Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
A. Anatomi Kelenjar Tiroid

Kelenjar tiroid terletak di leher, antara fasia koli media dan fasia prevertebralis. Di dalam
ruang yang sama terletak trakea, esofagus, pembuluh darah besar, dan saraf. Kelenjar tiroid
melekat pada trakea sambil melingkarinya dua pertiga sampai tiga perempat lingkaran. Arteri
karotis komunis, arteri jugularis interna, dan nervus vagus terletak bersama di dalam sarung
tertutup do laterodorsal tiroid. Nervus rekurens terletak di dorsal tiroid sebelum masuk laring.
Nervus frenikus dan trunkus simpatikus tidak masuk ke dalam ruang antara fasia media dan
prevertebralis.

B. Fisiologi Kelenjar Tiroid

Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid utama yaitu tiroksin. Bentuk aktif hormon ini
adalah triiodotironin yang sebagian besar berasal dari konversi hormon tiroksin di perifer,
dan sebagian kecil langsung dibentuk oleh kelenjar tiroid. Sekresi hormon tiroid dikendalikan
oleh kadar hormon perangsang tiroid (Thyroid Stimulating Hormon) yang dihasilkan oleh
lobus anterior kelenjar hipofisis. Kelenjar ini secara langsung dipengaruhi dan diatur
aktivitasnya oleh kadar hormon tiroid dalam sirkulasi, yang bertindak sebagai umpan balik
negatif terhadap lobus anterior hipofisis dan terhadap sekresi hormon pelepas tirotropin dari
hipothalamus. Hormon tiroid mempunyai pangaruh yang bermacam-macam terhadap
jaringan tubuh yang berhubungan dengan metabolisme sel.
Kelenjar tiroid juga mengeluarkan kalsitonin dari sel parafolikuler. Kalsitonin adalah
polipeptida yang menurunkan kadar kalsium serum, mungkin melalui pengaruhnya terhadap
tulang.

Hormon tiroid memang suatu hormon yang dibutuhkan oleh hampir semua proses tubuh
termasuk proses metabolisme, sehingga perubahan hiper atau hipotiroidisme berpengaruh
atas berbagai peristiwa. Efek metaboliknya antara lain adalah termoregulasi, metabolisme
protein, metabolisme karbohidrat, metabolisme lemak, dan vitamin A.

Status tiroid seseorang ditentukan oleh kecukupan sel atas hormon tiroid dan bukan kadar
normal hormon tiroid dalam darah. Ada beberapa prinsip faal dasar yang perlu diingat
kembali. Pertama bahwa hormon yang aktif adalah free-hormon. Kedua bahwa metabolisme
sel didasarkan adanya free T3 bukan free T4. ketiga bahwa distribusi enzim deyodinasi I, II,
dan III (DI, DII, DIII) di berbagai organ tubuh berbeda, dimana DI banyak ditemukan di
hepar, ginjal, dan tiroid. DII utamanya di otak, hipofisis dan DIII hampir seluruhnya di
jaringan fetal (otak, plasenta). Hanya DI yang direm oleh PTU.

BAB II
ASKEP HIPOTIROIDISME
A. Definisi

Hipotiroidisme adalah satu keadaan penyakit disebabkan oleh kurang penghasilan


hormon tiroid oleh kelenjar tiroid.

Hipotiroidisme adalah suatu keadaan dimana kelenjar tirod kurang aktif dan
menghasilkan terlalu sedikit hormone tiroid. Hipotiroid yang sangat berat disebut miksedema.
Hipotiroidism terjadi akibat penurunan kadar hormon tiroid dalam darah. Kelainan ini
kadang-kadang disebut miksedema.

B. Epidemiologi

Sebelum Perang Dunia II banyak penyelidik di Indonesia menemukan kretin. Abu


Hanifah menemukan di daerah Kuantan 0,15% kretin di antara 50.000 penduduk. Pfister
(1928) menemukan pada suku Alas 17 kretin, 57 kretinoid dan 11 kasus yang meragukan dari
12.000 penduduk; jumlah semuanya meliputi 0,73%. Eerland (1932) menemukan 126 kretin
di Kediri dan banyak kretinoid, sedangkan Noosten (1935) menemukan juga kretin di Bali.

C. Klasifikasi dan Penyebab

Secara klinis dikenal 3 hipotiroidisme, yaitu :


1. Hipotiroidisme sentral, karena kerusakan hipofisis atau hypothalamus
2. Hipotiroidisme primer apabila yang rusak kelenjar tiroid
3. Karena sebab lain, seperti farmakologis, defisiensi yodium, kelebihan yodium, dan
resistensi perifer.

Yang paling banyak ditemukan adalah hipotiroidisme primer. Oleh karena itu, umumnya
diagnosis ditegakkan berdasar atas TSH meningkat dan fT4 turun. Manifestasi klinis
hipotiroidisme tidak tergantung pada sebabnya.

Namun, pada Buku Ilmu Kesehatan Anak, hipotiroidisme terbagi atas 2 berdasarkan
penyebabnya, yaitu :
1. Bawaan (kretinisme)
a. Agenesis atau disgenesis kelenjar tiroidea.
b. Kelainan hormogonesis
~ Kelainan bawaan enzim (inborn error)
~ Defisiensi yodium (kretinisme endemik)
~ Pemakaian obat-obat anti tiroid oleh ibu hamil (maternal)

2. Didapat
Biasanya disebut hipotiroidisme juvenilis. Pada keadaan ini terjadi atrofi kelenjar yang
sebelumnya normal. Panyebabnya adalah
a. Idiopatik (autoimunisasi)
b. Tiroidektomi
c. Tiroiditis (Hashimoto, dan lain-lain)
d. Pemakaian obat anti-tiroid
e. Kelainan hipofisis.
f. Defisiensi spesifik TSH

D. Patofisiologi

Patofisiologi hipotiroidisme didasarkan atas masing-masing penyebab yang dapat


menyebabkan hipotiroidisme, yaitu :

a. Hipotiroidisme sentral (HS)


Apabila gangguan faal tiroid terjadi karena adanya kegagalan hipofisis, maka disebut
hipotiroidisme sekunder, sedangkan apabila kegagalan terletak di hipothalamus disebut
hipotiroidisme tertier. 50% HS terjadi karena tumor hipofisis. Keluhan klinis tidak hanya
karena desakan tumor, gangguan visus, sakit kepala, tetapi juga karena produksi hormon
yang berlebih (ACTH penyakit Cushing, hormon pertumbuhan akromegali, prolaktin
galaktorea pada wanita dan impotensi pada pria). Urutan kegagalan hormon akibat desakan
tumor hipofisis lobus anterior adalah gonadotropin, ACTH, hormon hipofisis lain, dan TSH.

b. Hipotiroidisme Primer (HP)

Hipogenesis atau agenesis kelenjar tiroid. Hormon berkurang akibat anatomi kelenjar.
Jarang ditemukan, tetapi merupakan etiologi terbanyak dari hipotiroidisme kongenital di
negara barat. Umumnya ditemukan pada program skrining massal. Kerusakan tiroid dapat
terjadi karena, 1. Operasi, 2. Radiasi, 3. Tiroiditis autoimun, 4. Karsinoma, 5. Tiroiditis
subakut, 6. Dishormogenesis, dan 7. Atrofi
Pascaoperasi. Strumektomi dapat parsial (hemistrumektomi atau lebih kecil), subtotal
atau total. Tanpa kelainan lain, strumektomi parsial jarang menyebabkan hipotiroidisme.
Strumektomi subtotal M. Graves sering menjadi hipotiroidisme dan 40% mengalaminya
dalam 10 tahun, baik karena jumlah jaringan dibuang tetapi juga akibat proses autoimun yang
mendasarinya.
Pascaradiasi. Pemberian RAI (Radioactive iodine) pada hipertiroidisme menyebabkan
lebih dari 40-50% pasien menjadi hipotiroidisme dalam 10 tahun. Tetapi pemberian RAI
pada nodus toksik hanya menyebabkan hipotiroidisme sebesar <5%. Juga dapat terjadi pada
radiasi eksternal di usia <20 tahun : 52% 20 tahun dan 67% 26 tahun pascaradiasi, namun
tergantung juga dari dosis radiasi.
Tiroiditis autoimun. Disini terjadi inflamasi akibat proses autoimun, di mana berperan
antibodi antitiroid, yaitu antibodi terhadap fraksi tiroglobulin (antibodi-antitiroglobulin, Atg-
Ab). Kerusakan yang luas dapat menyebabkan hipotiroidisme. Faktor predisposisi meliputi
toksin, yodium, hormon (estrogen meningkatkan respon imun, androgen dan supresi
kortikosteroid), stres mengubah interaksi sistem imun dengan neuroendokrin. Pada kasus
tiroiditis-atrofis gejala klinisnya mencolok. Hipotiroidisme yang terjadi akibat tiroiditis
Hashimoto tidak permanen.
Tiroiditis Subakut. (De Quervain) Nyeri di kelenjar/sekitar, demam, menggigil.
Etiologi yaitu virus. Akibat nekrosis jaringan, hormon merembes masuk sirkulasi dan terjadi
tirotoksikosis (bukan hipertiroidisme). Penyembuhan didahului dengan hipotiroidisme
sepintas.
Dishormogenesis. Ada defek pada enzim yang berperan pada langkah-langkah proses
hormogenesis. Keadaan ini diturunkan, bersifat resesif. Apabila defek berat maka kasus
sudah dapat ditemukan pada skrining hipotiroidisme neonatal, namun pada defek ringan, baru
pada usia lanjut.
Karsinoma. Kerusakan tiroid karena karsinoma primer atau sekunder, amat jarang.
Hipotiroidisme sepintas. Hipotiroidisme sepintas (transient) adalah keadaan hipotiroidisme
yang cepat menghilang. Kasus ini sering dijumpai. Misalnya pasca pengobatan RAI, pasca
tiroidektomi subtotalis. Pada tahun pertama pasca operasi morbus Graves, 40% kasus
mengalami hipotiroidisme ringan dengan TSH naik sedikit. Sesudah setahun banyak kasus
pulih kembali, sehingga jangan tergesa-gesa memberi substitusi. Pada neonatus di daerah
dengan defisiensi yodium keadaan ini banyak ditemukan, dan mereka beresiko mengalami
gangguan perkembangan saraf.

E. Pengaruh Obat Farmakologis


Dosis OAT (Obat Anti Tiroid) berlebihan menyebabkan hipotiroidisme. Dapat juga
terjadi pada pemberian litium karbonat pada pasien psikosis. Hati-hatilah menggunakan
fenitoin dan fenobarbital sebab meningkatkan metabolisme tiroksin di hepar. Kelompok
kolestiramin dan kolestipol dapat mengikat hormon tiroid di usus. Defisiensi yodium berat
serta kelebihan yodium kronis menyebabkan hipotiroidisme dan gondok, tetapi sebaliknya
kelebihan akut menyebabkan IIT (iodine induced thyrotoxcisos).
Bahan farmakologis yang menghambat sintesis hormon tiroid yaitu tionamid (MTU,
PTU, karbimazol), perklorat, sulfonamid, yodida dan yang meningkatkan katabolisme atau
penghancuran hormon tiroid yaitu fenitoin, fenobarbital, yang menghambat jalur
enterohepatik hormon tiroid yaitu kolestipol dan kolestiramin.
Kelenjar tiroid bekerja di bawah pengaruh kelenjar hipofisis, tempat diproduksi
hormon tirotropik. Hormon ini mengatur produksi hormon tiroid yaitu tiroksin dan tri-
iodotironin. Kedua hormon tersebut dibentuk dari monoiodo-tirosin dan diiodo-tirosin. Untuk
ini diperlukan yodium. T3 dan T4 diperlukan dalam proses metabolik di dalam badan, lebih-
lebih pada pemakaian oksigen. Selain itu ia merangsang sintesis protein dan mempengaruhi
metabolisme karbohidrat, lemak dan vitamin. Hormon ini juga diperlukan untuk mengolah
karoten menjadi vitamin A. Untuk pertumbuhan badan, hormon ini sangat dibutuhkan, tetapi
harus bekerja sama dengan growth hormone

F. Gejala Klinis

Pada bayi baru lahir gejala sering belum jelas. Baru sesudah beberapa minggu gejala
lebih menonjol. Ikterus fisiologis biasanya lebih lama, kurang mau minum, sering tersedak,
aktifitas kurang, lidah yang besar dan sering menderita kesukaran pada pernafasan.
Bayi dengan kelainan ini jarang menangis, banyak tidur dan kelihatan sembab. Biasanya ada
obstipasi, abdomen besar dan ada hernia umbilikalis. Suhu tubuh rndah, nadi lambat dan
kulitnya kering dan dingin. Sering ditemukan anemia.
Pada umur 3-6 bulan gejala makin jelas. Sekarang mulai kelihatan pertumbuhan dan
perkembangan lambat (retardasi mental dan fisis). Sesudah melewati masa bayi, anak akan
kelihatan pendek, anggota gerak pendek dan kepala kelihatan besar. Ubun-ubun besar terbuka
lebar. Jarak antara kedua mata (hipertelorisme). Mulut sering terbuka dan tampak lidah
membesar dan menebal. Pertumbuhan gigi terlambat dan gigi lekas rusak. Tangan agak lebar
dan jari pendek. Kulit kering tanpa keringat. Warna kulit kekuning-kuningan yang
disebabkan oleh karotenemia. Miksedema tampak jelas pada kelopak mata, punggung tangan
dan genitalia eksterna.

Otot-otot biasanya hipotonik. Retardasi mental makin jelas. Suara biasanya parau dan
biasanya tidak dapat berbicara. Makin tua, anak makin terlambat dalam pertumbuhan dan
perkembangan. Pematangan alat kelamin terlambat atau sama sekali tidak terjadi.
Gejala hipotiroidisme dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu yang bersifat umum
karena kekurangan hormon tiroid di jaringan, dan yang spesifik disebabkan karena penyakit
dasarnya.

Keluhan utama yaitu kurang energi, manifestasinya sebagai lesu, lamban bicara,
mudah lupa, obstipasi. Metabolisme rendah menyebabkan bradikardia, tidak tahan dingin,
berat badan naik dan anoreksia. Kelainan psikologis meliputi depresi, meskipun nervositas
dan agitasi dapat terjadi. Kelainan reproduksi yaitu oligomenorea, infertil, aterosklerosis
meningkat. Semua tanda di atas akan hilang dengan pengobatan. Ada tambahan keluhan
spesifik, terutama pada tipe sentral. Pada tumor hipofisis mungkin ada gangguan visus, sakit
kepala, dan muntah. Sedangkan dari gagalnya fungsi hormon tropiknya, misalnya karena
ACTH kurang, dapat terjadi kegagalan faal korteks adrenal dan sebagainya.

G. Menegakkan Diagnosis

Sebaiknya diagnosis ditegakkan selengkap mungkin : diagnosis klinis-subklinis,


primer-sentral, kalau mungkin etiologinya. Karena sebagian besar etiologi hipotiroidisme
adalah HP, kemungkinan HP kecil apabila dijumpai TSH normal. Pada wanita hamil
(termasuk pengguna kontrasepsi oral) karena perubahan pada TBG, memeriksa TSH, fT4 dan
fT3 merupakan langkah tepat. Kadang fT4 wanita hamil agak naik sehingga memeriksa fT3
masih relevan.

Apabila memungkinkan wanita hamil dengan hipotiroidisme diperiksa juga antibodi


(anti-Tg-Ab, anti-AM-Ab). Indeks diagnostik Billewicz, analog dengan indeks Wayne dan
New Castle pada hipertiroidisme, juga tersedia untuk memisahkan antara eutiroidisme dan
hipotiroidisme. Interpretasi skor : bukan hipotiroidisme kalau skor < -30, diagnostik apabila
skor > 25 dan meragukan apabila skor antara -29 dan +24 dan dibutuhkan pemeriksaan
konfirmasi.

H. Pengobatan/Terapi

Pada pengobatan hipotiroidisme yang perlu diperhatikan adalah dosis awal dan cara
menaikkan dosis tiroksin. Tujuan pengobatan hipotiroidisme adalah :
a. Meringankan keluhan dan gejala
b. Menormalkan metabolism
c. Menormalkan TSH (bukan mensupresi)
d. Membuat T3 (dan T4) normal
e. Menghindarkan komplikasi dan resiko

Beberapa prinsip dapat digunakan dalam melaksanakan substitusi, yaitu makin berat
hipotiroidisme makin rendah dosis awal dan makin landai peningkatan dosis, dan geriatri
dengan angina pektoris, CHF, gangguan irama, dosis harus hati-hati.
Prinsip substitusi adalah mengganti kekurangan produksi hoemon tiroid endogen
pasien. Indikator kecukupan optimal sel ialah kadar TSH normal. Dosis supresi tidak
dianjurkan, sebab ada risiko gangguan jantung dan densitas mineral. Tersedia L-tiroksin (T4),
L-triodotironin (T3) maupun pulvus tiroid. Pulvus tidak digunakan lagi karena efeknya sulit
diramalkan. T3 tidak digunakan sebagai substitusi karena waktu paruhnya pendek hingga
perlu diberikan beberapa
kali sehari. Obat oral terbaik adalah T4 Tiroksin dianjurkan diminum pagi hari dalam
keadaan perut kosong dan tidak bersama bahan lain yang mengganggu serapan dari usus.
Contohnya pada penyakit sindrom malabsorbsi, short bowel syndrome, sirosis, obat
(sukralfat, aluminium hidroksida, kolestiramin, sulfas ferosus, kalsium karbonat).

TIROIDITIS HASHIMOTO ( Struma Limfomatis)


Tiroditis hasimoto mungkin merupakan penyebab hipotiroidisme tersering, juga
disebut tiroditis otoimun, terjadi akibat adanya otoantibodi yang merusak jaringan kelenjar
tirod. Hal ini menyebabkan penurunan HT disertai peningkatan kadar TSH dan TRH akibat
umpan balik negatif yang minimal. Penyebab tiroiditis otoimun tidak diketahui, tetapi
tampaknya terdapat kecenderungan genetik untuk mengidap penyakit ini.

I. Diagnosa
A. Keluhan pokok
Kadang-kadang disertai hipertiroid,lalu diikuti hipotiroid.
B. Tanda penting
Pembesaran kelenjar tiroid
C. Pemeriksaan Laboratorium
• T3 dan T4 meningkat pada fase akut dan menurun setelah menjadi kronis.
• Tiroid autoantibodi(antibodi tiroglobulin dan antibodi mikrosomal) biasa positif.
D. Pemeriksaan khusus
1 Hipotiroidisme
1. Penyakit Addison
2. Diabtes mellitus
3. Serosis biliaris
4. Vitiligo

II. PENATALAKSANAAN
A. Terapi umum
1. Istirahat
2. Diet
3. Medikamentosa
• Obat pertama
- Levotiroksin 0,1 - 0,15 mg/hr bila terjadi hipotiroid atau struma terlalu besar.
- Obat alternatif –

G. Pengkajian Keperawatan

Dampak penurunan kadar hormon dalam tubuh sangat bervariasi, oleh karena itu lakukanlah
pengkajian terhadap ha1-ha1 penting yang dapat menggali sebanyak mungkin informasi
antara lain

1. Riwayat kesehatan klien dan keluarga. Sejak kapan klien menderita penyakit tersebut dan
apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama.
2. Kebiasaan hidup sehari-hari seperti
a. Pola makan
b. Pola tidur (klien menghabiskan banyak waktu untuk tidur).
c. Pola aktivitas.
3. Tempt tinggal klien sekarang dan pada waktu balita.
4. Keluhan utama klien, mencakup gangguan pada berbagai sistem tubuh;
a. Sistem pulmonari
b. Sistem pencernaan
c. Sistem kardiovaslkuler
d. Sistem muskuloskeletal
e. Sistem neurologik dan Emosi/psikologis
f. Sistem reproduksi
g. Metabolik
5. Pemeriksaart fisik mencakup
a. Penampilan secara umum; amati wajah klien terhadap adanya edema sekitar mata, wajah
bulan dan ekspresi wajah kosong serta roman wajah kasar. Lidah tampak menebal dan gerak-
gerik klien sangat lamban. Postur tubuh keen dan pendek. Kulit kasar, tebal dan berisik,
dingin dan pucat.
b. Nadi lambat dan suhu tubuh menurun:
c. Perbesaran jantung
d. Disritmia dan hipotensi
e. Parastesia dan reflek tendon menurun
6. Pengkajian psikososial klien sangat sulit membina hubungan sasial dengan lingkungannya,
mengurung diri/bahkan mania. Keluarga mengeluh klien sangat malas beraktivitas, dan ingin
tidur sepanjang hari. Kajilah bagaimana konsep diri klien mencakup kelima komponen
konsep diri
7. Pemeriksaan penunjang mencakup; pemeriksaan kadar T3 dan T4 serum; pemeriksaan
TSH (pada klien dengan hipotiroidisme primer akan terjadi peningkatan TSH serum,
sedangkan pada yang sekunder kadar TSH dapat menurun atau normal).

H. Diagnosa dan Intervensi

1. Intoleran aktivitas berhubungan dengan. kelelahan dan penurunan proses kognitif.


Tujuan : Meningkatkan partisipasi dalam aktivitas dan kemandirian
Intervensi

a. Atur interval waktu antar aktivitas untuk meningkatkan istirahat dan latihan yang
dapat ditelerir.

Rasional : Mendorong aktivitas sambil memberikan kesempatan untuk mendapatkan istirahat


yang adekuat.

b. Bantu aktivitas perawatan mandiri ketika pasien berada dalam keadaan lelah.
Rasional : Memberi kesempatan pada pasien untuk berpartisipasi dalam aktivitas perawatan
mandiri.

c. Berikan stimulasi melalui percakapan dan aktifitas yang tidak menimbulkan stress.

Rasional : Meningkatkan perhatian tanpa terlalu menimbulkan stress pada pasien.

d. Pantau respons pasien terhadap peningkatan aktititas

Rasional : Menjaga pasien agar tidak melakukan aktivitas yang berlebihan atau kurang.

2. Perubahan suhu tubuh


Tujuan : Pemeliharaan suhu tubuh yang normal
Intervensi

a. Berikan tambahan lapisan pakaian atau tambahan selimut.

Rasional : Meminimalkan kehilangan panas

b. Hndari dan cegah penggunaan sumber panas dari luar (misalnya, bantal pemanas,
selimut listrik atau penghangat).

Rasional : Mengurangi risiko vasodilatasi perifer dan kolaps vaskuler.

c. Pantau suhu tubuh pasien dan melaporkan penurunannya dari nilai dasar suhu normal
pasien.

Rasional : Mendeteksi penurunan suhu tubuh dan dimulainya koma miksedema

d. Lindungi terhadap pajanan hawa. dingin dan hembusan angin.

Rasional : Meningkatkan tingkat kenyamanan pasien dan menurunkan lebih lanjut kehilangan
panas. .

3. Konstipasi berhubungan dengan penurunan gastrointestinal


Tujuan :
Pemulihan fungsi usus yang normal.
Intervensi

a. Dorong peningkatan asupan cairan

Rasional : Meminimalkan kehilangan panas

b. Berikan makanan yang kaya akan serat

Rasional : Meningkatkan massa feses dan frekuensi buang air besar

c. Ajarkan kepada klien, tentang jenis -jenis makanan yang banyak mengandung air

Rasional : Untuk peningkatan asupan cairan kepada pasien agar . feses tidak keras
d. Pantau fungsi usus

Rasional : Memungkinkan deteksi konstipasi dan pemulihan kepada pola defekasi yang
normal.

e. Dorong klien untuk meningkatkan mobilisasi dalam batas-batas toleransi latihan.

Rasional : Meningkatkan evakuasi feses

f. Kolaborasi : untuk pemberian obat pecahar dan enema bila diperlukan.

Rasional : Untuk mengencerkan fees.

4. Kurangnya pengetahuan tentang program pengobatan untuk terapi penggantian tiroid


seumur hidup
Tujuan :
Pemahaman dan penerimaan terhadap program pengobatan yang diresepkar,
Intervensi

a. Jelaskan dasar pemikiran untuk terapi penggantian hormon tiroid.

Rasional : Memberikan rasional penggunaan terapi penggantian hormon tiroid seperti yang
diresepkan, kepada pasien

b. Uraikan efek pengobatan yang dikehendaki pada pasien

Rasional : Mendorong pasien untuk mengenali perbaikan status fisik dan kesehatan yang
akan terjadi pada terapi hormon tiroid.

c. Bantu pasien menyusun jadwal dan cheklist untuk memastikan pelaksanaan sendiri
terapi penggantian hormon tiroid.

Rasional : Memastikan bahwa obat yang; digunakan seperti yang diresepkan.

d. Uraikan tanda-tanda dan gejala pemberian obat dengan dosis yang berlebihan dan
kurang.

Rasional : Berfungsi sebagai pengecekan bagi pasien untuk menentukan apakah tujuan terapi
terpenuhi.

e. Jelaskan perlunya tindak lanjut jangka panjang kepada pasien dan keluarganya.

Rasional : Meningkatkan kemungkinan bahwa keadaan hipo atau hipertiroidisme akan dapat
dideteksi dan diobati.

5. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan depresi ventilasi


Tujuan
Perbaikan status respiratorius dan pemeliharaan pola napas yang normal.
Intervensi
a. Pantau frekuensi; kedalaman, pola pernapasan; oksimetri denyut nadi dan gas darah
arterial

Rasional : Mengidentifikasi hasil pemeriksaan dasar untuk memantau perubahan selanjutnya


dan mengevaluasi efektifitas intervensi.

b. Dorong pasien untuk napas dalam dan batuk

Rasional : Mencegah aktifitas dan meningkatkan pernapasan yang adekuat.

c. Berikan obat (hipnotik dan sedatip) dengan hati-hati

Rasional : Pasien hipotiroidisme sangat rentan terhadap gangguan pernapasan akibat


gangguan obat golongan hipnotik-sedatif.

d. Pelihara saluran napas pasien dengan melakukan pengisapan dan dukungan ventilasi
jika diperlukan.
e. Rasional : Penggunaan saluran napas artifisial dan dukungan ventilasi mungkin
diperlukan jika terjadi depresi pernapasan

6. Perubahan pola berpikir berhubungan dengan gangguan metabolisme dan perubahan status
kardiovaskuler serta pernapasan.
Tujuan
Perbaikan proses berpikir.
Intervensi

a. Orientasikan pasien terhadap waktu, tempat, tanggal dan kejadian disekitar dirinya.
b. Berikan stimulasi lewat percakapan dan aktifitas yang, tidak bersifat mengancam.

Rasional : Memudahkan stimulasi dalam batas-batas toleransi pasien terhadap stres.

c. Jelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa perubahan pada fungsi kognitif dan
mental merupakan akibat dan proses penyakit . .

Rasional : Meyakinkan pasien dan keluarga tentang penyebab perubahan kognitif dan bahwa
hasil akhir yang positif dimungkinkan jika dilakukan terapi yang tepat

7. Miksedema dan koma miksedema


Tujuan
Tidak ada komplikasi.
Intervensi

a. Pantau pasien akan; adanya peningkatan keparahan tanda dan gejala hipertiroidisme.

1) Penurunan tingkat kesadaran ; demensia


2) Penurunan tanda-tanda vital (tekanan darah, frekuensi
3) pernapasan, suhu tubuh, denyut nadi)
4) Peningkatan kesulitan dalam membangunkan dan menyadarkan pasien.
Rasional : Hipotiroidisme berat jika tidak: ditangani akan menyebabkan miksedema,
koma miksedema dan pelambatan seluruh sistem tubuh

b. Dukung dengan ventilasi jika terjadi depresi dalam kegagalan pernapasan

Rasional : Dukungan ventilasi diperlukan untuk mempertahankan oksigenasi yang adekuat


dan pemeliharaan saluran napas.

c. Berikan obat (misalnya, hormon tiroksin) seperti yang diresepkan dengan sangat hati-
hati.

Rasional : Metabolisme yang lambat dan aterosklerosis pada miksedema dapat


mengakibatkan serangan angina pada saat pemberian tiroksin

d. Balik dan ubah posisi tubuh pasien dengan interval waktu tertentu.

Rasional : Meminimalkan resiko yang berkaitan dengan imobilitas.

e. Hindari penggunaan obat-obat golongan hipnotik, sedatif dan analgetik.

Rasional : Perubahan pada metabolisme obat-obat ini sangat meningkatkan risiko jika
diberikan pada keadaan miksedema
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan Buku Patologi, disebutkan defisiensi ataupun resistensi perifer terhadap


hormon tiroid menimbulkan keadaan hipermetabolik terhadap hipotiroidisme. Apabila
kekurangan hormon timbul pada anak-anak dapat menimbulkan kretinisme. Pada anak yang
sudah agak besar atau pada umur dewasa dapat menimbulkan miksedema, disebut demikian
karena adanya edematus, penebalan merata dari kulit yang timbul akibat penimbunan
mukopolisakarida hidrofilik pada jaringan ikat di seluruh tubuh.

Pada Buku Ilmu Kesehatan Anak, kretinisme atau hipotiroidisme kongenital dipakai
kalau kelainan kelenjar tiroidea sudah ada pada waktu lahir atau sebelumnya. Kalau kelainan
tersebut timbul pada anak yang sebelumnya normal, maka lebih baik dipakai istilah
hipotiroidisme juvenilis atau didapat.

B. SARAN
Peran perawat dalam penanganan hipotiroidisme dan mencegah terjadinya
hipotiroidisme adalah dengan memberikan asuhan keperawatan yang tepat. Asuhan
keperawatan yang tepat untuk klien harus dilakukan untuk meminimalisir terjadinya
komplikasi serius yang dapat terjadi seiring dengan kejadian hipotiroidisme.

DAFTAR PUSTAKA

 Flynn RW, McDonald TM, Jung RT, et al. Mortality and vascular outcomes in patients treated
for thyroid dysfunction, http://www.aafp.org/afp/20071001/bmj.html last log in : December
1,2007
 McDermott MT, Woodmansee WW, Haugen BR, Smart A,Ridgway EC. The Management of
subclinical hyperthyroidism by thyroid specialists. Thyroid 2004,90-110
 Van Sande J, Parma J, Tonacchera M, Swillens S, Dumont J,Vassart G. Somatic and clinical
in thyroid diseases.2003, 201-220

Anda mungkin juga menyukai