Anda di halaman 1dari 23

BAB I

STATUS PASIEN

I.1 Identitas Pasien


Nama : Tn. Y
No. RM : 858393
Usia : 55 tahun
Tanggal Lahir : 05 April 1962
Jenis kelamin : Laki - laki
Suku bangsa : Sunda
Agama : Islam
Pendidikan Terakhir : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Status kawin : Menikah
Alamat : Sukabumi
Tanggal Masuk RS : 05 Juli 2017

I.2 Riwayat Psikiatri


Autoanamnesis : Pada tanggal 11 Juli 2017
Alloanamnesis : Pada tanggal 12 Juli 2017 dengan Adik dan Keponakan Pasien
I.2.1 Keluhan Utama
Pasien marah-marah dan ingin membunuh orang
I.2.2 Riwayat Gangguan Sekarang
Pada tanggal 05 Juli 2017 pukul 14.00 WIB, Pasien datang ke IGD RSPAD Gatot Soebroto
diantar adik dan keponakanya dengan keluhan pasien marah-marah dan ingin membunuh orang
lain. Berdasarkan autoanamnesis pada tanggal 11 Juli pasien mengatakan sering marah-marah
dan mengamuk tanpa sebab dan jelas. Keluhan disertai dengan perasaan ingin membunuh orang
lain dengan cara memukuli dan memakan organ bagian dalam. Karena keinginan tersebut pasien
sulit untuk mengendalikan sehingga membuat pasien menjadi sangat kesal. Sejak kecil, pasien

1
mengaku sering mendapat perlakuan kasar dari sang ayah. Pasien sering dipukuli dan suatu
ketika tangan pasien diikat kemudian didorong oleh ayahnya ke sungai hingga terbawa arus¸
akan tetapi pasien berhasil selamat karena tersangkut di pohon jambu. Akibat kejadian tersebut
sampai sekarang pasien dendam sekali kepada ayahnya dan tidak mau memaafkan walaupun
ayahnya telah meninggal dunia.
Pasien mengatakan pikiran untuk membunuh orang lain timbul pada usia 37 tahun dengan
cara memukuli dan mencongkel mata. Pikiran-pikiran tersebut muncul saat pasien berada dalam
keramaian. Pasien mengatasinya dengan cara mengalihkan pikiran dengan cara memikirkan hal
yang lain. Pasien mengaku tidak mengetahui apa yang menjadi penyebab awal munculnya
pikiran tersebut. Pasien mengaku pernah membunuh 2 maling yang membuat pasien berurusan
dengan pihak kepolisian namun tidak sampai dipenjara.
5 tahun yang lalu pasien mengaku mempunyai masalah mengenai jual beli tanah. Kejadian
itu bermula ketika Pasien menjual tanah di kawasan industri pulogadung kepada seseorang.
Pasien dan pembeli tersebut membuat perjanjian jual beli yang mewajibkan pembeli membayar
uang muka sebesar 1% dari total seluruh biaya yaitu sebesar 100 miliar. Kemudian pembeli
tersebut menyelewengkan perjanjian jual beli dengan mengaku telah melunasi seluruh
pembayaran dan langsung menempati tanah. Pasien membawa kasus ke pengadilan dan
menyewa 3 pengacara. Hingga saat ini kasus tersebut belum selesai karena masalah administrasi.
Pasien merasa stress dan sering marah-marah.
Pada tahun 2016 pasien pertama kali berobat di poliklinik jiwa RSCM. Pasien rutin minum
obat dan keadaan membaik yaitu keinginan untuk marah-marah dan mengamuk serta ide-ide
untuk membunuh orang berkurang. Akan tetapi selama 4 bulan SMRS, pasien mengaku tidak
minum obat selama 1 bulan. Pikiran-pikiran untuk marah-marah dan membunuh orang lain
muncul kembali. Pasien sudah tidak dapat mengalihkan pikiran tersebut dengan cara biasanya.
Pasien mengaku pernah mendorong anak pertama ke jalan raya hingga kepala bocor akan tetapi
pasien tidak merasa menyesal sama sekali.
3 bulan SMRS, pasien mengatakan pikiran untuk membunuh orang lain terus bermunculan.
Karena pasien tidak bisa melakukan keinginan membunuh orang lain, pasien jadi merasa sangat
kesal sehingga timbul keinginan untuk bunuh diri. Paien pernah melakukan percoban bunuh diri
dengan minum baygon namun hanya sedikit karena rasanya pahit. Semakin hari keinginan
tersebut semakin kuat. Pasien menyeret kaki anak keenam yang berusia 3 tahun kemudian kepala

2
dicelupkan ke kolam karena anaknya nakal. Pasien sadar akan membahayakan orang sekitarnya
hingga pasien datang ke poli jiwa RSCM seorang diri. Kemudian dirujuk ke RSPAD untuk
dirawat diantar oleh adik dan keponakanya.
Pada hari perawatan ke-7, pasien mengatakan masih ada keinginan bunuh diri dan
membunuh orang lain namun keinginanya udah berkurang bila dibandingkan saat pertama kali
masuk perawatan. Pasien merasa lebih nyaman di rumah sakit dibandingkan di rumah karena
suasana yang lebih tenang. Pasien tidak pernah mendengar bisikan yang menyuruh pasien untuk
melakukan sesuatu atau melihat sesuatu yang tidak bisa dilihat orang lain. Selama dalam
perawatan, pasien tampak hanya duduk di kamar dan tidak pernah keluar kamar. Pasien tampak
cukup merawat diri.
I.2.3 Riwayat Gangguan Sebelumnya
1) Riwayat Gangguan Psikiatri
5 tahun SMRS, pasien merasa pikiran-pikiran untuk membunuh orang lain dengan cara
memukuli kemudian memakan organ-organ bagian dalam tubuhnya muncul lebih sering hingga
pasien menyadari ada yang salah pada dirinya. Pasien berobat ke RS di Bogor kemudian
diberikan obat, pasien mengaku lupa nama obat. Pasien hanya ingat diberikan 3 obat tablet yang
berwarna putih dan kuning. Pasien pindah ke RS di Sukabumi karena alasan paien belum merasa
ada perbaikan pada kondisinya dan mahal. Pasien berobat di RS Sukabumi selama 1 tahun
kemudian dirujuk ke poli jiwa RSCM. Pasien berobat di poli jiwa RSCM selama 3 tahun,
diberikan obat namun paien lupa nama, bentuk serta warna obat. Pasien merasa keadaan
membaik yaitu pikiran-pikiran untuk membunuh orang lain telah berkurang. Pasien mengaku
rutin datang ke poli jiwa RSCM 1 bulan sekali.
2) Riwayat Medis Umum
Pasien memiliki riwayat diabetes melitus sejak 17 tahun SMRS. Paien rutin kontrol ke
poli penyakit dalam di RSCM satu bulan sekali dan mendapatkan obat glikuidon 3x1, acarbose
3x1, lantus 14 unit pada malam hari. Selain DM, pasien juga memiliki riwayat hipertensi.
3) Riwayat Penggunaan Zat Psikoaktif dan alkohol
Pasien miliki riwayat merokok pada saat SD dan berhenti sejak 10 tahun yang lalu.
Pasien memiliki riwayat mengonsumsi alkohol pada saat SMP dan masih sampai sekarang yaitu
satu bulan sekali. Pasien memiliki riwayat mengonsumsi narkoba jenis pil koplo dan morfin yang
dimulai saat pasien sekolah tsanawiyah dan berhenti sejak 5 tahun yang lalu.

3
4) Riwayat Kehidupan Pribadi
a) Riwayat Perkembangan Fisik dan Kepribadian
 Riwayat Prenatal dan Perinatal
Pasien lahir secara normal pada usia kandungan cukup bulan dan ditolong oleh
dukun beranak. Tidak ada cacat lahir serta tidak ada riwayat kejang.
 Riwayat Masa Kanak-Kanak Awal ( 0-3 tahun )
Pasien merupakan anak ke 1 dari 8 bersaudara. Pasien tinggal bersama kedua
orangtuanya dan diasuh oleh kedua orangtuanya. Tumbuh kembang normal
seperti anak-anak pada umumnya.
 Riwayat Masa Kanak-kanak Pertengahan ( 3 -11 tahun )
Pasien bersekolah di SD. Pasien bercerita mengenai sosok ayah yang berwatak
keras dan sering mendapat perlakuan kasar dari ayahnya. Pasien pernah dipukuli
oleh ayahnya dengan balok kayu dan perlakuan tersebut sering dilakukan kepada
pasien dibandingkan dengan adik pasien. Pasien mengaku memutuskan hidup
sendiri sejak usia 9 tahun karena kesal pada ayahnya. Setiap malam pasien tidur di
becak atau di emperan toko dan bekerja sebagai tukang cuci mobil di terminal
untuk membiayai biaya sekolah dan kebutuhan sehari-hari. Pasien mengaku
pernah membunuh maling dengan menggunakan balok kayu berpaku pada saat
usia 11 tahun.
 Riwayat Masa Kanak-kanak Akhir dan Remaja ( 12 -17 tahun )
Pada saat kelas 6 SD pasien mulai merokok dan minum alkohol. Kemudian Pasien
melanjutkan pendidikan ke sekolah tsanawiyah di bantendan pasien mengaku
mulai mencoba narkoba jenis pil koplo dan morfin. Setelah lulus sekolah
tsanawiyah pasien melanjutkan pendidikan ke pesantren Tebuireng hingga tamat.
Prestasi selama masa sekolah cukup baik. Kemudian pasien melanjutkan ke
pendidikan militer namun keluar karena tidak kuat akan beban selama di
pendidikan militer.
b) Riwayat Masa Dewasa
 Riwayat Pekerjaan
Pasien mempunyai showroom mobil, tambak udang, dan konveksi namun
mengalami kebangkrutan pada tahun 2002 karena ditipu orang lain. Saat ini

4
pasien tidak memiliki pekerjaan dan hanya diam di rumah. Di rumah, pasien
hanya duduk-duduk dan tidak memiliki aktivitas yang dikerjakan. Biaya
kehidupan sehari-hari diperoleh dari usaha rumah kontrakan dan dibantu sedikit
oleh hasil kerja istri.

 Riwayat Pernikahan
Pasien memiliki riwayat menikah sebanyak 4 kali. Pernikahan pertama pada saat
umur pasien 26 tahun dan dikaruniai 3 orang anak, pernikahan kedua pada saat
umur pasien 40 tahun dan dikaruniai 1 orang anak, pernikahan ketiga pada saat
umur pasien 50 tahun dan dikaruniai 1 orang anak, serta pernikahan keempat pada
saat umur pasien 52 tahun dan dikaruniai 2 orang anak. Dari seluruh pernikahan
pasien memiliki 7 orang anak. Pasien telah bercerai sebanyak 2 kali dengan alasan
mantan istri pasien tidak cocok dengan pasien yang emosional dan sering
berperilaku kasar. Saat ini pasien hanya memiliki 2 orang istri yaitu istri pertama
yang tinggal di Jakarta dan istri kempat yang tinggal di Sukabumi. Keponakan
pasien mengatakan hubungan antara istri pertama dan keempat tidak saling
mengenal dan tidak pernah bertemu karena dilarang oleh pasien.
 Riwayat Hukum
Pasien mengaku pernah membunuh maling sebanyak 1 kali yang membuat pasien
berurusan dengan pihak kepolisian namun pasien tidak pernah dipenjara.
 Riwayat Aktivitas Sosial
Pasien jarang keluar rumah dan berinteraksi dengan tetangga karena tidak suka
keramaian. Jika bertemu banyak orang pasien akan memikirkan cara-cara untuk
membunuh orang lain dan menjadi gampang tersinggung.
 Riwayat Beragama
Pasien beragama Islam. Pasien mengaku terakhir melakanakan salat 5 tahun yang
lalu karena pasien merasa Tuhan tidak adil pada kehidupannya.
 Riwayat Keluarga
Pasien merupakan anak pertama dari 8 bersaudara. Selama ini, pasien selalu
diperlakukan kasar oleh ayahnya dan ibunya hanya bia diam karena takut terhadap
ayahnya. Pasien mengatakan ayahnya lebih sering kasar kepada pasien

5
dibandingkan dengan adik-adiknya. Keponakan pasien mengaku hubungan antara
pasien dan adik-adiknya kurang baik.

I II II I
I V

Ayah pasien II Istri III (bercerai)


I

Pasien I Istri IV
V

I Istri I Laki-laki

II Istri II (bercerai) Perempuan

 Situasi Kehidupan Sekarang


Saat ini pasien tinggal bersama istri keempat dan kedua anaknya di Sukabumi.
Pasien mengaku lebih nyaman tinggal berama istri keempat karena lebih sabar dan
lebih pengertian dalam menghadapi pasien. Pasien tidak bekerja dan biaya
kehidupan keluarga pasien saat ini diperoleh dari usaha rumah kontrakan yang
pasien miliki dan sedikit dari hasil kerja istrinya.

6
I.2.4 Persepsi
1) Persepsi Pasien Tentang Diri dan Kehidupan
Pasien merasa ada yang salah dalam dirinya dan sadar akan mambahayakan keluarga dan
orang-orang di sekitar sehingga pasien lebih memilih tinggal di rumah sakit untuk menjalani
perawatan.
2) Persepsi Keluarga Tentang Diri Pasien
Keponakan pasien mengaku bahwa istri keempat pasien telah menerima keadaan
pasien.dan istrinya selalu mengingatkan paien untuk minum obat setiap hari.
3) Harapan
Pasien ingin pulang ke rumah di Sukabumi karena suasana lebih nyaman dan ingin
membuka warung sembako di rumah untuk menambah penghasilan.

I.3 Status Mental


I.3.1 Deskripsi Umum
1) Penampilan
Laki-laki, usia 55 tahun, tampak sesuai usia, tinggi 183 cm dengan berat berkisar 98 kg,
tidak memiliki rambut, badan berisi, dan kulit sawo matang. Perawatan diri cukup baik.
Saat dilakukan wawancara tanggal 11 Juli 2017 pasien mengenakan polo shirt warna
coklat muda dan celana pendek berwarna putih.
2) Perilaku dan Aktivitas Psikomotor
Pada saat diwawancarai, pasien tampak tenang dan duduk di kasur kamar perawatan.
Pasien menunjukkan ekspresi sedih ketika diwawancarai mengenai anak pasien. Pasien
melakukan kontak mata saat berbicara dan menjawab pertanyaan dengan jawaban yang
sesuai pertanyaan (mengerti dan menyambung).
3) Sikap terhadap Pemeriksa
Pasien kooperatif dan fokus saat proses wawancara berlangsung.
I.3.2 Alam Perasaan
1) Mood : Eutimik, yaitu mood dalam rentang normal, menyatakan tidak adanya mood
yang depresi atau melambung.
2) Afek : Terbatas
3) Keserasian : Serasi ; yang dibicarakan dan diperagakan dengan bahasa tubuh sesuai.

7
I.3.3 Pembicaraan
Cara bicara pasien spontan, cepat, banyak, volume cukup, dan artikulasi jelas. Isi
pembicaraan dapat dimengerti dan pasien menjawab sesuai pertanyaan.
I.3.4 Gangguan Persepsi
1) Halusinasi : tidak ada
2) Ilusi : tidak ada
3) Derealisassi : tidak ada
4) Depersonalisasi : tidak ada
I.3.5 Pikiran
1) Arus Pikir: Koheren
2) Isi Pikir : preokupasi bunuh diri dan membunuh orang lain
I.3.6 Sensorium dan Kognisi
1) Kesadaran : compos mentis
2) Orientasi :
a) Waktu : baik, pasien dapat membedakan waktu pagi, siang, dan malam
b) Tempat : baik, pasien mengetahui bahwa dirinya berada di Paviliun Amino RSPAD
Gatot Soebroto bagian rawat inap
c) Orang : baik, pasien dapat mengingat identitas lengkapnya, keluarga dan dapat
mengenali pemeriksa sebagai dokter
3) Daya Ingat :
a) Segera: baik, pasien dapat mengingat dan mengulangi kata-kata pemeriksa
b) Pendek: baik, pasien dapat mengingat menu makanan sebelum wawancara
c) Sedang: baik, pasien dapat mengingat datang ke RSPAD dengan siapa
d) Panjang: baik, pasien dapat mengingat memori masa kecil

3) Konsentrasi dan Perhatian


Pasien cukup mampu mempertahankan konsentrasi dan perhatian selama proses
wawancara berlangsung.
4) Kemampuan Membaca dan Menulis

8
Pasien tidak mampu membaca dengan baik karena pasien didiagnosi glaukoma dan
menulis dengan baik

5) Kemampuan Visuospasial
Pasien tidak mampu menggambar jam 10.00 dengan jarum panjang dan jarum pendek
dengan benar.

6) Intelegensia dan kemampuan informasi


Pasien mampu menjawab beberapa pertanyan berhitung dari pemeriksa dengan benar
7) Pikrian Abstrak
Pasien mampu mengetahui arti dari peribahasa berakit-rakit ke hulu berenang-renang
ketepian.
I.3.7 Pengendalian Impuls
Pengendalian impuls cukup baik. Selama proses wawancara psien dapat duduk dengan
tenang.
I.3.8 Daya Nilai dan Tilikan
1) Daya Nilai Sosial : Baik, pasien bersikap kooperatif dan sopan terhadap dokter spesialis
jiwa, dokter residen, dokter muda, perawat dan pasien lain.
2) Penilaian Realita : RTA terganggu
3) Tilikan : Derajat 5
I.3.9 Reliabilitas
Pasien dapat dipercaya, karena pernyataan pasien dibenarkan oleh keponakan pasien dan
kuasa hukum pasien yang bernama Ani.

9
I.4 Pemeriksaan Fisik
I.4.1 Status Internus
Keadaan Umum : Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Status Gizi : Obese I (BB/TB: 98/183  IMT 29.3 )
Tanda Vital : TD: 130/80 mmHg RR: 18 x/menit
Nadi: 86 x/menit Suhu: 36,3 Celcius
Mata : Konjungtiva tidak anemis, Sklera tidak ikterik
THT : Dalam batas normal
Leher : Tidak ada pembesaran KGB, tidak ada tanda trauma
Thoraks:
Paru : Inspeksi : bentuk dada normal, tidak ada tanda trauma
Palpasi : vocal fremitus kanan=kiri
Perkusi : sonor pada seluruh lapang
Auskultasi: vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-

Jantung : Inspeksi: bentuk dada normal, tidak ada tanda trauma


Palpasi: ictus cordis tidak teraba
Perkusi: batas jantung normal
Auskultasi: BJ I/II regular, murmur (-) gallop (-)

Abdomen : Inspeksi: cembung, tidak ada tanda trauma


Auskultasi: bising usus normal
Palpasi: tidak ada nyeri tekan di 9 regio
Perkusi: timpani di seluruh lapang abdomen

Ekstremitas : akral hangat, CRT <2 detik, (-) sianosis, (-) edema, (-) tremor

10
I.4.2 Status Neurologis
GCS : E4M6V5
Pupil : 3mm/3mm, isokor, refleks cahaya +/+
Mata : pergerakan tidak ada kelainan
Gejala tekanan intracranial : tidak ditemukan
Gejala rangsang selaput otak : tidak ditemukan
Tanda efek ekstrapiramidal : tidak ditemukan
Motorik:
Tonus: normal
Kekuatan: 5/5/5/5
Koordinasi: baik
Refleks fisiologis: +2
Refleks patologis: tidak ditemukan
Sensoris : tidak ada kelainan
Keseimbangan: tidak ada kelainan

I.5 Ikhtisar Penemuan Bermakna


Laki-laki, 55 tahun masuk perawatan bangsal amino pada tanggal 05 Juli 2017 diantar
oleh adik dan keponakan pasien. Pasien dibawa ke RSPAD karena marah-marah dan mengamuk
serta ingin membunuh orang lain sejak 3 bulan SMRS. Pasien mengaku tidak minum obat
selama 1 bulan namun pasien tidak bisa menyebutkan nama obat yang biasa diminum. Setelah
tidak minum obat, pasien merasa sering marah-marah dan ingin membunuh orang lain datang
lebih sering. Pasien mengaku tidak dapat mengalihkan pikiran-pikiran tersebut. Selama di ruang
perawatan pasien mengatakan keinginan untuk marah-marah dan membunuh orang lain
berkurang.
Pasien bercerita mengenai perlakuan kasar ayahnya semasa pasien kecil. Pasien
mengatakan pernah diikat tanganya kemudian didorong ke sungai hingga hampir tenggelam
namun selamat karena tersangkut pohon jambu. Pasien juga pernah dipukuli dengan balok kayu
di bagian kaki oleh ayahnya. Pasien memutuskan untuk tinggal sendiri sejak usia 9 tahun karena
dendam dengan ayahnya. Pasien mengaku telah membunuh 3 maling dan setelah melakukanya
pasien merasa senang dan puas serta tidak ada penyesalan. Pasien mengatakan pernah

11
mendorong anak pertama ke jalan raya hingga kepalanya bocor dan setelah melakukan hal
tersebut pasien tidak merasa menyesal.
Dalam status mental ditemukan laki-laki tampak sesuai usia, perawatan diri cukup baik,
compos mentis, sikap kooperatif. Psikomotor pada saat wawancara pasien tampak tenang. Mood
eutimik, afek terbatas dan sesuai. Cara bicara pasien spontan, cepat, banyak, volume cukup, dan
artikulasi jelas. Isi pembicaraan dapat dimengerti dan pasien menjawab sesuai pertanyaan. Arus
pikir koheren, isi pikir preokupasi bunuh diri dan membunuh orang lain. Orientasi dan daya ingat
baik. Pengendalian impuls cukup baik, RTA baik, Insight V, Reliabilitas dapat dipercaya.
Dari pemeriksaan fisik baik status generalis maupun status neurologis tidak didapatkan
adanya kelainan.

I.6 Formulasi Diagnostik


Formulasi diagnostik menggunakan pendekatan diagnosis multiaksial berdasarkan PPDGJ III :
AKSIS I
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan status mental didapatkan adanya gangguan pada
pikiran, perasaan, serta perilaku pasien yang menimbulkan hendaya dan disfungsi dalam
keseharian. Maka pasien dapat dikatakan mengalami gangguan jiwa. Pasien tidak memiliki
penyakit primer maupun sekunder seperti trauma kepala, riwayat kejang, epilepsi, infeksi otak,
yang dapat menyebabkan adanya disfungsi otak. Sehingga, adanya gangguan mental akibat
kerusakan dan disfungsi otak (F0) dapat disingkirkan.
Pada pasien terdapat riwayat penggunaan zat psikoaktif maupun alkohol sehingga
penyebab akibat penggunaan zat (F1) tidak dapat disingkirkan. Pasien ini juga memiliki
gangguan pengendalian impuls yaitu berupa riwayat ingin bunuh diri dan melakukan percobaan
bunuh diri dengan minum baygon karena kesal tidak bisa membunuh orang lain ketika datang
pikiran-pikiran untuk membunuh orang. Selain itu pasien pernah membunuh 3 maling dan
setelah melakukanya pasien merasa senang dan puas tanpa ada rasa penyesalan. Pasien juga
pernah mencelakai anak kandungnya yaitu dengan mendorong anaknya ke jalanan hingga kepala
bocor dan juga menyeret kakinya lalu mencelupkan kepala anaknya ke kolam. Dari penemuan
tersebut dapat dikatakan pasien memiliki ciri – ciri gangguan pengendalian impuls. Pasien
menyadari ada yang salah dalam dirinya namun selalu diulangi pada waktu berikutnya sehingga

12
termasuk tilikan derajat 5. Maka berdasarkan PPDGJ-III gejala diatas telah memenuhi kriteria
umum diagnosis.......
AKSIS II
Berdasarkan PPDGJ-III, pasien mengalami gangguan kepribadian dissoial, dengan ciri -
ciri yang terdapat pada pasien :
 Sikap yang amat tidak bertanggung jawab dan berlangsung terus – menerus (persisten),
serta tidak peduli terhadap norma, peraturan, dan kewajiban sosial
 Tidak mampu memelihara suatu hubungan agar berlangung lama, meskipun tidak ada
kesulitan untuk mengembangkanya
 Toleransi terhadap frustasi sangat rendah dan ambang yang rendah untuk melampiaskan
agresi, termasuk tindakan kekerasan
 Tidak mampu mengalami rasa salah dan menarik manfaat dari pengalaman, khususnya
dari hukuman .
AKSIS III
Pasien terdapat DM tipe 2 dan Hipertensi

AKSIS IV
Terdapat masalah psikososial dan lingkungan pada pasien yaitu kesalahan dalam mendidik
pasien, dimana pasien terlalu dimanjakan dan selalu dituruti keinginannya sehingga ketika tidak
dituruti pasien akan cenderung marah dan merasa keinginannya tidak didengarkan dan tidak
dipedulikan.

AKSIS V
Penilaian kemampuan penyesuaian aktivitas sehari-hari menggunakan skala Global
Assesment of Functioning (GAF) saat masuk RS adalah 61-70 yaitu beberapa gejala ringan dan
menetap, disabilitas dalam fungsi, secara umum masih baik. Sedangkan GAF High Level Past
Year (HLPY) yaitu GAF tertinggi dalam satu tahun terakhir adalah 71-80 yaitu gejala sementara
dan dapat diatasi, disabilitas ringan dalam sosial, pekerjaan, sekolah dll.

I.7 Evaluasi Multiaksial


AKSIS I : Gangguan kebiasaan dan impuls lainnya (F63.8)

13
AKSIS II : Ciri kepribadian dissosial
AKSIS III : Diabetes Mellitus Tipe 2,Hipertensi
AKSIS IV : Masalah dengan “primary support group”yaitu keluarga
AKSIS V : Saat masuk RS : GAF 61-70
GAF HLPY : GAF 71-80
I.8 Diagnosis Banding
1. Gangguan Afektif Mania Dengan Gejala Psikotik (F30.2)

I.9 Daftar Masalah


1) Organobiologik
Tidak ada faktor genetik dari keluarga yang mempunyai keluhan yang sama dengan
pasien, dan tidak ada riwayat penyakit medis yang mencetuskan terjadinya gangguan
yang dialami pasien saat ini.

2) Psikologis
 Afek : terbatas
 Isi Pikir : preokupasi bunuh diri dan membunuh orang lain
 RTA : Terganggu
 Tilikan : Derajat 5

3) Sosial dan keluarga


Adanya kesalahan dalam mendidik pasien yaitu terlalu di manjakan akhirnya ketika
keinginan pasien tidak di dengarkan dan tidak dipenuhi, pasien marah dan mengamuk.

I.10 Prognosis
 Quo Ad Vitam : ad bonam
 Quo Ad Functionam : dubia ad bonam
 Quo Ad Sanactionam : dubia ad malam

I.11 Rencana Terapi


1) Psikofarmaka

14
 Risperidone 2x2mg PO
 Clozapin 1x25mg PO
 THP 2x2mg PO
 Depakote 2x250mg PO

2) Psikoterapi
a. Kepada Pasien :
 Pasien diharapkan meminum obat dengan teratur
 Membantu pasien belajar bagaimana untuk maju, edukasi pasien untuk lebih
menstabilkan emosi, lebih sabar. Selain itu melatih pasien agar lebih mandiri
tidak manja dan melatih keterampilan sosial.

b. Kepada Keluarga:
 Memberikan penjelasan yang bersifat komunikatif, informatif, dan edukatif
mengenai penyakit pasien, penyebabnya, gejala-gejalanya dan cara
pencegahannya. Keluarga diharapkan dapat menerima dan mengerti keadaan
pasien serta mendukung proses penyembuhan
 Keluarga diharapkan kurangi memanjakan pasien. Hal tersebut bertujuan untuk
meningkatkan kemandirian pada diri pasien agar kepribadiannya yang bersifat
dependen dapa berubah.

15
BAB II
PEMBAHASAN

II.1 Diskusi
Berdasarkan urutan hierarki diagnosis multiaksial, diagnosis gangguan kebiasaan dan
impuls lainnya didapat apabila kita dapat menghilangkan penyebab gangguan mental organik
dan gangguan mental akibat zat psikoaktif. Pada pasien ini dapat disingkirkan yaitu dari
anamnesis bahwa pasien tidak memiliki penyakit dasar seperti riwayat trauma, riwayat kejang,
epilepsi, atau infeksi otak yang dapat menyebabkan adanya disfungsi otak pada kepalanya.
Pasien juga tidak mengkonsumsi zat-zat psikoaktif dalam waktu dekat ini yang dapat menjadikan
etiologi dari gangguan jiwa pasien.
Dalam kasus pasien ini, ditemukan adanya gangguan spesifik pada isi pikir berupa
preokupasi bunuh diri dan membunuh orang lain, juga gangguan pada alam perasaan yang labil
dan perilaku yang cenderung bersemangat berlebih yang menimbulkan suatu distress
(penderitaan) dan disability (hendaya). Sehingga, pasien ini dapat disimpulkan mengalami
gangguan jiwa.
Berdasarkan PPDGJ-III kriteria diagnosis untuk gangguan kebiasaan dan impuls lainnya
adalah:
1. Tidak dapat menahan suatu impuls, dorongan, atau godaan untuk melakukan suatu

tindakan yang berbahaya bagi diri sendiri atau orang lain. Seperti pada pasien yaitu saat

pasien mencelakai anak kandung pasien dengan cara mendorong anaknya ke jalanan

hingga kepalanya bocor dan menarik kaki anak pasien lalu mencelupkan kepalanya ke

kolam yang disebabkan pasien kesal karena menurut pasien anaknya nakal. Pasien juga

ingin bunuh diri dan pernah melakukan percobaan bunuh diri dengan minum baygon

karena pasien sangat kesal ketika pikiran-pikiran untuk membunuh orang lain dengan

cara menyiksa tidak dapat terlaksana.

16
2. Sebelum melakukan tindakan, pasien merasakan ketegangan atau rangsangan yang

meningkat

3. Saat melakukan tindakan, pasien merasakan kesenangan, kegembiraan atau pelepasan.

Dan segera setelah tindakan, pasien merasakan penyesalan yang murni, mencela diri

sendiri, rasa bersalah, atau mungkin tidak merasakanya. Pada kasus ini, pasien mengaku

merasa puas dan senang ketika memikirkan cara-cara untuk membunuh orang lain

dengan cara menyiksa. Pasien juga merasa puas dan senang setelah mecelakai anak

pasien. Pasien mengaku tidak pernah merasa menyesal.

Pada aksis II didapatkan ciri kepribadian disosial. Hal ini didasarkan pada perilaku pasien

yang tidak mampu untuk mempertahankan hubungan berlangsung lama, mudah menjadi

frustasi dan bertindak agresif termasuk tindak kekerasan serta bersikap tidak peduli dengan

perasaan orang lain.

Pada aksis III didapatkan hipertensi dan Diabetes Mellitus.

Pada aksis IV ditemukan masalah pada “primary support group” yaitu keluarganya
dimana pasien terlalu dimanjakan oleh keluarganya sehingga pasien berlaku seenaknya bahkan
orangtuanya sendiri. Pasien cenderung ingin semua kemauannya dituruti tanpa melihat situasi
yang ada sehingga jika tidak dituruti pasien marah-marah dan berperilaku kasar.

Pada aksis V merupakan skala pengkajian fungsi umum yang berguna untuk menilai
tingkat kemampuan pasien untuk berfungsi secara keseluruhan dalam waktu tertentu, pada pasien
didapatkan GAF (Global Assessment of Functioning) saat masuk RS adalah 61-70 yaitu
beberapa gejala ringan dan menetap, disabilitas dalam fungsi, secara umum masih baik.
Sedangkan GAF High Level Past Year (HLPY) yaitu GAF tertinggi dalam satu tahun terakhir

17
adalah 71-80 yaitu gejala sementara dan dapat diatasi, disabilitas ringan dalam sosial, pekerjaan,
sekolah dll.
Rencana penatalaksanaan yang diberikan pada pasien ini adalah
1. Risperidone 2x2mg PO
Risperidone termasuk ke dalam golongan antipsikosis atipikal. Obat ini memiliki
afinitas yang tinggi terhadap reseptor serotonin (5HT2) dan aktivitas menengah terhadap
reseptor dopamin (D2), alfa 1 dan alfa 2 adrenergik dan reseptor histamin. Aktivitas
antipsikosis diperkirakan melalui hambatan pada reseptor serotonin dan dopamine.
Risperidone dipilih karena efektif dalam mengatasi gejala positif seperti waham,
halusinasi maupun gejala negatif pada pasien namun memiliki efek sedatif yang tidak
terlalu kuat. Selain itu juga dipilih karena risperidone memiliki efek samping
ekstrapiramidal yang rendah.

2. Clozapine 1x25mg PO
Clozapine adalah obat antipsikotik atipikal golongan dibenzodiazepine yang
bekerja dengan cara memblokade reseptor dopamine (D2) dengan lemah tetapi potent
dalam memblokade reseptor serotonine (5HT). Clozapine menghambat kuat pada jaras
mesolimbik dan mesokortikal, lemah pada nisogostriatal dan tuberoinfundibular sehingga
hampir tidak menyebabkan efek samping ekstrapiramidal. Berdasarkan patofisiologi
halusinasi, halusinasi disebabkan oleh adanya stimulasi pada reseptor 5-HT2A, sehingga
clozapine bekerja untuk memblokade reseptor serotonin 5-HT2A. Selain itu efek
sekunder yang terdapat dari clozapine adalah efek sedasi yang kuat karena pada pasien
ini ditemukan banyak kondisi gelisah, sulit tidur dan banyak beraktivitas sehingga obat
ini baiknya diberikan pada malam hari.
Efek samping utama dari clozapine yang harus diwaspadai adalah agranulositosis
sehingga pasien lebih rentan terhadap infeksi, sehingga leukosit pasien perlu diperiksa.
Indikasi pemberian clozapine secara umum adalah pasien skizofrenia yang tidak
responsif ataupun intoleransi terhadap obat neuroleptik klasik. Dosis pemberiannya
diawali dengan 1-2x12,5mg pada hari pertama kemudian ditingkatkan 25-50mg/hari
hingga dosis 30-450mg/hari. Dosis maksimal obat ini adalah 600mg/hari.

18
3. Trihexyphenidyl 2x2mg PO
Trihexyphenidyl termasuk ke dalam golongan obat antikolinergik yang
mempunyai efek sentral yaitu mengurangi aktivitas kolinergik yang berlebihan di ganglia
basalis dengan cara menghambat pelepasan asetilkolin endogen maupun eksogen. Kadar
puncak THP tercapai setelah 1-2jam. Obat antikolinergik ini bermanfaat terhadap adanya
gejala ekstrapiramidal (distonia akut, parkinsonisme akhatisia).

4. Depakote 2x250mg PO
Valproate ( Depakote) juga disebut sebagai asam valproate termasuk dalam obat anti
mania atau mood stabilizers. Sindrom mania disebabkan oleh tingginya kadar serotonin
dalam celah sinaps neuron, khususnya pada sistem limbik. Efek terapeutik valproate pada
gangguan mood dapat diperantarai leh efek obat pada sistem GABA. Obat ini bekerja
meningkatkan konsentrasi GABA dalam plasma dan SSP dengan cara meningkatkan
sintesis dan pelepasan GABA. Depakote diberikan untuk mengatasi gejala mania pada
pasien.

19
Tujuan dari pengobatan selama pasien dirawat adalah untuk menstabilkan gejala psikotik
pada pasien ini dan atasi gejala mania yang dimiliki pasien. Pengobatannya dapat menggunakan
obat antipsikotik atipikal dengan tujuan lebih aman dan dapat mengatasi baik gejala positif
maupun negatif. Sebenarnya pemberian obat pada pasien sama dengan obat-obatan yang
diminum pasien saat dirumah namun ada penambahan mood stabilizers yaitu depakote karena
pada saat di perawatan gejala mood berupa mania yang terjadi sangat jelas. Selain pengobatan
secara farmakologi, tatalaksana non farmakologi juga sangat penting agar pasien memiliki
prognosis yang baik, karena pasien tidak memiliki riwayat keturunan gangguan jiwa pada
keluarganya. Perawatan dirumah sakit bertujuan agar dapat memonitoring dan mengedukasi agar
pasien dapat mengendalikan keadaan baik itu gejala skizoafektifnya maupun gangguan
kepribadian dependent yang dimiliki pasien. Lalu pasien juga disadarkan bahwa pengobatan jiwa
dibutuhkan keteraturan minum obat agar gejala dapat benar-benar dikendalikan dan diharapkan
pasien dapat mencapai tilikan yang lebih baik dan dapat beraktivitas seperti semula.
Edukasi juga diberikan kepada pihak keluarga pasien, karena keluarga sangat berperan
dalam keberhasilan pengobatan. Perubahan pola asuh terhadap pasien sangat diperlukan karena
adanya kepribadian yang dependent pada pasien. Sehingga baik itu gejala psikosis, afektif
maupun kepribadiannya dapat teratasi.

II.2 Skema Perjalanan Penyakit

Gangguan

20
Pasien mengatakan pikiran untuk membunuh orang lain timbul pada usia 37 tahun dengan
cara memukuli dan mencongkel mata. Pikiran-pikiran tersebut muncul saat pasien berada dalam
keramaian. Pasien mengatasinya dengan cara mengalihkan pikiran dengan cara memikirkan hal
yang lain. Pasien mengaku tidak mengetahui apa yang menjadi penyebab awal munculnya
pikiran tersebut. Pasien mengaku pernah membunuh 2 maling yang membuat pasien berurusan
dengan pihak kepolisian namun tidak sampai dipenjara.
5 tahun yang lalu pasien mengaku mempunyai masalah mengenai jual beli tanah. Kejadian
itu bermula ketika Pasien menjual tanah di kawasan industri pulogadung kepada seseorang.
Pasien dan pembeli tersebut membuat perjanjian jual beli yang mewajibkan pembeli membayar
uang muka sebesar 1% dari total seluruh biaya yaitu sebesar 100 miliar. Kemudian pembeli
tersebut menyelewengkan perjanjian jual beli dengan mengaku telah melunasi seluruh
pembayaran dan langsung menempati tanah. Pasien membawa kasus ke pengadilan dan
menyewa 3 pengacara. Hingga saat ini kasus tersebut belum selesai karena masalah administrasi.
Pasien merasa stress dan sering marah-marah.
Pada tahun 2016 pasien pertama kali berobat di poliklinik jiwa RSCM. Pasien rutin minum
obat dan keadaan membaik yaitu keinginan untuk marah-marah dan mengamuk serta ide-ide
untuk membunuh orang berkurang. Akan tetapi selama 4 bulan SMRS, pasien mengaku tidak
minum obat selama 1 bulan. Pikiran-pikiran untuk marah-marah dan membunuh orang lain
muncul kembali. Pasien sudah tidak dapat mengalihkan pikiran tersebut dengan cara biasanya.
Pasien mengaku pernah mendorong anak pertama ke jalan raya hingga kepala bocor akan tetapi
pasien tidak merasa menyesal sama sekali.
3 bulan SMRS, pasien mengatakan pikiran untuk membunuh orang lain terus bermunculan.
Karena pasien tidak bisa melakukan keinginan membunuh orang lain, pasien jadi merasa sangat
kesal sehingga timbul keinginan untuk bunuh diri. Paien pernah melakukan percoban bunuh diri
dengan minum baygon namun hanya sedikit karena rasanya pahit. Semakin hari keinginan

21
tersebut semakin kuat. Pasien menyeret kaki anak keenam yang berusia 3 tahun kemudian kepala
dicelupkan ke kolam karena anaknya nakal. Pasien sadar akan membahayakan orang sekitarnya
hingga pasien datang ke poli jiwa RSCM seorang diri. Kemudian dirujuk ke RSPAD untuk
dirawat diantar oleh adik dan keponakanya.
Pada hari perawatan ke-7, pasien mengatakan masih ada keinginan bunuh diri dan
membunuh orang lain namun keinginanya udah berkurang bila dibandingkan saat pertama kali
masuk perawatan. Pasien merasa lebih nyaman di rumah sakit dibandingkan di rumah karena
suasana yang lebih tenang. Pasien tidak pernah mendengar bisikan yang menyuruh pasien untuk
melakukan sesuatu atau melihat sesuatu yang tidak bisa dilihat orang lain. Selama dalam
perawatan, pasien tampak hanya duduk di kamar dan tidak pernah keluar kamar. Pasien tampak
cukup merawat diri.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan, HI dan Sadock BJ, Grebb JA. 2010. Sinopsis Psikiatri:Ilmu Pengetahuan
Perilaku Psikiatri Klinis. Jilid 1. Edisi ke-7. 2010 Binarupa Aksara: Jakarta
2. Maslim, Rusdi. 2013. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari
PPDGJ III dan DSM 5. Cetakan 2 Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya:
Jakarta.
3. Maslim, Rusdi, 2007. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik Edisi Ketiga.
Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya: Jakarta.
4. American Psychiatric Association. 1996. Diagnosis and Statistical Manual of Mental
Disorders ( DSM IV TM). American Psychological Association (APA) : Washington DC.

23

Anda mungkin juga menyukai