PENDAHULUAN
Untuk memberikan suatu uraian kerja pengendalian proses yang praktis perlu diuraikan operasi-
operasi yang terlibat dalam bagian-bagian yang lebih elementer . Uraian seperti ini sebaiknya tidak
tergantung dari suatu aplikasi tertentu dan harus dapat diaplikasikan untuk semua situasi pengendalian.
Sebuah model yang dibuat dengan memakai blok-blok untuk mempresentasikan elemen-elemen
suatu lup dapat dipakai untuk keperluan ini. Selanjutnya karakteristik-karakteristik operasi lup dapat
dikembangkan dari sifat-sifat elemen dari interfis (interface).
Sejumlah model telah digunakan untuk menjelaskan pengendalian proses dan kita hanya akan
memakai model-model untuk dapat menjelaskan pengendalian proses modern dari pengembangan
teknologi yang ada.
BAB II
PEMBAHASAN
Selama proses berlangsung, temperatur aliran keluar atau volum cairan dalam tangki
dapat berubah dari nilai yang diinginkan karena terjadi gangguan terhadap sistem, misalnya
karena terjadi perubahan laju alir atau temperatur airan umpan. Untuk mengatasi
perubahan semacam itu suatu sistem pengendalian proses dapat diterapkan, seperti yang
ditunjukkan gambar 7.5.
Gambar 7.5 secara skematis menjelaskan cara kerja sistem pengendali guna mencapai
sasaran operasi yang pertama, yaitu mempertahankan temperatur agar T=Ts apabila terjadi
perubahan Fi atau Ti. Sistem pengendali ini terdiri atas termokopel, kran steam, dan
pengendali atau alat pengendali (controller). Termokopel akan mengukur temperatur cairan
sebesar T, kemudian T ini dibandingkan dengan harga yang diinginkan (Ts). Apabila terjadi
penyimpangan sebesar E = Ts-T, maka harga ini dibaca oleh alat kendali yang kemudian akan
menggerakkan kran stea membuka atau menutup sesuai dengan besarnya E.
Pada gambar 7.6, ditunjukkan skema cara kerja sistem pengendali guna mencapai
sasaran operasi kedua, yaitu mempertahankan volume agar V = Vs apabila terjadi
perubahan Fi.
Perbedaan gambar (a) dan (b) terletak pada penempatan kran. Ketinggian cairan
dideteksi oleh sensor dan sinyal yang dihasilkan kemudian dibandingkan dengan nilai
ketinggian yang diinginkan. Apabila terjadi penyimpangan (E) pengendali akan membuka
atau menutup kran.
Untuk sistem yang diwakilkan oleh gambar (a) kran akan membuka apabila ketinggian
cairan (h) lebih besar dari ketinggian yang diinginkan (hs) dan sebaliknya akan menutup
apabila ketinggian cairan (h) lebih kecil dari ketinggian yang diinginkan (hs).
Untuk sistem yang diwakilkan gambar (b) menunjukkan cara kerja kebalikan gambar (a),
kran akan menutup apabila ketinggian cairan (h) lebih besar daripada ketinggian yang
diinginkan (hs) dan sebaliknya akan membuka apabila ketinggian cairan (h) lebih kecil
daripada ketinggian yang diinginkan (hs).
Susunan sistem pengendali pada gambar 7.3 dan gambar 7.4 disebut sistem pengendali
umpan balik. Pengertian sistem pengendali umpan balik adalah bahwa tindakan baru
diambil setelah gangguan memberikan akibatnya pada proses. Apabila diamati, termokopel
pada gambar 7.4 dan sensor ketinggian pada gambar 7.5 kedua-duanya mendeteksi kondisi
proses (temperatur dan ketinggian). Pengendali baru mengambil tindakan apabila kondisi
proses menyimpang dari yang diinginkan setelah mengalami gangguan.
Susunan sistem pengendali yang lain ditunjukkan pada gambar 7.6. Gambar tersebut
mewakili sistem pegendali umpan maju. Pengertian sistem pengendali umpan maju adalah
bahwa tindakan pengendali diupayakan untuk dilakukan sebelum gangguan terlanjur
mempengaruhi proses. Sensor temperatur (termokopel) mendeteksi temperatur umpan.
Pengendali sudah mengambil tindakan sebelum kondisi proses berubah akibat gangguan.
4. Evaluasi
Langkah selanjutnya adalah mempelajari pengukuran dan menentukan aksi-aksi apa
yang perlu dilakukan. Bagian lup ini mempunyai beberapa nama. Yang paling umum adalah
alat pengendalian. Evaluasi bisa dilakukan oleh seorang operator, oleh pemrosesan sinyal
elektronik, pemrosesan sinyal pneumatik, atau oleh komputer. Akhir-akhir ini pemakaian
komputer di bidang pengendalian proses berkembang dengan cepat karena mudahnya
adaptasi pengambilan keputusan yang dibutuhkan dalam pengendalian proses dan karena
kemampuannya untuk menangani pengendalian dari sistem-sistem multi variabel. Alat
pengendalian membutuhkan masukan dari representasi variabel dinamis yang diukur dan
representasi nilai yang dikehendaki dari variabel tersebut, dinyatakan dalam istilah yang
sama sebagai nilai terukur. Nilai/harga yang diinginkan dari variabel dinamis disebut set-
point. Jadi evaluasi terdiri dari:
a. Perbandingan antara pengukuran variabel terpengendalian dan set-point
b. Penentuan aksi-aksi apa yang dibutuhkan untuk membawa variabel tepoegendalian
pada harga set-point.
5. Elemen Pengendalian
Elemen terakhir dalam lup pengendalian proses adalah alat yang memberikan pengaruh
langsung pada proses, yaitu yang memberikan perubahan-perubahan yang dibutuhkan pada
variabel dinamis untuk membawanya pada kondisi set-point. Elemen ini menerima masukan
dari alat pengendalian, yang selanjutnya ditranformasikan pada beberapa operasi
proporsional yang dilakukan/berlangsung pada proses tersebut. Pada contoh kita terdahulu,
elemen pengendalian adalah katup yang mengatur aliran fluida keluar tangki. Elemen ini
dikenal juga dengan sebutan elemen pengendalian akhir.
b. Set-point
Harga variabel dinamis yang diinginkan dalam suatu proses dikenal dengan
sebutan set-point. Walaupun set-point dinyatakan sebagai harga dari variabel
dinamis, set-point tersebut harus disajikan dalam bentuk yang sama dengan yang
disediakan oleh pengukuran variabel dinamis. Jadi, jika suatu pengukuran
mengkonversikan tekanan menjadi kuat arus listrik maka harga set-point harus
disajikan dalam kuat arus listrik yang dinyatakan dalam kesebandingan yang sama.
Umumnya set-point CSP dinyatakan dengan penyimpangan ± ΔC di sekitar harga
nominal. Jadi, ketika pengontrolan telah dicapai, harga sebenarnya dari variabel
terpengendalian berada dalam daerah (C SP- ΔC) sampai (CSP+ΔC). Maka, semakin
lebar penyimpangan yang diizinkan, makin mudah pencapaian pengontrolan. Perlu
dicatat bahwa penyimpangan ini tidak akan pernah lebih rendah dari error sistem
terpadu.
c. Tanggapan Dinamis
Tanggapan dinamis dari suatu sistem merupakan kriteria dasar untuk
mengevaluasi sistem. Tujuan dari regulasi variabel dinamis adalah untuk mengontrol
perubahan variabel terhadap waktu. Perubahan seperti ini bisa terjadi oleh
pengaruh transien atau karena pengaturan set-point itu sendiri. Tanggapan dinamis
adalah ukuran dari reaksi sistem, sebagai fungsi waktu, dalam mengoreksi masukan-
masukan transien, atau menyetel set-point baru.
d. Perubahan Set-point
Dalam banyak hal, set-point dari variabel dinamis dapat distel ke dalam suatu
harga baru. Lup pengendalian proses harus memberikan tanggapan dengan
mengoperasikan proses untuk mengubah variabel dinamis ke harga baru tersebut.
Tanggapan dari lup dapat diatur dalam bentuk tanggapan siklis atau teredam,
tergantung pada sifat proses.
Pada tanggapan siklis, seperti diperlihatkan pada gambar 7.7 a, harga
sebenarnya dari variabel dinamis bila melebihi (overshoot) set-point baru dan
melakukan sejumlah osilasi di sekitar titik ini, sebelum mencapai titik stabil. Pada
tanggapan teredam, seperti yang terlihat pada gambar 7.7 b, harga variabel dinamis
tidak pernah melebihi set-point ataupun melakukan osilasi, tetapi mendekati titik
kerja pada suatu kurva proses dimana suhu tidak boleh naik melebihi suatu harga
kritis.
e. Tanggapan Transien
Kegunaan dasar suatu lup pengendalian proses adalah untuk menjaga beberapa
variabel dinamis berada pada titik kerjanya. Kebutuhan akan sistem seperti ini
menyatakan bahwa pengaruh eksternal bisa mengakibatkan fluktuasi variabel.
Tanggapan transien menggambarkan kemampuan tanggapan dinamis sistem untuk
bisa pulih dari suatu pengaruh mendadak pada proses yang mengakibatkan
perubahan mendadak pada variabel terpengendalian. Pada gambar 7.8 a, kita dapat
melihat pola tanggapan siklis atau teredam dari suatu sistem dimana reaksi lup
pengendalian mengakibatkan osilasi di sekitar set-point dari variabel. Gambar 7.8 b,
memperlihatkan tanggapan teredam suatu gangguan proses transien dimana sistem
pengendalian mampu mengembalikan variabel ke titik kerja tanpa osilasi.
d. Pengulangan (Cycling)
Tingkah laku osilasi suatu sistem pengendali harus ditekan seminimal mungkin,
bahkan untuk beberapa kasus sama sekali tidak diperbolehkan. Berdasarkan alasan
ini, pengulangan minimum sering berhubungan dengan rancang bangun sistem
pengendalian proses. Dalam hal ini, minimum cycling berarti bahwa sistem harus
distel jika terjadi transien atau perubahan set-point, jumlah osilasi yang terjadi akan
sekecil mungkin.
e. Daerah Minimum
Respon dinamis suatu sistem terhadap masukan-masukan transien (berubah-
ubah), atau perubahan-perubahan set-point mengakibatkan terjadinya deviasi
(penyimpangan) dari set-point yang dikehendaki. Dalam banyak hal tingkat dan
durasi deviasi tersebut dapat mengakibatkan produk akhir yang jelek, atau paling
tidak mengakibatkan deviasi produk akhir dari spesifikasi keseluruhan. Dalam kasus
lain, produk-produk suatu pabrik yang dibiarkan tetap bekerja selama
berlangsungnya deviasi harus dibuang mengakibatkan terjadinya kerugian produksi
yang merugikan kekayaan perusahaan. Berdasarkan alasan ini, lup-lup pengendalian
proses seringkali dirancang untuk meminimalkan penyimpangan dari set-point
operasional dan rentang waktu terjadinya deviasi tersebut. Hal ini ditentukan
dengan cara meminimalkan luas kurva deviasi waktu, seperti diperlihatkan gambar
7.8 b. Jadi, jika C (t) menyatakan variabel dinamis dan C SP sebagai set-point, maka
error untuk setiap waktu t adalah:
Luas ini ditunjukkan oleh integral dari besaran absolut terhadap rentang gangguan.
A = |E (t)| dt ..........(7.2)
Kriteria daerah minimum menginginkan bahwa besaran A ini harga minimum untuk
lup pengendalian proses.