah ini, masih dapat ditemukan sesuatu yang
dapat memberikan manfaat dan panduan serta perubahan yang lebih baik bagi
tim penulis, pembaca, serta pengguna lainnya.
Tim Penulis
1
DAFTAR ISI
2
I. PENDAHULUAN
3
karena itu, kita perlu mengenal berbagai macam zat pewarna sintetis yang
biasanya digunakan manusia terutama dalam hal makanan agar kita
mengetahui dampak dan bahaya penggunaan bahan pewarna tersebut (Sunarto,
2008).
Dari banyaknya zat pewarna sintetis, salah satu zat pewarna sintetis
yang diizinkan penggunaannya adalah eritrosin (erythrosine).
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana ciri - ciri zat pewarna sintetis eritrosin?
2. Bagaimana kegunaan dari zat pewarna sintetis eritrosin?
3. Bagaimana resiko kesehatan dari penggunaan zat pewarna sintetis
eritrosin?
4. Bagaimana regulasi penggunaan zat pewarna sintetis eritrosin?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui ciri - ciri pewarna sintetis eritrosin.
2. Untuk mengetahui penggunaan zat pewarna sintetis eritrosin.
3. Untuk mengetahui resiko kesehatan dari penggunaan zat pewarna
sintetis eritrosin.
4. Untuk mengetahui regulasi penggunaan zat pewarna sintetis eritrosin.
4
II . PEMBAHASAN
5
Berdasarkan sifat kelarutannya, zat pewarna makanan dikelompokkan
menjadi dye dan lake. Dye merupakan zat pewarna makanan yang umumnya
bersifat larut dalam air. Dye biasanya dijual di pasaran dalam bentuk serbuk,
butiran, pasta atau cairan. Lake merupakan gabungan antara zat warna dye
dan basa yang dilapisi oleh suatu zat tertentu. Karena sifatnya yang tidak larut
dalam air maka zat warna kelompok ini cocok untuk mewarnai produk - produk
yang tidak boleh terkena air atau produk yang mengandung lemak dan minyak
(Atmatsir, 1998).
Menurut Wirnano (2004), eritrosin adalah sebuah senyawa iodo-
anorganik terutama turunan dari flor. Zat pewarna ini merupakan senyawa
sintetis warna cherry-pink. Biasanya digunakan sebagai pewarna makanan.
Serapan maksimumnya terjadi pada panjang gelombang 530 nm dalam larutan
dengan akuades.
6
air berwarna merah cherry tanpa fluoresensi. Larut dalam gliserol dan glikol,
bersifat kurang tahan terhadap cahaya dan oksidator, tetapi tahan terhadap
reduktor dan NaOH. Mudah diendapkan oleh asam, karena itu tidak dapat
dipakai dalam produk minuman (beverages). Eritrosin juga dapat diendapkan
oleh tawas dan FeSO4. Logam Cu hanya sedikit berpengaruh terhadap warna
larutan. Zat pewarna ini terdaftar dengan nama sebagai berikut :
FD&C Red No. 3
E number E127 (Food Red 14)
Color Index no. 45430 (Acid Red 51)
Indian Standards No. 1697
Eritrosin juga direferesikan sebagai pewarna xanthene. Pewarna
xanthene adalah sekelompok pewarna florescent yang warnanya berkisar pada
kuning menjadi merah hingga merah kebiruan. Disebut pewarna xanthene
karena zat ini mengandung sebuah molekul xanthene sebagai dasarnya. Rumus
kimia untuk xanthene adalah C13H10O, yang berarti ada 13 atom karbon, 10
atom hidrogen, dan sebuah atom oksigen. Atom-atom tersebut tersusun seperti
berikut :
7
2.2 Penggunaan
Eritrosin biasanya digunakan untuk mewarnai makanan. Buah ceri yang
ditempatkan dalam toples, seperti ceri maraschino, biasanya diwarnai dengan
eritrosin. Makanan lain yang diwarnai dengan pewarna sintetik ini termasuk
cake icing, kerang pistachio berwarna, makan siang, hot dog, pâté, dan salmon
spread. Zat pewarna ini juga digunakan pada obat gigi yang meninggalkan noda
merah pada gigi untuk mengindikasi area dimana adanya plak gigi. Selain itu,
eritrosin juga sering digunakan oleh industri percetakan untuk berbagai jenis
tinta merah atau cherry-pink. Dulunya zat pewarna ini digunakan sebagai
sensitizer untuk film fotografi ortokromatik.
8
Pemakaian bahan pewarna sintetis dalam makanan walaupun memiliki dampak
positif bagi produsen dan konsumen, yaitu dapat membuat suatu makanan
lebih menarik, meratakan warna makanan dan mengembalikan warna dari
bahan dasar yang hilang atau berubah selama pengolahan, ternyata dapat pula
menimbulkan hal - hal yang tidak diinginkan dan bahkan memberi efek negatif
bagi kesehatan manusia. Beberapa hal yang dapat menimbulkan dampak negatif tersebut
apabila terjadi :
a. Bahan pewarna sintetis yang terdapat dalam makanan ini dikonsumsi dalam jumlah
kecil, namun berulang.
b. Bahan pewarna sintetis yang terdapat dalam makanan ini dikonsumsi dalam jangka
waktu lama.
c. Kelompok masyarakat luas dengan daya tahan yang berbeda - beda, yaitu tergantung
pada umur, jenis kelamin, berat badan, mutu pangan sehari - hari, dan
keadaan fisik.
d. Berbagai masyarakat yang mungkin menggunakan bahan pewarna sintetis secara
berlebih.
e. Penyimpanan bahan pewarna sintetis oleh pedagang bahan kimia
yang tidak memenuhi persyaratan.
Efek kronis yang dapat ditimbulkan dari pewarna sintetis ini adalah apabila
dikonsumsi dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan kanker hati.
Manfaat kesehatan dari eritrosin termasuk meningkatnya produksi susu
pada ibu menyusui. Mengonsumsi eritrosin dalam dosis tinggi dapat bersifat
kasinogen. Selain itu juga dapat mengakibatkan reaksi alergi pada pernafasan
(seperti nafas pendek, dada sesak, sakit kepala, dan iritasi kulit), hiperaktif
pada anak dan efek yang kurang baik pada otak dan perilaku.
Efek samping lainnya adalah pada beberapa kasus berakibat pada
meningkatnya hiperaktivitas, juga adanya kemungkinan hubungan dengan
mutagenisitas. Eritrosin mengakibatkan kenaikan sensitivitas cahaya pada
orang yang sensitif terhadap sinar matahari. Pada konsentrasi yang tinggi,
eritrosin mengganggu metabolism iodium. Akan tetapi, konsentrasi tinggi ini
tidak dapat dicapai melalui konsumsi makanan yang mengandung eritrosin. Zat
pewarna ini aman dikonsumsi oleh orang yang vegetarian atau tidak (Atmatsir,
1998).
Menurut Guthrie (1990), penggunaan bahan pewarna yang digunakan
berlebihan dan terus menerus dapat menyebabkan alergi dan hyperkinesis
(kelainan di masa kanak-kanak yang ditandai dengan hiperaktivitas, gelisah,
impulsif, perhatian yang berpindah-pindah, masa perhatian pendek, toleransi
terhadap frustasi rendah dan kesulitan dalam belajar) pada anak.
9
Timbulnya efek karsinogenik atau toksisitas disebabkan oleh karena
terjadinya penimbunan bahan pewarna di dalam tubuh. Senyawa dengan
kelarutan di dalam air yang cukup tinggi relatif mudah diekresi, sebaliknya
senyawa yang kelarutan dalam air rendah akan mudah untuk diakumulasi
dalam jaringan lemak (Roe, 1970).
Bahan pewarna yang memiliki potensi karsinogenik adalah ponceau 3R,
butter yellow, methyl red, soudan R brown, soudan 7B red, orange SS, dan
crisoidine. Erythrosine merupakan sumber dari munculnya iodine, dan
berdasarkan penelitian toksikologi menyatakan bahwa erythrosine bersifat
karsinogenik pada kelenjar tiroid tikus jantan. Penelitian pada allura red tidak
menunjukkan adanya efek yang merugikan. Tapi hal yang dikhawatirkan dari
allura red adalah adanya bahan tambahan, seperti p-cresidine yang terbukti
bersifat karsinogenik.
Bahan pewarna maupun bahan pengawet yang digunakan dalam
pembuatan saos tomat termasuk kedalam xenobiotika atau karsinogen kimia.
Xenobiotika tersebut dapat mengakibatkan adanya perubahan sel dan dapat
bersifat karsinogen. Oleh karena itu, penggunaan bahan pewarna dan bahan
pengawet pada produk makanan diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI
No.722/Menkes/Per/IX/88. Karsinogen kimia tersebut bekerja secara tidak
langsung dan menjadi aktif hanya setelah mengalami perubahan metabolik,
sehingga agen tersebut disebut sebagai prokarsinogen. Sebagian besar amin
aromatik dan bahan pewarna azo diubah menjadi karsinogen utama dalam hati
oleh sistem enzim sitokrom oksigenase P-450, dan oleh karenanya pada hewan
percobaan menginduksi karsinoma hepatoselular (Robbins dan Kumar, 1995).
Metabolisme prokarsinogen melibatkan enzim monooksigenase dan
transferase. Enzim yang bertanggung jawab atas pengaktifan prokarsinogen
pada prinsipnya adalah spesies sitokrom P-450, yang terletak didalam
retikulum endoplasma. Sitokrom P-450 tersebut akan mengakibatkan reaksi
metabolit berupa penurunan sintesa protein sehingga terjadi ikatan kovalen
pada makromolekul (DNA, RNA, dan Protein), selanjutnya akan terjadi
kesalahan pemberian kode genetik atau bermutasi dan berakhir dengan
terjadinya kanker.
Aktivitas enzim yang memetabolisasi karsinogen kimia dipengaruhi oleh
sejumlah faktor seperti spesies, pertimbangan genetik, usia, atau jenis kelamin.
Variasi pada aktivitas enzim ini membantu menjelaskan sejumlah perbedaan
bermakna pada karsinogenisitas kimia diantara individu dari spesies yang sama
(Murray, 2005).
10
Penggunaan bahan pewarna dan bahan pengawet yang termasuk
kedalam xenobiotika atau karsinogen kimia secara histopatologis dapat
menyebabkan perubahan bentuk dan organisasi sel hati menjadi kronis dan
jaringan disekitarnya mengalami disintegrasi atau disorganisasi. Kerusakan
jaringan hati ditandai dengan adanya degenerasi lemak, piknotik, hiperkromatik
dari nukleus, dan sitolosis dari plasma.
Terjadinya degenerasi lemak disebabkan karena terhambatnya pasokan
energi yang diperlukan untuk memelihara fungsi dan struktur retikulum
endoplasmik sehingga sintesa protein menurun dan sel kehilangan daya untuk
mengeluarkan trigliserida, akibatnya menimbulkan nekrosis hati.
Perubahan morfologis pada nekrosis dapat meliputi perubahan
sitoplasma sel, tetapi yang paling menunjukan kematian sel yaitu pada inti sel.
Biasanya inti sel yang mati itu menyusut, batasnya tidak teratur, dan berwarna
gelap dengan zat warna yang biasanya digunakan oleh ahli patologi. Proses ini
dinamakan piknosis, dan intinya disebut piknotik. Kemungkinan lain, inti dapat
hancur, dan meninggalkan pecahan-pecahan zat kromatin yang tersebar
didalam sel. Proses ini dinamakan karioreksis. Akhirnya pada beberapa
keadaan, inti sel yang mati kehilangan kemampuan untuk diwarnai dan
menghilang begitu saja proses ini disebut kariolisis (Price dan Wilson, 1995).
2.4 Regulasi
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor :
722/MENKES/PER/IX/88 tentang Bahan Tambahan Makanan, penggunaan
eritrosin didasarkan pada makanan yang akan diberi warna.
Tabel 1. Jenis Makanan dan Batas Penggunaan Eritrosin
N
Jenis Bahan Pangan Batas Penggunaan
NO.
11
30 mg/kg, tunggal atau
5
Udang kalengan campuran dengan pewarna
5.
lain
30 mg/kg, tunggal atau
6 campuran dengan pewarna
Udang beku
6. lain, hanya pada produk yang
telah dipanaskan
Yoghurt beraroma dan produk
7 27 mg/kg, berasal dari aroma
yang dipanaskan setelah
7. yang digunakan
fermentasi
8
Irisan daging 15 mg/kg
8.
300 mg/kg, tunggal atau
9
Makanan lain campuran dengan pewarna
9.
lain
Perkiraan jumlah
Jumlah maksimum ADI
maksimum yang
Zat pewarna
mg/70kg berat diserap tubuh
mg/kg
badan (mg/hari/kapita)
12
Kromatografi kertas sesuai untuk pemisahan pewarna, tetapi metode ini
memakan banyak waktu. Selain itu, metode ini memberikan resolusi yang jelek
dan kadang-kadang bercak yang terbentuk tidak terdeteksi dengan baik,
menunjukkan terbentuknya ekor yang dapat mempengaruhi harga Rf.
Berikut ini contoh prosedur analisis zat warna yang terdapat dalam
bahan makanan :
1. Tahap Ekstraksi
Untuk sampel cairan, ambil 25 mL sampel dimasukkan ke dalam
polyamida sepanjang 2 cm sedangkan sampel padatan dilarutkan dalam 25 mL
air panas. Zat pewarna yang terserap dicuci dengan 5 mL aseton sebanyak 5
kali, kemudian dengan 5 mL air panas sebanyak 5 mL untuk menghilangkan
pengotor seperti gula, asam dan sebagainya. Untuk melepas zat pewarnanya
dielusi dengan 20 mL NaOH-metanolat. Larutan yang diperoleh diatur pHnya
menjadi 5 – 6 dengan menambahkan larutan asam asetat metanolat. Larutan
zat warna metanolat diuapkan dengan Buchi rotary evaporator menjadi volume
1 mL sebelum diteteskan pada kertas untuk pemisahan kromatografi.
2. Analisa Kromatografi
Sampel sebanyak 2 µL diteteskan pada kertas Whatman dengan ukuran
12 x 20 cm. Jarak penetesan 1,5 cm dari batas bawah kertas dan jarak antara
penetesan berikutnya 1,5 cm. Kertas dibiarkan mengering selama 15 menit di
udara terbuka dan kemudian dielusi di dalam bejana yang telah berisi eluen
jenuh. Eluen yang digunakan untuk pemisahan campuran zat warna
ditunjukkan pada tabel berikut ini :
Tabel 3. Eluen Pemisahan Campuran Zat Warna
Eluen Komposisi
n-Butanol – Asam asetat – Air 20 : 10 : 50
n-Butanol – Etanol – Air – NH4OH 50 : 25 : 25 : 10
13
benang wool ke dalam sampel tersebut. Memanaskan dan mendiamkan sampai
mendidih (± 10 menit). Mengambil benang wool, dicuci dengan air dan dibilas
dengan aquades. Menambahkan 25 ml amoniak 10 % ke dalam benang wool
yang telah dibilas tersebut. Memanaskan benang wool sampai tertarik pada
benang wool (luntur). Benang wool dibuang, larutan diuapkan di atas water
bath sampai kering. Residu ditambah beberapa tetes metanol, untuk ditotolkan
pada kertas kromatografi yang siap pakai. Dieluasi dalam bejana dengan eluen
sampai mencapai tanda batas. Kertas kromatografi diangkat dan dibiarkan
mengering. Warna yang terjadi diamati, membandingkan Rf (Retardation factor)
antara Rf sampel dan Rf standar. Berikut Perhitungannya :
𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑘𝑜𝑚𝑝𝑜𝑛𝑒𝑛
𝑅𝑓 =
𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑒𝑙𝑢𝑒𝑛
14
a. Preparasi Standart
Deret standar tartrazine (0 ppm – 10 ppm) Memipet masing-masing
1025,4 µl, 2050,8 µl dan 3076,3 µl standar tartrazine 487,6 ppm ke dalam
labutakar 100 ml. Menambahkan aquades masing-masing menjadi 100 ml
kemudian dikocok. Deret standar ini mengandung 0, 1, 2.5, 5, 7.5 dan 10 ppm
tartrazine
Standar Rhodamin B (0 ppm – 10 ppm) Memipet masing-masing 1107,4
µl dan 2214,8 standar tartrazine 451,5 ppm ke dalam labu takar 100 ml.
Menambahkan aquades masing-masing menjadi 100 ml kemudian di kocok.
Deret standar ini mengandung 0, 1, 2.5, 5, 7.5 dan 10 ppm Rhodamin B
b. Preparasi Sampel
Metode preparasi sampel pada analisa kuantitatif secara
Spektrofotometri menggunakan metode preparasi sampel pada analisa kualitatif
(Kromatografi kertas), yaitu :
Memasukan ± 10 ml sampel cair atau 10 – 25 gram sampel padatan ke
dalam gelas piala 100 ml. Diasamkan dengan menambahkan 5 ml asam asetat
10 %. Memasukan dan merendam benang wool ke dalam sampel tersebut.
Memanaskan dan mendiamkan sampai mendidih (± 10 menit). Mengambil
benang wool, dicuci dengan air dan dibilas dengan aquades. Menambahkan 25
ml amoniak 10 % ke dalam benang wool yang telah dibilas tersebut.
Memanaskan benang wool sampai warna yang tertarik pada benang wool luntur
kembali. Warna yang telah ditarik dari benang wool dan masih larut dalam
amoniak kemudian di analisa dengan spektrofotometer UV-Visibel. Perhitungan
sebagai berikut dengan diketahui FP (Faktor Pengenceran) :
15
III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas adapun kesimpulan yang dapat disimpulkan
sebagai berikut :
1. Eritrosin merupakan zat pewarna sintetis yang digunakan sebagai
pewarna makanan dan juga termasuk senyawa kimia dengan beberapa
sifat-sifat kimianya, dengan bernama kimia 9-(o-karboksifenil)-6-
hidroksi-2,4,5,7-tetraiodo-3-isoxanthone monohidrat garam dinatrium.
Zat pewarna ini larut dalam air dan ethanol. Ketika dilarutkan di air,
terdapat kurang dari 0,2% bahan yang tidak larut.
2. Eritrosin biasanya digunakan untuk mewarnai makanan. Buah ceri yang
ditempatkan dalam toples, seperti ceri maraschino. Bisa juga digunakan
pada obat gigi yang meninggalkan noda merah pada gigi untuk
mengindikasi area dimana adanya plak gigi dan industri percetakan
untuk berbagai jenis tinta merah atau cherry-pink.
3. Mengonsumsi eritrosin dalam dosis tinggi dapat bersifat kasinogen.
Selain itu juga dapat mengakibatkan reaksi alergi pada pernafasan
(seperti nafas pendek, dada sesak, sakit kepala, dan iritasi kulit),
hiperaktif pada anak dan efek yang kurang baik pada otak dan perilaku.
4. Di Indonesia, zat ini diperbolehkan penggunaannya dengan batas
penggunaan yang sudah diatur oleh Menteri Kesehatan Republik
Indonesia dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
nomor: 722/MENKES/PER/IX/88 tentang Bahan Tambahan Makanan.
3.2 Saran
Penggunaan zat pewarna sintetis memang lebih praktis dan harganya
lebih murah daripada zat pewarna alami. Akan tetapi, penggunaan zat pewarna
sintetis ini, terutama eritrosin, perlu diperhatikan batas pemakaian dalam
bahan makanan.
16
DAFTAR PUSTAKA
17