Referat Migrain
Referat Migrain
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sakit kepala merupakan gejala yang paling sering di keluhkan oleh seorang pasien saat
berkunjung ke seorang dokter. Namun karena sering di dengar dan biasanya di kemukakan secara
samar-samar, maka keluhan ini justru termasuk keluhan atau gejala yang pada umumnya masih
dianggap ringan dan tidak di tanggapi secara tepat.(1,2,3)
Sakit kepala sendiri bisa di sebabkan oleh karena faktor fisik dan psikis. Untuk sakit
kepala yang di sebabkan oleh faktor fisik memang mudah untuk di diagnosa karena pada pasien
akan di temukan gejala fisik lain yang menyertai sakit kepala, namun tidak begitu halnya bila
sakit kepala di sebabkan oleh faktor psikis untuk itu di perlukan waktu yang lebih lama untuk
mencai tahu penyebabnya.
Migrain merupakan salah satu penyakit tertua yang telah di deskripsikan oleh Galen pada
tahun 200 M, dalam bukunya di gambarkan nyeri kepala yang disebut hernicrania, dari istilah
tersebut muncul istilah migrain yang digunakan samapai saat ini.
Migrain kadang kala agak sulit di bedakan dengan sakit kepala jenis lain. Migrain adalh
sakit kepala yang sering kita jumpai di masyarakat. Migrain merupakan salah satu sakit kepala
dengan gejala yang cukup berat dan berulang. Selain sakit kepala yang khas pada satu sisi kepala
( beberapa kasus bisa menyerang kedua sisi kepala ), bersamaan dengan itu pasien juga
merasakan gejala lain seperti gangguan pada penglihatan dan mual-mual. Sebelum pasien
merasakan sakit kepala migrain, terlebih dahulu mereka akan merasakan semacam aura ( gejala
peringatan akan timbulnya migrain ) seperti kepala terasa berdenyut-denyut. (1,2,3)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Page 1
1. DEFINISI
Secara umum migrain merupakan nyeri kepala berulang yang idiopatik, dengan serangan
nyeri yang berlangsung 4-72 jam, biasanya sesisi, sifatnya berdenyut, intensitas nyeri sedang-
berat , di perhebat oleh aktivitas fisik rutin, dapat disertai nausea, photofobia dan fonofobia.
Migrain termasuk salah satu jenis nyeri kepala primer. (1,2,3)
Menurut Blau, Migren di definisikan sebagai nyeri kepala yang berulang-ulang dan
berlangsung 2-72 jam dan bebas nyeri antara serangan nyeri kepalanya harus berhubungan
dengan gangguan visual atau gastrointestinal atau kedua-duanya
Migrain bukan penyakit yang boleh dianggap enteng. Penyakit ini menyerang saraf
dikepala yang menyebabkan sakit kepala yang parah sehingga dapat membuat orang menjadi
lemah.
2. EPIDEMIOLOGI
Menurut Nurpin Pain Report sebanyak 73% nyeri pada kepala adalah tipe nyeri yang
paling sering dialami. Hasil penelitian yang di lakukan oleh Lipton, steward dan korff (1997),
migrain mengenai hampir 30 juta oarng di amerika serikat. Setelah itu The American Migrain
Study II dengan melakukan survey terhadap 20.000 rumah tangga. Studi replikasi yang baru ini
memperlihatkan bahwa selama dekade terakhir, prevalensi dan distribusi migrain tetap stabil.
Prevalensi Migrain adalah :
A. Prevalensi
Prevalensi migren diperkirakan antara 3% - 35% dalam satu negara.
B. Umur dan Jenis Kelamin
Migren banyak menyerang pada usia muda (produktif), beberapa peneliti melaporkan
terjadi peningkatan prevalensi migren dari masa kanak sampai umur dekade ke 4 atau
ke 5, setelah itu terjadi penurunan prevalensi sesuai peningkatan umur. Berdasarkan
jenis kelamin migren lebih sering menyerang wanita daripada laki – laki.
Stewart dkk melaporkan adanya korelasi kuatantara prevalensi migren dan usia. Pada
laki – laki dan wanita prevalensi paling tinggi didapatkan pada usia 25 – 55 tahundan
mencapai puncak pada usia pertengahan. Henry menyatakan prevalensitertinggi usia
30 -39 tahun. Pada usia kurang dari 12 tahun prevalensi lebih banyak pada anak laki –
laki, prevalensi mulai mengignkat dan mencapai uncak pada usia 43 tahun.
C. Umur awitan penyakit
905 serangan migren pertama kali terjadi pada usia di bawah 40 tahun, sangat jarang
terjadi di atas usia 60 tahun.Umur awitan pada pria jarang lebih dari 30 tahun sedang
pada wanita jarang lebih dari 40 tahun.
Page 2
D. Faktor familial dan herediter
Laurence (1987) : resiko seorang anak menderita migren sebesar 70% bila kedua
orang tuanya menderita migren, bila salah satu orang tua menderita migren maka
resikonya 45% dan bila keluarga dekat maka resiko mendapat migren 30%.
- Trauma
Benturan kepala dapat menimbulkan gejala migren klasik pada anak – anak. Trauma
ringan kepala dan kerusakan pembuluh darah karena laserasi kulit kepala atau oleh
trauma tumpul diduga menyebabkan kerusakan pleksus simpatikus periartrial,
mengakibatkan terganggunya ikatan noradrenalin pada lapisan adventisian arteri dan
berakibat meningkatkan kepekaan nyeri terhadap keadaan dilatasi.
4. PATOFISOLOGI
Dulu migran oleh Wolff di sangka sebagai kelainan pembuluh darah (teori vaskular)(2).
Teori Wolff : migren disebut sebagai nyeri kepala vaskular, diamana gangguan
primer pada pembuluh darah terjadi vasospasme yang bersifat lokal dan reaksi
Page 3
hiperemik sehingga pembuluh – pembuluh darah di otak dan kepala mengalami
vasokonstriksi pada fase awal dan kemudian vasodilatasi.
Siklus ini dimulai dengan peningkatan kadar norepinefrin dalam plasma, sehingga
menyebabkan platelet beragregasi dalam pembuluh darah otak. Platelet ini
melepaskan serotonin yang dapat menyebabkan konstriksi arteri maupun dilatasi
kapiler. Arteri –arteri tersebut pertama –tama pada satu sisi kepala berkonstriksi
menyebabkan iskemia sehingga menimbulkan gejala aura berupa gangguan
visual, rasa tebal atau kelemahan pada satu sisi tubuh. Platelet yang beragregasi
ini juga melepas neurokinin – neurokinin yang mensensitisir reseptor nyeri di
dinding pembuluh darah ekstrakranial. Hal ini menerangkan mengapa skalp dan
leher sering menjadi nyeri selama dan setelah serangan migren.
Page 5
Gambar : Terjadinya migren klasik, teori Neurogenik :
Hipotesis Cortical Spreading Depression
Keterangan gambar :
1. Permulaan serangan migren klasik, CSD muncul pada kutub oksipital menyebar ke
anterior pada sebelah lateral, mesial, ventral dari sesisi otak. Pada CSD
ketidakseimbangan ion dan metabolik sepintas akan menyebabkan gangguan fungsi sel
saraf, perubahan aliran darah dan gejala fokal.
2. Setalah CSD, aliran darah kortikal berkurang 20 – 30% selama 2-6 jam.
3. Aliran darah yang tak terlibat CSD tetap normal.
4. Regio aliran darah yang berkurang akan meluas, seperti pada CSD yang bergerak ke arah
lebih anterior.
5. Gejala pada ekstremitas tampak bila CSD sampai pada kortek sensori-motorik primer.
6. CSD berhenti setelah mencapai sulkus sentralis, tetapi pada kebanyakan pasien tidak
mencapai sulkus sentralis. CSD juga meluas ke arah ventral mencapai serabut yang
sensitif terhadap nyeri dan akan menyebabkan nyeri kepala.
7. CSD berhenti, pengurangan aliran darah kortikal masih tetap berlangsung. Pada saat ini
nyeri kepala, tetapi tanpa defisit fokal.
Menurut Grafstein pada depresi kortikal yang menjalar terdapat peningkatan aktifitas neuron
yang menyebabkan perubahan cairan ekstraseluler (konsentrasi ion K++ bertambah, pH
Page 6
turun) keadaan ini akan mengaktifasi serabut nyeri dan proses ini mereda kembali karena
saluran Na ++ inaktif. Neuron – neuron di sekitarnya akan mengalami proses yang sama dan
deprei menjalar sesuai difusi K++. Disamping itu Ca++ akan masuk ke sel yang berperanan
besar pada pada pelepasan neurotransmiter, sehingga proses ini sangat sensitif terhadap zat
yang memblokir Ca++.
Page 7
maupun fisik atau setelah istirahat dari ketegangan, makanan tertentu, misalnya buah
jeruk, pisang, coklat, keju, minuman yang mengandung alkohol, sosis yang ada bahan
penyawetnya. Lain-lain faktor pencetus seperti hawa terlalu panas, terik matahari,
lingkungan kerja yang kurang menyenangkan . faktor intrinsik, misalnya perubahan
hormonal pada wanita yang nyeri kepalanya berhubungan dengan hari tertentu siklus
haid. Di katakan bahwa migren menstruasi ini jarang terdapat, hanya di dapat pada 3
dari 600-700 penderita. Pemberian pil KB dan waktu menopause sering
memperngaruhi serangan migren.
Salah satu teori lagi mengenai migren adalah teori unifikasi yang di ajukan
oleh Lance (1993), yang melibatkan dua sistem sekaligus; sistem saraf pusat dan
pembuluh darah perifer. Teori Lance-Fozard-Pearce, yang menyatakan(2, 4, 5) :
1. Pada nukleus batang otak terjadi fluktuasi karena reaksi berbagai faktor di
lingkungan, antara lain : lelah, rasa lapar, perubahan hormon.
2. Perubahan aktifitas neuron yang mengandung 5T dan noradrenalin
menyebabkan perubahan dalam aliran darah vasa intra dan ektrakranial.
3. Pelepasan 5HT dalam dinding vasa intrakranial merangsang terjadinya reaksi
inflamasi steril pada migren.
4. Aktifasi nosiseptor pada terminalneuron atau akhiran saraf aferen N. V oleh
pro inflamatory mediator menyebabkan nyeri.
5. Rasa nyeri akan diproses dan diterima neuron batang otak, talamus, korteks
serebri.
lingkungan dengan sistem saraf yang rentan. Penelitian klinik menyatakan bahwa
pasien didaptkan variasi pada tahap awal dan variasi dari satu seranganke
Page 8
Lokasi dan sifat fase awal dari neurokimiawi migren belum diketahui,
lambat dan penurunan aliran darah otak dijumpai selama migren aura dimana
K, faktor metabolik seperti adam arakhidonat yang dilepaskan oleh SD, dapat
gen Cfos.
Page 9
Serabut nodideptif pada vasa meningeal berasal dari sel pada ganglion
neurogenik, yaitu : SP, NKA, CGRP. Kadar CGRP pada vena jugularis
respon yaitu : kebocoran plasma dan protein plasma dari pembuluh darah
inflamasi/N I : respon ini bersifat maldaptid, bila terjadi pada meningen dapat
interneuron dan sistem inhibisi desenden. Aktivasi dalam TNC dapat diperiksa
sekunder dalam TNC melepaskan gen efos. Pelepasan efos merupakan tanda
serebelum dan juga thalamus ventrobasal, posterior dan medial. Dari rostral
batang otak informasi nyeri ditransmisikan ke area otak lain seperti area
Page 10
Proyeksi berasal dari talamus ventrobasal dan naik ke kortek omatosensori
prostaglandin.
5HT telah lama dikenal sebagai mediator pada sindrom migren karena kerjanya
besar dan vasodilatasi arteriol dan kapiler. Pembuluh darah otak mengandung
Page 11
memiliki dua reseptor dan pada penelitian Friberg paling peka terhadap
pada migren.
Pada keadaan hipoksia akan terjadi perubahan dari sel neuron dimana
Page 12
serotonin akan dikeluarkan dalam urine sebagai 5 HIAA, sehingga kadar
Peranan Trombosit(5) :
amine yang vasoaktif seperti serotonin, sehingga terjadi perubahan viskositas darah. Hal
ini dapt menimbulkan iskemik serebral, kemudian disusul gejala prodormal dari migren.
Pada awal serangan migren kenaikan tajamkadar serotonin dalam darah. Neuron - neuron
yang mengandung serotonin terdapat pada raphenukleus batang otak dan mempunyai
Pada saat ini pendukung teori diatas menyatakan bahwa migren merupakan akibat
interaksi kompleks antara saraf dan pembuluh darah di kepala. Disfungsi sentral mulai
dalam susunan saraf pusat mungkin pada hipotalamus. Rangsang akibat stress atau
kelelahan dapat memprovokasi pusat – pusat di batang otak yang melepas muatan listrik
dan neurotransmiter secara abnormal dengan akibat dilatasi pembuluh darah kranial. Hal
ini merangsang saraf – saraf sensoris sistem trigeminus sehingga terjadi pelepasan zat –
zat nyeri dan inflamasi berakibat rasa nyeri dan lebih banyak neurotransmiter yang
dilepaskan sehingga timbul circulus vitiosus yang klinis bermanifestasi sebagai serangan
migren.
Konsep saat ini adanya suatu ambang migren ditentukan oleh faktor – faktor :
Defisiensi magnesium(5)
Page 13
Welch (1989) menemukan konsentrasi magnesium yang rendah selama serangan
membuat otak rentan terhadap depresi yan menjalar dan meningkatkan aliran pada
tinggi. Ferari (1990) mengukur kadar plasma, didaptkan kadar yang meningkat
diantara serangan dan makin tinggi saat serangan. Jika kadarnya meningkat dalam
berkurang pada penderita migren wanita. Awaki dan Vardi : prolaktin disekresi
penderita migren aura yang dilakikna tes levodopa. Dari data menunjukkan pada
Reaktivitas vaskuler(5)
Terjadi respon vasodilatasi pembuluh darah serebral yang berlebihan bila
terhadap tekanan lebih besar terhadap tekanan lebih lebih besar pada sisi yang
Page 14
3. Bau-bau tajam
4. Hipotalamus sebagai respon terhadap “jam internal” atau perubahan lingkungan
internal (perubahan hormonal).
5. Sirkulasi karotis interna atau karotis eksterna : sebagai respon terhadap
vasodilatasi, angiografi.
5. KLASIFIKASI(2,4,6)
Grup A Grup B
1. Nyeri kepala unilateral 1. Terdapat nausea atau vomit
2. Nyeri kepala berdenyut 2. Terdapat fotofobia/fonofobia
3. Nyeri sedang atau berat dan dapat
menghambat/ mambatasi kegiatan
4. Nyeri diperberat oleh aktivitas fisik rutin,
seperti membungkuk atau naik tangga
Page 15
Terdiri dari empat fase yaitu fase : prodormal, fase aura, fase nyeri kepala dan
fase postdormal.
Aura dengan minimal dua serangan sebagai berikut
Satu gejala aura mengindikasikan disfungsi CNS fokal (mis; vertigo, tinitus,
penurunan pendengaran, ataksia, gejala visual pada hemifield kedua mata,
disartria, diplopia, parestesia, paresis, penurunan kesadaran)
Gejala aura timbul terhadap selama lebih dari 4 menit atau lebih gejala.
Nyeri kepala
Sama dengan migrain tanpa aura
Page 16
Serangan yang terjadi sama persis dengan serangan sebelumnya, akan tetapi
defisit neurologis tidak sembuh sempurna dalam 7 hari dan atau pada
pemeriksaan neuroimaging di dapatkan infrak iskemik di daerah yang sesuai.
Penyebab infark yang lain disingkirkan dengan pemeriksaan yang memadai.
Aura merupakan gejala fokal neurologi yang komplek dan dapat timbul sebelum, pada
saat atau setelah serangan nyeri kepala. (2,4,6)
Serangan migren ada empat fase, antara lain :
1. Fase Prodrome : 1-24 jam, sebelum timbul nyeri kepala, tidak selalu timbul, biasanya
sulit dibedakan menjadi iritabel, hiperaktif atau depresi.
2. Fase aura : berlangsung 0-60 menit, dapat menjelang nyeri kepala atau dengan nyeri
kepala .
3. Fase sefalgia : berlangsung 4-72 jam, biasnya 60% unilateral, dan dapat pindah kesisi
lainnya. Nyeri kepala Bilateral tidak dapat menyingkirkan diagnosa migren
4. Fase postdrome : pasca gejala nyeri kepala, berlangsung beberapa jam sampai beberapa
hari.
6. PENATALAKSANAAN (3,7,9,10)
Penatalaksaan migrain secara garis besar dibagi atas mengurangi faktor resiko, terapi
farmaka dengan memakai obat dan terapi nonfarmaka. Terapi farmaka dibagi atas dua kelompok
yaitu terapi abortif (terapi akut) dan terapi preventif (terapi pencegahan), walau pada terapi
nonfarmaka juga dapat bertujuan untuk abortif dan pencegahan. Terapi abortif merupakan
pengobatan pada saat serangan akut yang bertujuan untuk meredakan serangan nyeri dan
disabilitas pada saat itu dan menghentikan progresivitas. Pada terapi preventif atau profilaksis
migrain terutama bertujuan untuk mengurangi frekwensi, durasi dan beratnya nyeri kepala.
Kelelahan
Page 17
Perubahan hormonal seperti haid, obat hormonal
Kadar estrogen yang berfluktuasi atau dapat dilakukan dengan menghentikan pil
KB atau obat-obat pengganti estrogen
Diet
Diet dilakukan selama 1 bulan. Apabila setelah 1 bulan gejala tidak membaik,
berarti modifikasi diet tidak bermanfaat. Apabila makanan menjadi pencetus
gejala, maka jenis makanan tersebut harus diidentifikasi dengan cara
menambahkan satu jenis makanan sampai gejala muncul. Sebaiknya dibuat diari
makanan selama mengidentifikasi makanan apa yang menjadi pencetus migrain,
karena beberapa jenis makanan dapat langsung menimbulkan gejala (anggur
merah, MSG), sementara makanan lain baru menimbulkan gejala setelah 1 hari
(coklat, keju).
1. Terapi Abortif
Pada terapi abortif dapat diberikan analgesia nonspesifik yaitu analgesia yang
dapat diberikan pada kasus nyeri lain selain nyeri kepala, dan atau analgesia spesifik yang
hanya bekerja sebagai analgesia nyeri kepala. Secara umum dapat dikatakan bahwa terapi
memakai analgesia nonspesifik masih dapat menolong pada migrain dengan intensitas
nyeri ringan sampai sedang. Pada kasus sedang sampai berat atau berespons buruk
dengan OAINS pemberian analgesia spesifik lebih bermanfaat.
Page 18
Domperidon atau metoklopramid sebagai antiemetik dapat diberikan saat
serangan nyeri kepala atau bahkan lebih awal yaitu pada saat fase prodromal. Fase
prodromal migrain dihubungkan dengan gangguan pada hipotalamus melalui
neurotransmiter dopamin dan serotonin. Pemberian antiemetik akan membantu
penyerapan lambung di samping meredakan gejala penyerta seperti mual dan muntah.
Kemungkinan timbulnya efek samping antiemetik seperti sedasi dan parkinsonism pada
orang tua patut diperhatikan.
Diklofenak.
Ketorolak.
Ketoprofen.
Indometasin.
Ibuprofen.
Naproksen.
Golongan fenamat.
Ketorolak IM membantu pasien dengan mual atau muntah yang berat. Kombinasi
antara asetaminofen dengan aspirin atau OAINS serta penambahan kafein dikatakan
dapat menambah efek analgetik, dan dengan dosis masing-masing obat yang lebih rendah
diharapkan akan mengurangi efek samping obat. Mekanisme kerja OAINS pada
umumnya terutama menghambat enzim siklooksigenase sehingga sintesa prostaglandin
dihambat.
Page 19
Pasien diminta meminum obatnya begitu serangan migrain terasa. Dosis obat
harus adekuat baik secara obat tunggal atau kombinasi. Apabila satu OAINS tidak efektif
dapat dicoba OAINS yang lain. Efek samping pemberian OAINS perlu dipahami untuk
menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Pada wanita hamil hindari pemberian OAINS
setelah minggu ke 32 kehamilan. Pada migrain anak dapat diberikan asetaminofen atau
ibuprofen.
Analgesik spesifik dapat diberikan pada migrain dengan nyeri sedang sampai
berat. Pertimbangan harga kadang menjadi penghambat dipakainya analgesia spesifik ini,
walaupun golongan ini merupakan pilihan sebagai antimigren. Ergot lebih murah
dibanding golongan triptan tetapi efek sampingnya lebih besar. Penyebab lain yang
menjadi penghambat adalah preparat ini di Indonesia hanya tersedia dalam bentuk oral
dan dari golongan triptan hanya ada sumatriptan. Ergotamin dan DHE diberikan pada
migrain sedang sampai berat apabila analgesia nonspesifik kurang terlihat hasilnya atau
memberi efek samping. Dosis dan cara pemberian ergotamin dan DHE harus
diperhatikan. Kombinasi ergotamin dengan kafein bertujuan untuk menambah absorpsi
ergotamin selain sebagai analgesik pula. Hindari pada kehamilan, hipertensi tidak
terkendali, penyakit serebrovaskuler, kardiovaskuler dan penyakit pembuluh perifer (hati-
hati pada pasien > 40 tahun) serta gagal ginjal, gagal hati dan sepsis. Efek samping yang
mungkin timbul antara lain mual, dizziness, parestesia, kramp abdominal. Ergotamin
biasanya diberikan pada episode serangan tunggal. Dosis dibatasi tidak melebihi 10
mg/minggu.
Page 20
Sumatriptan dapat meredakan nyeri, mual, fotofobia dan fonofobia sehingga
memperbaiki disabilitas pasien. Diberikan pada migrain berat atau pasien yang tidak
memberikan respon dengan analgesia nonspesifik dengan atau tanpa kombinasi. Dosis
awal sumatriptan adalah 50 mg dengan dosis maksimal dalam 24 jam 200 mg. Kontra
indikasi antara lain adalah pasien, yang berisiko penyakit jantung koroner, penyakit
serebrovaskuler, hipertensi yang tidak terkontrol, migrain tipe basiler. Efek samping
berupa dizziness, heaviness, mengantuk, nyeri dada non kardial, disforia.
Sumatriptan 6 mg SC
Rizatriptan 10 mg oral
Eletriptan 80 mg oral
Zolmitriptan 5 mg oral
Eletriptan 40 mg oral
Sumatriptan 20 mg intranasal
Sumatriptan 50 mg oral
Eletriptan 20 mg oral
Page 21
NNT: dalam 2 jam nyeri kepala menghilang
2. Terapi preventif
Terapi preventif harus selalu diminum tanpa melihat adanya serangan atau tidak.
Pengobatan dapat diberikan dalam jangka waktu episodik, jangka pendek (subakut) atau
jangka panjang (kronis). Terapi episodik diberikan apabila faktor pencetus nyeri kepala
dikenal dengan baik sehingga dapat diberikan analgesia sebelumnya. Terapi preventif
jangka pendek berguna apabila pasien akan terkena faktor risiko yang telah dikenal dalam
jangka waktu tertentu seperti pada migrain menstrual. Terapi preventif kronis akan
diberikan dalam beberapa bulan bahkan tahun tergantung respons pasien. Biasanya
diambil patokan minimal dua sampai tiga bulan.
Indikasi:
Adanya kontra indikasi atau efek samping yang tidak dapat ditoleransi terhadap
terapi abortif.
Mekanisme kerja obat-obat tersebut tidak seluruhnya dimengerti. Diduga obat tersebut
menghambat pelepasan neuropeptida ke dalam pembuluh darah dural melalui efek
Page 22
antagonis pada reseptor 5-HT2. Satu jenis obat profilaksis tidak lebih efektif daripada obat
yang lain. oleh karena itu, bila tidak ada kontraindikasi, verapamil lebih sering digunakan
pada awal terapi karena efek sampingnya paling minimal dibandingkan yang lain.
Apabila dizziness tidak dapat dikontrol dengan satu obat, gunakan jenis obat yang lain.
Bila dizziness sudah terkontrol, obat diberikan terus menerus selama minimal 1 tahun
(kecuali methysergide yang memerlukan interval bebas obat selama 3-4 minggu pada
bulan ke-6 terapi). Obat dapat diberikan ulang pada tahun berikutnya apabila dizziness
muncul lagi setelah terapi dihentikan.
Page 23
3. Terapi nonfarmaka
Page 24
ALOGORITMA PENANGANAN STATUS MIGREN
(Menurut STANDAR PELAYANAN MEDIS & STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL ) (3)
Page 25
BAB III
KESIMPULAN
Page 26
1. Migren merupakan nyeri kepala primer dengan serangan nyeri kepala berulang, dengan
karakteristik lokasi unilateral, berdenyut dan frekuensi, lama serta hebatnya rasa nyeri yang
beraneka ragam dan diperberat dengan aktifitas.
2. Klasifikasi migrain menurut International Headache Society (HIS):
Terapi nonfarmaka.
Terapi farmaka dibagi atas dua kelompok yaitu terapi abortif (terapi akut) dan terapi preventif
(terapi pencegahan). Walaupun terapi farmaka merupakan terapi utama migren, terapi
nonfarmaka tidak bisa dilupakan. Bahkan pada kehamilan terapi nonfarmaka diutamakan.
4. Penatalaksanaan migren diawali dengan diagnostik yang akurat dan dalam pemberian terapi
farmaka perlu dikenal dan dipahami obat yang dapat diberikan pada migren dan kapan serta
lama pemberiannya.
Page 27
DAFTAR PUSTAKA
1. Prof.DR. Mahar Marjono & Prof .DR. Priguna Shidharta. 2008. Neurologi Klinis Dasar,
Edisi 12. Dian Rakyat
2. Sylvia.A.Price & Lorraine M. Wilson.Patofisiologi , edisi 6 jilid 2 EGC
3. Perhimpunan dokter spesialis Saraf indonesia. 2006, Buku Pedoman Standar Pelayanan
medik (SPM) & Standar Operasional (SPO)
4. Harsono. 2005. Kapita Selekta Neurologi, edisi kedua. Gajahmada University Press.
Yogyakarta.
9. Zuraini, Yuneldi anwar, Hasan Sjahrir. 2005. Karakteristik Nyeri Kepala Migren dan
Tension Type Headeche Di Kotamadya Medan, Neurona, Vol 22 No. 2
10. Wibowo S., Gofir A. 2001. Farmakologi dalam Neurologi. Salemba Medika. Jakarta.
Page 28