Anda di halaman 1dari 31

Makalah Teori Akuntansi

PENALARAN (REASONING)
Dosen Pengampu:

OLEH

KELOMPOK III

PITY ADINDA HZ (7151142031)

SITI KHODIJAH (7152142013)

SHELLY

PRODI PENDIDIKAN AKUNTANSI

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2017/ 2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT. Karena rahmatnya, kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Teori
Akuntansi “ Penalaran (Reasoning)”. Makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas Teori
Akuntansi

Kami menyadari bahwa makalah ini belum sempurna. Karena dalam banyak hal
masih merupakan himpunan dari berbagai kutipan yang di ambil dari sumber buku yang
dipergunakan.Untuk itu penyusun dengan senang hati menerima kritik dari pembaca demi
perbaikan.

Akhirnya kami tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam menyusun makalah ini.

Medan, 01 Maret 2018

Kelompok III

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................ i

DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang Masalah .................................................................................................. 1

1.2. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 1

1.3. Tujuan.............................................................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................... 2

2.1. Pengertian Reasoning (Penalaran) .................................................................................. 2

2.2. Unsur dan Struktur Penalaran ......................................................................................... 3

2.3. Asersi.............................................................................................................................. 4

2.4. Keyakinan........................................................................................................................ 7

2.5. Argumen .......................................................................................................................... 9

2.6. Kecohan (Fallacy) ......................................................................................................... 16

BAB III PENUTUP ................................................................................................................. 26

3.1. Kesimpulan.................................................................................................................... 26

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 28

ii
BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah


Akuntansi adalah pengukuran, penjabaran, atau pemberian kepastian mengenai informasi
yang akan membantu manajer, investor, otoritas pajak dan pembuat keputusan lain untuk
membuat alokasi sumber daya keputusan di dalam perusahaan, organisasi, dan lembaga
pemerintah. Akuntansi adalah seni dalam mengukur, berkomunikasi dan menginterpretasikan
aktivitas keuangan.
Teori akuntansi merupakan suatu pengetahuan yang menjelaskan mengapa praktik
akuntansi berjalan seperti yang ada sekarang. Teori akuntansi berkepentingan untuk
menghasilkan pernyataan-pernyataan umum (yang bermula dari hipotesis) sebagai penjelasan
praktik akuntansi. Penjelasan praktik akuntansi tersebut hanya bisa diperoleh melalui
penalaran yang baik, sehingga diperoleh keyakinan bahwa suatu pernyataan atau argumen
layak untuk diterima atau ditolak.
Pada makalah ini kami mencoba untuk menyajikan pembahasan mengenai penalaran
(reasoning), dimana penalaran merupakan pengetahuan tentang prinsip-prinsip berpikir logis
yang menjadi basis dalam diskusi ilmiah.

Rumusan Masalah
1. Apa defenisi, unsur dan struktur penalaran?
2. Bagaimana pemahaman mengenai peranan asersi, keyakinan dan argumen dalam
mempelajari teori akuntansi?
3. Bagaimana pengetahuan mengenai kecohan- kecohan yang dapat mengganggu
penalaran?
4. Bagaiaman pengaruh aspek- aspek manusia terhadap penalaran?

Tujuan
1. Memahami definisi, unsur, dan struktur penalaran;
2. Memperoleh pemahaman mengenai peranan asersi, keyakinan, dan argumen dalam
mempelajari teori akuntansi;
3. Memperoleh pengetahuan mengenai kecohan-kecohan yang dapat mengganggu
penalaran
4. Mengetahui aspek-aspek manusia yang mempengaruhi penalaran tersebut.

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Reasoning (Penalaran)


Menurut Suwardjono, penalaran merupakan pengetahuan tentang prinsip-prinsip
berpikir logis yang menjadi basis dalam diskusi ilmiah. Penalaran juga merupakan suatu ciri
sikap (attitude) ilmiah yang sangat menuntut kesungguhan (commitment) dalam menemukan
kebenaran ilmiah.
Terdapat beberapa definisi mengenai penalaran (reasoning) di antaranya yaitu:
Reasoning encompasses many of the processes we use to form and evaluate beliefs-
beliefs about the world, about people, about the truth or falsity of claims we encounter or
make. It involves the production and evaluation of arguments, the making of inferences and
the drawing of conclusions, the generation and testing of hypotheses. It requires both
deduction and induction, both analysis and synthesis, and both criticality and creativity
(Nickerson, 1986)
(Penalaran meliputi banyak proses yang digunakan untuk membentuk dan mengevaluasi
keyakinan mengenai dunia, orang, maupun kebenaran ataupun kesalahan atas claim yang kita
temui atau kita buat. Hal ini melibatkan pembuatan dan evaluasi argumen, pembuatan dugaan
serta penyusunan kesimpulan,pembuatan dan pengujian hipotesis. Hal ini juga membutuhkan
deduksi dan induksi, analisis dan sintesis, serta sikap kritis dan kreativitas)
Dari pengertian penalaran oleh Nickerson, Suwardjono menyimpulkan definisi penalaran
sebagai proses berpikir logis dan sistematis untuk membentuk dan mengevaluasi suatu
keyakinan (belief) terhadap suatu pernyataan atau asersi (assertion).

Suwardjono mengatakan bahwa penalaran melibatkan inferensi (inference), yaitu proses


penurunan konsekuensi logis dan melibatkan pula proses penarikan simpulan dari
serangkaian pernyataan atau asersi, proses ini dapat bersifat deduktif maupun induktif.
Kita sering mendengar istilah teori, apakah yang membedakan penalaran dengan teori?
Menurut Suwardjono teori merupakan sarana untuk menyatakan suatu keyakinan sedangkan
penalaran merupakan proses untuk mendukung keyakinan tersebut.

2
Selain itu terdapat juga istilah argumen, apakah yang membedakan argumen dengan
penalaran?. Trudy Govier (1989) dalam jurnalnya yang berjudul “Critical Thinking as
Argument Analysis” menyatakan bahwa “An argument is a publicly expressed tool of
persuasion. Typically it takesthinking to construct an argument. Reasoning is distinguished
fromarguing along these lines: reasoning is what you may do before youargue, and your
argument expresses some of your (best) reasoning. Butmuch reasoning is done before and
outside the context of argument”.
(Suatu argumen secara umum merupakan alat persuasi. Secara khusus, diperlukan pemikiran
untuk membangun suatu argumen. Yang membedakan penalaran dengan argumentasi dalam
hal ini yaitu: penalaran adalah apa yang dilakukan sebelum berargumen, dan argumen
mengekspresikan sebagian dari penalaran (yang terbaik). Namun demikian banyak penalaran
yang dilakukan sebelum dan diluar konteks dari suatu argumentasi).

2.2. Unsur dan Struktur Penalaran


1. Asersi
Merupakan suatu pernyataan yang menegaskan bahwa sesuatu adalah benar.
2. Keyakinan
Merupakan tingkat kebersediaan (willingness) untuk menerima bahwa suatu
pernyataan atau teori (penjelasan) mengenai suatu fenomena atau gejala (alam atau sosial)
adalah benar.
3. Argumen
Merupakan serangkaian asersi beserta keterkaitan (artikulasi) dan inferensi atau
penyimpulan yang digunakan untuk mendukung suatu keyakinan. Argumen menjadi unsur
penting dalam penalaran karena digunakan untuk membentuk, memelihara, atau mengubah
suatu keyakinan.
Struktur penalaran menggambarkan hubungan antara ketiga konsep tersebut dalam
menghasilkan daya dukung atau bukti rasional terhadap keyakinan tentang suatu pernyataan.

3
Bagan proses atau struktur penalaran dapat digambarkan dengan alur sebagai berikut:

Argumen dalam proses penalaran merupakan salah satu bentuk bukti yang oleh Mautz
dan Sharaf (1984) disebut sebagai argumentasi rasional. Selain itu terdapat dua jenis bukti
lain yaitu:
- Bukti Natural (Natural evidence)
- Bukti Ciptaan (Created evidence)
Namun demikian dalam teori akuntansi yang akan banyak diperlukan adalah bentuk
argumentasi rasional karena pembahasannya mengenai masalah konseptual, terutama apabila
akuntansi dipandang sebagai teknologi dan teori akuntansi dianggap sebagai penalaran logis.
Bukti sendiri merupakan sesuatu yang memberi dasar rasional dalam pertimbangan untuk
menetapkan kebenaran suatu pernyataan.

2.3. Asersi
A. Pengertian Asersi

Asersi (pernyataan) memuat penegasan tentang sesuatu atau realitas. Pada umumnya
asersi dinyatakan dalam bentuk kalimat. Beberapa contoh asersi, antara lain :

Manusia adalah makhluk sosial.

Beberapa obat batuk menyebabkan kantuk.

Statemen aliran kas bermanfaat bagi investor dan kreditor.

Perusahaan besar akan memilih metoda MPKP.

Dalam sektor publik, anggaran merupakan alat pengendalian dan pengawasan yang paling
andal. Beberapa asersi mengandung pengkuantifikasi yaitu semua (all), tidak ada (no), dan
beberapa (some). Asersi yang memuat pengkuantifikasi semua dan tidak ada

4
Merupakan asersi universal sedangkan yang memuat penguantifikasi beberapa
merupakan asersi spesifik. Pengkuantifikasi diperlukan untuk menentukan ketermasukan
(inclusiveness) atau keuniversalan asersi.
Dalam penullisan, asersi ada yang dinyatakan secara makna (meaning). Asersi yang disajikan
secara makna biasanya cenderung akan salah diinterpretasikan dalam kondisi keterbatasan
bahasa dan sudut pandang. Oleh karena itu, asersi yang disajikan secara makna akan
mengganggu evaluasi argumen. Maka biasanya asersi dinyatakan dalam bentuk struktur atau
bentuk (form). Contoh penyajian struktur umum asersi:
Semua A adalah B.

Tidak ada satupun A adalah B.

Beberapa A adalah B.
Dengan cara penyajian struktur umum asersi seperti diatas, asersi lebih dapat dinilai
dengan valid dalam mengevaluasi argumen, karena tidak akan terpengaruh dari segi makna
dan realitas sebenarnya.
Asersi juga dapat ditampilkan dalam bentuk diagram. Dengan menampilkannya dalam bentuk
diagram maka akan dapat terlihat jelas hubungan ketermasukan dari asersi tersebut.
Berikut adalah contoh hubungan asersi yang digambarkan dalam diagram
a. Hubungan Inklusi


 Semua A adalah B
 Tidak semua B adalah A

b. Hubungan Eksklusi

 Tidak satupun A adalah B


 Tidak satupun B adalah A

5
C. Hubungan Saling Isi (Overlaping)


 Beberapa B adalah A
 Beberapa A adalah B

B. Asersi untuk Interpretasi Istilah


Penyajian asersi dalam bentuk diagram dapat digunakan untuk mengevaluasi
ketepatan makna dari suatu istilah. Seperti contohnya frase “Meja biru bundar” tidak akan
sama dengan “Meja Bundar Biru”. Dalam kenyataannya penggunaan istilah “Bersertifikat
Akuntan Publik” atau BAP dinilai tidak tepat dengan kaidah bahasa Indonesia yang
menggunakan DM yaitu diterangkan-menerangkan. Penyimpangan makna dari suatu asersi
mengindikasikan suatu argumen atau penalaran dalam mengartikan suatu istilah asing
terkadang tidak valid atau berbeda-beda.
C. Jenis Asersi
Asersi dapat diklasifikasikan menjadi asumsi (assumption), hipotesis (hypothesis),
dan pernyataan fakta (statement of fact). Asumsi adalah asersi yang diyakini benar meskipun
orang tidak dapat mengajukan atau menunjukkan bukti tentang kebenarannya secara
meyakinkan atau asersi yang orang bersedia untuk menerima sebagai benar untuk keperluan
diskusi atau debat. Hipotesis adalah asersi yang kebenarannya belum atau tidak diketahui
tetapi diyakini bahwa asersi tersebut dapat diuji kebenarannya. Pernyataan fakta adalah asersi
yang bukti tentang kebenarannya diyakini sangat kuat atau bahkan tidak dapat dibantah.
D. Fungsi Asersi
Asersi memegang fungsi yang sangat penting dalam pembentukan argumen, yaitu
dapat berfungsi sebagai premis dan konklusi. Premis adalah asersi yang digunakan untuk
mendukung konklusi. Konklusi adalah asersi yang diturunkan dari serangkaian asersi.
Konklusi dari suatu argumen dapat menjadi premis dalam argumen yang lainnya.
Prinsip yang dipakai adalah suatu kredibilitas konklusi tidak dapat melebihi kredibilitas
terendah premis-premis yang digunakan untuk menurunkan konklusi. Artinya, kalau konklusi
diturunkan dari serangkaian premis yang salah satu merupakan pernyataan fakta dan yang

6
lain asumsi, konklusi tidak dapat dipandang sebagai pernyataan fakta. Dengan kata lain,
keyakinan terhadap konklusi dibatasi oleh keyakinan terhadap premis.

2.4. Keyakinan
A. Pengertian Keyakinan
Keyakinan terhadap asersi adalah tingkat kebersediaan untuk menerima bahwa asersi
tersebut benar. Keyakinan diperoleh karena kepercayaan (confidence) tentang kebenaran
yang dilekatkan pada suatu asersi. Suatu asersi dapat dipercaya karena adanya bukti yang
kuat untuk menerimanya sebagai hal yang benar.
Orang dikatakan yakin terhadap suatu asersi bila dia menunjukkan perbuatan, sikap, dan
pandangan seolah-olah asersi tersebut benar karena dia percaya bahwa asersi tersebut benar.
Kepercayaan diberikan kepada suatu asersi biasanya setelah dilakukan evaluasi terhadap
asersi atas dasar argumen yang digunakan untuk menurunkan asersi. Oleh karena itu, dapat
dikatakan bahwa keyakinan merupakan produk, hasil, atau tujuan suatu penalaran. Berbagai
faktor mempengaruhi tingkat keyakinan seseorang atas suatu asersi. Karakteristik (sifat)
asersi menentukan mudah-tidaknya keyakinan seseorang dapat diubah melalui penalaran.
B. Properitas Keyakinan
Semua penalaran bertujuan untuk menghasilkan keyakinan terhadap asersi yang
menjadi konklusi penalaran. Pemahaman terhadap beberapa properitas (sifat) keyakinan
sangat penting dalam mencapai keberhasilan berargumen. Argumen dianggap berhasil kalau
argumen tersebut dapat mengubah keyakinan. Berikut ini dibahas properitas keyakinan yang
perlu disadari dalam berargumen :
1. Keadabenaran (Plausibility)
Sebagai produk penalaran, untuk dapat menimbulkan keyakinan, suatu asersi harus
ada benarnya (plausible). Keadabenaran atau plaisibilitas (plausibility) suatu asersi
bergantung pada apa yang diketahui tentang isi asersi atau pengetahuan yang mendasari (the
uderlying knowledge) dan pada sumber asersi (the source). Pengetahuan yang mendasari
(termasuk pengalaman) biasanya menjamin kebenaran asersi. Oleh karena itu, konsistensi
suatu asersi dengan pengetahuan yang mendasari akan menentukan plausibilitas asersi.
2. Bukan Pendapat
Keyakinan adalah sesuatu yang harus dapat ditunjukkan atau dibuktikan secara objektif
apakah tia salah atau benar dan sesuatu yang diharapkan menghasilkan kesepakatan
(agreement) oleh setiap orang yang mengevaluasinya atas dasar fakta objektif. Pendapat atau

7
opini adalah asersi yang tidak dapat ditentukan benar atau salah karena berkaitan dengan
kesukaan (preferensi) atau selera. Berbeda dengan keyakinan, plausibilitas pendapat tidak
dapat ditentukan. Artinya, apa yang benar bagi seseorang dapat salah bagi yang lain.
Walaupun dalam kenyataannya kedua konsep tersebut tidak dibedakan secara tegas,
penalaran logis yang dibahas di sini lebih ditujukan pada keyakinan daripada pendapat.
3. Bertingkat
Keyakinan yang didapat dari suatu asersi tidak bersifat mutlak tetapi bergradasi mulai
dari sangat maragukan sampai sangat meyakinkan (convincing). Tingkat keyakinan
ditentukan oleh kuantitas dan kualitas bukti untuk mendukung asersi. Orang yang objektif
dan berpikir logis tentunya akan bersedia untuk mengubah tingkat keyakinannya manakala
bukti baru mengenai plausibilitas suatu asersi diperoleh.
4. Berbias
Selain kekuatan bukti objektif yang ada, keyakinan dipengaruhi oleh preferensi,
keinginan, dan kepentingan pribadi yang karena sesuatu hal perlu dipertahankan. Idealnya,
dalam menilai plausibilitas suatu asersi orang harus bersikap objektif dengan pikiran terbuka
(open mind). Pada umumnya, bila orang mempunyai kepentingan, sangat sulit baginya untuk
bersikap objektif. Dengan bukti objektif yang sama, suatu asersi akan dianggap sangat
meyakinkan oleh orang yang mempunyai kepentingan pribadi yang besar dan hanya dianggap
agak atau kurang meyakinkan oleh orang yang netral. Demikian pula sebaliknya.
5. Bermuatan Nilai
Orang melekatkan nilai (value) terhadap suatu keyakinan. Nilai keyakinan adalah tingkat
penting-tidaknya suatu keyakinan perlu dipegang atau dipertahankan seseorang. Nilai
keyakinan bagi seseorang akan tinggi apabila perubahan keyakinan mempunyai implikasi
serius terhadap filosofi, sistem nilai, martabat, pendapatan potensial, dan perilaku orang
tersebut.
6. Berkekuatan

Kekuatan keyakinan adalah tingkat kepercayaan yang dilekatkan seseorang pada


kebenaran suatu asersi. Orang yang nyatanya tidak mengerjakan apa yang terkandung dalam
asersi menandakan bahwa keyakinannya terhadap kebenaran asersi lemah. Dapat dikatakan
bahwa semua properitas keyakinan merupakan faktor yang menentukan tingkat kekuatan
keyakinan seseorang.

8
7. Veridikal (Veridicality)

Veridikalitas (veridicality) adalah tingkat kesesuaian keyakinan dengan realitas. Realitas


yang dimaksud di sini adalah apa yang sungguh-sungguh benar tentang asersi yang diyakini.
Dengan kata lain, veridikalitas adalah mudah tidaknya fakta ditemukan dan ditunjukkan
untuk mendukung keyakinan.
8. Berketertempaan (Malleability)

Ketertempaan (malleability) atau kelentukan keyakinan berkaitan dengan mudah


tidaknya keyakinan tersebut diubah dengan adanya informasi yang relevan. Berbeda dengan
veridikalitas, ketertempaan tidak memasalahkan apakah suatu asersi sesuai atau tidak dengan
realitas tetapi lebih memasalahkan apakah keyakinan terhadap suatu asersi dapat diubah oleh
bukti.

2.5. Argumen
1. Pengertian Argumen
Pengertian argumen menurut Nickerson (1986):
An argumen is an effort to convince someone to believe or to do something. An argumen is a
set of assertion, one of which is a conclusion or key assertion, and the rest of which are
intended to support that conclusion or key assertion. Dalam arti positif, argumen dapat
disamakan dengan penalaran logis untuk menjelaskan atau mengajukan bukti rasional tentang
suatu asersi.
2. Anatomi Argumen
Argumen terdiri atas serangkaian asersi. Asersi dapat berfungsi sebagai premis atau
konklusi (atau asersi kunci) yang merupakan komponen argumen. Berikut ini adalah
beberapa contoh argumen
 Merokok adalah penyebab kanker karena kebanyakan penderita kanker adalah perokok.
 Jika suatu binatang menyusui, maka binatang tersebut mempunyai paru-paru karena
semua binatang menyusui mempunyai paru-paru.
 Kreditor adalah pihak yang dituju oleh pelaporan keuangan sehingga statemen keuangan
harus memuat informasi tentang kemampuan membayar utang.

9
 Karena akuntansi menekankan substansi daripada bentuk, statemen keuangan beberapa
perusahaan yang secara yuridis terpisah tetapi secara ekonomik merupakan satu
perusahaan harus dikonsolidasi.
 Karena akuntansi menganut kesatuan usaha ekonomik, beberapa perusahaan yang secara
yuridis terpisah harus dianggap sebagai satu kesatuan ekonomik kalau perusahaan-
perusahaan tersebut ada di bawah satu kendali. Oleh karena itu, laporan konsolidasian
harus disusun oleh perusahaan pengendali.
Sebagai suatu argumen, asersi yang satu harus mendukung asersi yang lain yang
menjadi konklusi. Kata-kata dengan huruf miring di atas merupakan kata indikator argumen
yang dapat digunakan untuk menunjuk mana premis dan mana konklusi.
Dalam banyak hal, argumen tidak menunjukkan secara eksplisit kata-kata indikator sehingga
tidak dapat segera diidentifikasi mana premis dan mana konklusi. Akibatnya, sulit untuk
menentukan mana asersi yang mendukung dan mana asersi yang didukung sehingga dapat
timbul berbagai interpretasi terhadap argumen. Bila hal ini terjadi, premis dan konklusi dapat
diidentifikasi dengan principle of charitable interpretation (prinsip interpretasi terdukung).
Prinsip ini menyatakan bahwa bila terdapat lebih dari satu interpretasi terhadap suatu
argumen, argumen harus diinterpretasi sehingga premis-premis yang terbentuk memberi
dukungan yang paling kuat terhadap konklusi yang dihasilkan. Dengan kata lain, argumen
yang dipilih adalah argumen yang plausibilitasnya paling tinggi atau yang paling masuk akal
(valid) dalam konteks yang dibahas.
3. Jenis Argumen

a) Argumen Deduktif
Argumen atau penalaran deduktif adalah proses penyimpulan yang berawal dari suatu
pernyataan umum yang disepakati (premis) ke pernyataan khusus sebagai simpulan
(konklusi). Argumen deduktif disebut juga argumen logis karena kalau premis-premisnya
benar konklusinya harus benar (valid). Kebenaran konklusi tidak selalu berarti bahwa
konklusi merefleksi realitas (truth). Hal inilah yang membedakan argumen sebagai bukti
rasional dan bukti fisis/langsung/empiris berupa fakta. Salah satu bentuk penalaran deduktif
adalah suatu penalaran yang disebut silogisma. Silogisma terdiri atas tiga komponen yaitu
premis major (major premise), premis minor (minor premise), dan konklusi (conclusion).
Dalam silogisma, konklusi diturunkan dari premis yang diajukan seperti contoh berikut:
Premis major : Semua binatang menyusui mempunyai paru-paru
Konklusi : Kucing mempunyai paru-paru.

10
“Semua binatang menyusui” dalam contoh di atas disebut anteseden (antecedent) sedangkan
“mempunyai paru-paru” merupakan konsekuen (consequent). Dalam silogisma, konklusi
akan benar bila kedua premis benar dan premis minor menegaskan anteseden (disebut pola
modus ponens) atau premis minor menyangkal konsekuen (disebut pola modus tollens).
Konklusi di atas benar karena “kucing binatang menyusui” menegaskan “semua binatang
menyusui” sebagai anteseden. Jadi, konklusi mengikuti kedua premis secara logis.
Penalaran deduktif berlangsung dalam tiga tahap yaitu: (1) penentuan pernyataan
umum (premis major) yang menjadi basis penalaran, (2) penerapan konsep umum ke dalam
situasi khusus yang dihadapi (proses deduksi), (3) penarikan simpulan secara logis yang
berlaku untuk situasi khusus tersebut.
Penalaran deduktif dalam akuntansi digunakan untuk memberi keyakinan tentang
simpulan-simpulan yang diturunkan dari premis yang dianut. Dalam teori akuntansi, premis
major sering disebut sebagai postulat (postulate). Sebagai penalaran logis, argumen-argumen
yang dihasilkan dengan pendekatan deduktif dalam akuntansi akan membentuk teori
akuntansi.
b) Evaluasi Penalaran Deduktif
Tujuan utama mengevaluasi argumen adalah untuk menentukan apakah konklusi
argumen benar dan meyakinkan. Untuk menilai suatu argumen deduktif (logis), Nickerson
(1986) mengajukan empat pertanyaan yang harus dijawab, yaitu:
(1) Apakah argumen lengkap?
(2) Apakah artinya jelas?
(3) Apakah argumen valid? (Apakah konklusi mengikuti premis?)
(4) Apakah premis dapat dipercaya (diterima)?
Keempat pertanyaan di atas merupakan kriteria evaluasi yang terdiri atas
kelengkapan, kejelasan, kesahihan, dan kepercayaian. Apabila jawaban untuk keempat
pertanyaan di atas adalah positif, maka konklusi memberi keyakinan tentang kebenarannya.
Kelengkapan: validitas konklusi menjadi kurang meyakinkan bila premis-premis yang
diajukan tidak lengkap.
Kejelasan: keyakinan merupakan fungsi kejelasan makna. Kejelasan tidak hanya diterapkan
untuk makna premis tetapi juga untuk hubungan antarpremis (inferensi dan penyimpulan).
Keterbatasan bahasa, kesalahan bahasa, dan keterbatasan pengetahuan tentang topik yang
dibahas merupakan faktor yang menentukan kejelasan dan bahkan pemahaman argumen.

11
Kesahihan (validitas) merupakan kriteria utama untuk menilai penalaran logis. Perlu
dibedakan di sini antara validitas dan kebenaran (truth). Validitas adalah sifat yang melekat
pada argumen sedangkan kebenaran adalah sifat yang melekat pada asersi. Secara struktural,
validitas argumen tidak bergantung pada kebenaran asersi. Artinya, argumen dikatakan valid
kalau konklusi diturunkan secara logis dari premis tanpa memperhatikan apakah premis itu
sendiri benar atau salah.
Hubungan Kebenaran Premis dan Kebenaran Logis Konklusi
dalam Penalaran Deduktif

Keterpercayaian melengkapi ketiga kriteria sebelumnya agar konklusi meyakinkan


sehingga orang bersedia menerima. Orang bersedia menerima suatu asersi kalau dia percaya
pada asersi tersebut. Orang dapat percaya pada suatu asersi kalau asersi tersebut ada benarnya
(plausible).
c) Argumen Induktif
Penalaran ini berawal dari suatu pernyataan atau keadaan yang khusus dan berakhir
dengan pernyataan umum yang merupakan generalisasi dari keadaan khusus tersebut. Dalam
argumen ada benarnya (plausible), konklusi merupakan generalisasi dari premis sehingga
tujuan argumen adalah untuk meyakinkan bahwa probabilitas atau kebolehjadian (likelihood)
kebenaran konklusi cukup tinggi atau sebaliknya, ketakbenaran konklusi cukup rendah
kebolehjadiannya (unlikely). Karena konklusi (generalisasi) didasarkan pada pengamatan
atau pengalaman yang nyatanya terjadi, penalaran induktif disebut pula generalisasi empiris
(empirical generalization).
Dalam penalaran induktif, kebenaran premis tidak selalu menjamin sepenuhnya kebenaran
konklusi. Kebenaran konklusi hanya dijamin dengan tingkat keyakinan (probabilitas)
tertentu. Artinya, jika premis benar, konklusi tidak selalu benar (not necessarily true).

12
d) Argumen dengan Analogi
Penalaran dengan analogi adalah penalaran yang menurunkan konklusi atas dasar
kesamaan atau kemiripan (likeness) karakteristik, pola, fungsi, atau hubungan unsur (sistem)
suatu objek yang disebutkan dalam suatu asersi. Analogi bukan merupakan suatu bentuk
pembuktian tetapi merupakan suatu sarana untuk meyakinkan bahwa asersi konklusi
mempunyai kebolehjadian untuk benar. Walaupun analogi banyak digunakan dalam
argumen, argumen semacam ini banyak mengandung kelemahan. Perbedaan-perbedaan
penting yang mempengaruhi (melemahkan) konklusi sering tersembunyi atau disembunyikan.
Perbedaan sering lebih dominan daripada kemiripan. Dalam analogi nahkoda misalnya,
warga dalam kapal jumlahnya lebih kecil dan tidak terdapat lembaga perwakilan seperti
dalam negara. Karena bukan merupakan pembuktian, analogi sering disalahgunakan untuk
pembuktian sebagai cara untuk mengecoh orang.

e) Argumen Sebab-Akibat
Menyatakan konklusi sebagai akibat dari asersi tertentu disebut juga dengan argumen
dengan penyebaban (argument by causation) atau generalisasi kausal (causal generalization).
Untuk dapat menyatakan adanya hubungan kausal perlu diadakan pengujian tentang apa yang
sebenarnya terjadi. Kaidah untuk menguji adanya hubungan kausal adalah apa yang disebut
kaidah kecocokan (method of agreement), kaidah kecocokan negatif (negative canon of
agreement) dan kaidah perbedaan (method of difference) yang dikemukakan oleh John Stuart
Mill (sehingga seluruh kaidah disebut dengan kaidah Mill).
Kaidah kecocokan menyatakan bahwa jika dua kasus (atau lebih) dalam suatu fenomena
mempunyai satu dan hanya satu kondisi atau faktor yang sama (C), maka kondisi tersebut
dapat menjadi penyebab timbulnya gejala (Z).
Kaidah kecocokan negatif menyatakan bahwa jika tiadanya suatu faktor (C) berkaitan dengan
tiadanya gejala (Z), maka ada bukti bahwa hubungan faktor dan gejala tersebut bersifat
kausal.
Kaidah perbedaan menyatakan bahwa jika terdapat dua kasus atau lebih dalam suatu
fenomena, dan dalam salah satu kasus suatu gejala (Z) muncul sementara dalam kasus
lainnya gejala tersebut (Z) tidak muncul; dan jika faktor tertentu (C) terjadi ketika gejala
tersebut (Z) muncul, dan faktor tersebut (C) tidak terjadi ketika gejala tersebut (Z) tidak
muncul; maka dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan kausal antara faktor (C) dan gejala
(Z) tersebut.

13
4. Kriteria Penyebaban
Kaidah perbedaan Mill sebenarnya merupakan suatu rancangan untuk menguji secara
ekperimental apakah memang terdapat hubungan kausal. Untuk menguji dan menyatakan
bahwa suatu faktor atau variabel (C) menyebabkan suatu gejala atau variabel lain (Z) terjadi,
tiga kriteria berikut harus dipenuhi:
(1) C dan Z bervariasi bersama. Bila C berubah, Z juga berubah.
(2) Perubahan C terjadi sebelum atau mendahului perubahan Z terjadi.
(3) Tidak ada faktor lain selain C yang mempengaruhi perubahan Z.

14
Kriteria (1) harus dipenuhi karena hubungan sebab-akibat hanya terjadi jika ada
perubahan baik faktor sebab maupun faktor akibat. Perubahan di sini harus diartikan secara
luas sebagai perbedaan keadaan (status/klasifikasi/gejala) atau nilai (skor/peringkat).
Kriteria (2) harus dipenuhi karena penyebaban menuntut adanya pengaruh satu faktor
terhadap faktor yang lain dalam selang waktu tertentu. Oleh karena itu, perubahan faktor
sebab harus terjadi dahulu sebelum perubahan faktor akibat terjadi. Dengan kata lain, harus
ada semacam ketergantungan atau dependensi faktor akibat pada faktor sebab. Selang waktu
tersebut dapat sekejap atau lama bergantung pada masalah yang dibahas.
Untuk meyakinkan bahwa faktor sebab benar-benar menyebabkan faktor akibat,
kriteria (3) harus dipenuhi. Tidak adanya faktor-faktor lain selain faktor sebab yang
diteorikan harus diartikan bahwa faktor-faktor lain tersebut memang tidak ada atau kalau ada,
pengaruh faktor-faktor lain tersebut dapat dikendalikan, diukur, atau diisolasi sehingga
diperoleh keyakinan yang tinggi bahwa perubahan faktor sebab benar-benar menyebabkan
perubahaan faktor akibat. Misalnya, untuk meyakinkan apakah kegaduhan (noise)
menyebabkan turunnya produktivitas ayam petelur, faktor lain yang diduga juga merupakan
penyebab seperti penyinaran, temperatur, dan jenis makanan harus dikendalikan atau dijaga
konstan.
5. Penalaran Induktif dalam Akuntansi
Penalaran induktif dalam akuntansi pada umumnya digunakan untuk menghasilkan
pernyataan umum yang menjadi penjelasan (teori) terhadap gejala akuntansi tertentu.
Pernyataan-pernyataan umum tersebut biasanya berasal dari hipotesis yang diajukan dan diuji
dalam suatu penelitian empiris. Hipotesis merupakan generalisasi yang dituju oleh penelitian
akuntansi. Bila bukti empiris konsisten dengan (mendukung) generalisasi tersebut maka
generalisasi tersebut menjadi teori yang valid dan mempunyai daya prediksi yang tinggi.

15
Dalam praktiknya, penalaran induktif tidak dapat dilaksanakan terpisah dengan
penalaran deduktif atau sebaliknya. Kedua penalaran tersebut saling berkaitan. Premis dalam
penalaran deduktif, misalnya, dapat merupakan hasil dari suatu penalaran induktif. Demikian
juga, proposisi-proposisi akuntansi yang diajukan dalam penelitian biasanya diturunkan
dengan penalaran deduktif. Bila dikaitkan dengan perspektif teori yang lain, teori akuntansi
normatif biasanya berbasis penalaran deduktif sedangkan teori akuntansi positif biasanya
berbasis penalaran induktif. Secara umum dapat dikatakan bahwa teori akuntansi sebagai
penalaran logis bersifat normatif, sintaktik, semantik, dan deduktif sementara teori akuntansi
sebagai sains bersifat positif, pragmatik, dan induktif.

2.6. Kecohan (Fallacy)


1. Pengertian Kecohan

Apabila terdapat suatu asersi yang nyatanya membujuk dan dianut oleh banyak orang
padahal tidak karena argumen yang diajukan mengandung cacat (faulty) apapun faktornya,
maka dapat dipastikan terjadi kesalahan yang disebut kecohan atau salah nalar (fallacy).
Orang dapat terkecoh oleh dirinya sendiri sehingga dia berpikir bahwa dia mengajukan
argumen yang valid padahal sebenarnya tidak valid. Sebaliknya, orang dapat mengecoh orang
lain dengan sengaja semata-mata karena ingin memaksakan kehendak atau ingin menangnya
sendiri sehingga dia akan menggunakan segala taktik untuk meyakinkan orang lain tentang
keyakinan atau pendapatnya dengan menyampingkan masalah pokok atau menyembunyikan
argumen yang valid. Oleh karena itu, perlu dibedakan kecohan lantaran taktik atau akal bulus
(yang oleh Nickerson disebut dengan stratagem) dan kecohan lantaran salah logika atau nalar
dalam argumen (reasoning fallacy). Ciri yang membedakan keduanya adalah maksud atau
niat (intention) untuk berargumen.
2. Stratagem
Stratagem adalah pendekatan atau cara-cara untuk mempengaruhi keyakinan orang
dengan cara selain mengajukan argumen yang valid atau masuk akal (reasonable argument).
Stratagem merupakan salah satu bentuk argumen karena merupakan upaya untuk
menyakinkan seseorang agar dia percaya atau bersedia mengerjakan sesuatu. Berbeda dengan
argumen yang valid, stratagem biasanya digunakan untuk membela pendapat yang
sebenarnya keliru atau lemah dan tidak dapat dipertahankan secara logis. Karenanya,
stratagem dapat mengandung kebohongan (deceit) dan muslihat (trick). Ada beberapa
klasifikasi dari stratagem itu sendiri, yaitu sebagai berikut:

16
a. Persuasi Tak Langsung
Persuasi tak langsung merupakan stratagem untuk menyakinkan seseorang akan
kebenaran suatu pernyataan bukan langsung melalui argumen atau penalaran melainkan
melalui cara-cara yang sama sekali tidak berkaitan dengan validitas argumen. Contohnya
seringkali kita jumpai dalam periklanan (advertising), untuk membujuk agar orang mau
membeli produk, orang tidak disuguhi argumen tentang mengapa produk tersebut berkualitas
melainkan dengan menonjolkan suatu pandangan bahwa seorang selebritis menggunakan
produk tersebut. Harapannya adalah orang yang tidak menggunakan produk akan merasa
bahwa dia tidak termasuk dalam golongan yang bergaya hidup selebritis.
b. Membidik Orangnya
Stratagem ini digunakan untuk melemahkan atau menjatuhkan suatu posisi atau
pernyataan dengan cara menghubungan pernyataan atau argumen yang diajukan seseorang
dengan pribadi orang tersebut. Dengan cara ini diharapkan bahwa daya bujuk argumen akan
menjadi turun atau jatuh. Taktik ini sering disebut argumentum ad hominem. Contoh cari
stratagem ini adalah misalkan:
“Dia tidak mungkin menjadi pemimpin yang andal karena dia bekas militer (atau
tahanan politik yang pernah dihukum”
Berkaitan dengan stratagi ini, orang sering menggunakan taktik ungkapan merendahkan
(put-downs) untuk menyanggah/menghindari argumen dengan
ungkapan-ungkapan berikut (diucapkan dengan nada meninggi):
“Yang anda katakan itu adalah lelucon baru yang belum pernah saya dengar!”

c. Menyampingkan Masalah
Stratagem ini dilakukan dengan cara mengajukan argumen yang tidak bertumpu pada
masalah pokok atau dengan cara mengalihkan masalah ke masalah yang lain yang tidak
bertautan. Hal ini sering dilakukan bila seseorang (karena sesuatu hal) tidak bersedia
menerima argumen yang dia tahu lebih valid dari argumen yang dipegangnya. Pendekatan ini
juga merupakan salah satu contoh salah nalar karena penyampingan dilakukan dengan
memberi penjelasan yang tidak menjawab masalah, contohnya adalah:
“Gerakan antikorupsi tidak perlu digalakkan lagi karena nyatanya banyak orang yang
melakukan korupsi tidak mendapatkan sanksi hukum.”
Stratagem penyampingan masalah (avoiding the issue) sering digunakan oleh politikus untuk
menghidari pertanyaan yang dapat memalukannya dalam suatu jumpa pers dengan cara
menyalahartikan pertanyaan dan menjawab pertanyaan yang disalahartikan tersebut.

17
Penyampingan masalah pokok sering disebut dengan taktik red herring, karena sering
digunakan dalam perdebatan politik untuk menutupi atau menghindari kekalahan dalam
argumen.
d. Misrepresentasi
Stratagem ini biasa digunakan untuk menyanggah atau menjatuhkan posisi lawan
dengan cara memutarbalikkan atau menyembunyikan fakta baik secara halus maupun terang-
terangan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara misalnya: mengekstremkan posisi lawan,
menyalahartikan maksud baik posisi lawan, atau menonjolkan kelemahan dan
menyembunyikan keunggulan argumen lawan.
Sebagai contoh, seorang anggota DPR dari Partai A mengajukan argumen untuk
mendukung agar pemerintah mengurangi anggaran untuk pertahanan dan menambah
anggaran untuk pendidikan. Anggota dari Partai B, sebagai penyanggah, menuduh anggota
dari Partai A ingin menghancurkan militer dan menempatkan negara pada kondisi kurang
aman. Ini merupakan misrepresentasi dengan mengekstremkan posisi lawan.
e. Imbauan Cacah
Stratagem ini biasanya digunakan untuk mendukung suatu posisi dengan menunjukkan
bahwa banyak orang melakukan apa yang dikandung posisi tersebut. Sebagai contoh, suatu
kelompok memegang posisi untuk membolehkan penaikan harga (mark-up) kontrak atau
tender karena banyak rekanan melakukan hal tersebut. Dalam promosi produk, pengiklan
membuat klaim “Sembilan dari sepuluh bintang film menggunakan sabun merek X” untuk
membujuk konsumer agar membeli sabun tersebut. Imbauan cacah (appeal to number)
didasarkan pada asumsi bahwa majoritas orang melakukan suatu hal atau popularitas suatu
hal menunjukkan bahwa hal tersebut adalah benar atau tidak dapat salah. Mengajukan asumsi
ini untuk mendukung posisi tidak sama dengan mengajukan argumen tetapi lebih merupakan
stratagem.
f. Imbauan Autoritas
Stratagem ini hampir sama dengan imbauan cacah kecuali bahwa banyaknya orang
atau popularitas diganti dengan autoritas. Dengan imbauan autoritas, orang berusaha
meningkatkan daya bujuk suatu posisi dengan menunjukkan bahwa posisi tersebut dipegang
oleh orang yang mempunyai autoritas dalam masalah bersangkutan tanpa menunjukkan
bagaimana autoritas bernalar. Apakah stratagem ini dapat dianggap sebagai kecohan
bergantung pada situasi nyata yang melatarbelakangi karena kalau autoritas dan penalarannya
memang layak orang akan terbujuk ke arah yang benar. Akan tetapi, kalau autoritas semata-
mata dijadikan alat untuk membujuk maka kecohanlah yang terjadi.

18
Sebagai contoh, seorang akademisi ditanya mengapa dia memakai istilah beban bukan
biaya untuk padan kata expense. Akademisi tersebut dapat mengajukan stratagem bahwa dia
menggunakan istilah beban karena autoritas (Ikatan Akuntan Indonesia) menggunakan istilah
tersebut tanpa mempersoalkan apakah istilah tersebut layak atau tidak.
g. Imbauan Tradisi
Stratagem ini didasarkan pada sesuatu hal yang telah lama diyakini dan dilakukan
oleh banyak orang karena semata-mata memang begitulah cara yang telah lama dilakukan
orang. Namun, kenyataan bahwa sesuatu telah lama dikerjakan dengan cara tertentu di masa
lampau tidak dengan sendirinya menjadi argumen untuk meneruskan cara tersebut khususnya
kalau terdapat cara lain yang terbukti lebih valid atau baik (secara rasional dan praktis).
Misalnya seorang dosen berargumen bahwa skripsi mahasiswa harus ditulis dengan mesin
ketik (bukan komputer) karena tradisi penulisan jaman dulu.
h. Dilema Semu
Dilema semu (false dilemma) adalah taktik seseorang untuk mengaburkan argumen
dengan cara menyajikan gagasannya dan satu alternatif lain kemudian mengkarakterisasi
alternatif lain sangat jelek, merugikan, atau mengerikan sehingga tidak ada cara lain kecuali
menerima apa yang diusulkan penggagas.
Misalnya, dalam suatu perdebatan tentang amandemen udang-undang dasar, seorang
anggota fraksi mengatakan (untuk meyakinkan anggota dewan yang lain):
“Kita harus menyetujui amandemen ini atau negara kita akan hancur.”
Kecohan terjadi karena pengargumen mengklaim bahwa hanya ada dua alternatif dan
yang satu jelas tidak diinginkan sehingga hanya alternatif yang diusulkannya yang harus
diterima. Akan tetapi, dia mengecoh seakan-akan hanya ada dua alternatif padahal
kenyataannya ada beberapa alternatif lain yang lebih valid. Dalam banyak hal, masih sering
dijumpai banyak orang yang tidak cukup kritis untuk menanyakan apakah ada alternatif lain
yang lebih masuk akal.

i. Imbauan Emosi
Daya bujuk argumen sering dicapai dengan cara membaurkan emosi dengan nalar.
Dengan kata lain, daya nalar orang dimatikan dengan cara menggugah emosinya. Membidik
orangnya (argumen ad hominem) atau imbauan autoritas sebenarnya merupakan salah satu
bentuk imbauan emosi.
Dengan menggugah emosi, pengargumen sebenarnya berusaha menggeser dukungan nalar
(support) validitas argumennya dengan motif (motive). Dengan taktik ini, emosi orang yang

19
dituju diagitasi sehingga dia merasa tidak enak untuk tidak menerima alasan yang diajukan.
Dua stratagem yang dapat digunakan untuk mencapai hal ini adalah imbauan belas kasih
(appeal to pity) dan imbauan tekanan/kekuasaan (appeal to force).
Contoh yang digunakan dalam imbauan belas kasih misalnya, seorang mahasiswa
yang telah dikeluarkan dari universitas (memang secara akademik tidak mampu
menyelesaikan kuliahnya dalam waktu yang ditentukan) datang ke rektor. Mahasiswa
tersebut mengajukan pencabutan keputusan dan mengajukan argumen bahwa keputusan
pengeluarannya akan menyebabkan dia dalam kesulitan dan penderitaan.

3. Salah Nalar (Reasoning Fallacy)


Berbeda dengan stratagem yang lebih merupakan taktik atau pendekatan yang sengaja
digunakan untuk meyakinkan kebenaran suatu asersi, salah nalar merupakan suatu bentuk
kesalahan penyimpulan lantaran penalarannya mengan- dung cacat sehingga simpulan tidak
valid atau tidak dapat diterima. Demikian juga, salah nalar biasanya bukan kesengajaan
(intentional) dan tidak dimaksud- kan untuk mengecoh atau mengelabuhi (to deceive).
Berikut ini adalah beberapa salah nalar yang banyak dijumpai dalam suatu diskusi ilmiah:
1) Menegaskan Konsekuan
Sebagaimana kita ketahui pada bab sebelumnya bahwa agar argumen valid maka tia
harus mengikuti kaidah menegaskan anteseden (affirming the antecedent atau modus
ponens). Bila simpulan diambil dengan pola premis yang menegaskan konsekuen, akan
terjadi salah nalar. Berikut struktur dan contoh argumen yang valid dan salah nalar.
Valid: Tak valid:
Menegaskan anteseden (modus ponens) Menegaskan konsekuen
Premis (1): Jika saya di Premis (1): Jika saya di
Semarang, maka Semarang, maka
saya di Jawa Tengah saya di Jawa Tengah
Premis (2): Saya di Semarang Premis (2): Saya di Jawa
Tengah
Konklusi: Saya di Jawa Tengah

20
2) Menyangkal Anteseden
Kebalikan dari salah nalar menegaskan konsekuen adalah menyangkal anteseden. Suatu
argumen yang mengandung penyangkalan akan valid apabila konklusi ditarik mengikuti
kaidah menyangkal konsekuen (denying the consequent atau modus tollens). Bila simpulan
diambil dengan struktur premis yang menyangkal anteseden, simpulan akan menjadi tidak
valid. Berikut contoh argumen yangg valid dan tidak valid.

3) Pentaksaan (Equivocation)
Salah nalar dapat terjadi apabila ungkapan dalam premis yang satu mempunyai makna yang
berbeda dengan makna ungkapan yang sama dalam premis lainnya. Salah nalar dapat juga
terjadi karena konteks premis yang satu berbeda dengan konteks premis lainnya. Argumen
dalam bahasa Inggris berikut memberi ilustrasi salah nalar ini .

Secara struktural, argumen di atas menjadi salah nalar karena kata nothing dalam premis major
berbeda maknanya dengan kata nothing dalam premis minor. Dalam premis major, nothing
bermakna tidak ada satupun dari himpunan objek yang memenuhi syarat sehingga kebahagiaan
abadi adalah satu-satunya yang terbaik. Sementara itu, nothing dalam premis minor bermakna
tidak tersedianya anggota lain dalam himpunan yang di dalamnya spicy chicken merupakan salah
satu anggota sehingga spicy chicken bukan satu-satunya yang terbaik.

4) Perampatan-lebih (Overgeneralization)
Salah nalar ini adalah dengan cara melekatkan (mengimputasi) karakteristik sebagian
kecil anggota ke seluruh anggota himpunan, kelas, atau kelompok secara berlebihan. Bila
seseorang menyimpulkan bahwa warga Kampung X adalah pencuri karena dia mendapati
bahwa dua pencuri yang baru saja ditangkap berasal dari Kampung X maka dia telah
melakukan salah nalar.
Salah nalar yang bartalian dengan perampatan lebih adalah apa yang dikenal dengan
istilah penstereotipaan (stereotyping). Salah nalar ini terjadi bila penalaran. mengkategori
seseorang sebagai anggota suatu kelompok kemudian melekatkan semua sifat atau kualitas
kelompok kepada orang tersebut.

21
5) Parsialitas (Partiality)
Penalar kadang-kadang terkecoh karena dia menarik konklusi hanya atas dasar
sebagian dari bukti yang tersedia yang kebetulan mendukung konklusi. Hal ini mirip dengan
perampatan lebih lantaran sampel kecil atau ketakrepresentatifan bukti. Kadang-kadang kita
sengaja memilih dan melekatkan bobot yang tinggi pada bukti (argumen) yang cenderung
mendukung konklusi atau keyakinan yang kita sukai dengan mengabaikan bukti yang
menentang konklusi tersebut. Kesalahan semacam ini tidak harus merupakan suatu stratagem
karena penalar tidak bermaksud mengecoh atau menjatuhkan lawan tetapi karena semata-
mata dia tidak objektif (bias) dalam penggunaan atau pengumpulan bukti.
Dalam penelitian, peneliti sering bias dalam pengumpulan data dengan membuat
pertanyaan yang mengarahkan responden (disebut leading questions). Bila peneliti berupaya
untuk mendukung teori yang disukainya dengan mengarahkan bukti secara bias, hal tersebut
disebut membangun kasus (building the case).
6) Pembuktian dengan Analogi
Analogi lebih merupakan suatu sarana untuk meyakinkan bahwa asersi konklusi mempunyai
kebolehjadian (likelihood) untuk benar. Dengan kata lain, bila premis benar, konklusi atas
dasar analogi belum tentu benar. Jadi, analogi dapat menghasilkan salah nalar.

Dalam pengembangan istilah, analogi sering diartikan sebagai mengikuti kaidah atau struktur
ungkapan yang sama. Dengan makna ini, menggunakan analogi untuk menurunkan istilah
bukan merupakan salah nalar tetapi merupakan sarana untuk mengaplikasi kaidah secara taat
asas. Salah nalar justru akan terjadi kalau kaidah tidak diikuti.

7) Merancukan Urutan Kejadian dengan Penyebaban


Kesalahan yang sering dilakukan orang adalah merancukan urutan kejadian (temporal
succession) dengan penyebaban (causation). Bila kejadian B selalu mengikuti kejadian A,
orang cenderung menyimpulkan bahwa B disebabkan oleh A. Karena malam selalu
mengikuti siang, tidak berarti bahwa siang menyebabkan malam. Salah nalar terjadi bila
urutan kejadian disimpulkan sebagai penyebaban. Kesalahan ini sering disebut dalam bahasa
Latin post hoc ergo propter hoc (setelah ini, maka karena ini).
Dalam penelitian ekperimental yang bertujuan untuk menguji hubungan penyebaban,
konklusi dapat salah atau meragukan karena terdapat faktor penyebab selain yang diteliti
yang ternyata juga mempengaruhi faktor akibat. Bila hal ini terjadi, maka dikatakan bahwa

22
penelitian tersebut mempunyai validitas internal (internal validity) yang rendah.

8) Menarik Simpulan Pasangan


Kemampuan seseorang untuk menyajikan argumen sering menjadikan argumen yang valid
atau benar menjadi kurang meyakinkan. Akibatnya, orang sering lalu menyimpulkan bahwa
konklusinya tidak benar atau valid. Hal penting yang perlu diingat adalah bahwa kemampuan
seseorang untuk menyajikan argumen yang mendukung atau menyangkal suatu posisi tidak
menentukan kebenaran (truth) atau ketakbenaran (falsity) konklusi (posisi). Kebenaran
konklusi atau posisi memang harus didukung oleh argumen yang meyakinkan.
Salah nalar terjadi kalau orang menyimpulkan bahwa suatu konklusi salah lantaran argumen
tidak disajikan dengan meyakinkan (tidak konklusif) sehingga dia lalu menyimpulkan bahwa
konklusi atau posisi pasanganlah yang benar. Kecohan ini mirip dengan bentuk salah nalar
menyangkal anteseden yang telah dibahas sebelumnya.
G. Aspek Manusia Dalam Penalaran
Aspek manusia merupakan salah satu bagian terpenting dalam penalaran, karena suatu
proses untuk mengubah keyakinan melalui argumen bergantung kepada dua hal yaitu:
Manusia yang meyakini

Asersi yang menjadi objek keyakinan

Kendala yang ada ialah manusia tidak selalu rasional dan tidak semua asersi dapat
ditentukan kebenarannya secara objektif dan tuntas. Beberapa aspek manusia yang dapat
menjadi penghalang dalam penalaran serta pengembangan ilmu dijelaskan sebagai berikut:
1. Penjelasan Sederhana
Kebutuhan akan penjelasan merupakan fondasi berkembangnya ilmu pengetahuan.
Namun seringkali keinginan yang kuat untuk memperoleh penjelasan menjadikan orang cepat
puas dengan penjelasan sederhana yang pertama didapatkannya sehingga tidak lagi berupaya
untuk mengevaluasi kelayakannya ataupun mengkomparasinya dengan penjelasan lain, atau
dengan kata lain orang menjadi tidak kritis.
2. Kepentingan Mengalahkan Nalar
Kepentingan seringkali memaksa seseorang untuk memihak kepada suatu posisi
meskipun posisi tersebut lemah dari sisi argumen. Hal ini umum terjadi pada kalangan yang
mendapat julukan pakar atau ilmuwan apalagi yang memiliki kekuasaan politis. Oleh karena
itu suatu proses pengembangan pengetahuan dan profesi harus didukung kebebasan akademik
yang menjadi ciri penting lingkungan akademik kondusif. Kebebasan akademik sendiri

23
diartikan sebagai kebebasan untuk berbeda pendapat secara akademik dalam suatu forum
yang memungkinkan akademisi berargumen secara terbuka.
Suatu kasus nyata yang menunjukkan adanya kepentingan yang mengalahkan nalar dalam
pengembangan pengetahuan adalah sikap kolega Galileo yang menolak untuk
mempertimbangkan bukti yang diajukan oleh Galileo mengenai bulan atau satelitnya planet
Jupiter, padahal mereka merupakan pakar dan ilmuwan yang juga sekaligus pemuka
masyarakat dan penguasa. Keadaan yang dibentuk dari sikap tersebut menjadikan perbedaan
pandangan tidak akan terbuka untuk diskusi dan kebenaran ilmiah tidak akan tercapai.
3. Sindroma Tes Klinis

Merupakan suatu sindrom ketakutan seseorang atas munculnya gagasan baru yang
dapat mematahkan gagasan lama yang dibuatnya ataupun diyakini sebelumnya. Sindrom ini
awalnya berasal dari gambaran seseorang yang meyakini dirinya mengidap suatu penyakit
namun tidak berani untuk memeriksakan diri karena takut dugaannya tersebut benar.
4. Mentalitas Djoko Tingkir

Merupakan sikap yang menunjukkan mental orang/sekelompok orang yang berada


dibawah kekuasaan/tekanan ataupun memuja/mengagumi/meninggikan/ menghormati kolega,
senior, ataupun atasannya sehingga memihak dan mengajarkan sesuatu yang sebenarnya
salah dan menyembunyikan apa yang sebenarnya valid semata-mata untuk
menghormati/menyenangkan kolega, senior, ataupun atasan maupun untuk melindungi diri
dari tekanan.
5. Merasionalkan daripada Menalar

Seringkali orang yang sudah memihak kepada suatu posisi yang ternyata lemah atau
salah, dalam diskusi dia tidak lagi bertujuan untuk mencari kebenaran atau validitas
melainkan untuk membela diri atau menutupi rasa malu. Apabila hal ini yang terjadi, maka
orang tersebut tidak lagi menalar (to reason) melainkan merasionalkan (to rationalize). Selain
itu hal ini dapat juga terjadi apabila seseorang memiliki pengetahuan terbatas atas topik yang
didiskusikan namun yang bersangkutan tidak mau mengakuinya.
Apabila hal ini terjadi maka tujuan diskusi bukan lagi untuk menemukan solusi melainkan
untuk mencari kemenangan.

24
6. Persistensi

Persistensi adalah kekuatan/keteguhan keyakinan seseorang terhadap suatu keyakinan,


terkadang karena suatu kepentingan orang sering bersikap persisten terhadap keyakinannya
meski terdapat argumen lain yang kuat bahwa keyakinan orang tersebut adalah salah dan
seharusnya melepas keyakinannya.
Sebenarnya, sampai tingkatan tertentu sikap ini diperlukan dan penting agar orang tidak
dengan mudahnya pindah keyakinan atau paradigma seperti orang plin-plan. Selain itu juga
persistensi memiliki tujuan agar dapat diperoleh argumen atau bukti kuat yang menunjukkan
bahwa suatu keyakinan itu salah.
Namun demikian, manusia tidak selalu dapat bersikap objektif dan tidak memihak,
apabila terdapat kepentingan yang dirasa perlu dipertahankan, maka persistensi yang
berlebihan terhadap suatu keyakinan seringkali terjadi bahkan oleh ilmuwan maupun pakar,
hal ini menyebabkan konversi keyakinan sulit terjadi.

25
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Penalaran merupakan pengetahuan tentang prinsip-prinsip berpikir logis yang menjadi
basis dalam diskusi ilmiah. Penalaran juga merupakan suatu ciri sikap (attitude) ilmiah yang
sangat menuntut kesungguhan (commitment) dalam menemukan kebenaran ilmiah. Penalaran
melibatkan proses penurunan konsekuensi logis (inferensi) dan proses penarikan simpulan
dari serangkaian pernyataan atau asersi. Proses tersebut dapat bersifat deduktif maupun
induktif. Struktur dan proses penalaran terdiri dari tiga konsep penting, yaitu asersi,
keyakinan, dan argumen.
Asersi merupakan suatu pernyataan yang menegaskan bahwa sesuatu adalah benar.
Asersi berperan penting dalam pembentukan argumen, yaitu dapat berfungsi sebagai premis
dan konklusi. Premis adalah asersi yang digunakan untuk mendukung konklusi. Konklusi
adalah asersi yang diturunkan dari serangkaian asersi.
Asersi dapat diklasifikasikan menjadi asumsi, hipotesis, dan pernyataan fakta. Asumsi adalah
asersi yang diyakini benar meskipun orang tidak dapat mengajukan atau menunjukkan bukti
tentang kebenarannya secara meyakinkan atau asersi yang orang bersedia untuk menerima
sebagai benar untuk keperluan diskusi atau debat. Hipotesis adalah asersi yang kebenarannya
belum atau tidak diketahui tetapi diyakini bahwa asersi tersebut dapat diuji kebenarannya.
Pernyataan fakta adalah asersi yang bukti tentang kebenarannya diyakini sangat kuat atau
bahkan tidak dapat dibantah.
Keyakinan merupakan tingkat kebersediaan untuk menerima bahwa suatu pernyataan
atau teori mengenai suatu fenomena atau gejala adalah benar. Keyakinan terhadap asersi
adalah tingkat kebersediaan untuk menerima bahwa asersi tersebut benar. Keyakinan
diperoleh karena kepercayaan (confidence) tentang kebenaran yang dilekatkan pada suatu
asersi. Suatu asersi dapat dipercaya karena adanya bukti yang kuat untuk menerimanya
sebagai hal yang benar.
Argumen merupakan serangkaian asersi beserta keterkaitan (artikulasi) dan inferensi
atau penyimpulan yang digunakan untuk mendukung suatu keyakinan. Argumen menjadi
unsur penting dalam penalaran karena digunakan untuk membentuk, memelihara, atau
mengubah suatu keyakinan. Argumen dapat disamakan dengan penalaran logis untuk
menjelaskan atau mengajukan bukti rasional tentang suatu asersi. Apabila terdapat lebih dari
satu interpretasi terhadap suatu argumen, argumen harus diinterpretasi sehingga premis-

26
premis yang terbentuk memberi dukungan yang paling kuat terhadap konklusi yang
dihasilkan.
Apabila terdapat suatu asersi yang nyatanya membujuk dan dianut oleh banyak orang
padahal tidak karena argumen yang diajukan mengandung cacat (faulty) apapun faktornya,
maka dapat dipastikan terjadi kesalahan yang disebut kecohan atau salah nalar (fallacy). Ada
perbedaan antara kecohan lantaran taktik atau akal bulus (stratagem) dan kecohan lantaran
salah logika atau nalar dalam argumen (reasoning fallacy). Ciri yang membedakan keduanya
adalah maksud atau niat (intention) untuk berargumen.
Aspek manusia merupakan salah satu bagian terpenting dalam penalaran, karena suatu
proses untuk mengubah keyakinan melalui argumen bergantung pada manusia yang meyakini
dan asersi yang menjadi objek keyakinan. Kendala yang jamak terjadi adalah manusia tidak
selalu rasional dan tidak semua asersi dapat ditentukan kebenarannya secara objektif dan
tuntas.

27
DAFTAR PUSTAKA

Cohen, Ted. The Journal of Philosophy, Vol. 87, No. 12 (Dec., 1990), pp. 702-708
http://id.wikipedia.org/wiki/Akuntansi
http://www.slideshare.net/xyrces/ringkasan-teori-akuntansi-suwardjono
Suwardjono, 2005. Teori Akuntansi : Perekayasaan Pelaporan Keuangan (Edisi III).
Yogyakarta:BPFE.
Suwardjono. 2014. Teori Akuntansi, Perekayasaan dan Pelaporan Keuangan. Yogyakarta:
BPFE.

28

Anda mungkin juga menyukai