A. Definisi
Thalasemia adalah kelainan kongenital, anomali pada eritropoeisis yang
diturunkan dimana hemoglobin dalam eritrosit sangat berkuarang, oleh
karenanya akan terbentuk eritrosit yang relatif mempunyai fungsi yangsedikit
berkurang (Supardiman, 2002). Thalasemia merupakan kelompok kelainan
genetik heterogen yang timbul akibat berkurangnya kecepatan sintesis rantai
alpha atau beta (Hoffbrand, 2005).
Nama Thalassemia berasal dari gabungan dua kata Yunani
yaitu thalassa yang berarti lautan dan anaemia (“weak blood”).
Perkataan Thalassa digunakan karena gangguan darah ini pertama kali
ditemui pada pasien yang berasal dari negara-negara sekitar Mediterranean
(TIF, 2010). Istilah Thalassemia sekarang digunakan pada kelompok
hemoglobinopati yang diklasifikasi berdasarkan rantai globin spesifik di mana
sintesisnya terganggu (Chen, 2006).).
Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi
sel darah merah mudah rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal
(120 hari). Akibatnya penderita thalasemia akan mengalami gejala anemia
diantaranya pusing, muka pucat, badan sering lemas, sukar tidur, nafsu makan
hilang, dan infeksi berulang (NUCLEUS PRECISE, 2010)
B. Klasifikasi
1. Talasemia major, paling serius. Ia juga dikenali sebagai Cooley's anemia
sempena nama doktor yang mula-mula menjumpai penyakit ini pada
tahun 1925. Talasemia major merujuk kepada mereka yang mempunyai
baka talasemia sepenuhnya dan menunjukkan tanda-tanda talasemia.
2. Talasemia intermedia, Cooley's anemia yang sederhana.
3. Talasemia minor, tidak mempunyai gejala tetapi terdapat perubahan
dalam darah. alasemia minor merujuk kepada mereka yang mempunyai
kecacatan gen talasemia tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda talasemia
atau pembawa
C. Etiologi
Adapun etiologi dari thalasemia adalah faktor genetik (herediter). Faktor
genetik yaitu perkawinan antara 2 heterozigot (carier) yang menghasilkan
keturunan Thalasemia (homozigot). Thalasemia merupakan penyakit anemia
hemolitik dimana terjadi kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh darah
sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari 100 hari). Kerusakan
tersebut terjadi karena gangguan struktural pembentukan hemoglobin
(hemoglobin abnormal) dan atau gangguan jumlah (salah satu/beberapa) rantai
globin
D. Patofisiologi
Normal hemoglobin adalah terdiri dari Hb A dengan polipeptida rantai
alfa dan dua rantai beta . Pada beta thalasemia adalah tidak adanya atau
kurangnya rantai beta dalam molekul hemoglobin yang mana ada gangguan
kemampuan eritrosit membawa oksigen. Adanya suatu kompensator yang
meningkat dalam rantai alfa, tetapi rantai beta memproduksi secara terus-
menerus sehingga menghasilkan hemoglobin defective. Ketidakseimbangan
polipeptida ini memudahkan ketidakstabilan dan disintegrasi. Hal ini
menyebabkan sel darah merah menjadi hemolisis dan menimbulkan anemia
dan atau hemosiderosis.
Kelebihan dalam rantai alfa ditemukan pada thalasemia beta dan
kelebihan rantai beta dan gamma ditemukan pada thalasemia alfa. Kelebihan
rantai polipeptida kini mengalami presipitasi dalam sel eritrosit. Globin intra
eritrositik yang mengalami presipitasi, yang terjadi sebagai rantai polipeptida
alfa dan beta, atau terdiri dari hemoglobin tak stbil badan Heinz, merusak
sampul eritrosit dan menyebabkan hemolisis. Produksi dalam hemoglobin
menstimulasi bone marrow memproduksi RBC yang lebih. Dalam stimulasi
yang konstan pada bone marrow, produksi RBC diluar menjadi eritropoetik
aktif. Kompensator produksi RBC secara terus-menerus pada suatu dasar
kronik. Dan dengan cepatnya destruksi RBC, menimbulkan tidak adekuatnya
sirkulasi hemoglobin. Kelebihan produksi dan destruksi RBC menyebabkan
bone marrow menjadi tipis dan mudah pecah atau rapuh
Pathway :
E. Manifestasi Klinis
1. Thalasemia Mayor:
a. Pucat
b. Lemah
c. Anoreksia
d. Sesak napas
e. Peka rangsang
f. Tebalnya tulang kranial
g. Pembesaran hati dan limpa / hepatosplenomegali
h. Menipisnya tulang kartilago, nyeri tulang
i. Disritmia
j. Epistaksis
k. Sel darah merah mikrositik dan hipokromik
l. Kadar Hb kurang dari 5gram/100 ml
m. Kadar besi serum tinggi
n. Ikterik
o. Peningkatan pertumbuhan fasial mandibular; mata sipit, dasar
hidung lebar dan datar.
2. Thalasemia Minor
a. Pucat
b. Hitung sel darah merah normal
c. Kadar konsentrasi hemoglobin menurun 2 sampai 3 gram/ 100ml di
bawah kadar normal Sel darah merah mikrositik dan hipokromik
sedang
F. Komplikasi
Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Tranfusi
darah yang berulang ulang dan proses hemolisis menyebabkan kadar besi
dalam darah sangat tinggi, sehingga di timbun dalam berbagai jarigan tubuh
seperti hepar, limpa, kulit, jantung dan lain lain. Hal ini menyebabkan
gangguan fungsi alat tersebut (hemokromatosis). Limpa yang besar mudah
ruptur akibat trauma ringan. Kadang kadang thalasemia disertai tanda
hiperspleenisme seperti leukopenia dan trompositopenia. Kematian terutama
disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung (Hassan dan Alatas, 2002)
Hepatitis pasca transfusi biasa dijumpai, apalagi bila darah transfusi telah
diperiksa terlebih dahulu terhadap HBsAg. Hemosiderosis mengakibatkan
sirosis hepatis, diabetes melitus dan jantung. Pigmentasi kulit meningkat
apabila ada hemosiderosis, karena peningkatan deposisi melanin (Herdata,
2008)
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Hb rendah dapat sampai 2-3 g%. Gambaran morfologi eritrosit:
mikrositik hipokromik, retikulosit meningkat, anisositosis, polklilositosis
dan adanya sel target(fragmentasi dan banyak sel normoblas).
2. Kadar besi dalam serum (SI) meninggi dan daya ikat serum terhadap besi
(IBC) menjadi rendah dan dapat mencapai nol. Elektroforesis
hemoglobin memperlihatkan tingginya HbF lebih dari 30%, kadang
ditemukan juga hemoglobin patologik. Di Indonesia kira-kira 45% pasien
Thalasemia juga mempunyai HbE maupun HbS. Kadar bilirubin dalam
serum meningkat, SGOT dan SGPT dapat meningkat karena kerusakan
parankim hati oleh hemosiderosis. Penyelidikan sintesis alfa/beta
terhadap refikulosit sirkulasi memperlihatkan peningkatan nyata ratio
alfa/beta yakni berkurangnya atau tidak adanya sintetis rantai beta.
Hiperplasi sistem eritropoesis dengan normoblas terbanyak dari jenis
asidofil. Granula Fe (dengan pengecatan Prussian biru) meningkat.
Pemeriksaan pedigree: kedua orangtua pasien thalasemia mayor
merupakan trait (carrier).
3. Pemeriksaan lain :
Foto Rontgen tulang kepala : gambaran hair on end, korteks menipis,
diploe melebar dengan trabekula tegak lurus pada korteks. Foto tulang
pipih dan ujung tulang panjang: perluasan sumsum tulang sehingga
trabekula tampak jelas.
H. Pencegahan
1. Pencegahan primer :
Penyuluhan sebelum perkawinan (marriage counselling) untuk mencegah
perkawinan diantara pasien Thalasemia agar tidak mendapatkan
keturunan yang homozigot. Perkawinan antara 2 hetarozigot (carrier)
menghasilkan keturunan : 25 % Thalasemia (homozigot), 50 % carrier
(heterozigot) dan 25 normal.
2. Pencegahan sekunder :
Pencegahan kelahiran bagi homozigot dari pasangan suami istri dengan
Thalasemia heterozigot salah satu jalan keluar adalah inseminasi buatan
dengan sperma berasal dari donor yang bebas dan Thalasemia troit.
Kelahiran kasus homozigot terhindari, tetapi 50 % dari anak yang lahir
adalah carrier, sedangkan 50% lainnya normal.
Diagnosis prenatal melalui pemeriksaan DNA cairan amnion merupakan
suatu kemajuan dan digunakan untuk mendiagnosis kasus homozigot
intra-uterin sehingga dapat dipertimbangkan tindakan abortus provokotus
(Soeparman dkk, 1996)
I. Penatalaksanaan medis
Menurut (Suriadi, 2001) Penatalaksaan Medis Thalasemia antara lain :
1. Pemberian transfusi hingga Hb mencapai 9-10g/dl. Komplikasi dari
pemberian transfusi darah yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya
penumpukan zat besi yang disebut hemosiderosis. Hemosiderosis ini
dapat dicegah dengan pemberian deferoxamine (Desferal), yang
berfungsi untuk mengeluarkan besi dari dalam tubuh (iron chelating
agent). Deferoxamine diberikan secar intravena, namun untuk mencegah
hospitalisasi yang lama dapat juga diberikan secara subkutan dalam
waktu lebih dari 12 jam.
2. Splenectomy : dilakukan untuk mengurangi penekanan pada abdomen
dan meningkatkan rentang hidup sel darah merah yang berasal dari
suplemen (transfusi).
3. Pada thalasemia yang berat diperlukan transfusi darah rutin dan
pemberian tambahan asam folat. Penderita yang menjalani transfusi,
harus menghindari tambahan zat besi dan obat-obat yang bersifat
oksidatif (misalnya sulfonamid), karena zat besi yang berlebihan bisa
menyebabkan keracunan. Pada bentuk yang sangat berat, mungkin
diperlukan pencangkokan sumsum tulang. Terapi genetik masih dalam
tahap penelitian.
Tidak terjadi mual/muntah dan distensil 5. Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu
Tidak terjadi perubahan tekanan darah 6. Kolaborasi pemeriksaan laboratorium, Hb, Hmt,
AGD, dll.
Orientasi klien bai
7. Kolaborasi dalam pemberian transfusi.
8. Awasi ketat untuk terjadinya komplikasi transfusi
2. Intoleransi aktifitas b.d NOC NIC
tidak seimbangnya
· Konservasi Energi 1. Kaji kemampuan pasien untuk melakukan aktivitas,
kebutuhan dan suplai
· Perawatan Diri: ADL catat kelelahan dan kesulitan dalam beraktivitas
oksigen Kriteria Hasil: 2. Awasi tanda-tanda vital selama dan sesudah aktivitas.
Klien dapat melakukan aktifitas yang dianjurkan 3. Catat respin terhadap tingkat aktivitas
dengan tetap mempertahankan tekanan darah, 4. Berikan lingkungan yang tenang.
nadi, dan frekuensi pernafasan dalam rentang 5. Pertahankan tirah baring jika diindikasikan.
normal 6. Ubah posisi pasien dengan perlahan dan pantau
terhadap pusing.
7. Prioritaskan jadwal asuhan keperawatan untuk
meningkatkan istirahat.
8. Pilih periode istirahat dengan periode aktivitas.
9. Beri bantuan dalam beraktivitas bila diperlukan.
10. Rencanakan kemajuan aktivitas dengan pasien,
tingkatkan aktivitas sesuai toleransi.
11. Gerakan teknik penghematan energi, misalnya mandi
dengan duduk.
3. Ketidakseimbangan nitrisi NOC NIC
kurang dari kebutuhan
· Status Nutrisi 1. Kaji riwayat nutrisi termasuk makanan yang disukai.
tubuh b.d anoreksia · Status Nutrisi: Energi 2. Observasi dan catat masukan makanan pasien.
· Kontrol Berat Badan 3. Timbang BB tiap hari.
Kriteria Hasil : Klien menunjukkan 4. Beri makanan sedikit tapi sering.
Pencapaian berat badan normal yang 5. Observasi dan catat kejadian mual, muntah, platus,
diharapkan dan gejala lain yang berhubungan.
Berat badan sesuai dengan umur dan tinggi 6. Pertahankan higiene mulut yang baik.
badan 7. Kolaborasi dengan ahli gizi.
Bebas dari tanda malnutrisi 8. Kolaborasi Dx. Laboratorium Hb, Hmt, BUN,
Albumin, Transferin, Protein, dll.
9. Berikan obat sesuai indikasi yaitu vitamin dan suplai
mineral, pemberian Fe tidak dianjurkan
1.
4. PK: Perdarahan Mencegah/ meminimalkan terjadinya 1. Monitor tanda-tanda perdarahan dan perubahan tanda
perdarahan vital
2. Monitor hasil laboratoium, seperti Hb, angka trombosit,
hematokrit, angka eritrosit, dll
3. Gunakan alat-alat yang aman untuk mencegah
perdarahan (sikat gigi yang lembut, dll)
(
Ganie, A, 2004. Kajian DNA thalasemia alpha di medan. USU Press, Medan
Suriadi S.Kp dan Yuliana Rita S.Kp, 2001, Asuhan Keperawatan Anak, Edisi I.
PT Fajar Interpratama : Jakarta.
Kuncara, H.Y, dkk, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddarth, EGC, Jakarta