Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN THALASEMIA

A. Definisi
Thalasemia adalah kelainan kongenital, anomali pada eritropoeisis yang
diturunkan dimana hemoglobin dalam eritrosit sangat berkuarang, oleh
karenanya akan terbentuk eritrosit yang relatif mempunyai fungsi yangsedikit
berkurang (Supardiman, 2002). Thalasemia merupakan kelompok kelainan
genetik heterogen yang timbul akibat berkurangnya kecepatan sintesis rantai
alpha atau beta (Hoffbrand, 2005).
Nama Thalassemia berasal dari gabungan dua kata Yunani
yaitu thalassa yang berarti lautan dan anaemia (“weak blood”).
Perkataan Thalassa digunakan karena gangguan darah ini pertama kali
ditemui pada pasien yang berasal dari negara-negara sekitar Mediterranean
(TIF, 2010). Istilah Thalassemia sekarang digunakan pada kelompok
hemoglobinopati yang diklasifikasi berdasarkan rantai globin spesifik di mana
sintesisnya terganggu (Chen, 2006).).
Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi
sel darah merah mudah rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal
(120 hari). Akibatnya penderita thalasemia akan mengalami gejala anemia
diantaranya pusing, muka pucat, badan sering lemas, sukar tidur, nafsu makan
hilang, dan infeksi berulang (NUCLEUS PRECISE, 2010)

B. Klasifikasi
1. Talasemia major, paling serius. Ia juga dikenali sebagai Cooley's anemia
sempena nama doktor yang mula-mula menjumpai penyakit ini pada
tahun 1925. Talasemia major merujuk kepada mereka yang mempunyai
baka talasemia sepenuhnya dan menunjukkan tanda-tanda talasemia.
2. Talasemia intermedia, Cooley's anemia yang sederhana.
3. Talasemia minor, tidak mempunyai gejala tetapi terdapat perubahan
dalam darah. alasemia minor merujuk kepada mereka yang mempunyai
kecacatan gen talasemia tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda talasemia
atau pembawa
C. Etiologi
Adapun etiologi dari thalasemia adalah faktor genetik (herediter). Faktor
genetik yaitu perkawinan antara 2 heterozigot (carier) yang menghasilkan
keturunan Thalasemia (homozigot). Thalasemia merupakan penyakit anemia
hemolitik dimana terjadi kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh darah
sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari 100 hari). Kerusakan
tersebut terjadi karena gangguan struktural pembentukan hemoglobin
(hemoglobin abnormal) dan atau gangguan jumlah (salah satu/beberapa) rantai
globin
D. Patofisiologi
Normal hemoglobin adalah terdiri dari Hb A dengan polipeptida rantai
alfa dan dua rantai beta . Pada beta thalasemia adalah tidak adanya atau
kurangnya rantai beta dalam molekul hemoglobin yang mana ada gangguan
kemampuan eritrosit membawa oksigen. Adanya suatu kompensator yang
meningkat dalam rantai alfa, tetapi rantai beta memproduksi secara terus-
menerus sehingga menghasilkan hemoglobin defective. Ketidakseimbangan
polipeptida ini memudahkan ketidakstabilan dan disintegrasi. Hal ini
menyebabkan sel darah merah menjadi hemolisis dan menimbulkan anemia
dan atau hemosiderosis.
Kelebihan dalam rantai alfa ditemukan pada thalasemia beta dan
kelebihan rantai beta dan gamma ditemukan pada thalasemia alfa. Kelebihan
rantai polipeptida kini mengalami presipitasi dalam sel eritrosit. Globin intra
eritrositik yang mengalami presipitasi, yang terjadi sebagai rantai polipeptida
alfa dan beta, atau terdiri dari hemoglobin tak stbil badan Heinz, merusak
sampul eritrosit dan menyebabkan hemolisis. Produksi dalam hemoglobin
menstimulasi bone marrow memproduksi RBC yang lebih. Dalam stimulasi
yang konstan pada bone marrow, produksi RBC diluar menjadi eritropoetik
aktif. Kompensator produksi RBC secara terus-menerus pada suatu dasar
kronik. Dan dengan cepatnya destruksi RBC, menimbulkan tidak adekuatnya
sirkulasi hemoglobin. Kelebihan produksi dan destruksi RBC menyebabkan
bone marrow menjadi tipis dan mudah pecah atau rapuh

Pathway :
E. Manifestasi Klinis
1. Thalasemia Mayor:
a. Pucat
b. Lemah
c. Anoreksia
d. Sesak napas
e. Peka rangsang
f. Tebalnya tulang kranial
g. Pembesaran hati dan limpa / hepatosplenomegali
h. Menipisnya tulang kartilago, nyeri tulang
i. Disritmia
j. Epistaksis
k. Sel darah merah mikrositik dan hipokromik
l. Kadar Hb kurang dari 5gram/100 ml
m. Kadar besi serum tinggi
n. Ikterik
o. Peningkatan pertumbuhan fasial mandibular; mata sipit, dasar
hidung lebar dan datar.
2. Thalasemia Minor
a. Pucat
b. Hitung sel darah merah normal
c. Kadar konsentrasi hemoglobin menurun 2 sampai 3 gram/ 100ml di
bawah kadar normal Sel darah merah mikrositik dan hipokromik
sedang
F. Komplikasi
Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Tranfusi
darah yang berulang ulang dan proses hemolisis menyebabkan kadar besi
dalam darah sangat tinggi, sehingga di timbun dalam berbagai jarigan tubuh
seperti hepar, limpa, kulit, jantung dan lain lain. Hal ini menyebabkan
gangguan fungsi alat tersebut (hemokromatosis). Limpa yang besar mudah
ruptur akibat trauma ringan. Kadang kadang thalasemia disertai tanda
hiperspleenisme seperti leukopenia dan trompositopenia. Kematian terutama
disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung (Hassan dan Alatas, 2002)
Hepatitis pasca transfusi biasa dijumpai, apalagi bila darah transfusi telah
diperiksa terlebih dahulu terhadap HBsAg. Hemosiderosis mengakibatkan
sirosis hepatis, diabetes melitus dan jantung. Pigmentasi kulit meningkat
apabila ada hemosiderosis, karena peningkatan deposisi melanin (Herdata,
2008)
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Hb rendah dapat sampai 2-3 g%. Gambaran morfologi eritrosit:
mikrositik hipokromik, retikulosit meningkat, anisositosis, polklilositosis
dan adanya sel target(fragmentasi dan banyak sel normoblas).
2. Kadar besi dalam serum (SI) meninggi dan daya ikat serum terhadap besi
(IBC) menjadi rendah dan dapat mencapai nol. Elektroforesis
hemoglobin memperlihatkan tingginya HbF lebih dari 30%, kadang
ditemukan juga hemoglobin patologik. Di Indonesia kira-kira 45% pasien
Thalasemia juga mempunyai HbE maupun HbS. Kadar bilirubin dalam
serum meningkat, SGOT dan SGPT dapat meningkat karena kerusakan
parankim hati oleh hemosiderosis. Penyelidikan sintesis alfa/beta
terhadap refikulosit sirkulasi memperlihatkan peningkatan nyata ratio
alfa/beta yakni berkurangnya atau tidak adanya sintetis rantai beta.
Hiperplasi sistem eritropoesis dengan normoblas terbanyak dari jenis
asidofil. Granula Fe (dengan pengecatan Prussian biru) meningkat.
Pemeriksaan pedigree: kedua orangtua pasien thalasemia mayor
merupakan trait (carrier).
3. Pemeriksaan lain :
Foto Rontgen tulang kepala : gambaran hair on end, korteks menipis,
diploe melebar dengan trabekula tegak lurus pada korteks. Foto tulang
pipih dan ujung tulang panjang: perluasan sumsum tulang sehingga
trabekula tampak jelas.
H. Pencegahan
1. Pencegahan primer :
Penyuluhan sebelum perkawinan (marriage counselling) untuk mencegah
perkawinan diantara pasien Thalasemia agar tidak mendapatkan
keturunan yang homozigot. Perkawinan antara 2 hetarozigot (carrier)
menghasilkan keturunan : 25 % Thalasemia (homozigot), 50 % carrier
(heterozigot) dan 25 normal.
2. Pencegahan sekunder :
Pencegahan kelahiran bagi homozigot dari pasangan suami istri dengan
Thalasemia heterozigot salah satu jalan keluar adalah inseminasi buatan
dengan sperma berasal dari donor yang bebas dan Thalasemia troit.
Kelahiran kasus homozigot terhindari, tetapi 50 % dari anak yang lahir
adalah carrier, sedangkan 50% lainnya normal.
Diagnosis prenatal melalui pemeriksaan DNA cairan amnion merupakan
suatu kemajuan dan digunakan untuk mendiagnosis kasus homozigot
intra-uterin sehingga dapat dipertimbangkan tindakan abortus provokotus
(Soeparman dkk, 1996)

I. Penatalaksanaan medis
Menurut (Suriadi, 2001) Penatalaksaan Medis Thalasemia antara lain :
1. Pemberian transfusi hingga Hb mencapai 9-10g/dl. Komplikasi dari
pemberian transfusi darah yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya
penumpukan zat besi yang disebut hemosiderosis. Hemosiderosis ini
dapat dicegah dengan pemberian deferoxamine (Desferal), yang
berfungsi untuk mengeluarkan besi dari dalam tubuh (iron chelating
agent). Deferoxamine diberikan secar intravena, namun untuk mencegah
hospitalisasi yang lama dapat juga diberikan secara subkutan dalam
waktu lebih dari 12 jam.
2. Splenectomy : dilakukan untuk mengurangi penekanan pada abdomen
dan meningkatkan rentang hidup sel darah merah yang berasal dari
suplemen (transfusi).
3. Pada thalasemia yang berat diperlukan transfusi darah rutin dan
pemberian tambahan asam folat. Penderita yang menjalani transfusi,
harus menghindari tambahan zat besi dan obat-obat yang bersifat
oksidatif (misalnya sulfonamid), karena zat besi yang berlebihan bisa
menyebabkan keracunan. Pada bentuk yang sangat berat, mungkin
diperlukan pencangkokan sumsum tulang. Terapi genetik masih dalam
tahap penelitian.

Penatalaksaan Medis Thalasemia antara lain: (Rudolph, 2002; Hassan


dan Alatas, 2002; Herdata, 2008)
1. Medikamentosa
 Pemberian iron chelating agent (desferoxamine): diberikan setelah
kadar feritin serum sudah mencapai 1000 mg/l atau saturasi
transferin lebih 50%, atau sekitar 10-20 kali transfusi darah.
Desferoxamine, dosis 25-50 mg/kg berat badan/hari subkutan
melalui pompa infus dalam waktu 8-12 jam dengan minimal selama
5 hari berturut setiap selesai transfusi darah.
 Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi, untuk
meningkatkan efek kelasi besi.
 Asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat.
 Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat
memperpanjang umur sel darah merah
2. Bedah
Splenektomi, dengan indikasi:
 Limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita,
menimbulkan peningkatan tekanan intraabdominal dan bahaya
terjadinya ruptur
 Hipersplenisme ditandai dengan peningkatan kebutuhan transfusi
darah atau kebutuhan suspensi eritrosit (PRC) melebihi 250 ml/kg
berat badan dalam satu tahun.
 Transplantasi sumsum tulang telah memberi harapan baru bagi
penderita thalasemia dengan lebih dari seribu penderita thalasemia
mayor berhasil tersembuhkan dengan tanpa ditemukannya akumulasi
besi dan hepatosplenomegali. Keberhasilannya lebih berarti pada
anak usia dibawah 15 tahun. Seluruh anak anak yang memiliki HLA-
spesifik dan cocok dengan saudara kandungnya di anjurkan untuk
melakukan transplantasi ini.
3. Suportif
Tranfusi Darah
Hb penderita dipertahankan antara 8 g/dl sampai 9,5 g/dl. Dengan kedaan
ini akan memberikan supresi sumsum tulang yang adekuat, menurunkan
tingkat akumulasi besi, dan dapat mempertahankan pertumbuhan dan
perkembangan penderita. Pemberian darah dalam bentuk PRC (packed
red cell), 3 ml/kg BB untuk setiap kenaikan Hb 1 g/dl.
J. PENGKAJIAN
1. Asal keturunan/kewarganegaraan
Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa disekitar laut tengah
(mediterania). Seperti turki, yunani, Cyprus, dll. Di Indonesia sendiri,
thalassemia cukup banyak dijumpai pada anak, bahkan merupakan
penyakit darah yang paling banyak diderita.
2. Umur
Pada thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala tersebut
telah terlihat sejak anak berumur kurang dari 1 tahun. Sedangkan pada
thalasemia minor yang gejalanya lebih ringan, biasanya anak baru datang
berobat pada umur sekitar 4 – 6 tahun.
3. Riwayat kesehatan anak
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran napas bagian atas
infeksi lainnya. Hal ini mudah dimengerti karena rendahnya Hb yang
berfungsi sebagai alat transport.
4. Pertumbuhan dan perkembangan
Sering didapatkan data mengenai adanya kecenderungan gangguan
terhadap tumbuh kembang sejak anak masih bayi, karena adanya
pengaruh hipoksia jaringan yang bersifat kronik. Hal ini terjadi terutama
untuk thalassemia mayor. Pertumbuhan fisik anak adalah kecil untuk
umurnya dan ada keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak
ada pertumbuhan rambut pubis dan ketiak. Kecerdasan anak juga dapat
mengalami penurunan. Namun pada jenis thalasemia minor sering
terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak normal.
5. Pola makan. Karena adanya anoreksia, anak sering mengalami susah
makan, sehingga berat badan anak sangat rendah dan tidak sesuai dengan
usianya.
6. Pola aktivitas. Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak usianya. Anak
banyak tidur / istirahat, karena bila beraktivitas seperti anak normal
mudah merasa lelah
7. Riwayat kesehatan keluarga
Karena merupakan penyakit keturunan, maka perlu dikaji apakah
orang tua yang menderita thalassemia. Apabila kedua orang tua
menderita thalassemia, maka anaknya berisiko menderita thalassemia
mayor. Oleh karena itu, konseling pranikah sebenarnya perlu dilakukan
karena berfungsi untuk mengetahui adanya penyakit yang mungkin
disebabkan karena keturunan.
8. Riwayat ibu saat hamil (Ante Natal Core – ANC)
Selama Masa Kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam
adanya faktor risiko thalassemia. Sering orang tua merasa bahwa dirinya
sehat. Apabila diduga faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan
mengenai risiko yang mungkin dialami oleh anaknya nanti setelah lahir.
Untuk memestikan diagnosis, maka ibu segera dirujuk ke dokter.
9. Data keadaan fisik anak thalassemia yang sering didapatkan diantaranya
adalah:
a. Keadaan umum. Anak biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah
serta tidak selincah aanak seusianya yang normal.
b. Kepala dan bentuk muka. Anak yang belum/tidak mendapatkan
pengobatan mempunyai bentuk khas, yaitu kepala membesar dan
bentuk mukanya adalah mongoloid, yaitu hidung pesek tanpa
pangkal hidung, jarak kedua mata lebar, dan tulang dahi terlihat
lebar.
c. Mata dan konjungtiva terlihat pucat kekuningan
d. Mulut dan bibir terlihat pucat kehitaman
e. Dada. Pada inspeksi terlihat bahwa dada sebelah kiri menonjol
akibat adanya pembesaran jantung yang disebabkan oleh anemia
kronik.
f. Perut. Kelihatan membuncit dan pada perabaan terdapat pembesaran
limpa dan hati ( hepatosplemagali).
g. Pertumbuhan fisiknya terlalu kecil untuk umurnya dan BB nya
kurang dari normal. Ukuran fisik anak terlihat lebih kecil bila
dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya.
h. Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas
Ada keterlambatan kematangan seksual, misalnya, tidak adanya
pertumbuhan rambut pada ketiak, pubis, atau kumis. Bahkan
mungkin anak tidak dapat mencapai tahap adolesense karena adanya
anemia kronik.
i. Kulit. Warna kulit pucat kekuning- kuningan. Jika anak telah sering
mendapat transfusi darah, maka warna kulit menjadi kelabu seperti
besi akibat adanya penimbunan zat besi dalam jaringan kulit
(hemosiderosis).
K. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan berkurangnya
komponen seluler yang menghantarkan oksigen/nutrisi
2. Intoleransi aktifitas b.d tidak seimbangnya kebutuhan dan suplai oksigen
3. PK: Perdarahan
4. Ketidakseimbangan nitrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia
5. Kecemasan (orang tua) b.d kurang pengetahuan
L. Rencana Keperawatan

No DIAGNOSA RENCANA KEPERAWATAN


TUJUAN INTERVENSI
1. Ketidakefektifan perfusi NOC NIC
jaringan b.d berkurangnya Perfusi Jaringan : Perifer 1. Awasi tanda-tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna
komponen seluler yang Status sirkulasi kulit/ membran mukosa, dasar kuku.
menghantarkan Kriteria Hasil: 2. Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi (kontra
oksigen/nutrisi  Tidak terjadi palpitasi indikasi pada pasien dengan hipotensi).
 Kulit tidak pucat 3. Selidiki keluhan nyeri dada, palpitasi.
 Membran mukosa lembab 4. Kaji respon verbal melambat, mudah terangsang,

 Keluaran urine adekuat agitasi, gangguan memori, bingung.

 Tidak terjadi mual/muntah dan distensil 5. Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu

abdomen lingkungan, dan tubuh hangat sesuai indikasi.

 Tidak terjadi perubahan tekanan darah 6. Kolaborasi pemeriksaan laboratorium, Hb, Hmt,
AGD, dll.
 Orientasi klien bai
7. Kolaborasi dalam pemberian transfusi.
8. Awasi ketat untuk terjadinya komplikasi transfusi
2. Intoleransi aktifitas b.d NOC NIC
tidak seimbangnya
· Konservasi Energi 1. Kaji kemampuan pasien untuk melakukan aktivitas,
kebutuhan dan suplai
· Perawatan Diri: ADL catat kelelahan dan kesulitan dalam beraktivitas
oksigen Kriteria Hasil: 2. Awasi tanda-tanda vital selama dan sesudah aktivitas.
Klien dapat melakukan aktifitas yang dianjurkan 3. Catat respin terhadap tingkat aktivitas
dengan tetap mempertahankan tekanan darah, 4. Berikan lingkungan yang tenang.
nadi, dan frekuensi pernafasan dalam rentang 5. Pertahankan tirah baring jika diindikasikan.
normal 6. Ubah posisi pasien dengan perlahan dan pantau
terhadap pusing.
7. Prioritaskan jadwal asuhan keperawatan untuk
meningkatkan istirahat.
8. Pilih periode istirahat dengan periode aktivitas.
9. Beri bantuan dalam beraktivitas bila diperlukan.
10. Rencanakan kemajuan aktivitas dengan pasien,
tingkatkan aktivitas sesuai toleransi.
11. Gerakan teknik penghematan energi, misalnya mandi
dengan duduk.
3. Ketidakseimbangan nitrisi NOC NIC
kurang dari kebutuhan
· Status Nutrisi 1. Kaji riwayat nutrisi termasuk makanan yang disukai.
tubuh b.d anoreksia · Status Nutrisi: Energi 2. Observasi dan catat masukan makanan pasien.
· Kontrol Berat Badan 3. Timbang BB tiap hari.
Kriteria Hasil : Klien menunjukkan 4. Beri makanan sedikit tapi sering.
 Pencapaian berat badan normal yang 5. Observasi dan catat kejadian mual, muntah, platus,
diharapkan dan gejala lain yang berhubungan.
 Berat badan sesuai dengan umur dan tinggi 6. Pertahankan higiene mulut yang baik.
badan 7. Kolaborasi dengan ahli gizi.
 Bebas dari tanda malnutrisi 8. Kolaborasi Dx. Laboratorium Hb, Hmt, BUN,
Albumin, Transferin, Protein, dll.
9. Berikan obat sesuai indikasi yaitu vitamin dan suplai
mineral, pemberian Fe tidak dianjurkan

1.
4. PK: Perdarahan Mencegah/ meminimalkan terjadinya 1. Monitor tanda-tanda perdarahan dan perubahan tanda
perdarahan vital
2. Monitor hasil laboratoium, seperti Hb, angka trombosit,
hematokrit, angka eritrosit, dll
3. Gunakan alat-alat yang aman untuk mencegah
perdarahan (sikat gigi yang lembut, dll)
(

5. Kecemasan (orang tua) b.d NOC : NIC


kurang pengetahuan Kontrol Kecemasan 1. Gunakan pendekatan dengan konsep atraumatik care
Kriteria Hasil : 2. Jangan memberikan jaminan tentang prognosis
 Klien mampu mengidentifikasi dan penyakit
mengungkapkan gejala cemas 3. Jelaskan semua prosedur dan dengarkan keluhan klien
 Mengidentifikasi, mengungkapkan, dan 4. Pahami harapan pasien dalam situasi stres
menunjukkan teknik untuk mengontrol 5. Temani pasien untuk memberikan keamanan dan
cemas mengurangi takut
 Vital sign (TD, nadi, respirasi) dalam batas 6. Bersama tim kesehatan, berikan informasi mengenai
normal diagnosis, tindakan prognosis
7. Anjurkan keluarga untuk menemani anak dalam
 Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh, pelaksanaan tindakan keperawatan
dan tingkat aktivitas menunjukkan 8. Lakukan massage pada leher dan punggung, bila perlu
berkurangnya kecemasan. 9. Bantu pasien mengenal penyebab kecemasan
 Menunjukkan peningkatan konsentrasi dan 10. Dorong pasien/keluarga untuk mengungkapkan
akurasi dalam berpikir perasaan, ketakutan, persepsi tentang penyakit
11. Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi
(sepert tarik napas dalam, distraksi, dll)
12. Kolaborasi pemberian obat untuk mengurangi
kecemasan
DAFTAR PUSTAKA

Ganie, A, 2004. Kajian DNA thalasemia alpha di medan. USU Press, Medan

Supardiman, I, 2002. Hematologi Klinik. Penerbit alumni bandung.

Hoffband, A, dkk, 2005. Kapita selekta Hematologi. Penerbit buku Kedokteran


EGC, Jakarta.

Mansjoer, arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran E d i s i k e - 3


J i l i d 2 . Media Aesculapius Fkul.

Hartoyo, Edi, dkk. 2006. ”Standar Pelayanan Medis. Fakultas


KedokteraanUnlam / RSUD Ulin Banjarmasin.

Suriadi S.Kp dan Yuliana Rita S.Kp, 2001, Asuhan Keperawatan Anak, Edisi I.
PT Fajar Interpratama : Jakarta.

McCloskey, J.C., 1996. Nursing Intervention Classification (NIC). 2nd Edition.


Mosby Year Book: USA

North American Nursing Diagnosis Association., 2001. Nursing Diagnoses :


Definition & Classification 2001-2002. Philadelphia.

Kuncara, H.Y, dkk, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddarth, EGC, Jakarta

Joane C. Mc. Closkey, Gloria M. Bulechek, 1996, Nursing Interventions


Classification (NIC), Mosby Year-Book, St. Louis

Marion Johnson, dkk, 2000, Nursing Outcome Classifications (NOC), Mosby


Year-Book, St. Louis

Marjory Gordon, dkk, 2001, Nursing Diagnoses: Definition & Classification


2001-2002, NANDA.

Anda mungkin juga menyukai