P Ruang : Melati
ANAMNESIS
Umur: 5 Bulan Kelas : III
Nama : An. A. P. Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat dan tanggal lahir: Ungaran, 02-04-2018 Usia : 5 Bulan
Nama Ayah : Tn. B Nama Ibu : Ny. S
Pekerjaan : Wiraswasta Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SMP Pendidikan : SMP
Umur : 32 tahun Umur : 30 tahun
Alamat : Penawangan rt.005/001, Ungaran Diagnosis masuk : Bronkopneumonia dengan
Tanggal Masuk RS : 6 September 2018 sianosis perifer
Dokter yang merawat : dr. Akhad Kartika, Sp.A
Tanggal : 6 September 2018
• KELUHAN UTAMA : Sesak nafas dan batuk
Kesan : :
- motorik kasar, motorik halus, bicara, dan sosial baik
- kepandaian : belum dapat dinilai
6. Vaksinasi
a. Vaksinasi dasar
BCG 1 kali usia 1 bulan di Bidan
DPT 3 kali usia 2, 3, 4 bulan di Bidan
Hepatitis B 4 kali usia 0, 2, 3, 4 di Bidan
Polio 4 kali usia 1, 2, 3, 4 bulan di Bidan
Campak - - -
b. Vaksinasi ulangan
DPT -
Polio -
Campak -
c. Vaksinasi tambahan : polio (+) pada PIN
Kesan : Vaksinasi dasar lengkap sesuai usia menurut PPI dan vaksinasi polio tambahan pada
PIN
8. Anamnesis sistem :
Serebrospinal : Pusing (-), demam (-), kejang (-), penurunan kesadaran (-)
Kardiopulmoner : Kulit kebiruan (+) pada bibir dan kedua tangan serta kedua
kaki.
Respiratorius : Batuk (+), pilek (+), sesak (+)
Gastrointestinal : Nyeri perut (-), mual (-), muntah (-), kembung (-), BAB (+) cair
disertai lendir, darah (-), bau busuk (+), konstipasi (-)
Urogenital : BAK (+) normal, Warna kencing kuning jernih.
Integumentum : pucat (-), bintik merah (-), kuning (-), bibir kering (-)
Muskuloskeletal : Nyeri otot (-), lemas (-)
Kesan : Didapatkan gangguan kardiopulmoner dan respiratorius
KESAN UMUM
• Keadaan umum : Nampak sesak nafas
• Kesadaran : Kompos mentis
• Suhu badan : 36,60C
• Nadi : 90x/menit,
• Pernapasan : 68 x/menit
• SpO2 : 62%
Kesan : Kesan: keadaan umum nampak sesak, tidak demam, takipneu
Status Gizi
- Bb : 4,8 kg
- Tb : 64 cm
PEMERIKSAAN KHUSUS
• Kulit : Warna kuning langsat, pucat (-), ikterik (-), sianosis (+) jari-jari di
kedua tangan dan kedua kaki, petekie (-), malar rash (-), ruam purpura (-), palpable
(-), lesi meninggi/ indurasi (-), eritema marginatum (-)
• Kelenjar limfe : Tidak didapatkan pembesaran limfonodi
• Otot : Tidak didapatkan kelemahan, atrofi, maupun nyeri otot
• Tulang :Tidak didapatkan deformitas tulang
• Sendi : Gerakan bebas, nyeri (- ) kedua lutut dan pergelangan kaki, bengkak (-),
kemerahan (-), kaku (-)
Kesan : sianosis pada jari-jari di kedua tangan dan kaki
PEMERIKSAAN FISIK
Kesan: Pemeriksaan fisik didapatkan mulut sianosis dan nafas cuping hidung (+).
• Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tak tampak
Palpasi : Tidak kuat angkat
Perkusi : Kanan atas : SIC II LPS dekstra
Kanan bawah : SIC IV LPS dekstra
Kiri atas : SIC II LPS sinistra
Kiri bawah : SIC V LMC sinistra
Auskultasi : Suara jantung I-II interval reguler, bising jantung(-)
Kesan: leher , dinding thorak inpeksi retraksi suprasternal, retraksi intercostal , retraksi
subcostal dan jantung dalam batas normal
PEMERIKSAAN PARU
• Kesan : auskultasi terdapat suara ronkhi basah halus ,dan tidak didapatkan wheezing
• Abdomen :
Inspeksi : Kembung (-), Distensi (-), sikatrik (-), purpura (-)
Auskultasi : Peristaltik (+) normal
Perkusi : Timpani (+) normal, meteorismus (-), pekak beralih (-), asites (-)
Palpasi : Supel, massa abnormal (-), nyeri tekan (-), turgor kulit baik (+ ), tes undulasi
(-), nyeri tekan (-)
Hati : Hepatomegali (-)
Limpa : Splenomegali (-)
Anogenital : labia mayora normal, labio minora normal , OUE normal
Lengan Tungkai
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Bebas Bebas Bebas Bebas
Tonus Normal Normal Normal Normal
Trofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi
Klonus - -
Refleks Biceps (+) Patella (+)
fisiologis Triceps (+) Aschilles (+)
Refleks Hoffman (-) Babinski (-), Chaddock (-),
Patologis Tromner (-) openheim (-), gordon (-)
Meningeal sign Kaku kuduk (-)
Sensibilitas Normal Normal Normal Normal
Nilai Normal
DIFF COUNT
b. Rencana pengelolaan
Rencana Tindakan
i. Bed rest
ii. Nilai dan perbaiki airway, breathing, circulation.
iii. Observasi KU dan vital sign
iv. Oksigenasi adekuat sampai keadaan stabil
v. Pemasangan OGT / NGT
vi. Perbaikan gizi
d. Rencana terapi :
Setelah dilakukan pemeriksaan pasien segera diberikan :
02 1 lpm
Nebul Ventolin 1/3 amp Flexotide 1/3 amp
Konsul dr. Akhad via tlfn jam 17.00, advice :
- Bila Sp02 <93% : Intubasi dan begging pada saat insprasi, berikan tekanan positif., masker
NRM O2 5-8lpm
- Bila HR <100x/m : Berikan syringpump dobutamin 28mg habis dalam 24 jam
- Pemberian Cairan segera Bolus RL (syringpump) 10cc/kg = 50cc habis dalam 1 jam
- Maintenance Cairan berikan Infus D5 ¼ NS 100cc/kg/hari
- Inj Ampisilin 200mg/8 jam
- Inj Kloramfenikol 50 mg/8 jam
- Pasang NGT
- Edukasi keluarga untuk rujuk di RS yang tersedia ruang PICU dan tersedia ventilator.
Rencana edukasi :
Menjelaskan tentang penyakit pasien kepada keluarga pasien.
Jika anak demam dikompres dan beri obat penurun panas.
Memperhatikan makanan dan minuman yang dikonsumsi
Menghindari polusi dan orang sekitar yang batuk
Menjaga kebersihan lingkungan
Istirahat yang cukup/tirah baring
Tgl
A/
Bronkopneumonia dengan
sianosis perifer
A/
Bronkopneomonia dengan
sianosis perifer
A/
Bronkopneomonia dengan
sianosis perifer
A/
Bronkopneomonia dengan
sianosis perifer
Susp PJB Sianotik , Susp VSD
A/
Bronkopneomonia dengan
sianosis perifer
Susp PJB Sianotik , Susp VSD
13 S/ Panas (-), batuk (+) berkurang , BLPL
September pilek (-) dengan sekret putih sediki
- Po :
keruh, bau amis, sesak (-), mual
muntah (-), minum asi baik, nangis 1. Amoxycilin 100mg
merintih (+)
2. Ambroxol 1/6 tab
3. Triamcinolon ¼ tab
O/
4. Salbutamol 2mg 1/6 tab
Keadaan Umum : sesak, lemah
TANDA VITAL : Pulv dtd no.XII, 3 dd pulv I
Nadi : 118 x/menit
- Po :
RR : 35x/menit
Suhu : 36.2ºC Lasix 2,5mg
BB : 4,8 Kg
KCL 100 mg
SPO2 : 88 %
Kepala : normocephal, ca (-/-), si (- Pulv dtd no.XII, 2 dd pulv I
/-), lidah kotor (-)
Leher : PKGB (-), ↑JVP (-)
Thorak : sdv/sdv RBK(-/-), RBH (-
/-), wh (-/-),
BJ I/II reg,
Abd: suppel, peristaltik (+)
Akral Hangat
Sianosis (+) berkurang
A/
Bronkopneomonia dengan
sianosis perifer
Susp PJB Sianotik , Susp VSD
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bronkopneumonia merupakan infeksi pada parenkim paru yang terbatas pada alveoli
kemudian menyebar secara berdekatan ke bronkus distal terminalis. Pada pemeriksaan histologis
terdapat reaksi inflamasi dan pengumpulan eksudat yang dapat ditimbulkan oleh berbagai
penyebab dan berlangsung dalam jangka waktu yang bervariasi. Berbagai spesies bakteri,
klamidia, riketsia, virus, fungi dan parasit dapat menjadi penyebab.
Bronchopneumonia adalah suatu infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah dari
parenkim paru yang melibatkan bronkus / bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-
bercak yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda
asing.
Bronchopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-
paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak Infiltrat.
Bronchopneumina adalah frekuensi komplikasi pulmonary, batuk produktif yang lama,
tanda dan gejalanya biasanya suhu meningkat, nadi meningkat, pernapasan meningkat (Suzanne
G. Bare, 1993).
Bronchopneumonia disebut juga pneumoni lobularis, yaitu radang paru-paru yang
disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda-benda asing.
Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang mengenai parenkim
paru. Pneumonia pada anak dibedakan menjadi:
1) Pneumonia lobaris
2) Pneumonia interstisial
3) Bronkopneumonia.
Gambar 1, jenis-jenis pneumonia
Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu peradangan pada
parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus dan juga mengenai alveolus
disekitarnya, yang sering menimpa anak-anak dan balita, yang disebabkan oleh bermacam-macam
etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa
Bronkopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-paru
yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrat yang disebabkan oleh bakteri,virus, jamur dan
benda asing.
II.2 Epidemiologi
Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada anak di
negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak
berusia di bawah lima tahun (balita). Diperkirakan hampir seperlima kematian anak diseluruh
dunia, lebih kurang 2 juta anak balita, meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar
terjadi di Afrika dan Asia Tenggara. Menurut survei kesehatan nasional (SKN) 2001, 27,6%
kematian bayi dan 22,8% kematian balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit sistem repiratori,
terutama pneumonia.4
Terdapat berbagai faktor risiko yang menyebabkan tingginya angka mortalitas pneumonia
pada anak balita di negara berkembang. Faktor risiko tersebut adalah: pneumonia yang terjadi pada
masa bayi, berat badan lahir rendah (BBLR), tidak mendapat imunisasi, tidak mendapat ASI yang
adekuat, malnutrisi, defisiensi vitamin A, tingginya prevalens kolonisasi bakteri patogen di
nasofaring, dan tingginya pajanan terhadap polusi udara (polusi industri atau asap rokok).4
d
iagram 1, penyebab kematian anak dibawah 5 tahun menurut WHO 7
II.3 Etiologi
Tabel 1. Etiologi Pneumonia pada anak sesuai dengan kelompok usia di negara maju.5
Usia Etiologi yang Sering Etiologi yang Jarang
Lahir-20 hari Bakteri Bakteri
E. colli Bakteri anaerob
Streptococcus group B Streptococcus group D
Listeria moonocytogenes Haemophillus influenzae
Streptococcus pneumoniae
Ureaplasma urealyticum
Virus
Virus Sitomegalo
Virus Herpes Simpleks
Proses patogenesis terkait dengan 3 faktor, yaitu imunitas host, mikroorganisme yang
menyerang, dan lingkungan yang berinteraksi. Cara terjadinya penularan berkaitan dengan jenis
kuman, misalnya infeksi melalui droplet sering disebabkan Streptococcus pneumonia, melalui
selang infus oleh Staphylococcus aureus, sedangkan infeksi pada pemakaian ventilator oleh
Enterobacter dan P. aeruginosa. Pada masa sekarang, terlihat perubahan pola mikrorganisme
adanya perubahan keadaan pasien seperti gangguan kekebalan, penyakit kronik, polusi
lingkungan, dan penggunaan antibiotic yang tidak tepat menimbulkan perubahan karakteristik
kuman. Dijumpai peningkatan pathogenesis kuman akibat adanya berbagai mekanisme terutama
oleh S. aureus, H. influenza dan Enterobacteriaceae serta berbagai bakteri gram negative.
Patogen mikrobial dapat berasal dari flora orofaringeal termasuk S. pneumonia, S. pyogens,
M. pneumonia, H. influenza, Moraxalla catarrhalis. Kolonisasi bakteri ini meningi merusak
fibronektin, glikoprotein yang melapisi permukaan mukosa. Fibronektin merupakan reseptor bagi
flora normal gram positif orofaring. Hilangnya fibronektin menyebabkan reseptor pada permukaan
sel terpajan oleh bakteri gram negative. Sumber basil gram negative dapat berasal dari lambung
pasien sendiri atau alat respirasi yang tercemar.
Penyebaran hematogen ke seluruh paru biasanya dengan infeksi S. aureus dapat terjadi pada
pasien seperti pada keadaan penyalahgunaan obat melalui intravena, atau pada pasien dengan
infeksi akibat kateter intravena. Dua jalur penyebaran bakteri ke paru lainya adalah melalui jalan
inokulasi langsung sebagai akibat intubasi trakeaatau luka tusuk dada yang berdekatan denga
tempat infeksi yang berbatasan.
Usia merupakan predictor lain yang penting untuk meramalkan mikroorganisme penyebab
infeksi. Chlamidia trachomatis dan virus sisitial pernafasan sering terdapat pada bayi berusia
dibawah 6 bulan. H. influenza pada anak berusia antara 6 bulan sampai 5 tahun, M. pneumonia
dan C. pneumonia pada orang dewasa muda dan H. influenza serta M. catarrhalis pada pasie lanjut
usia dengan penyakit paru kronis. H. influenza juga lebih sering didapatkan pada pasien perokok.
Bakteri gram negative lebih sering pada pasien lansia. Pseudomonas aeruginosa pada pasien
bronkiektasis, terapi steroid, malnutrisi dan imunisupresi disertai lekopeni.
Bakteri Streptococcus pneumoniae umumnya berada di nasopharing dan bersifat
asimptomatik pada kurang lebih 50% orang sehat. Adanya infeksi virus akan memudahkan
Streptococcus pneumoniae berikatan dengan reseptor sel epitel pernafasan. Jika Streptococcus
pneumoniae sampai di alveolus akan menginfeksi sel pneumatosit tipe II. Selanjutnya
Streptococcus pneumoniae akan mengadakan multiplikasi dan menyebabkan invasi terhadap sel
epitel alveolus. Streptococcus pneumoniae akan menyebar dari alveolus ke alveolus melalui pori
dari Kohn. Bakteri yang masuk kedalam alveolus menyebabkan reaksi radang berupa edema dari
seluruh alveolus disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN.
Proses radang dapat dibagi atas 4 stadium yaitu :
1. Stadium I (4 – 12 jam pertama/kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada
daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan
permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-
mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan.
Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast
juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan
prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas
kapiler paru.
Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga
terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara
kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan
karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering
mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan
fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus
yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan,
sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini
udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium
ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
Gambar 1. tampak alveolus terisi sel darah merah dan sel sel inflamasi (netrofil)
3. Stadium III (3 – 8 hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah
paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang
cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai
diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi
pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.
Gambar 2. tampak alveolus terisi dengan eksudat dan netrofil
4. Stadium IV (7 – 11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda,
sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali
ke strukturnya semula.
Sebagian besar pneumonia timbul melalui mekanisme aspirasi kuman atau penyebaran
langsung kuman dari respiratorik atas. Hanya sebagian kecil merupakan akibat sekunder dari
bakterimia atau viremia atau penyebaran dari infeksi intra abdomen. Dalam keadaan normal mulai
dari sublaring hingga unit terminal adalah steril. Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan
mikroorganisme di paru. Keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru.
Apabila terjadi ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dan lingkungan,
maka mikroorganisme dapat masuk, berkembang biak dan menimbulkan penyakit.
Paru terlindung dari infeksi dengan beberapa mekanisme :
Filtrasi partikel di hidung
Pencegahan aspirasi dengan refleks epiglottis
Ekspulsi benda asing melalui refleks batuk
Pembersihan kearah kranial oleh mukosiliar
Fagositosis kuman oleh makrofag alveolar
Netralisasi kuman oleh substansi imun lokal
Drainase melalui sistem limfatik.
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama
beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 390-400C dan mungkin disertai kejang
karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnu, pernafasan cepat dan dangkal disertai
pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak dijumpai
pada awal penyakit,anak akan mendapat batuk setelah beberapa hari, di mana pada awalnya berupa
batuk kering kemudian menjadi produktif.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan :
Inspeksi : pernafasan cuping hidung(+), sianosis sekitar hidung dan mulut, retraksi
sela iga.
Palpasi : Stem fremitus yang meningkat pada sisi yang sakit.
Perkusi : Sonor memendek sampai beda
Auskultasi : Suara pernafasan mengeras ( vesikuler mengeras )disertai ronki basah
gelembung halus sampai sedang.
Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisik tergantung pada luasnya daerah yang
terkena.Pada perkusi toraks sering tidak dijumpai adanya kelainan.Pada auskultasi mungkin hanya
terdengar ronki basah gelembung halus sampai sedang. Pada stadium resolusi ronki dapat
terdengar lagi.Tanpa pengobatan biasanya proses penyembuhan dapat terjadi antara 2-3 minggu.
II.6 Diagnosis
1. Anamnesis
Gejala yang timbul biasanya mendadak tetapi dapat didahului dengan infeksi saluran nafas
akut bagian atas. Gejalanya antara lain batuk, demam tinggi terus-menerus, sesak, kebiruan
sekitar mulut, menggigil (pada anak), kejang (pada bayi), dan nyeri dada. Biasanya anak
lebih suka berbaring pada sisi yang sakit. Pada bayi muda sering menunjukkan gejala non
spesifik seperti hipotermi, penurunan kesadaran, kejang atau kembung. Anak besar kadang
mengeluh nyeri kepala, nyeri abdomen disertai muntah.
2. Pemeriksaan Fisik
Manifestasi klinis yang terjadi akan berbeda-beda berdasarkan kelompok umur tertentu.
Pada neonatus sering dijumpai takipneu, retraksi dinding dada, grunting, dan sianosis. Pada
bayi-bayi yang lebih besar jarang ditemukan grunting. Gejala yang sering terlihat adalah
takipneu, retraksi, sianosis, batuk, panas, dan iritabel.
Pada anak pra sekolah, gejala yang sering terjadi adalah demam, batuk (non produktif /
produktif), takipneu dan dispneu yang ditandai dengan retraksi dinding dada. Pada
kelompok anak sekolah dan remaja, dapat dijumpai panas, batuk (non produktif /
produktif), nyeri dada, nyeri kepala, dehidrasi dan letargi.
Pedoman klinis membedakan penyebab pneumonia, sebagai berikut :
3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah pada pneumonia umumnya didapatkan Lekositosis hingga >
15.000/mm3 seringkali dijumpai dengan dominasi netrofil pada hitung jenis. Lekosit >
30.000/mm3 dengan dominasi netrofil mengarah ke pneumonia streptokokus. Trombositosis >
500.000 khas untuk pneumonia bakterial. Trombositopenia lebih mengarah kepada infeksi virus.
Biakan darah merupakan cara yang spesifik namun hanya positif pada 10-15% kasus terutama
pada anak- anak kecil.
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan radiologis
Foto toraks (AP/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk menegakkan
diagnosis. Foto AP dan lateral dibutuhkan untuk menentukan lokasi anatomik dalam paru. Infiltrat
tersebar paling sering dijumpai, terutama pada pasien bayi. Pada bronkopneumonia bercak-bercak
infiltrat didapatkan pada satu atau beberapa lobus. Jika difus (merata) biasanya disebabkan oleh
Staphylokokus pneumonia.
Gambar 3 : Foto toraks PA pada pneumonia lobaris: tampak bercak-bercak infiltrat pada paru
kanan
b. C-Reactive Protein
Adalah suatu protein fase akut yang disintesis oleh hepatosit. Sebagai respon infeksi atau
inflamasi jaringan, produksi CRP distimulai oleh sitokin, terutama interleukin 6 (IL-6), IL-1 dan
tumor necrosis factor (TNF). Secara klinis CRP digunakan sebagai diagnostik untuk membedakan
antara faktor infeksi dan non infeksi, infeksi virus dan bakteri, atau infeksi superfisialis dan
profunda. Kadar CRP biasanya lebih rendah pada infeksi virus dan bakteri. CRP kadang-kadang
digunakan untuk evaluasi respon terapi antibiotik.
c. Uji serologis
Uji serologis digunakan untuk mendeteksi antigen dan antibodi pada infeksi bakteri atipik.
Peningkatan IgM dan IgG dapat mengkonfirmasi diagnosis.
d. Pemeriksaan mikrobiologi
Diagnosis terbaik adalah berdasarkan etiologi, yaitu dengan pemeriksaan mikrobiologi
spesimen usap tenggorok, sekresi nasopharing, sputum, aspirasi trakhea, fungsi pleura. Sayangnya
pemeriksaan ini banyak sekali kendalanya, baik dari segi teknis maupun biaya. Bahkan dalam
penelitianpun kuman penyebab spesifik hanya dapat diidentifikasi pada kurang dari 50% kasus.
Dasar diagnosis pneumonia adalah ditemukannya paling sedikit 3 dari 5 gejala berikut ini :
a. sesak nafas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding dada
b. panas badan
c. Ronkhi basah sedang nyaring (crackles)
d. Foto thorax menunjukkan gambaran infiltrat difus
e. Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit predominan, dan
bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang predominan)
II.8 Penyulit
1. Empiema (paling sering oleh S. Pneumoniae dan S. Aureus
2. Perikarditis
3. Pneumotoraks
4. Pneumatokel
5. Meningitis bakterialis
6. Artritis supuratif
7. Osteomielitis.1
Dengan pemberian antibiotik yang tepat dan adekuat yang dimulai secara dini pada
perjalanan penyakit tersebut maka mortalitas selama masa bayi dan masa kanak-kanak
dapat di turunkan sampai kurang 1 % dan sesuai dengan kenyataan ini morbiditas yang
berlangsung lama juga menjadi rendah. Anak dalam keadaan malnutrisi energi protein dan
yang datang terlambat menunjukkan mortalitas yang lebih tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
5. Rahajoe Nastiti N, Supriyanto Bambang, dkk. Pneumonia. Buku Ajar Respirologi Anak.
Edisi Pertama. Jakarta : Badan Penerbit IDAI. Th; 2010.hal; 351-363
6. Alihbahasa, Tim Adaptasi Indonesia. Pedoman pelayanan kesehatan anak di rumah sakit
rujukan tingkat pertama di kabupaten. Jakarta : WHO Indonesia.th;2008. Hal 86-93
7. WHO. 2008. Global Action Plan for Prevention and Control Pneumonia.