Anda di halaman 1dari 10

TUGAS KELOMPOK

HUKUM HAK ASASI MANUSIA LANJUTAN

OLEH:

NAMA KELOMPOK

KADEK INDRA YUDHA (1516051153)

KHRISNA KHRISTIAN (1516051161)

I MADE DWI PRASETYA (1516051164)

NYOMAN GEDE ANANDA SAMBHAWITASYA (1516051172)

I WAYAN KHARISMAWAN (1516051173)

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2018
Tutorial 4 : Budaya dan Masyarakat 4 (Pendidikan)

Problem Task
Potret Pendidikan Indonesia

Secara konstitusional pendidikan hak setiap orang dan kebutuhan


dasar unruk mengembangkan diri dan meningkatkan taraf hidup. Pasal 3
ayat (4) UUD 1945 menentukan bahwa pemerintah wajib membiayai
pendidikan dan menetapkan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya
20% dari APBN dan APBD.

Fakta menunjukan bahwa pendidikan formal bukanlah segala-


galanya bagi upaya itu. Liem Sioe Liong merupakan salah seseorang
konglomerat yang hanya berbekal pendidikan tingkat Sekolah Dasar (SD).
Ini tentu kasus yang istimewa. Di akhir tahun 2011, dunia pendidikan
Indonesia juga patut berbangga dengan keberhasilan para siswa Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK) meluncurkan Mobil rancangan anak Negeri.
Tetapi, fakta pula bahwa tingkat pendidikan berpengaruh signifikan
terhadap peluang kerja, posisi didunia kerja, tingkat salary dan fasilitas
tingkat pendidikan juga menentukan pola perilaku seseorang dalam rumah
tangga, tanggung jawab social dan derajat kemandirian dalam social-
politik.

Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan


kualitas penyelenggaraan dan mutu pendidikan. Ada sejumlah kebijakan di
bidang pendidikan yang telah diformulasikan ke dalam legislasi dan
regulasi selain ratifikasi sejumlah instrument internasional HAM terkait.
Selanjutnya, telah dilakukan kampanye yang sangat massif di televise,
program popular ayo sekolah, program wajib belajar Sembilan tahun dan
peluncuran dana bantuan oprasional sekolah (BOS).

Direktur Jendral Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Kementrian


Pendidikan Nasional, Satryo Soemantri Brodjonegoro, pada pertemuan
dengan perhimpunan pelajar Indonesia (PPI) di tingkat menengah ke atas
dari 193 negara anggota UNESCO. Jika dilihat realitasnya, perubahan
tampaknya baru terjadi di bidang fisik-sarana dan prasarana sekolah.
Standar kompetensi yang lain, khusunya kualitas guru dan tenaga
kependidikan menampakan wajah muram. Banyak guru yang belum siap
mengajar di kelas yang disarankan berbasis Information Technology (IT).
Pelaksanaan sertifikasi guru pun masih bermasalah di samping isu korupsi
yang menggerayangi penyelenggaraan pendidikan di seluruh lini. Kurang
baiknya penyelenggaraan pendidikan terbuktu pula dengan keluarnya
putusan-putusan Mahkamah Konstitusi yang membatalkan Undang-
Undang tentang Badan Hukum Pendidikan.

Sebagai dampak dari pada permasalahan anak putus sekolah, anak-


anak dan usia remaja bergentayangan di seluruh wilayah Negara, dari kota
hingga ke desa-desa. Tidak sedikit diantaranya yang menjadi gelandangan,
pengemis, pengamen cilik, pedagang asongan, kuli penggul, pencopet,
pedagang narkoba, pembantu rumah tangga, pelacur, atau justru kawin di
usia dini. Sebagai dampak ikutan dari putus sekolah, mereka mau berkerja
apapun untuk membantu perekonomian keluarganya. Nasib mereka
mungkin tidak akan seperti itu jika seandainya pengelolaan
penyelenggaraan pendidikan dilakukan secara baik dan benar, dimulai dari
tingkat kebijakan dan instrument hukum bidang pendidikan, partisipasi
masyarakat untuk menyelenggarakan pendidikan, kesadaran perserta
didik, dan karakter keluarga dan pengetahuan orang tua peserta didik.

Tujuan Pembelajaran (Learning Goal) :

1. Bagaimana tanggung jawab Negara dalam hal pendidikan?

2. Apakah pemerintah dapat dimintai pertanggung jawaban atas belum


optimalnya penyediaan fasilitas?

Jawaban Learning Goal :

1. Tanggung jawab Negara dalam hal Pendidikan

Peranan Negara dalam kelangsungan pendidikan di Indonesia dapat


dilihat jelas melalui beberapa peraturan dan secara konstitusional.
Artinya dapat dilihat secara normative bahwa sudah semestinya Negara
menjadi pihak yang bertanggung jawab dalam terpenuhinya hak atas
pendidikan. Berdasarkan amanat Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun 1945 yang mengamanatkan Pemerintah
Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan social. Pasal 31 ayat (1) Amandemen UUD 1945 secara
tegas mengamanatkan, “Setiap warga Negara berhak mendapat
pendidikan”, dan ditegaskan kembali dengan ayat (2), “Setiap warga
Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib
membiayainya”. Apabila dilihat dari Pasal 31 ayat (1) dan ayat (2) secara
normative dijelaskan bahwa jaminan dan perlindungan hak atas
pendidikan menjadi tanggung jawabnya dalam menyelenggarakan
kepentingan warga Negara. Dengan adanya pasal 31 diharapkan akan
meningkatkan kesempatan dan akses semua warga Negara terhadap
pendidikan. Dalam hal ini, semua warga negara, terutama peserta didik
dapat memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk memperoleh dan
mengakses pendidikan.

Secara umum, tanggung jawab negara dalam pemenuhan HAM,


termasuk di dalamnya HAP, sudah semakin ditegaskan dalam UUD
1945. Selain pengaturan dan jaminan HAP di dalam Pasal 31 UUD 1945
baik sebelum maupun setelah perubahan, terkait dengan HAM bagi
warga negara juga secara khusus lebih diperjelas dan dipertegas pada
saat dilakukan Perubahan Kedua UUD 1945 pada tahun 2000. Dalam
perubahan kedua tersebut dimasukkan materi muatan HAM secara
lebih lengkap mulai dari Pasal 28A sampai dengan Pasal 28J. Sementara
itu, secara khusus pengaturan dan jaminan terkait dengan HAP
ditegaskan di dalam Pasal 28C ayat (1) dan Pasal 28E ayat (1) UUD 1945.

Berdasarkan ketentuan pasal-pasal tersebut tampak bahwa setiap


orang khususnya WNI mendapatkan dua perlindungan sekaligus.
Pertama, berhak mendapatkan pendidikan. Kedua, bebas memilih
pendidikan dan pengajaran. Pelaksanaan hak dan kebebasan tersebut
tidak akan terlaksana dengan baik apabila tidak tersedia prasarana dan
sarana pendidikan yang memadai baik dari segi kuantitas, kualitas,
ketersediaan, maupun kemerataan. Dalam hal ini, penyediaan seluruh
aspek yang berkaitan dengan pendidikan adalah tanggung jawab Negara
seperti yang sudah ditegaskan dalam UUD 1945.

Demikian juga dalam Undang-undang HAM Republik Indonesia No.


39 tahun 1999 dalam pasal 12 menyebutkan bahwa “Setiap orang
berhak atas perlindungan bagi pengembangan pribadinya, untuk
memperoleh pendidikan, mencerdaskan dirinya, dan meningkatkan
kualitas hidupnya agar menjadi manusia yang beriman, bertakwa,
bertanggung jawab, berakhlak mulia, bahagia, dan sejahtera sesuai
dengan hak asasi manusia”.

Selanjutnya, dalam Pasal 42 Undang-Undang HAM ditegaskan bahwa


“Setiap warga negara yang berusia lanjut, cacat fisik dan atau cacat
mental berhak memperoleh perawatan, pendidikan, pelatihan, dan
bantuan khusus atas biaya negara, untuk menjamin kehidupan yang
layak sesuai dengan martabat kemanusiaannya, meningkatkan rasa
percaya diri, dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.” Mengenai Hak atas
Pendidikan dalam Undang-undang HAM No. 39 tahun 1999, juga
dijelaskan melalui Pasal 48 (Hak atas pendidikan untuk wanita), Pasal
54 (Hak atas pendidikan untuk disabilitas), Pasal 60 ayat (1) dan Pasal
64 (mengatur Ha katas pendidikan untuk anak)
Tanggung jawab pemerintah juga tercantum di Undang-Undang HAM
dalam Bab V yang terdiri dari 2 pasal yaitu Pasal 71 dan Pasal 72. Selain
itu hak dan kewajiban pemerintah juga diatur di dalam Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Undang-
Undang Sisdiknas) yang ditegaskan dalam Bab IV yang mengatur
tentang Hak dan Kewajiban Pemerintah dan Pemerintah Daerah
terutama dalam Pasal 10 dan Pasal 11.

Dalam instrument internasional, dapat dilihat dari Pasal 26 DUHAM


yang berbunyi sebagai berikut:

1. Setiap orang berhak memperoleh pendidikan. Pendidikan harus


dengan cuma-cuma, setidak-tidaknya untuk tingkatan sekolah
rendah dan pendidikan dasar. Pendidikan terendah harus
diwajibkan. Pendidikan teknik dan kejuruan secara umum harus
terbuka bagi semua orang dan pendidikan tinggi harus dapat
dimasuki dengan cara yang sama oleh semua berdasarkan
kecerdasan.

2. Pendidikan harus ditujukan ke arah perkembangan pribadi yang


seluas-luasnya serta untuk mempertebal penghargaan terhadap hak
asasi manusia dan kebebasan yang mendasar. Pendidikan harus
menggalakkan saling pengertian, toleransi dan persahabatan di
antara semua bangsa, kelompok ras maupun agama, serta harus
memajukan kegiatan Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam memelihara
perdamaian.

3. Orang tua mempunyai hak utama dalam memilih jenis pendidikan


yang akan diberikan kepada anak-anak mereka.
3. Apakah pemerintah dapat dimintai pertanggung jawaban atas belum
optimalnya penyediaan fasilitas?

Pendidikan merupakan suatu sarana yang sangat penting bagi


kelangsungan hidup manusia, hal ini disebabkan karena pendidikan
adalah sector yang dapat menciptakan kecerdasan manusia dalam
melangsungkan kehidupannya, pentingnya pendidikan agar dengan
mudah segala kebutuhan hidup dapat diperoleh. Pada prinsipnya
pendidikan merupakan agenda yang sangat penting dalam pelaksanaan
program kerja pada setiap negara, di setiap keberlangsungan hidup
bermasyarakat, pendidikan adalah modal yang sangat urgensif.

Dalam tuntutan UUD 1945 telah diisyaratkan bahwa pendidikan


adalah dasar awal dalam mengaktualisasikan makna Pancasila dan
kandungan UUD 1945 yang merupakan ideologi dan landasan hukum
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), sehingga yang amat
terpenting dalam penyelenggaraan tugas dan tanggung jawab negara
terhadap rakyat Indonesia yang sangat dioptimalkan adalah bagaimana
memperioritaskan sektor pendidikan sebagai metode dalam pencapaian
pembangunan yang berskala nasional.

Sebagaimana sudah dimandatkan dalam pembukaan UUD 1945,


salah satu tujuan bernegara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.
Ini berarti negara, dalam hal ini penyelenggara negara/pemerintah,
harus mengambil peran besar dalam penyelenggaraan pendidikan
nasional, dan bertanggung jawab akan terlaksananya hak atas
pendidikan tersebut. Tanggung jawab pemerintah terhadap dunia
pendidikan seharusnya menjadi sebuah kewajiban yang diaplikasikan
dengan memberikan seluruh keperluan dasar sekolah, penyediaan
sarana dan prasarana, guru yang profesional, dan tanpa kebijakan yang
sifatnya diskriminatif terhadap anak didik. Pendidikan sebenarnya
merupakan tanggung jawab bersama antara orang tua, masyarakat dan
pemerintah. Berdasarkan hal itu, pendidikan tidak boleh hanya
dibebankan kepada salah satu dari ketiga unsur tersebut. Ketiga unsur
itu menanggung tanggung jawab sesuai dengan tugas dan kemampuan
masing-masing.

Secara jujur harus diakui bahwa implementasi pemenuhan HAP


masih menghadapi banyak kendala baik yang bersifat konseptual
maupun teknis. Meskipun berbagai peraturan perundang-undangan
sudah mengatur dan menegaskan kewajiban dan tanggung jawab
pemenuhan HAP kepada negara, pelaksanaannya masih saja terkendala.
Persoalan tersebut dirasakan terutama oleh masyarakat marginal yang
kurang memiliki akses terhadap pendidikan. Hal itu disinyalir karena
belum adanya kebijakan yang terpadu dan terpola mulai dari Pusat
sampai Daerah dalam pemenuhan HAP.

Konstitusi telah mengamanatkan bahwa minimal 20% dari dana


APBN harus dialokasikan di sektor pendidikan. Angka 20% dari APBN
adalah angka minimal yang harus dipenuhi di luar pembayaran gaji
pendidik dan biaya pendidikan kedinasan. Artinya, ketika angka
tersebut belum cukup untuk memenuhi hak atas pendidikan maka
pemerintah harus meningkatkan alokasi dana bagi sektor pendidikan.
Disinilah terlihat keberpihakan anggaran terhadap pendidikan harus
terlihat. Alasan klasik bahwa jika anggaran pendidikan semakin
meningkat maka anggaran untuk sektor lain akan berkurang dapat
disiasati dengan pengelolaan dana APBN yang efektif. Penambahan
terhadap sektor pendidikan dapat berasal dari pemangkasan pos-pos
yang tidak krusial dan tidak memenuhi rasa keadilan rakyat seperti
anggaran perjalanan dinas para pejabat serta belanja barang dan jasa
semua itu kembali pada political will dari pemerintah itu sendiri.

Selama ini, penyebab rendahnya pemenuhan hak pendidikan warga


Negara adalah bukan karena terbatasan masalah dana, melainkan lebih
kepada komitmen serta kemauan pemerintah dan DPR dalam
menggunakan dana APBN untuk sektor pendidikan. Selain itu, harus
ada kejelasan koordinasi antara pemerintah pusat dan pemerintah
daerah dalam hal penyelenggaraan pendidikan. Pelimpahan
kewenangan penyelenggaraan pendidikan dari pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah melalui asas disentralisasi tidak boleh menjadi
alasan pembenar terhadap tidak meratanya akses dan kualitas
pendidikan. Jangan sampai pelimpahan wewenang yang pada mulanya
diharapkan menjadi jawaban bagi pemerataan dan efektifitas
pelaksanaan pendidikan, malah berakibat pada kemunduran kualitas
pendidikan.

Anda mungkin juga menyukai