Anda di halaman 1dari 5

Pengelolaan Logistik

Pengelolaan logistik Penanggulangan Tuberkulosis merupakan serangkaian kegiatan


yang meliputi perencanaan kebutuhan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian,
monitoring dan evaluasi.

1) Jenis logistik program nasional penanggulangan tuberkulosis


Logistik penanggulangan tuberkulosis terdiri dari 2 bagian besar yaitu logistik Obat
Anti Tuberkulosis (OAT) dan logistik lainnya. UPK dalam hal ini puskesmas
menghitung kebutuhan tahunan, triwulan dan bulanan sebagai dasar permintaan ke
Kabupaten/Kota.

a. Logistik OAT 2.

Program menyediakan paket OAT dewasa dan anak, untuk paket OAT dewasa
terdapat 2 macam jenis dan kemasan yaitu:

• OAT dalam bentuk obat kombinasi dosis tetap (KDT) / Fixed Dose
Combination (FDC) terdiri dari paket Kategori 1, kategori 2 dan
sisipan yang dikemas dalam blister, dan tiap blister berisi 28 tablet.
• OAT dalam bentuk Kombipak terdiri dari paket Kategori 1, kategori 2,
dan sisipan, yang dikemas dalam blister untuk satu dosis, kombipak ini
disediakan khusus untuk pengatasi efek samping KDT.

b. Logistik non OAT 2

• Alat Laboratorium terdiri dari: Mikroskop, slide box, pot sputum, kaca
sediaan, rak pewarna dan pengering, lampu spiritus, ose, botol plastik
bercorong pipet, kertas pembersih lensa mikroskop, kertas saring, dan
lain lain.
• Bahan diagnostik terdiri dari: Reagensia Ziehl Neelsen, eter alkohol,
minyak imersi, lysol, tuberkulin PPD RT 23 dan lain lain.
• Barang cetakan seperti buku pedoman, formulir pencatatan dan
pelaporan serta bahan KIE.

2) Pengelolaan obat anti tuberkulosis

a. Perencanaan Kebutuhan Obat

Rencana kebutuhan Obat Anti Tuberkulosis dilaksanakan dengan pendekatan


perencanaan dari bawah (bottom up planning). Perencanaan kebutuhan OAT
dilakukan terpadu dengan perencanaan obat program lainnya yang berpedoman
pada:
• Jumlah penemuan pasien pada tahun sebelumnya,
• Perkiraan jumlah penemuan pasien yang direncanakan,
• Buffer-stock (tiap kategori OAT),
• Sisa stock OAT yang ada,
• Perkiraan waktu perencanaan dan waktu distribusi (untuk mengetahui
estimasi kebutuhan dalam kurun waktu perencanaan)

F. Pedoman kerja Puskesmas dalam P2TB paru

a. Penatalaksanaan P2TBC
1. Penemuan penderita.
2. Pengobatan

b. Peningkatan sumber daya manusia


Pelatihan tenaga yang terkait dengan program P2TBC

c. Monitoring dan evaluasi


1. Supervisi
2. Pertemuan monitoring: Evaluasi pengobatan melalui evaluasi klinik dan
bakteriologik

d. Promosi Advokasi, kemitraan dan penyuluhan.

G. Pemantauan dan Evaluasi Program P2TB

Keberhasilan pelaksanaan program pemantauan dilaksanakan secara berkala


dan terus menerus, untuk dapat segera mendeteksi bila ada masalah dalam
pelaksanaan kegiatan yang telah direncanakan, supaya dapat dilakukan tindakan
perbaikan segera. Evaluasi dilakukan setelah suatu jarak-waktu (interval) lebih lama,
biasanya setiap 6 bulan s/d 1 tahun. Dengan evaluasi dapat dinilai sejauh mana tujuan
dan target yang telah ditetapkan sebelumnya dicapai. Dalam mengukur keberhasilan
tersebut diperlukan indikator. Hasil evaluasi sangat berguna untuk kepentingan
perencanaan program.
Masing-masing tingkat pelaksana program (UPK, Kabupaten/Kota, Propinsi,
dan Pusat) bertanggung jawab melaksanakan pemantauan kegiatan pada wilayahnya
masing-masing. Seluruh kegiatan harus dimonitor baik dari aspek masukan (input),
proses, maupun keluaran (output). Cara pemantauan dilakukan dengan menelaah
laporan, pengamatan langsung dan wawancara dengan petugas pelaksana maupun
dengan masyarakat sasaran. Dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi, diperlukan
suatu sistem pencatatan dan pelaporan baku yang dilaksanakan dengan baik dan
benar.
Dalam Program Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, salah satu komponen
penting dari survailans yaitu pencatatan dan pelaporan dengan maksud
mendapatkan data untuk diolah, dianalisis, diinterpretasi, disajikan dan disebarluaskan
untuk dimanfaatkan. Data yang dikumpulkan pada kegiatan survailans harus valid
(akurat, lengkap dan tepat waktu) sehingga memudahkan dalam pengolahan dan
analisis. Data program Tuberkulosis dapat diperoleh dari pencatatan di semua unit
pelayanan kesehatan yang dilaksanakan dengan satu sistem yang baku. Formulir-
formulir yang dipergunakan dalam pencatatan TB di Unit Pelayanan Kesehatan/UPK
(Puskesmas, Rumah Sakit, BP4, klinik dan dokter praktek swasta dll) dalam
melaksanakan pencatatan antara lain:

• Daftar tersangka pasien (suspek) yang diperiksa dahak SPS (TB.06).


• Formulir permohonan laboratorium TB untuk pemeriksaan dahak (TB.05).
• Kartu pengobatan pasien TB (TB.01).
• Kartu identitas pasien TB (TB.02).
• Register TB UPK (TB.03 UPK)
• Formulir rujukan/pindah pasien (TB.09).
• Formulir hasil akhir pengobatan dari pasien TB pindahan (TB.10).
• Register Laboratorium TB (TB.04).

Untuk menilai kemajuan atau keberhasilan penanggulangan TB digunakan


beberapa indikator. Indikator penanggulangan TB secara Nasional ada 2 yaitu: Angka
Penemuan Pasien baru TB BTA positif (Case Detection Rate = CDR) dan Angka
Keberhasilan Pengobatan (Success Rate = SR).
Disamping itu ada beberapa indikator proses untuk mencapai indikator
Nasional tersebut di atas, yaitu:
• Angka Penjaringan Suspek
• Proporsi Pasien TB Paru BTA positif diantara Suspek yang diperiksa
dahaknya
• Proporsi Pasien TB Paru BTA positif diantara seluruh pasien TB paru
• Proporsi pasien TB anak diantara seluruh pasien
• Angka Notifikasi Kasus (CNR)
• Angka Konversi
• Angka Kesembuhan
• Angka Kesalahan Laboratorium

Untuk mempermudah analisis data diperlukan indikator sebagai alat ukur


kemajuan (marker of progress). Indikator yang baik harus memenuhi syarat-syarat
tertentu seperti: sahih (valid), sensitif dan Spesifik (sensitive and specific), dapat
dipercaya (realiable), dapat diukur (measureable), dapat dicapai (achievable).
Analisa dapat dilakukan dengan membandingkan data antara satu dengan yang lain
untuk melihat besarnya perbedaan, dan melihat kecenderungan (trend) dari waktu ke
waktu.

Anda mungkin juga menyukai