Anda di halaman 1dari 11

BAB I

DEFINISI

Komunikasi efektif yaitu komunikasi yang mampu menghasilkan perubahan sikap


(attitude change) pada orang lain yang dapat terlihat dalam proses komunikasi, meliputi
proses utama berupa menuliskan perintah, membacakan ulang, dan mengkonfirmasi
kembali perintah (write – read back – repeat back).

A. Tujuan
1. Tersampaikannya gagasan dan pemikiran kepada orang lain dengan jelas sesuai
dengan yang dimaksudkan.
2. Adanya saling kesepahaman dalam suatu permasalahan, sehingga terhindar dari
salah persepsi.
3. Memberikan suatu pesan kepada pihak tertentu dengan maksud agar pihak yang
diberi informasi dapat memahaminya.
4. Penerima pesan dapat memberikan umpan balik terhadap pemberi pesan.
B. Proses komunikasi:
Komunikasi dapat efektif apabila pesan diterima dan dimengerti sebagaimana
dimaksud oleh pengirim pesan, pesan ditindak lanjuti dengan sebuah perbuatan oleh
penerima pesan dan tidak ada hambatan untuk hal itu (Hardjana, 2003).

Gambar
Oh saya
Dia Mengerti… Umpan Balik
mengerti..
o

Komunikator Pesan Saluran Komunikan

Gangguan
C. Unsur komunikasi
1. Sumber/komunikator (dokter, perawat, admission, Kasir,dll)
2. Isi pesan
3. Media/saluran (Elektronic, Lisan, dan Tulisan).
4. Penerima/komunikan (pasien, keluarga pasien, perawat, dokter, TPP).
D. Sumber / komunikator:
Sumber (yang menyampaikan informasi) : adalah orang yang menyampaikan isi
pernyataannya kepada penerima. Hal-hal yang menjadi tanggung jawab pengirim pesan
adalah mengirim pesan dengan jelas, memilih media yang sesuai, dan meminta
kejelasan apakah pesan tersebut sudah di terima dengan baik. (konsil kedokteran
Indonesia, hal.8)
Komunikator yang baik adalah komunikator yang menguasai materi, pengetahuannya
luas dan dalam tentang informasi yang yang disampaikan, cara berbicaranya jelas dan
menjadi pendengar yang baik saat dikonfirmasi oleh si penerima pesan (komunikan).
1. Isi Pesan (apa yang disampaikan) :
Panjang pendeknya, kelengkapannya perlu disesuaikan dengan tujuan komunikasi,
media penyampaian, penerimanya.
2. Media
Media berperan sebagai jalan atau saluran yang dilalui isi pernyataan yang
disampaikan pengirim atau umpan balik yang disampaikan penerima. Berita dapat
berupa berita lisan, tertulis, atau keduanya sekaligus. Pada kesempatan tertentu,
media dapat tidak digunakan oleh pengirim yaitu saat komunikasi berlangsung atau
tatap muka dengan efek yang mungkin terjadi berupa perubahan sikap. (konsil
kedokteran Indonesia, hal.8).
Media yang dapat digunakan: Melalui telepon, menggunakan leaflet, buku kecil,
proyektor.
a. Penerima / komunikan
Penerima berfungsi sebagai penerima berita. Dalam komunikasi, peran pengirim
dan penerima bergantian sepanjang pembicaraan. Tanggung jawab penerima adalah
berkonsentrasi untuk menerima pesan dengan baik dan memberikan umpan balik
kepada pengirim. Umpan balik sangat penting sehingga proses komunkasi
berlangsung dua arah. (konsil kedokteran Indonesia, hal.8).
Pemberi/komunikator yang baik adalah pada saat melakukan proses umpan
balik, diperlukan kemampuan dalam hal-hal berikut (konsil kedokteran Indonesia,
hal 42) :
1. Cara berbicara (talking), termasuk cara bertanya (kapan menggunakan
pertanyaan tertutup dan kapan memakai pertanyaan terbuka), menjelaskan,
klarifikasi, paraphrase, intonasi.
2. Mendengar (listening), termasuk memotong kalimat.
3. Cara mengamati (observation) agar dapat memahami yang tersirat di balik yang
tersurat (bahasa non verbal di balik ungkapan kata/kalimatnya, gerak tubuh).
4. Menjaga sikap selama berkomunikasi dengan komunikan (bahasa tubuh) agar
tidak menggangu komunikasi, misalnya karena komunikan keliru mengartikan
gerak tubuh, raut tubuh, raut muka, dan sikap komunikator.
b. Sifat Komunikasi
Komunikasi itu bisa bersifat informasi (asuhan) dan edukasi (Pelayanan promosi).
Komunikasi yang bersifat infomasi asuhan didalam rumah sakit adalah:
a. Jam pelayanan
b. pelayanan yang tersedia
c. Cara mendapatkan pelayanan
d. Sumber alternative mengenai asuhan dan pelayanan yang diberikan ketika
kebutuhan asuhan pasien melebihi kemampuan rumah sakit.
Akses informasi ini dapat di peroleh melalui Customer Service, TPP dan Website.
c. Komunikasi yang bersifat Edukasi (Pelayanan Promosi) :
a. Edukasi tentang obat. (Lihat pedoman pelayanan farmasi)
b. Edukasi tentang penyakit. (Lihat Pedoman Pasien)
c. Edukasi pasien tentang apa yang harus di hindari. (Lihat Pedoman Pelayanan,
Pedoman Fisioterapi)
d. Edukasi tentang apa yang harus dilakukan pasien untuk meningkatkan kualitas
hidupnya pasca dari rumah sakit. (Lihat Pedoman Pelayanan, Pedoman Gizi,
Pedoman Fisioterapi, Pedoman Farmasi).
e. Edukasi tentang Gizi. (Lihat Pedoman Gizi).
Akses untuk mendapatkan edukasi ini bisa melalui medical information dan
nantinya akan menjadi sebuah unit PKRS (penyuluhan kesehatan Rumah Sakit).

Komunikasi yang efektif.


Komunikasi efektif adalah: tepat waktu, akurat, jelas, dan mudah dipahami oleh penerima,
sehingga dapat mengurangi tingkat kesalahan (kesalah pahaman).

E. prosesnya adalah :
1. Pemberi pesan secara lisan memberikan pesan, setelah itu dituliskan secara lengkap
isi pesan tersebut oleh si penerima pesan. (write)
2. Isi pesan dibacakan kembali (Read Back) secara lengkap oleh penerima pesan.
3. Penerima pesan mengkonfirmasi isi pesan kepada pemberi pesan.(repeat back)

Gambar:
Jadi isi pesannya
Yah.. benar. Dikonfirmasikan ini yah pak…

4.
Komunikator Isi pesan Ditulis Dibacakan Komunikan
Dalam menuliskan kalimat yang sulit, maka komunikan harus menjabarkan hurufnya satu
persatu dengan menggunakan alfabeth yaitu:

Kode Alfabet International:

Sumber: Wikipedia
NATO
BAB II
RUANG LINGKUP

A. PELAKSANA
a. Dokter umum
b. Dokter gigi
c. Dokter spesialis
d. Perawat
e. Bidan
f. Petugas laboratorium
g. Petugas radiologi
h. Petugas farmasi
i. Ahli gizi
B. INSTALASI/ UNIT
a. Poliklinik
b. Ruang rawat inap
c. Kamar operasi
d. Laboratorium
e. Radiologi
f. Farmasi
g. Instalasi gizi
Komunikasi saat memberikan edukasi kepada pasien & keluarganya berkaitan dengan
kondisi kesehatannya.

2.1. Prosesnya:
Tahap asesmen pasien: Sebelum melakukan edukasi, petugas menilai dulu kebutuhan
edukasi pasien & keluarga berdasarkan :
(data ini didapatkan dari RM) :
1. Keyakinan dan nilai-nilai pasien dan keluarga.
2. Kemampuan membaca, tingkat pendidikan dan bahasa yang digunakan.
3. Hambatan emosional dan motivasi. (emosional: Depresi, senang dan marah)
4. Keterbatasan fisik dan kognitif.
5. Ketersediaan pasien untuk menerima informasi.
a. Tahap Cara penyampaian informasi dan edukasi yang efektif. Setelah melalui
tahap asesmen pasien, di temukan :
1. Pasien dalam kondisi baik semua dan emosionalnya senang, maka proses
komunikasinya mudah disampaikan.
2. Jika pada tahap asesmen pasien di temukan hambatan fisik (tuna rungu dan
tuna wicara), maka komunikasi yang efektif adalah memberikan leaflet
kepada pasien dan keluarga sekandung (istri, anak, ayah, ibu, atau saudara
sekandung) dan menjelaskannya kepada mereka.
3. Jika pada tahap asesmen pasien ditemukan hambatan emosional pasien
(pasien marah atau depresi), maka komunikasi yang efektif adalah
memberikan materi edukasi dan menyarankan pasien membaca leaflet.
Apabila pasien tidak mengerti materi edukasi, pasien bisa menghubungi
medical information.
b. Tahap Cara verifikasi bahwa pasien dan keluarga menerima dan memahami
edukasi yang diberikan:
1. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, kondisi
pasien baik dan senang, maka verifikasi yang dilakukan adalah : menanyakan
kembali eduksi yang telah diberikan.
Pertanyaannya adalah : “ Dari materi edukasi yang telah disampaikan, kira-
kira apa yang bpk/ibu bisa pelajari ?”.
2. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi,
pasiennya mengalami hambatan fisik, maka verifikasinya adalah dengan pihak
keluarganya dengan pertanyaan yang sama : “Dari materi edukasi yang telah
disampaikan, kira-kira apa yang bpk/ibu bisa pelajari ?”.
3. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, ada
hambatan emosional (marah atau depresi), maka verifikasinya adalah dengan
tanyakan kembali sejauh mana pasiennya mengerti tentang materi edukasi
yang diberikan dan pahami. Proses pertanyaan ini bisa via telepon atau
datang langsung ke kamar pasien setelah pasien tenang.
Dengan diberikannya informasi dan edukasi pasien, diharapkan komunikasi
yang disampaikan dapat dimengerti dan diterapkan oleh pasien. Dengan
pasien mengikuti semua arahan dari rumah sakit, diharapkan mempercepat
proses penyembuhan pasien.Setiap petugas dalam memberikan informasi
dan edukasi pasien, wajib untuk mengisi formulir edukasi dan informsi, dan
ditandatangani kedua belah pihak antara dokter dan pasien atau keluarga
pasien. Hal ini dilakukan sebagai bukti bahwa pasiendan keluarga pasien
sudah diberikan edukasi dan informasi yang benar.
BAB III
TATA LAKSANA

3.1. Komunikasi Melalui Telepon Antara Pemberi Layanan


Dalam memberikan komunikasi antara pemberi layanan di RS Mitra Medika
Bondowoso menggunakan SBAR – TULBAKON. Apa yang dimaksud dengan SBAR itu?
SBAR merupakan kerangka acuan dalam pelaporan kondisi pasien yang memerlukan
perhatian dan tindakan segera : TULBAKON merupakan kerangka acuan dalam
menerima instruksi untuk dilakukan tindak lanjut.
a. Tata Laksana
1. Instruksi / laporan hasil tes disampaikan secara verbal dan telepon ditulis oleh
penerima instruksi / laporan
2. Instruksi / laporan hasil tes disampaikan secara verbal dan telepon di bacakan
kembali oleh penerima instruksi / laporan.
3. Instruksi / laporan hasil tes disampaikan secara verbal dan telepon harus
tercatat di rekam medis.
4. Tabel nilai kritis harus terpajang didekat telepon di tiap ruang perawatan
5. Sebelum memberikan laporan ke dokter:
a. Periksa pasien dengan benar
b. Lihat nama dokter penanggung jawab pasien (DPJP) yang sesuai untuk
ditelpon
c. Mengetahui kapan pasien dan diagnosa saat masuk
d. Baca catatan perkembangan terbaru dari dokter dan perawat
e. Pegang rekam medik pasien dan siap untuk melaporkan
6. Menggunakan metode SBAR (Situation – Background – Assessment -
Recommendation)
Pada saat serah terima jaga antara dokter, perawat dan petugas kesehatan
lainnya.
S (Situation) : Menyebutkan identitas nama
pelapor, ruangan, dan Identitas
pasien yang bermasalah
B (Background) : Menyebutkan alasan melaporkan
pasien dan ringkasan data pasien
A (Assessment) : Menuliskan diagnose / diagnose
kerja untuk pasien yang
Bersangkutan
R (Recommendation) : menuliskan terapi yang diberikan
7. Menggunakan metode TULBAKON pada saat menerima instruksi / laporan
hasil
Pemeriksaan :
TUL : TULis lengkap
Penerima instruksi menulis lengkap instruksinya,
membaca ulang dan melakukan konfirmasi.
Tulisan disebut lengkap bila terdiri dari
jam?tanggal, isi instruksi, nama penerima
Instruksi dan tanda tangan , nama pemberi
instruksi dan tanda tangan (pada kesempatan
berikutnya)

BA : Baca ulang dengan jelas.


Bila instruksi mengandung nama obat
LASA/NORUM, maka nama obat LASA/NORUM
harus dieja satu persatu hurufnya.
KON : Konfirmasi lisan dan tertulis.
Konfirmasi lisan sesaat setelah pemberi instruksi
mendengar pembacaandan memberikan
pernyataan kebenaran pembacaan secara lisan
misal ”ya sudah benar”. Konfirmasi tertulis
dengan tanda tangan pemberi instruksi yang
harus diminta pada kesempatan kunjungan
berikutnya.
tertulis dengan tanda tangan pemberi instruksi yang harus diminta pada
kesempatan kunjungan berikutnya.
8. Gunakan standar SOAP untuk mendokumentasikan di Catatan Perkembangan
Pasien
Terintegrasi (lembar biru), dengan cara sebagai berikut :
S : Subjective Information (Keterangan Subgyektif) :
Keluhan utama, riwayat penyakit sekarang (RPS),
riwayat penyakit sebelumnya
(RPD), riwayat penyakit keluarga (RPK), keadaan
sosial ekonomi
O : Objective Information (Keterangan Obyektif))
Temuan pemeriksaan fisik, data-data
pemeriksaan psikologik, hasil pemeriksaan
laboratorium dan pemeriksaan penunjang lain.
A : Analisa (penilaian)
Status masalah sekarang / diagnose kerja
(working diagnose), diagnosis, diagnosis banding
(defferential diagnosis), ICD (International
Classification of Diseases)
P : Plan (Rencana) :
Penatalaksanaan medis dan nonmedis, rencana
pemeriksaan penunjang, target penatalaksanaan,
edukasi pasien.
9. Ada kolom keterangan yang dapat dipakai mencatat hal-hal yang perlu
dicatat, misal Pemberi instruksi tak mau tanda tangan.
10. Semua instruksi verbal /pesan baik melalui telpon/SMS harus diverifikasi oleh
DPJP dalam waktu 24 jam, dengan membubuhkan tanda tangan, tanggal
verifikasi dan jam pada kolom stempel
konfirmasi
11. Semua DPJP yang meninggalkan tugasnya lebih dari 1 x 24 jam harus
menunjuk DPJP pengganti.
12. Dalam keadaan gawat darurat :
a. Penerima instruksi cukup mengulangi instruksi yang diberikan oleh DPJP /
Dokter jaga
b. Instruksi yang diberikan ditulis secara lengkap dan akurat.
b. Pemberian Informasi Nilai Kritis
 Nilai kritis adalah setiap nilai hasil pemeriksaan penunjang diagnostic diluar
rentang normal yang dapat membahayakan kondisi pasien.
 Nilai kritis harus segera tersampaikan kepada DPJP dalam waktu 15 menit
sejak hasil laboratorium keluar.
 Ruangan yang mengirim sampel pemeriksaan pasien kritis harus memonitor
dan menanyakan hasil pemeriksaan penunjang diagnostic.
 Tata laksana pelaporan hasil nilai kritis
1. Bagi pelapor : ketika melaporkan, perkenalkan dahulu identitas diri dan
tanyakan identitas penerima hasil. Kemudian sebutkan nama pasien (dieja),
nomor rekam medis, tes yang diminta, tanggal dan jam penerimaan sampel
serta hasil nilai kritisnya.
2. Bagi penerima haasil : harus membaca ulang hasil yang dibacakan dengan
menyebutkan nama pasien (dieja), nomor rekam medis, tes yang diminta,
tanggal dan jam penerimaan sampel serta hasil nilai kritisnya.
3. Tulis nilai kritis di buku pelaporan nilai kritis. Beri tanda tangan pelapor
(dokter jaga/dokter konsulen jaga) dan tanda tangan penerima laporan
(maximal dalam waktu 1 x 24 jam)
4. Jika masih ada hal-hal yang belum jelas, maka Dokter Penanggung Jawab
Pasien wajib menghubungi bagian pelayanan pemeriksaan penunjang
dengan segera melalui nomor telepon yang bisa dihubungi.
Alur penyampaian nilai kritis :

pasien

tindakan

Permintaan Lab / Rad dengan


Laboratorium Radiologi mencantumkan No. Telp. DPJP

Nilai Kritis

perawat Dokter DPJP

c. Pemberian Hasil Pemeriksaan Laboratorium HIV (Human Immunodeficiency


Virus) kepada pasien
 Pemeriksaan laboratorium HIV adalah pemeriksaan laboratorium pada pasien
suspek maupun beresiko menderita HIV
 Tata laksana pemberian hasil pemeriksaan laboratorium HIV :
1. Untuk pasien yang MRS :
Berikan hasil pemeriksaan laboratorium HIV ke petugas VCT
2. Untuk pasien dari laboratorium luar maupun dokter luar :
Berikan hasil pemeriksaan laboratorium HIV kepada petugas pengantar
dengan amplop yang tertutup rapat.
BAB IV
DOKUMENTASI

1. Desain SBAR
2. Desain Phonetic Alfhabeth
3. Form Catatan Perkembangan Pasien terintegrasi (CPPT)
4. Nilai Kritis
5. Daftar Singkatan yang dibakukan dan tidak dibakukan

Anda mungkin juga menyukai